Ren Dextra
Anterior
Flexura coli dextra
Colon ascendens
Duodenum (II)
Hepar (lob. dextra)
Mesocolon transversum
Posterior
M. psoas dextra
M. quadratus lumborum dextra
M. transversus abdominis dextra
N. subcostalis (VT XII) dextra
N. ileohypogastricus dextra
N. ileoinguinalis (VL I) dextra
Costae XII dextra
Ren Sinistra
Anterior
Flexura coli sinistra
Colon descendens
Pancreas
Pangkal mesocolon transversum
Lien
Gaster
Posterior
M. psoas sinistra
M. quadratus lumborum sinistra
M.
transversus
abdominis
sinistra
N. subcostalis (VT XII) sinistra
N. ileohypogastricus sinistra
N. ileoinguinalis (VL I) sinistra
Pertengahan costae XI & XII
sinistra
1.2. MIKROSKOPIK
Ginjal merupakan organ ekskresi utama tubuh manusia. Unit struktural dan
fungsional ginjal disebut nefron. Setiap ginjal memiliki 1 hingga 1,4 juta nefron
fungsional. Nefron tersusun atas bagian-bagian yang berfungsi langsung dalam
pembentukan urin. Adapun bagian-bagian nefron, yaitu: korpus renalis, tubulus
kontortus proksimal, ansa henle segmen tebal dan tipis, tubulus kontortus distal, dan
duktus koligens.
Ginjal dibungkus oleh kapsul jaringan lemak dan jaringan ikat padat kolagen
(kapsula fibrosa). Struktur tersebut disebut sebagai kapsula ginjal. Di sebelah dalam
kapsula ginjal, terdapat bagian korteks dan di sebelah dalam korteks terdapat
medulla. Korteks berisi korpus renalis atau korpus malphigi yang merupakan
kesatuan dari glomerulus dan kapsula Bowman. Selain itu juga terdapat tubulus
kontortus dan arteri atau vena yang mendarahinya. Di medulla, dapat ditemukan
struktur duktus namun tidak terdapat jaringan glomerulus. Dengan adanya
perbedaan khas tersebut, secara mikroskopis, ginjal dapat dibedakan dengan jelas
mana bagian korteks dan mana bagian medullanya.
Korteks ginjal mengandung korpus renalis yang merupakan permulaan dari setiap
nefron. Korpus renalis mengandung kapiler glomerulus yang diselubungi oleh dua
lapis epitel yang disebut kapsula Bowman. Lapisan dalam kapsul atau lapisan
visceral kapsula Bowman menyelimuti kapiler glomerulus. Pada lapisan ini terdapat
podosit, yaitu sel yang memiliki prosesus primer dan sekunder yang menyelimuti
kapiler glomerulus dengan saling bersilangan. Sementara itu, lapisan parietal di
sebelah luarnya, yang tersusun dari epitel selapis skuamosa, membulat dan
membentuk rongga di antara keduanya yang disebut rongga urin atau rongga
kapsular. Di sinilah hasil ultrafiltrat ditampung untuk selanjutnya diteruskan ke
tubulus kontortus proksimal.
Korpus renalis memiliki dua kutub yaitu kutub vaskular dan kutub tubular. Kutub
vaskular berarti kutub tempat masuknya arteriol aferen dan keluarnya arteriol eferen.
Daerah ini ditandai dengan adanya struktur makula densa, yaitu sel reseptor
berbentuk palisade di dinding tubulus kontortus distal yang dekat dengan
glomerulus. Di daerah ini juga dapat ditemukan sel jukstaglomerular atau sel
granular yang merupakan modifikasi dari otot polos dinding arteriol aferen. Makula
densa, sel jukstaglomerular, dan kumpulan sel mesangial ekstraglomerular
membentuk aparatus jukstaglomerular.1,2,3 Struktur ini berfungsi dalam pengaturan
volume dan tekanan darah.
Tubulus kontortus proksimal : Epitel selapis kuboid dengan brush border sehingga
batas sel dengan lumen tampak tidak jelas, Batas antar sel juga tidak jelas karena
membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma asidofilik dan
granular, Jarak antar inti sel jauh, Ditemukan di jaringan korteks.
Ansa henle segmen tebal pars desendens : Epitel selapis kuboid dengan brush border
sehingga batas sel dengan lumen tampak tidak jelas, Batas antar sel juga tidak jelas
karena membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma
asidofilik dan granular, Jarak antar inti sel jauh, Ditemukan di jaringan medulla.
Ansa henle segmen tipis : Epitel selapis skuamosa, mirip dengan kapiler namun
tidak memiliki sel darah pada lumennya, Tidak dapat dibedakan antara asendens dan
desendens
Ansa henle segmen tebal pars asendens : Epitel selapis kuboid tanpa brush border
sehingga batas sel dengan lumen tampak cukup jelas dibanding tubulus kontortus
proksimal , Batas antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral
berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma terlihat lebih pucat, Jarak antar inti
sel lebih rapat dibanding tubulus kontortus proksimal, Ditemukan di jaringan
medulla.
Tubulus kontortus distal : Epitel selapis kuboid tanpa brush border sehingga batas
sel dengan lumen tampak cukup jelas dibanding tubulus kontortus proksimal, Batas
antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel
tetangga, Sitoplasma terlihat lebih pucat, Jarak antar inti sel lebih rapat dibanding
tubulus kontortus proksimal, Ditemukan di jaringan korteks
Duktus koligen : Duktus ekskretorius/ koligen bukan merupakan bagian dari nefron.
Setiap tubulus kontortus distal berhubungan dengan duktus koligens melalui sebuah
cabang sampai duktus koligen yang pendek yang terdapat dalam berkas medular;
terdapat beberapa cabang seperti itu. Duktus koligen berjalan dalam berkas medula
menuju medula. Di bagian medula yang lebih ke tengah, beberapa duktus koligens
bersatu untuk membentuk duktus yang besar yang bermuara ke apeks papila.
Saluran ini disebut duktus papilaris (Bellini) dengan diameter 100-200 m atau
lebih. Muara ke permukaan papila sangat besar, sangat banyak dan sangat rapat,
sehingga papila tampak seperti sebuah tapisan (area cribrosa).
Sel-sel yang yang melapisi saluran ekskretorius ini bervariasi ukurannya, mulai dari
kuboid rendah di bagian proximal sampai silindris tinggi di duktus papilaris utama.
Batas sel teratur dengan sedikit interdigitasi dan umumnya sel tampak pucat dengan
beberapa organel. Duktus koligen menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter
dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon anti-diuretik (ADH).
Setelah melalui serangkaian traktus pada nefron, urin akan bermuara pada duktus
papilaris Bellini di bagian apeks dari piramid medula. Adapun struktur dari duktus
papilaris Bellini ini adalah dindingnya merupakan epitel selapis silindris dengan
batas cukup jelas. Urin yang melewati traktus tersebut kemudian akan ditampung di
calyx minor untuk selanjutnya dialirkan ke calyx mayor, pelvis renalis, dan ureter.
Ketiga struktur ini disusun oleh sel epitel transisional yang khas dengan sel
payungnya.
2.
1.3. VASKULARISASI
Vaskularisasi Ginjal
(capsula bowman)
Filtrasi darah
Medulla : Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi
vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior
yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus,
arteri tersebut bercabang menjadi arteri lobaris kemudian arteri interlobaris yang
berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian
membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri
interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus
Cortex : Arteri efferent berhubungan dengan Vena interlobularis bermuara ke vena
arcuate kemudian vena interlobaris lalu vena lobaris dan bermuara ke vena renalis
lalu ke vena cava inferior.
2.1. PERSYARAFAN
Persarafan Ginjal : Dilakukan oleh plexus symphaticus renalis dan serabut afferent
melalui plexus renalis menuju medulla spinalis N. Thoracalis X,XI,XII.
Persarafan : dipersarafi oleh plexus renalis, Nervus Testicularis, Nervus
Hypogastricus.
Cortex
Aorta abdominalis
A. Interlobaris
A. Arquata
A. Interlobularis
A. afferen
Cortex renalis
ke dalam glomerulus
A. Efferen
V. Interlobularis
V. Arquata
V. Interlobaris
V. Cava Superior
Atrium Dextra
c.
d.
e.
Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mengekresi urea, asam urat, kreatinin, dan
produk penguraian hemoglobin dan hormon.
Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mengekresi ion natrium, kalium,
kalsium, magnesium, sulfat, dan fosfat. Ekskresi ion-ion ini seimbang dengan
asupan dan ekskresinya melalui rute lain, seperti pada saluran gastrointestinal
atau kulit.
Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Ginjal mengendalikan ekskresi ion
hidrogen (H+), bikarbonat (HCO3-), dan amonium (NH4+) serta memproduksi
urin asam atau basa, bergantung pada kebutuhan tubuh.
Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropoietin (EPO), yang
mengatur produksi sel darah merah dalam sumsum tulang.
Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang esensial bagi
pengaturan tekanan darah, dan juga memproduksi enzim renin. Renin adalah
komponen penting dalam mekanisme renin-angiotensi-aldosteron (RAA), yang
meningkatkan tekanan darah dan retensi air.
f.
g.
2.
Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti
kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel
terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan
larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa
nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25%
dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma
atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini
dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate).
Gerakan masuk ke kapsula bowmans disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal
dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula
bowmans, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah
filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula
bowmans serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya
dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas
dinding
kapiler.
Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zatzat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi. Proses reabsorbsi ini
terjadi pada bagian tubulus renalis.
3.
Sekresi
Sekresi tubular
melalui tubulus
secara alamiah
alamiah terjadi
hidrogen.
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat
dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap
kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen
atau ion kalium kedalam cairan tubular perjalanannya kembali jadi, untuk
setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan
sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi
cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu
kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya.
Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat
menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi
penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.
Ringkasan transportasi zat-zat yang menembus tubulus kontortus proximal dan
distal nefron
Tubulus Kontortus Proximal
Reabsorpsi
Sekresi
Rebasorpsi
Na+
Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status
bervariasi,
dikontrol
asam-basa tubuh
oleh aldosteron; Cl-
Sekresi K+ bervariasi, dikontrol oleh aldosteron
mengikuti secara pasif
Reabsorpsi
H2O
bervariasi,
dikontrol
oleh vasopresin
Duktus Koligen
Reabsorpsi
Sekresi
Reabsorpsi
H2O
Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status
bervariasi,
dikontrol
asam-basa tubuh
oleh vasopresin
BIOKIMIA GINJAL
KARAKTERISTIK URIN
a. Komposisi. Urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari
katabolisme asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin
fosfat dalam jaringan otot.
Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.
Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen
normal dalam jumlah kecil.
Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat,
kalsium, dan magnesium.
Hormon atau metabolit hormon ada secara normal dalam urin.
Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim
secara normal ditemukan dalam jumlah yang kecil.
Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah,
sejumlah besar badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam
tubulus dan dikeluarkan), dan batu ginjal atau kalkuli.
b. Sifat fisik
1.
2.
3.
4.
Warna. Urin encer biasanya kuning pucat dan kuning pekat jika kental.
Urine segar biasanya jernih dan menjadi keruh jika didiamkan.
Bau. Urin memiliki bau yang khas dan cenderung berbau amonia jika
didiamkan. Bau ini dapat bervariasi sesuai dengan diet; misalnya, setelah
makan asparagus. Pada diabetes yang tidak terkontrol, aseton menghasilkan
bau manis pada urin.
Asiditas atau alkalinitas. pH urin bervariasi antara 4,8 sampai 7,5 dan
biasanya sekitar 6,0; tetapi juga bergantung pada diet. Ingesti makanan
yang berprotein tinggi akan meningkatkan asiditas, sementara diet sayuran
akan meningkatkan alkalinitas.
Berat jenis urin berkisar antar 1,001 sampai 1,035; bergantung pada
konsentrasi urin.
Vasopresin (ADH)
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat
mengendalikankeseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh
hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan
meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairanekstrasel.
2.
Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di
tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan
konsentrasi kalium,natrium, dan sistem angiotensin renin.
3.
Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berfungsi
merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan
pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur
sirkulasi ginjal gukokortikoi. Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi
natrium dan air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi
natrium.
4.
Renin
Selain itu ginjal menghasilkan Renin, yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus
jukstaglomerularis pada:
a. Konstriksi arteria renalis (iskhemia ginjal)
b. Terdapat perdarahan (iskhemia ginjal)
c. Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra)
d. Innervasi ginjal dihilangkan
e. Transplantasi ginjal (iskhemia ginjal)
a.
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel,
antara lain:
1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi
susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.
3. mempengaruhi konsentrasi ion K
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion
H seperti
nilai semula dengan cara:
1. mengaktifkan sistem dapar kimia
2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernapasan
3. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar kimia, yaitu:
1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel teutama
untuk
perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat.
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel.
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk
perubahan asam
karbonat.
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan
intrasel.
Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa
sementera. Jika dengandapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan,
maka pengontrolan pH akandilanjutkan oleh paru-paru yang berespons secara cepat
terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akibat rangsangan pada kemoreseptor
dan pusat pernapasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal
menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi
ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan mensekresikan ion H dan
menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan
ammonia.
4.
GN lesi minimal
GN membranosa
GN membranoproliferatif
GN proliferative lain
Glomerulonefritis Sekunder akibat
1. Infeksi
TBC, lepra
Keganasan
4.3. EPIDEMIOLOGI
insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai pada
usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki : perempuan= 2:1, sedangkan pada masa remaja dan
dewasa rasio ini berkisar 1:1. Biasanya 1 dari 4 penderita sindrom nefrotik adalah
penderita dengan usia>60 tahun. Namun secara tepatnya insiden dan prevalensi
sindrom nefrotik pada lansi tidak diketahui karena sering terjadi salah diagnosa.
4.4. KLASIFIKASI
4.5. PATOFISIOLOGI
Proteinuria
Kehilangan protein pada SN termauk ke dalam proteinuria glomerular. Proteinuria
pada penyakit glomerular disebabkan oleh meningkatnya filtrasi makromolekul
melewati dinding kapiler glomerulus. Hal ini sering diakibatkan oleh kelainan pada
podosit glomerular.
Sistem filtrasi pada glomerulus terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan sel endotel,
membrane basal gromelurus dan lapisan sel epitel (podosit). Podosit merupakan
lapisan barrier paling luar dari system filtrasi glomerulus. Dalam kondisi patologis,
podosit mengalami berbagai perbuhan bentuk structural seperti FP effacement,
pesudocyst formation, hipertrofi, apoptosis. Sindroma nefrotik terutama disebabkan
oleh injur sel podosit dengan manifestasi proteinuria masif. Pada SN mekanisme
penghalang berdasarkan ukuran molekul dan berdasarkan muatan listrik pun
terganggu.
Hipoalbuminemia
beberapa teori
Soluble
anak
yaitu :
Complex
Pada SNKM tampak perubahan jumlah populasi CD4+ dan CD8+ sel T
selama terjadinya penyakit.17 Dengan rangsangan antigen, CD4+ dan CD8+ akan
menghasilkan IL-2 yang berperan penting pada respons imun selular dan humoral.
Pada penderita SN sensitif steroid produksi IL-2 berkurang, hal ini terjadi karena
peningkatan supressor-inducer (CD45RA+CD4+) dan supressor
effector (CD45RA+CD8+), sedangkan aktivitas sel memori (CD45RO+CD4+)
menurun. Penurunan produksi IL-2 pada SN juga terjadi karena gangguan
diferensiasi dan ekspansi subset sel Th1.18 Selain produksi IL-2 yang menurun, juga
terjadi peningkatan CD4+CD25+ sel T natural (yang merupakan reseptor IL-2
rantai ) yang bersifat supresif. Sifat supresif ini berhubungan dengan penurunan
regulasi IL-2.
4.8. MANIFESTASI KLINIS
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat
akan disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum. Kadang-kadang disertai
oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit
perut hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis.
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar
perut, dan tekanan darah. Dalam laporan ISKDC (International study of kidney
diseases in children), pada SNKM ditemukan 22% dengan hematuria mikroskopik,
15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum
darah yang bersifat sementara.
4.9. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik
1. Kulit ditemukan jaringan parut, striae, vena, pitting dan non
pitting kulit.
2. Mata konjungtiva, udem kelopak mata dan sekitar mata
3. Tenggorokan hiperemis atau tidak
4. Abdomen ditemukan hernia dan asites
5. Genitalia udem atau tidak
6. Hepatomegali
7. Splenomegali
8. Palpasi ginjal kanan dan kiri
9. Liver dan lien terdengar pekak
Diagnose SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium
berupa proteinuria massif >3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari),
hipoalbuminemia <3 g/dl, edema, hiperlipideia, lipiduria, dan hiperkoagulabilitas.
Pemeriksaan tambahan seperti venerologi diperlukan untuk menegakkan diagnose
thrombosis vena yang dapat terjadi akibat hiperkoagulabilitas. Pada SN primer untuk
menentukan jenis kelainan histopatologi ginjal yang menentukan prognosis dan
respon terhadap terapi, diperlukan biopsi ginjal. 2,5
Diagnosis Banding
4.10.
TATALAKSANA
Pada SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk
mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan edema,
memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua. Sebelum pengobatan steroid
dimulai, dilakukan pemeriksaan uji Mantoux. Bila hasilnya 4 positif diberikan
profilaksis INH bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberi obat anti
tuberkulosis (OAT). Perawatan pada SN relaps hanya dilakukan bila disertai edema
anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau
syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan
kemampuan pasien. Bila edema tidak berat anak boleh sekolah.
Diitetik
Pemberian diit tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap kontra
indikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa
metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sclerosis
glomerulus. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 2 g/kgBB/hari. Diit rendah protein akan
menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak.
Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan Loop
diuretic seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3 mg/kgBB/hari. Pada
pemakaian diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan
elektrolit darah (kalium dan natrium).
Bila pemberian diuretik tidak berhasil mengurangi edema (edema refrakter),
biasanya disebabkan oleh hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (kadar
albumin1g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis1g/kgBB
selama 4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial, dan diakhiri dengan
pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB. Bila pasien tidak mampu dari segi
biaya, dapat diberikan plasma sebanyak 20 ml/kgBB/hari secara perlahan-lahan 10
tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila
diperlukan, albumin atau plasma dapat diberikan selang-sehari untuk memberikan
kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Pemberian plasma
berpotensi menyebabkan penularan infeksi hepatitis, HIV, dan lain lain. Bila asites
sedemikian berat sehingga mengganggu
pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.
Antibiotik profilaksis
Di beberapa negara, pasien SN dengan edema dan asites diberikan antibiotic
profilaksis dengan penisilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari, sampai edema
berkurang. Di Indonesia tidak dianjurkan pemberian antibiotik profilaksis, tetapi
perlu dipantau secara berkala, dan bila ditemukan tanda-tanda infeksi segera
5.
KOMPLIKASI
Keseimbangan nitrogen negative
Hiperkoagulasi
Hiperlipidemia dan lipiduria
jantung kongestif dan lainlain). Untuk memastikan diagnosis sindroma nefrotik pada
pemerksaan lab didapatkan proteinuria, hipoalbuminemia dan hyperlipidemia.
Urinalisis
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang
mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak
hialin dan torak eritrosit.2
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot
collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari
jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total
protein urin 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis. 2, 8
Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin >
2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak 3g. 2,8
Albumin serum
- kualitatif
: ++ sampai ++++
USG renal
Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN congenital, onset usia> 8 tahun,
resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi
nefritik signifikan.Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin
diperlukan untuk diagnosis.Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena
masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting
untuk membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan
glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih
baik terhadap steroid.2
Darah:
Namun ulama lainnya semacam Asy Syaukani dan muridnya Shidiq Hasan Khon,
Syaikh Al Albanidan Syaikh Muhammad bin Sholih Al
Utsaimin rahimahumullah menyatakan bahwa darah itu suci. Alasan bahwa darah
itu suci sebagai berikut.
Pertama: Asal segala sesuatu adalah suci sampai ada dalil yang menyatakannya
najis. Dan tidak diketahui jika Nabishallallahu alaihi wa sallam memerintahkan
membersihkan darah selain pada darah haidh. Padahal manusia tatkala itu sering
mendapatkan luka yang berlumuran darah. Seandainya darah itu najis tentu
Nabi shallallahu alaihi wa sallam akan memerintahkan untuk membersihkannya.
Kedua: Sesuatu yang haram belum tentu najis sebagaimana dijelaskan oleh Asy
Syaukani rahimahullah.
Ketiga: Para sahabat dulu sering melakukan shalat dalam keadaan luka yang
berlumuran darah. Mereka pun shalat dalam keadaan luka tanpa ada perintah dari
Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk membersihkan darah-darah tersebut.
Sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits yang menceritakan seorang Anshor.
Ketika itu ia sedang shalat malam, kemudian orang-orang musyrik memanahnya. Ia
pun mencabut panah tadi dan membuangnya. Kemudian ia dipanah sampai ketiga
kalinya. Namun ketika itu ia masih terus ruku dan sujud padahal ia dalam shalatnya
berlumuran darah.
Ketika membawakan riwayat ini, Syaikh Al Albani rahimahullah menjelaskan,
Riwayat ini dihukumi marfu (sampai pada Nabishallallahu alaihi wa sallam).
Karena sangat mustahil kalau hal ini tidak diperhatikan oleh beliau shallallahu
alaihi wa sallam. Seandainya darah yang amat banyak itu menjadi pembatal shalat,
tentu beliau shallallahu alaihi wa sallam akan menjelaskannya. Karena
mengakhirkan penjelasan di saat dibutuhkan tidak diperbolehkan, sebagaimana hal
ini telah kita ketahui bersama dalam ilmu ushul.
Juga ada beberapa riwayat lainnya yang mendukung hal ini. Al Hasan Al Bashri
mengatakan,
Kaum muslimin (yaitu para sahabat) biasa mengerjakan shalat dalam keadaan
luka.
Dalam Muwatho disebutkan mengenai sebuah riwayat dari Miswar bin Makhromah,
ia menceritakan bahwa ia pernah menemui Umar bin Al Khottob pada malam hari
saat Umar ditusuk. Ketika tiba waktu Shubuh, ia pun membangunkan Umar untuk
shalat Shubuh. Umar mengatakan,
Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat. Lalu Umar
shalat dalam keadaan darah yang masih mengalir.
Hal ini menunjukkan bahwa pendapat terkuat dalam masalah ini, darah manusia itu
suci baik sedikit maupun banyak. Namun kita tetap menghormati pendapat
mayoritas ulama yang menyatakan bahwa darah itu najis. Wallahu alam bish
showab.
dan darah tadi di antara pundaknya. Beliau tetap sujud, sedangkan Abu Jahl dan
sahabatnya dalam keadaan tertawa.
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, Adapun darah selain darah haidh, maka
dalil yang menjelaskan mengenai hal ini beraneka ragam dan mengalami
keguncangan. Sikap yang benar adalah kembali ke hukum asal segala sesuatu itu
suci sampai ada dalil khusus yang lebih kuat atau sama kuatnya yang menyatakan
bahwa darah itu najis.
DAFTAR PUSTAKA
Pembahasan darah jenis ini sama dengan pembahasan darah manusia di atas, yaitu
tidak ada dalil yang menyatakan bahwa darah tersebut najis. Maka kita kembali ke
hukum asal bahwa segala sesuatu itu suci.
Ada riwayat dari Ibnu Masud yang menguatkan bahwa darah dari hewan yang halal
dimakan itu suci. Riwayat tersebut,
Ibnu Masud pernah shalat dan di bawah perutnya terdapat kotoran (hewan ternak)
dan terdapat darah unta yang disembelih, namun beliau tidak mengulangi
wudhunya.
Ada pula riwayat dari Ibnu Masud, ia mengatakan, Nabi shallallahu alaihi wa
sallam pernah shalat di sisi Kabah. Sedangkan Abu Jahl dan sahabat-sahabatnya
sedang duduk-duduk ketika itu. Sebagian mereka mengatakan pada yang lainnya,
Coba kalian pergi ke tempat penyembelihan si fulan. Lalu Abu Jahl mendapati
kotoran hewan, darah sembelihan dan sisa-sisa lainnya, kemudian ia perlahan-lahan
meletakkannya pada pundak Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika beliau sujud.
Beliaushallallahu alaihi wa sallam merasa kesulitan dalam shalatnya. Ketika
beliau shallallahu alaihi wa sallam sujud, Abu Jahl kembali meletakkan kotoran