Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN

GROUP PROJECT
PRAKTIKUM BIOKIMIA
Perbedaan Aktivitas Pemecahan H2O2 pada Berbagai Kondisi Benguk (Mucuna pruriens)
(Biji Benguk, Benguk Rebus, dan Tempe Benguk) Ditinjau dari Jumlah Gelembung yang
Dihasilkan, Lama Terbentuk Gelembung, dan Tes Nyala

Kelompok 3 :
Anisa Nur Jannah

(13312241009)

Putri Chandra Haryanto

(13312241029)

Adha Hujatulatif

(13312241070)

Hirmampuni Adinda Putri

(13312241074)

Citra Hanum Wardhani

(13312244013)

PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016

I.

PENDAHULUAN

A. Judul
Perbedaan Aktivitas Pemecahan H2O2 pada Berbagai Kondisi Benguk
(Mucuna pruriens) (Biji Benguk, Benguk Rebus, dan Tempe Benguk) Ditinjau dari
Jumlah Gelembung yang Dihasilkan, Lama Terbentuk Gelembung, dan Tes Nyala.
B. Latar Belakang
Mucuna pruriens termasuk dalam family Fabaceae. Spesies ini dikenal dengan
nama benguk atau kara benguk di Indonesia. Spesies ini juga dikenal dengan sebutan
velvet bean. Spesies ini banyak ditemukan di Asia, Africa, Pasifik, dan juga di
Amerika.
Di Indonesia, benguk dikonsumsi dalam berbagai macam olahan. Benguk
dapat direbus, dikeringkan, hingga dibuat tempe yang kemudian dapat dibacem
ataupun digoreng. Meski demikian pengonsumsian benguk sebagai sumber bahan
makanan masih kurang di Indonesia. Benguk masih menjadi sumber makanan yang
belum dikonsumsi secara luas oleh masyarakat Indonesia sebab masyarakat lebih
memilih tempe kedelai dibandingkan tempe benguk.
Berbanding terbalik dengan rendahnya konsumsi benguk di Indonesia,
permintaan akan benguk di dunia justru meningkat karena benguk memiliki khasiat
tinggi bagi kesehatam. Peneliti bahkan menyatkan bahwa benguk mengandung nutrisi
yang baik untuk dikonsumsi. Di dalam benguk atau Mucuna pruriens justru terdapat
banyak nutrisi. Natarajan,et.al,(2012: 87) menyatakan bahwa Mucuna form a rich
source of protein, carbohydrate, lipid, fiber, minerals and amino acids. pernyataan di
atas menekankan bahwa dalam kara benguk, terdapat protein, karbohidrat, serat,
mineral, maupun lemak. Selain itu, Natarajan,et.al,(2012: 89) juga menyatakan bahwa
the total daidzin and genistein in Mucuna was found to be higher than in soybeans

Daidzin dan genistein merupakan isoflavon yang berfungsi sebagai antioksidan.


Keduanya terkandung dalam kedelai maupun kara benguk. Meski demikian,
pernyataan tersebut menekankan bahwa jumlah total daidzin dan genistein di Mucuna
lebih tinggi dibandingkan dalam kedelai.
Selain itu, benguk juga memiliki khasiat lain. Khasiat tersebut adalah khasiat
antioksidan. Mucuna pruriens memiliki kemampuan antilipid peroxidation sehingga
mampu menghilangkan superoksida. Lipid peroxidation merupakan proses yang
menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Berkurangnya proses lipid peroxidation
berarti bahwa pembentukan radikal bebas juga berkurang. Hal tersebut didukung oleh
penelitian Haresh chandra,et.al,(2012:277) bahwa aktivitas katalase di selotak yang
telah ditreatment dengan ekstrak Mucuna pruriens mengalami kenaikan.

Tabel 1. Hasil penelitian pengaruh Mucuna pruriens pada aktivitas katalase.


Sumber table: Hareshchandra,et.al,(2012:278).
Berdasarkan table hasil penelitian di atas, diketahui bahwa aktivitas katalase
mengalami peningkatan pada kelompok yang diberikan treatment Mucuna pruriens.
Hasil penelitian oleh Hareshchandra,et.al,(2012:277) juga menyatakan bahwa there is
a moderate decrease in the glutathione peroxidase activity in brain homogenate in
comparison to BCCAO group. treated group. Glutathione peroksidase merupakan
enzim yang terlibat dalam metabolism glutathione. Penurunan aktivitas enzim ini
akan menyebabkan system anti oksidan dalam tubuh meningkat. Oleh sebab itu,
Mucuna pruriens dapat meningkatkan aktivitas katalase dalam memecah senyawa
peroksida.
Selain itu, dalam penelitian Shukla,et.al, (2007: 142) diperoleh hasil bahwa
moreover, we also observed that in infertile men who were under psychological stress,
there were low seminal plasma SOD and catalase activities. But there was
improvement in these enzymes and molecule levels following treatment with M.
pruriens. Pernyataan tersebut menekankan bahwa aktivitas katalase pada seorang pria

yang sedang mengalami stress psikologis dapat ditingkatkan dengan treatment


menggunakan kara benguk.
Di beberapa daerah, seperti Gunungkidul, masyarakat mengonsumsi benguk
dengan merebus ataupun dengan menggoreng dan membacem setelah benguk diolah
menjadi tempe. Bertolak dari berbagai manfaat benguk dalam memecah senyawa
peroksida, perlu diketahui pada keadaan apakah benguk paling baik dalam memecah
senyawa peroksida. Untuk dapat memperoleh manfaat benguk dalam memecah
senyawa peroksida, maka perlu dibuat pilihan yang tepat dalam mengolah dan
mengonsumsi benguk. Oleh sebab itu perlu dilakukannya suatu penyelidikan untuk
menyelidiki aktivitas katalase pada benguk mentah, direbus, maupun dalam bentuk
tempe.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1

Apakah terdapat perbedaan aktivitas pemecahan H2O2 antara biji benguk,


tempe benguk, dan benguk rebus ditinjau dari jumlah gelembung yang

dihasilkan, lama terbentuk gelembung, dan tes nyala?


Manakah hasil yang lebih baik antara biji benguk, tempe benguk, dan benguk
rebus dalam memecah H2O2 ditinjau dari jumlah gelembung yang dihasilkan,
lama terbentuk gelembung, dan tes nyala?

D. Tujuan
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan di atas, tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1

Menyelidiki perbedaan aktivitas pemecahan H2O2 antara biji benguk, tempe


benguk, dan benguk rebus ditinjau dari jumlah gelembung yang dihasilkan,

lama terbentuk gelembung, dan tes nyala.


Menyelidiki hasil yang lebih baik antara biji benguk, tempe benguk, dan
benguk rebus dalam memecah H2O2 ditinjau dari jumlah gelembung yang
dihasilkan, lama terbentuk gelembung, dan tes nyala.

E. Manfaat
- Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan mengenai


pengolahan dan pengonsumsian benguk yang paling baik untuk memperoleh
manfaat benguk dalam memecah senyawa peroksida.
-

Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan
pemahaman mengenai pengolahan dan pengonsumsian benguk yang
paling baik untuk memperoleh manfaat benguk dalam memecah
senyawa peroksida.
b. Bagi masyarakat
i. Mendorong masyarakat untuk mengonsumsi benguk.
ii. Menambah wawasan pengetahuan dan pemahaman mengenai
pengolahan dan pengonsumsian benguk yang paling baik untuk
memperoleh manfaat benguk dalam memecah senyawa peroksida
yang berbahaya bagi tubuh.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Enzim Katalase
Enzim adalah biokatalisator yang mampu mempercepat laju reaksi dengan
menurunkan energy aktivasi. Enzim memiliki peran masing-masing dalam
mempercepat reaksi, sebab enzim bersifat spesifik terhadap substrat yang
dikatalisis olehnya. Luhova,et.al,(2003:151) menyatakan bahwa salah satu dari
enzim utama yang berperan dalam mengkatabolisme hydrogen peroksida adalah
enzim katalase. Enzim ini dapat ditemui dalam darah, sumsum tulang, membran
mukosa, ginjal dan hati (Kumar dkk, 2008). Merupakan hemoprotein yang
mengandung empat gugus heme. Di dalam sel, katalase ditemukan di dalam
peroksisom.
Mekanisme

aktivitas

katalase

sebagai

antioksidan

dengan

cara

mengkatalisis pemecahan H2O2 menjadi H2O dan O2, adalah sebagai berikut
(Kumar dkk, 2008).
Katalase-Fe(III) + H2O2 senyawa-1 +H2O tahap I
Senyawa-1 + H2O2 katalase-Fe(III) + H2O2 + O2 tahap II
2H2O2 2H2O + O2
Senyawa-1 merupakan senyawa antara serta merupakan kunci dari oksidasi
dalam reaksi enzimatik katalase. Hal ini disebabkan oleh keberadaan senyawa-1
heme dengan suatu atom oksigen dari molekul H 2O2 pada tahap I ini. Hasil reaksi
ini membentuk molekul air pada tapak aktif enzim yang dekat heme Fe.
Kapasitas reduksi katalase tinggi pada suasana H 2O2 konsentrasi tinggi,
sedangkan pada konsentrasi rendah kapasitasnya menurun (Cemeli dkk, 2009;
Miwa dkk, 2008). Hal ini disebabkan karena katalase memerlukan reaksi dua
molekul H2O2 dalam proses reduksinya, sehingga hal ini lebih jarang ditemukan
pada konsentrasi substrat rendah (Cemeli dkk, 2009). Pada konsentrasi H2O2
rendah seperti yang dihasilkan dari proses metabolisme normal, peroxiredoksin
(PRX) yang berfungsi untuk mengikat H2O2 dan mengubahnya menjadi oksigen
dan air (Miwa dkk, 2008).

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kerja Enzim


Aktivitas enzim dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:
1. Suhu
Kenaikan temperature mengindikasikan bahwa laju reaksi dapat meningkat.
Hal tersebut dapat terjadi sebab menurut Su and Li, (2007:11) molecules collide at
a greater frequency and with more force at higher temperatures. Thus, substrates
and enzymes can locate each other easier in the system, speeding up the rate of
the reaction. Pernyataan di atas menekankan bahwa molekul menjadi lebih sering
bertabrakan dalam gaya yang besar dengan bertambahnya temperature. Oleh sebab
itu laju reaksi menjadi meningkat karena substrat dan enzim menjadi lebih mudah
bersatu.

Meski demikian, kenaikan temperature dapat meningkatkan energy

kinetic enzim pada suatu titik yang dapat mengganggu ikatan non kovalen yang
mempertahankan struktur tiga dimensi enzim. Kerusakan tersebut menyebabkan
rantai polipeptida mulai terbuka sehingga enzim terdenaturasi dan kehilangan
kemampuan katalitiknya. Pernyataan di atas didukung oleh Murray,et.al,(2003:63)
bahwa the polypeptide chain then begins to unfold, or denature, with an
accompanying rapid loss of catalytic activity.Su and Li,(2007:11) juga
menyatakan bahwa after a certain point this will no longer be true, as sustained
high temperatures will begin to denature the catalyst, lowering the reaction rate
dramatically.
Enzim pada hewan berdarah panas dan manusia bekerja paling efisien pada
suhu 37o C. meski demikian Murray,et.al,(2003:63) menekankan bahwa the
temperature range over which an enzyme maintains a stable, catalytically
competent conformation depends uponand typically moderately exceedsthe
normal temperature of the cells in which it resides. Temperature optimal masingmasing enzim berbeda-beda, sebab enzim di dalam tubuh bekerja di sel yang
berbeda-beda. Temperature optimal suatu enzim sehingga enzim dapat
memaksimalkan kemampuan katalitiknya bergantung pada temperature normal sel
dimana enzim bekerja.
2. pH
Semua enzim peka terhadap perubahan pH, dan nonaktif pada lingkungan pH
sangat rendah (asam kuat) dan pH tinggi (basa kuat). Hal tersebut didasarkan pada
perubahan bentuk sisi aktif enzim yang akan berpengaruh pada keefektifan
pengikatan substrat. Nichols and Cholewiak,(2003:4) menjelaskan bahwa as the

pH is lowered, an enzyme will tend to gain H+ ions, and eventually enough side
chains will be affected so that the enzyme's shape is disrupted. Likewise, as the pH
is raised, the enzyme will lose H+ ions and eventually lose its active shape. Many
enzymes have an optimum in the neutral pH range and are denatured at either
extremely high or low pH. Pernyataan tersebut menekankan bahwa pH yang
rendah ataupun tinggi dapat merusak aktivitas enzim. Saat pH terlalu rendah
sedangkan enzim bekerja di pH netral ataupun tinggi, maka enzim akan cenderung
mengikat ion H+ sehingga rantai yang menyusun struktur enzim rusak. Oleh sebab
itu, bentuk enzim rusak. Begitupula dengan pH tinggi. Bagi enzim yang tidak
mampu bekerja pada pH tinggi maka akan terjadi perubahan bentuk hingga
kehilangan sisi aktif enzim bila enzim ditempatkan di pH tinggi. Dengan demikian
pengikatan terhadap substrat dapat mengalami penurunan. Berikut merupakan
grafik hubungan pH dengan aktivitas enzim.

Gambar 1. Grafik hubungan pH dengan aktivitas enzim.


Sumber gambar: Murray,et.al,(2003:64).
Grafik di atas merepresentasikan hubungan antara aktivitas enzim dengan pH. pH
yang terlalu asam ataupun terlalu basa akan mempengaruhi aktivitas enzim.
3. Konsentrasi Substrat
Konsentrasi substrat turut berpengaruh terhadap kinerja enzim. Jika pH dan
suhu suatu sistem enzim adalah konstan, dan jumlah substrat berlebihan, maka
laju reaksi adalah sebanding dengan jumlah enzim yang ada. Sebaliknya jika pH,
suhu dan konsentrasi enzim konstan, maka laju reaksi adalah sebanding dengan
jumlah substrat (Suhara,2012:123).
Konsentrasi substrat dapat meningkatkan laju reaksi hingga mencapai laju
maksimum. Bila laju reaksi telah mencapai laju maksimum maka kenaikan
konsentrasi substrat tidak akan meningkat laju reaksi karena enzim telah

mengalami kejenuhan. Murray,et.al,(2003:64) mendukung pernyataan di atas


dengan menyatakan bahwa For a typical enzyme, as substrate concentration is
increased, vi increases until it reaches a maximum value Vmax. When further
increases in substrate concentration do not further increase vi, the enzyme is said
to be saturated with substrate. Grafik di bawah ini menunjukkan bahwa
penambahan substrat tidak akan meningkatkan laju reaksi setelah laju telah
mencapai Vmax. Pada titik C, semua enzim berada dalam kondisi telah terikat
dengan substrat membentuk kompleks enzim substrat (ES). Oleh sebab itu tidak
terdapat enzim bebas yang dapat membentuk kompleks enzim substrat kembali.
Dengan demikian, penambahan substrat tidak akan menambah laju reaksi.

Gambar 2. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap laju reaksi enzimatis.


Sumber gambar: Murray,et.al,(2003:64).
Representasi keadaan di titik A, B, dan C pada grafik adalah sebagai berikut. Titik
C digambarkan pada keadaan bertanda C di gambar. Keadaan tersebut
menunjukkan telah terbentuknya kompleks enzim substrat yang menyebabkan
tidak adanya enzim bebas.

Gambar 2. Representasi keadaan enzim dalam konsentrasi substrat rendah (A) dan
tinggi (C).

Sumber gambar: Murray,et.al,(2003:65).


A Sumber enzim katalase
Pada hewan, katalase terdapat pada semua organ, khususnya di hati yang
merupakan organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh (Zainuri dan
Wanandi,2012:88). Enzim katalase juga dapat ditemukan di tumbuhan. Catalase
is found in animal and plant tissues, and is especially abundant in plant storage
organs such as potato tubers, corms, and in the fleshy parts of fruits (Nichols and
Cholewiak,2003:5). Titik tekan pernyataan di atas adalah bahwa enzim katalase
juga dapat ditemukan di umbi-umbian, seperti kentang, buah-buahan, hingga
modifikasi perkembangbiakan vegetative tumbuhan, yaitu corm.
Pencampuran katalase dengan MnO2 dapat menimbulkan panas. Reaksi antara
keduanya adalah
2H2O2(aq) ----(catalase dan MnO2)---> 2H2O (l) + O2 (g)
Manganese dioxide adalah katalis inorganic yang dapat membantu pencernaan
H2O2 (Walter,et.al,1965:65).
B Kara Benguk
Kacang-kacangan selain dikonsumsi dalam bentuk aslinya, misalnya melalui
proses penggorengan dan perebusan, dapat pula dikonsumsi dalam bentuk lain.
Sebagai contoh tahu dan susu kedelai sebagai hasil olahan kedelai, tempe sebagai
hasil fermentasi kedelai dan taoge sebagai hasil perkecambahan kacang. Jenis kacang
yang lain telah dicoba sebagai bahan baku pembuatan tempe maupun taoge. Koro
benguk (Mucuna Pruriens), gude (Cajanus cajan), dan koro putih (Phaseolus lunatus)
telah dicoba untuk diolah menjadi tempe yang kemudian diuji perubahan aktivitas
enzim fitase selama prose pengolahannya (Mahendradatta, 2002)
Koro merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang dapat tumbuh di tanah
yang kurang subur dan kering. Selain untuk dimanfaatkan bijinya, tujuan penanaman
koro adalah sebagai tanaman pelindung dan pupuk hijau (Bayu Kanetro dan Setyo
Hastuti, 2003).
Koro benguk (Mucuna pruriens) berasal dari Asia tropis banyak ditanam di
Asia dan Australia. Di Indonesia tanaman ini ditemukan di Jawa, Bali dan Sumatra
yang mana memiliki beberapa varietas dengan warna kulit biji abuabu, hitam, coklat

atau berbecak-becak (Anon, 1955; Tabulated Information, 1959 cit Indrawati, 1977 cit
Sri Handajani dan Windi Atmaka, 1992). Biji koro benguk merupakan sumber protein
tambahan dalam makanan, yang mana kaya akan antioksidan (Tripathi dan Upadhaty,
2001 cit Bhat et al., 2007).
Namun demikian dalam koro benguk juga terdapat senyawa atau faktor
antinutritif seperti fenol, tanin, L-Dopa, lektin, protease inhibitor (Pugalenthi M,
2005; Bhat, 2007). Berdasarkan hasil penelitian Pangastuti H.P. dan Triwibowo S
(1996) bahwa lama perendaman, perebusan dan pengukusan berpengaruh terhadap
kadar faktor antinutritif pada proses pembuatan tempe. Selain itu Indrawati, 1997 cit
Sri Handajani dan Windi Atmaka, 1992 mengatakan bahwa sebagian besar zat
merugikan yang terkandung dalam koro benguk rusak oleh pemanasan dan sebagian
lagi larut dalam air. Jika dibandingkan dengan biji kedelai, kandungan protein dan
lemak biji koro benguk lebih rendah, tetapi karbohidratnya dan seratnya lebih besar
sehingga berpotensi dalam penanggulangan penyakit degeneratif. Kandungan HCN
dalam biji segar 11,05 mg/100g, dan setelah perendaman tiga hari tinggal 0,3 mg (Sri
Handajani, et al, 1996).

Sejauh ini keberadaan asam fitat di dalam bahan makanan kebanyakan tidak
dikehendaki. Hal ini dikarenakan di dalam bahan makanan asam fitat membentuk
kompleks dengan mineral-mineral penting dan atau dengan protein. Banyak dari
kompleks tersebut tidak larut dan menyebabkan mineralmineral yang terikat tidak
tersedia secara biologis bagi tubuh pada kondisi fisiologis tertentu. Umumnya
penelitian pada makhluk hidup memperlihatkan bahwa asam fitat menghambat
bioavailabilitas zat besi makanan karena terbentuknya kompleks. Semakin tinggi
kandungan asam fitat dalam bahan makanan, semakin sedikit jumlah zat besi yang
dapat diserap tubuh (Alsuhendra, 2005).
Pengolahan koro pada umumnya diawali dengan perendaman untuk
menghilangkan sianidanya karena kadar sianida pada koro relatif tinggi. Setelah
perendaman biasanya diikuti dengan pemasakan. Karena kandungan karbohidrat yang
tinggi menyebabkan koro memiliki tekstur yang keras, sehingga pemasakan dilakukan
agar teksturnya menjadi lunak. Kalau kedelai kandungan proteinnya bisa sekitar 35,
sementara untuk Koro bisanya sekitar 18.

Gambar
Sumber : dokumen pribadi

C Kandungan Enzim Katalase pada Biji Koro Benguk, Koro Benguk yang Direbus, dan
Koro Benguk yang Dijadikan Tempe
Biji koro benguk merupakan jenis biji-bijian yang mengandung senyawa
fenolik. Berdasarkan hasil penelitian in vitro menunjukkan bahwa ekstrak
metanol biji koro benguk (Mucuna pruriens) mempunyai aktivitas antioksidan.
Ekstrak koro benguk dengan konsentrasi 115 g/mL mempunyai aktivitas
pemerangkapan radikal H2O2sebesar 50 % (Rajeshwar dkk., 2005: 31-39).
Sedangkan pada pengolahan biji koro benguk dengan fermentasi dapat
meningkatkan aktivitas antioksidan. Hal itu akan meningkatkan nilai fungsional
dari produk tersebut. Hasil analisis aktivitas antioksidan pada biji koro benguk
adalah 87,23 0,68 % dan tempe koro benguk adalah 95,59 0,82%
(Retnaningsih, dkk, 157).
Antioksidan yang ada di dalam tempe ini terdapat dalam bentuk isoflavon.
Senyawa tersebut masuk dalam kelompok flavonoid, senyawa polifenolik yang
umumnya terdapat di dalam buah-buahan, sayur-sayuran, dan biji-bijian.
Antioksidan dalam pengertian kimia adalah senyawa pemberi elektron
(electron donor), dalam arti biologis antioksidan adalah semua senyawa yang
dapat meredam radikal bebas dan reactive oxygen species (ROS) yang bersifat
oksidan

termasuk

protein

pengikat

logam.

Enzim-enzim

yang

dapat

memusnahkan radikal bebas adalah superoksida dismutase (SOD), glutation


peroksidase (GPx), dan katalase. Antioksidan sering diistilahkan sebagai peredam
dan pemerangkap (scavenger) radikal bebas yaitu molekul yang dapat bereaksi
dengan radikal bebas dan berfungsi menetralkan radikal bebas (Percival, 1998: 14).
Tempe dibuat melalui proses fermentasi menggunakan kapang terutama
Rhizopus oligosporus. Setelah mengalami proses fermentasi, tempe memiliki nilai
kecernaan yang tinggi dan bentuk antioksidan bebas, karena antioksidan tersebut
sudah terlepas dari senyawa gula melalui proses hidrolisa pada ikatan -0glikosidik. Selain itu biji koro benguk dibuat tempe untuk menghilangkan
senyawa antigizi seperti asam sianida (Handajani, 2001: 222-225).
Pada proses fermentasi tempe, terjadi biotransformasi isoflavon glikosida
menjadi isoflavon aglikon, yaitu senyawa antioksidan tersebut sudah terlepas dari

senyawa gula melalui proses hidrolisa pada ikatan o-glikosidik. Hal ini akan
meningkatkan aktivitas antioksidan pada tempe. Pada proses fermentasi tempe
terbentuk antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat
antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam biji. Dengan
demikian tempe koro memiliki potensi sebagai antioksidan yang tinggi
(Ratnaningsih, 2013: 155).
Tempe mengandung antioksidan, senyawa yang mampu menangkal
radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron
yang tidak berpasangan dan bersifat dapat menarik elektron dari senyawa lain
sehingga terbentuk radikal bebas yang baru. Radikal bebas yang sangat reaktif
bersifat tidak stabil, sehingga berumur sangat pendek dan sulit dideteksi. Contoh
senyawa reaktif misalnya gugus hidroksil (-OH), radikal peroksil (OOH), ion
superoksida (O2.), Hidrogen peroksida (H2O2), dan lain-lain. Keberadaan radikal
bebas dalam tubuh dapat menyebabkan terjadinya penyakit degeneratif, misalnya
jantung, diabetes, ateroskelorosis, kanker dan sebagainya. Bahkan radikal bebas
ini dapat merusak selaput sel dan DNA (Percival, 1998: 1-4; Agbafor dan
Nwachukwu, 2011: 4).

III.

METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang kami gunakan adalah sebagai berikut.
Alat :
a. Tabung reaksi
b. Pipet tetes
c. Tabung berskala
d. Pisau silet
e. Sumbat gabus/karet
f. Neraca
g. Klem dans tatif
h. Bekergelas
i. Lidi dan korek api
j. Selang plastic
B. Cara Kerja
a Mengetahui keberadaan enzim katalase

Bahan
a. Biji kara benguk
b. H2O2 10%
c. Aquades

Melihat pengaruh panambahan substrat pada aktivitas katalase

Mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas enzim katalase

Melihat pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim katalase

Skema percobaan
Selang plastik

Gelas ukur

Tabung reaksi
Gelas beker

C. Tabulasi Data

Sampel

Jumlah

Lama Terbentuk

Tes Nyala

Gelembung
66

Gelembung (menit)
5

+++

1.

Biji koro benguk +

2.

H2O2
Biji koro benguk

3.

rebus+ H2O2
Tempe koro benguk +

88

++++

4.

H2O2
Tempe koro benguk

++

rebus+ H2O2
Keterangan
- : Tidak Menyala
+
: Sangat redup
++
: Redup
+++
: Terang
++++
: Sangat Terang
+++++
: Sangat Terang Sekali
D. Analisis Data
Grafik 1. Jumlah Gelembung yang Dihasilkan

Jumlah Gelembung
100
80
60
jumlah gelembng (buah)

40
20

0
Biji koro benguk + H2O2
sampel

Grafik 2. Uji Nyala

Jumlah Gelembung

Tes Nyala
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

3
1

Tes Nyala

BAB III
PEMBAHASAN
Percobaan yang dilakukan pada hari Kamis tanggal 28 Maret 2016 di Laboratorium
BiologiDasar FMIPA UNY berjudul Uji Katalase pada Berbagai Kondisi Benguk (Mucuna
pruriens) (Biji Benguk, Benguk Rebus, Tempe Benguk Rebus dan Tempe Benguk) Ditinjau
dari Jumlah Gelembung yang Dihasilkan, Lama Terbentuk Gelembung, dan Tes Nyala.
Tujuan dari percobaan ini yang pertama yaitu menyelidiki perbedaan aktivitas pemecahan
H2O2 antara biji benguk, tempe benguk, dan benguk rebus ditinjau dari jumlah gelembung
yang dihasilkan, lama terbentuk gelembung, dantesnyala.Tujuan yang kedua yaitu
menyelidikihasil yang lebih baik antara biji benguk, tempe benguk, dan benguk rebus dalam
memecah H2O2 ditinjau dari jumlah gelembung yang dihasilkan, lama terbentuk gelembung,
dantesnyala.
Adapun alat dan bahan yang digunakan diantaranya adalah tabung reaksi, pipet tetes,
tabung berskala, pisau, sumbat gabus/karet, alu dan mortar, kaki tiga, pembakar spritus,
pewaktu, neraca, gelas beker, lidi dan korek api, selang plastic, biji kara benguk, H 2O2 10%,
dan air.
Percobaan pertama yang dilakukan yaitu uji kandungan enzim katalase pada biji
koro benguk yang belum direbus. Langkah pertama yang dilakukan praktikan yaitu
menghaluskan biji koro benguk dengan alu dan mortar. Kemudian menimbang masa biji koro

benguk sebesar 0,5 gr dengan neraca digital. Selanjutnya memasukan 0,5gr biji koro benguk
ke dalam tabung reaksi yang berisi 1 ml H2O2 lalu merangkainya sesuai skema alat percobaan.
Adapun hasil yang diperoleh selama 5 menit pada uji kandungan enzim katalase
pada biji koro benguk yaitu gelembung gas sebanyak 66 dan nyala bara api yang terang +++.
Hal ini menunjukan bahwa terdapat kandungan enzim katalase pada biji koro benguk .
Percobaan yang dilakukan untuk menguji adanya kandungan katalase pada biji koro
benguk menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori, bahwa selain pada hewan enzim
katalase juga terdapat pada tumbuhan, yaitu pada biji koro benguk. Enzim ini berperan dalam
memecah hydrogen peroksida.
Mekanisme aktivitas katalase sebagai antioksidan dengan cara mengkatalisis
pemecahan H2O2menjadi H2O dan O2, adalah sebagai berikut (Kumar dkk, 2008).
Katalase-Fe(III) + H2O2 senyawa-1 +H2O tahap I
Senyawa-1 + H2O2katalase-Fe(III) + H2O2 + O2tahap II
2H2O2 2H2O + O2
Senyawa-1 merupakan senyawa antara serta merupakan kunci dari oksidasi dalam
reaksi enzimatik katalase. Hal ini disebabkan oleh keberadaan senyawa-1 heme dengan suatu
atom oksigen dari molekul H2O2 pada tahap I ini. Hasil reaksi ini membentuk molekul air
pada tapak aktif enzim yang dekat heme Fe.
MenurutRajeshwardkk. (2005: 31-39) biji koro benguk merupakan jenis biji-bijian
yang mengandung senyawa fenolik. Berdasarkan hasil penelitian in vitro menunjukkan
bahwa ekstrak metanol biji koro benguk (Mucuna pruriens) mempunyai aktivitas
antioksidan. Ekstrak koro benguk dengan konsentrasi 115 g/mL mempunyai aktivitas
pemerangkapan radikal H2O2 sebesar 50 %.
Biji koro benguk merupakan sumber protein tambahan dalam makanan, yang mana
kaya akan antioksidan. Namun demikian dalam koro benguk juga terdapat senyawa atau
factor antinutritif seperti fenol, tanin, L-Dopa, lektin, protease inhibitor (Pugalenthi M, 2005;
Bhat, 2007). Jika dibandingkan dengan biji kedelai, kandungan protein dan lemak biji koro
benguk lebih rendah, tetapi karbohidratnya dan seratnya lebih besar sehingga berpotensi
dalam penanggulangan penyakit degeneratif.
Selanjutnya uji pada koro benguk yang direbus terlebih dahulu. Berdasarkan hasil
penyelidikan terhadap aktivitas katalase pada biji benguk (Mucuna pruriens) rebus, diperoleh
hasil bahwa tidak terdapat gelembung yang dihasilkan namun positif terhdap uji nyala.
Berdasarkan hasil penyelidikan diketahui bahwa biji benguk (Mucuna pruriens) memiliki

aktivitas katalase. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil penyelidikan aktivitas katalase dengan
meninjau jumlah gelembung yang dihasilkan dalam rentang waktu 5 menit dan tes uji nyala
untuk menguji keberadaan gas oksigen.
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa uji biji benguk dengan hydrogen peroksida
menghasilkan 66 gelembung dengan tes uji nyala positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa di
dalam biji benguk terdapat enzim katalase yang mampu melaksanakan proses oksidasi
hydrogen peroksida menjadi oksigen dan air melalui reaksi di bawah ini.
2H2O2 2H2O + O2.
Donor+H2O2 donor teroksidasi +2H2O.
(Luhova,et.al,2003:151).
Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Retnaningsih, dkk ,(2013:157) bahwa hasil
analisis aktivitas antioksidan pada biji koro benguk adalah 87,23 0,68 % dan tempe koro
benguk adalah 95,59 0,82% . Biji benguk mengandung senyawa yang dapat meredam
radikal bebas dan reactive oxygen species (ROS) yang bersifat oksidan seperti hydrogen
peroksida yang merupakan oksidator kuat. Dengan demikian dapat diketahui bahwa dalam
biji benguk terdapat senyawa peredam dan pemerangkap (scavenger) radikal bebas yaitu
molekul yang dapat bereaksi dengan radikal bebas dan berfungsi menetralkan radikal bebas.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa dalam biji benguk terdapat
enzim-enzim yang mampu berperan sebagai aktioksidan. Hasil yang berlainan diperoleh
terhadap hasil uji biji benguk rebus. Meski masih mampu menyalakan bara api dalam
keadaan redup (+), biji benguk rebus tidak menghasilkan gelembung yang terdeteksi.
Peristiwa ini dapat terjadi akibat adanya perubahan struktur enzim akibat adanya pemanasan.
Pemanasan dapat merubah struktur enzim sehingga enzim tidak dapat memerankan fungsinya
secara normal. Hal tersebut terjadi karena kenaikan temperature dapat meningkatkan energy
kinetic enzim pada suatu titik yang dapat mengganggu ikatan non kovalen yang
mempertahankan struktur tiga dimensi enzim. Kerusakan tersebut menyebabkan rantai
polipeptida mulai terbuka sehingga enzim terdenaturasi dan kehilangan kemampuan
katalitiknya. Pernyataan di atas didukung oleh Murray,et.al,(2003:63) bahwa the polypeptide
chain then begins to unfold, or denature, with an accompanying rapid loss of catalytic
activity. Su and Li,(2007:11) juga menyatakan bahwa after a certain point this will no longer
be true, as sustained high temperatures will begin to denature the catalyst, lowering the

reaction rate dramatically. Denaturasi enzim mengakibatkan hilangnya kemampuan katalitik


enzim sehingga laju reaksi semakin menurun.
Enzim juga tersusun atas protein pada bagian apoenzimnya. Kondisi yang berbeda
dengan di sel tempat protein bekerja dapat menyebabkan protein kehilangan fungisngya.
Protein dapat kehilangan struktur tiga dimensinya melalui proses yang disebut dengan
denaturasi. Lehninger,et.al,(2008: 140) menyatakan bahwa proteins can be denatured by
heat, which has complex effects on the weak interactions in a protein (primarily hydrogen
bonds). Protein dapat terdenaturasi dengan panas. Panas dapat mempengaruhi interaksi lemah
dalam protein, yaitu pada ikatan hydrogen protein. Bila temperature meningkat secara
perlahan, konformasi protein akan tetap sama, namun kenaikan temperature dalam jumlah
besar akan mulai menyebabkan struktur protein berubah. Meski struktur protein enzim tidak
rusak di semua sisi, namun kerusakan di satu sisi dapat memengaruhi struktur total protein
sehingga terjadi penurunan fungsi protein.
Interaksi nonkovalen antara enzim dan substrat berperan dalam menghasilkan energi
yang mampu menurunkan energi aktivasi reaksi enzimatik. Interaksi antara substrat dan
enzim menghasilkan energi bebas yang disebut binding energy. Binding energy adalah
sumber energi bebas utama yang digunakan oleh enzim untuk menurunkan energi aktivasi.
Mengingat pentingnya interaksi antara substrat dan enzim, maka struktur protein yang juga
berperan dalam membentuk interaksi antara enzim dan substrat menjadi penting. Berikut
merupakan contoh interaksi antara enzim dan substrat.

Sumber gambar : Lehninger,et.al,(2008: 189).


Warna merah adalah NADP+ sedangkan warna kuning adalah tetrahidrofolat. Keduanya
berikatan dengan enzim melalui ikatan-ikatan yang salah satunya adalah ikatan hydrogen.
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa struktur enzim memengaruhi interaksinya
dengan substrat.
Penyelidikan ini dilakukan dengan memanaskan biji benguk selama 30 menit dalam
temperature berkisar 850C. Murray,et.al,(2003:63) menekankan bahwa the temperature range
over which an enzyme maintains a stable, catalytically competent conformation depends

uponand typically moderately exceedsthe normal temperature of the cells in which it


resides. Titik tekannya adalah bahwa temperature optimal masing-masing enzim berbedabeda, sebab enzim di dalam tubuh bekerja di sel yang berbeda-beda. Temperature optimal
suatu enzim sehingga enzim dapat memaksimalkan kemampuan katalitiknya bergantung pada
temperature normal sel dimana enzim bekerja. Enzim katalase adalah enzim yang bekerja
pada organel peroksisome yang berada di sel. Campbell,et.al,(2011: 111) bahwa peroxisomes
contain enzymes that remove hydrogen atoms from various substrates and transfer them to
oxygen (O2), thus producing hydrogen peroxide (H2O2) as a by-product. Titik tekan
pernyataan di atas adalah bahwa enzim katalse yang berperan dalam oksidasi hydrogen
peroksida bekerja di dalam sel tubuh sehingga dapat bekerja paling efisien pada rentang
temperature 37o C. Oleh sebab itu pemanasan dalam temperature 85 0C cukup mampu
merusak ikatan nonkovalen yang mempertahankan strutkur tiga dimensi enzim. Akibatnya
ikatan enzim dengan substrat menjadi terganggu dan enzim tidak mampu bekerja optimal.
Hal ini ditunjukkan dari hasil penyelidikan bahwa enzim katalase pada biji benguk masih
mampu menguraikan hydrogen peroksida menjadi air dan oksigen yang terdeteksi dalam uji
nyala. Meski demikian oksigen yang dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit sehingga tidak
terdeteksi melalui penghasilan gelembung dan hanya menyalakan bara api dengan redup dan
mati dalam rentang waktu cepat.
Penyelidikan ini menyimpulkan bahwa aktivitas katalase dalam biji benguk rebus
telah mengalami penurunan karena bagian protein pada enzim telah mengalami perubahan
struktur tiga dimensinya yang disebut dengan denaturasi. Akibatnya enzim katalase
kehilangan aktivitas katalitiknya dalam memecah hydrogen peroksida menjadi air dan
oksigen. Lehninger,et.al,(2008: 189) menekankan bahwa thus the primary, secondary,
tertiary, and quaternary structures of protein enzymes are essential to their catalytic activity.
Bila bagian protein enzim diuraikan menjadi asam-asam aminonya, struktur protein baik
primer, sekunder, maupun tersier dan kuartenernya dapat berubah, sedangkan struktur protein
sangat penting bagi kemampuan katalitik suatu enzim. Dengan demikian temperature yang
ekstrem dengan rentang jauh berbeda dengan temperature enzim tersebut biasa bekerja dapat
merusak kemampuan enzim dalam mengkatilisis suatu reaksi.
Kemudian selanjutnya uji dilakukan pada sampel koro benguk yang dibuat tempe
tanpa direbus.

Hasil percobaan menyatakan bahwa sampel tempe koro benguk yang

ditambah H2O2 menghasilkan gelembung sebanyak 88 buah dalam waktu lima menit dan
menghasilkan nyala sangat terang (++++). Gelembung yang dihasilkan sampel tempe koro

benguk yang ditambah H2O2 paling banyak dibandingkan dengan sampel yang lain. Hal ini
terlihat dari grafik berikut.

Grafik 1. Jumlah Gelembung yang Dihasilkan

Jumlah Gelembung
100
80
60
jumlah gelembng (buah)

40

Jumlah Gelembung

20
0
Biji koro benguk + H2O2
sampel

Demikian pula dengan hasil uji nyala pada sampel ini yang menunjukkan nyala paling
terang (++++) dibandingkan dengan sampel yang lain.
Grafik 2. Uji Nyala

Tes Nyala
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

3
1

Tes Nyala

Banyaknya jumlah gelembung dan terangnya nyala bara api pada sampel tempe koro
benguk menunjukkan bahwa tempe ini beraktivitas dalam pemerangan radikal H2O2 dengan
baik. Hal ini dikarenakan pada dasarnya biji koro benguk merupakan jenis biji-bijian yang
mengandung senyawa fenolik. Rajeshwar dkk.(2005, 31-39) dalam hasil penelitian in vitronya menunjukkan bahwa ekstrak metanol biji koro benguk (Mucuna pruriens) mempunyai
aktivitas antioksidan. Ekstrak koro benguk dengan konsentrasi 115 g/mL mempunyai
aktivitas pemerangkapan radikal H2O2 sebesar 50 %. Sedangkan pada pengolahan biji koro
benguk dengan fermentasi dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Hal itu akan
meningkatkan nilai fungsional dari produk tersebut. Hasil analisis aktivitas antioksidan pada
biji koro benguk adalah 87,23 0,68 % dan tempe koro benguk adalah 95,59 0,82%
(Retnaningsih, dkk, 157).
Tempe dibuat melalui proses fermentasi menggunakan kapang terutama Rhizopus
oligosporus. Setelah mengalami proses fermentasi, tempe memiliki nilai kecernaan yang
tinggi dan bentuk antioksidan bebas, karena antioksidan tersebut sudah terlepas dari senyawa
gula melalui proses hidrolisa pada ikatan -0-glikosidik. Selain itu biji koro benguk dibuat
tempe untuk menghilangkan senyawa antigizi seperti asam sianida (Handajani, 2001: 222225).
Antioksidan yang ada di dalam tempe ini terdapat dalam bentuk isoflavon. Senyawa
tersebut masuk dalam kelompok flavonoid, senyawa polifenolik yang umumnya terdapat di
dalam buah-buahan, sayur-sayuran, dan biji-bijian. Antioksidan dalam pengertian kimia

adalah senyawa pemberi elektron (electron donor), dalam arti biologis antioksidan adalah
semua senyawa yang dapat meredam radikal bebas dan reactive oxygen species (ROS) yang
bersifat oksidan termasuk protein pengikat logam. Enzim-enzim yang dapat memusnahkan
radikal bebas adalah superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GPx), dan
katalase. Antioksidan sering diistilahkan sebagai peredam dan pemerangkap (scavenger)
radikal bebas yaitu molekul yang dapat bereaksi dengan radikal bebas dan berfungsi
menetralkan radikal bebas (Percival, 1998: 1-4).
Gelembung dan hasil nyala bara pada sampel ini lebih tingi dari biji koro benguk
mentah dikarenakan pada proses fermentasi tempe, terjadi biotransformasi isoflavon
glikosida menjadi isoflavon aglikon, yaitu senyawa antioksidan tersebut sudah terlepas dari
senyawa gula melalui proses hidrolisa pada ikatan o-glikosidik. Hal ini akan meningkatkan
aktivitas antioksidan pada tempe. Pada proses fermentasi tempe terbentuk antioksidan faktor
II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan
dengan isoflavon dalam biji. Dengan demikian tempe koro memiliki potensi sebagai
antioksidan yang tinggi (Ratnaningsih, 2013: 155).
Pada percobaan yang selanjutnya adalah benguk yang sudah menjadi tempe yang
direbus, maka tempe tersebut

direbus terlebih dahulu kemudian setelah itu ditambah

dengan H2O2 . Sebelum percobaan dimulai adalah menimbang tempe yang di rebus. Pada
percobaan saat Tempe rebus + H2O2 bertujuan untuk melacak dan munujukkan keberadaan
katalase, perhitungan gelembung dilakukan selama 5 menit. Pada penggunaan bahan tempe
benguk rebus sebagai ekstrak tidak menghasilkan gelembung dan ketika bara api dimasukkan
kedalam tabung reaksi juga timbul nyala api yang redup (++) . Hal ini disebabkan karena
protein di dalam enzim katalase yang terdapat di tempe benguk rebus telah rusak sehingga
tidak dapat menguraikan H2O2 menjadi H2O dan O2. Itu membuktikan juga bahwa dimana
enzim katalase tidak akan bekerja secara optimal pada suhu tinggi saat perebusan, karena kita
ketahui bahwa enzim katalase akan bekerja pada suhu netral.
Kenaikan temperature dapat meningkatkan energy kinetic enzim pada suatu titik
yang dapat mengganggu ikatan non kovalen yang mempertahankan struktur tiga dimensi
enzim. Kerusakan tersebut menyebabkan rantai polipeptida mulai terbuka sehingga enzim
terdenaturasi dan kehilangan kemampuan katalitiknya. Pernyataan di atas didukung oleh
Murray,et.al,(2003:63) bahwa the polypeptide chain then begins to unfold, or denature, with
an accompanying rapid loss of catalytic activity.Su and Li,(2007:11) juga menyatakan bahwa
after a certain point this will no longer be true, as sustained high temperatures will begin to

denature the catalyst, lowering the reaction rate dramatically. Berdasarkan hal tersebut,
Temperature optimal masing-masing enzim berbeda-beda, sebab enzim di dalam tubuh
bekerja di sel yang berbeda-beda. Temperature optimal suatu enzim sehingga enzim dapat
memaksimalkan kemampuan katalitiknya bergantung pada temperature normal sel dimana
enzim bekerja.
Sebelum direbus , tempe dibuat melalui proses fermentasi menggunakan kapang
terutama Rhizopus oligosporus. Setelah mengalami proses fermentasi, tempe memiliki nilai
kecernaan yang tinggi dan bentuk antioksidan bebas, karena antioksidan tersebut sudah
terlepas dari senyawa gula melalui proses hidrolisa pada ikatan -0-glikosidik. Selain itu biji
koro benguk dibuat tempe untuk menghilangkan senyawa antigizi seperti asam sianida.
Sehingga tempe yang telah direbus mengakibatkan protein di dalam enzim katalase
yang terdapat di tempe benguk rebus telah rusak sehingga tidak dapat menguraikan
H2O2 menjadi H2O dan O2. Itu membuktikan juga bahwa dimana enzim katalase tidak akan
bekerja secara optimal yang ditandai dengan tidak menghasilkan gelembung saat di amati dan
ketika bara api dimasukkan kedalam tabung reaksi juga timbul nyala api yang redup (++) dan
Suhu sangat mempengaruhi karena sebagian besar zat merugikan yang terkandung dalam
koro benguk rusak oleh pemanasan dan sebagian lagi larut dalam air. Enzim menjadi rusak
bila suhunya terlalu tinggi atau rendah. Protein akan mengental atau mengalami koagulasi
bila suhunya terlalu tinggi (panas).
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa aktifitas sampel tempe koro
benguk paling tinggi dibandingkan dengan sampel lain dikarenakan kandungan antioksidan
yang mampu menangkal radikal dari Hydrogen peroksida (H2O2) berjumlah paling banyak
dibandingkan kandungan antioksidan pada sampel yang lain.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
1. Terdapat perbedaan aktivitas pemecahan H2O2 antara biji benguk, tempe benguk,
dan benguk rebus ditinjau dari jumlah gelembung yang dihasilkan, lama terbentuk
gelembung, dan tes nyala.
2. Aktifitas sampel tempe koro benguk paling tinggi dibandingkan dengan sampel
lain dikarenakan kandungan antioksidan yang mampu menangkal radikal dari
Hydrogen peroksida (H2O2) berjumlah paling banyak dibandingkan kandungan
antioksidan pada sampel yang lain
A. SARAN

Pemanfaataan koro benguk sebagai sumber bahan makanan sangat baik untuk
menunjang kebutuhan nutrisi tubuh. Dalam pemanfaatannya berdasarkan hasil
percobaan seyogyanya dapat dijadikan wawasan mengenai bagaimana pengolahan

dan pengonsumsian yang paling baik untuk memperoleh manfaat dalam pemecahan
peroksida. Sehingga potensi tanaman benguk yang tumbuh di Indonesia dapat lebih
dikembangan sebagai alternatif bahan makanan.

Daftar Pustaka
Agbafor, K.N. dan Nwachukwu N. (2011). Phytochemical Analysis and Antioxidant Property
of Leaf Extracts of Vitexdoniana and Mucuna pruriens. Biochemistry Research
International. Volume 2011, Article ID 459839, 4 pages doi:10.1155/2011/459839.
Akhtar,Khalida, et.al.2012. Effect of pH and Temperature on the Catalytic Properties of
Properties of Manganese dioxide: J.Chem.Soc.Pak., Vol. 34, No. 2, 2012(versi
elektronik). Diunduh dari http://lib.ugm.ac.id. Pada tanggal 23 Maret 2016.
Alsuhendra. 2005. Sudah Banyak Konsumsi Sayur Masih Saja Kurang Darah.
www.halalmui.or.id/?module=article&sub=article&act=view&id=78-25k.
Bajji,Mohammed,et.al.2007. Catalase inhibition accelerates dormancy release and sprouting
in potato (Solanum tuberosum L.) tubers: Biotechnol. Agron. Soc. Environ. 2007 11
(2), 121131(versi elektronik). Diunduh dari http://lib.ugm.ac.id. Pada tanggal 23
Maret 2016.
Bayu Kanetro dan Setyo Hastuti, 2006. Ragam Produk Olahan Kacang kacangan.
Universitas Wangsa Manggala Press. Yogyakarta
Cemelli, E., Baumgartner, A., Anderson, D. 2009, Antioxidant and The Commet Assay.
Mutation Research, 681:51-67.

Essid,M.F,et.al.2014. Hydrogen Peroxide and Catalase as a way to break dormancy of potato


tubers (Solanum tuberosum L.): Intl J Agri Crop Sci. Vol., 7 (15), 1462-1469, 2014
(versi elektronik). Diunduh dari http://lib.ugm.ac.id. Pada tanggal 23 Maret 2016.
Handajani, S. (2001). Indogenous mucuna tempe as functional food. Asia Pacific Journalof
Clinical Nutrition 10(3): 222-225.
Hareshchandra,Desai Yogesh,et.al.2015. Neuro-protective role of seeds of Mucuna pruriens
BEK and Mucuna monosperma DC in wistar albino rats: The Journal of
Phytopharmacology 2015; 4(6): 276-281 (versi elektronik).Diunduh dari http://www.
lib.ugm.ac.id.Pada tanggal 30 Maret 2016.
Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., Aster, J.C., Hauth, J,C. 2008. Robbins and Cotran
Pathologic Basic of Disease. Eight edition. Cellular Adaptations,Cell Injury, and
Cell Death, 1:16-18
Luhova,L.et.al.2003.Activities of Amine oxidase, peroxidase, and catalase in seedlings of
Pisum sativum L under different light condition: PLANT SOIL ENVIRON., 49, 2003
(4): 151157.Ceko:Ministry of Education.
Mahendradatta, M. 2002. Pangan Aman dan Sehat, Prasyarat Kebutuhan Mutlak Sehari-hari.
Lembaga Penerbit Unhas.
Manganese dioxide: J.Chem.Soc.Pak., Vol. 34, No. 2, 2012 (versi elektronik).Diunduh dari
http://lib.ugm.ac.id. Pada tanggal 23 Maret 2016.
Miwa, S., Muller, F.L., and Beckman, K.B. 2008. The Basics of Oxidative Biochemistry,
Oxidative Stress in Aging From Model Systems to Human Diseases. Humana Press.
Murray,Robert

K.,et.al.2003.Harpers

Illustrated

Biochemistry.26th

Edition.New

York:McGraw-Hill.
Nichols,Beth A. and Linda B.Cholewiak.2003.A Quantitative Enzyme Study Using Simple
Equipment (versi elektronik).Diunduh dari http://utoronto.ca.Pada tanggal 16 Maret
2016.
Natarajan,K,et.al.2012. Review on Mucuna - The Wonder Plant: Int. J. Pharm. Sci. Rev.
Res., 17(1), 2012; n 18, 86-93 (versi elektronik). Diunduh dari http://www.
lib.ugm.ac.id.Pada tanggal 30 Maret 2016.
Percival, M. (1998). Antioxidants. Clinical Nutrition Insights: 1-4.

Rajeshwar, Y., Kumar, G.P.S., Gupta, M.U.K. dan Mazumber (2005). Studies on in vitro
antioxidant activities of methanol extract of Mucuna pruriens (Fabaceae) Seeds.
European Bulletin of Drug Research 13(1): 31-39.
Ratnaningsih, Christiana, dkk. 2013. Peningkatan Aktivitas Antioksidan Superoksida
Dismutase pada Tikus Hiperglikemi dengan Asupan Tempe Koro Benguk (Mucuna
pruriens

L).

di

unduh

dari:

http://www.jurnal-

agritech.tp.ugm.ac.id/ojs/index.php/agritech/article/download/284/274pada

Selasa,

30 Maret 2016 pukul 10.20 WIB.


Shukla,Kamla Kant,et.al.2007. Mucuna pruriens Reduces Stress and Improves the Quality of
Semen in Infertile Men: eCAM 2010;7(1)137144 (versi elektronik).Diunduh dari
http://www. lib.ugm.ac.id.Pada tanggal 30 Maret 2016.
Su,

chris

and

Meiyi

Li.2007.Catalase

Kinetics

(versi

elektronik).Diunduh

dari

http://www/lib.ugm.ac.id. Pada tanggal 16 Maret 2016.


Suhara.2012.Pengantar Tentang Enzim.Bandung:UPI.
Sri Handajani. 1993. Pengaruh Larutan Perendam dan Perebus Terhadap Kekerasan, Kualitas
Tanak, dan Kandungan Mineral Biji Kacangkacangan. Fakultas Pertanian, Universitas
Sebelas Maret. Surakarta
Walter C.Schumb,et.al.1965. Hydrogen Peroxide. New York : Reinhold Publishing
Corporation.
Zainuri Masagus dan Septelia Inawati Wanandi.2012. Aktivitas Spesifik Manganese
Superoxide Dismutase (Mnsod) Dan Katalase pada Hati Tikus yang Diinduksi
Hipoksia Sistemik: Hubungannya dengan Kerusakan Oksidatif: Media Litbang
Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012.Jakarta:Badan Litbangkes,
Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai