Refreshing Suyetno
Refreshing Suyetno
Pembimbing :
dr. Afaf Agil Almunawar Sp.KK
Disusun Oleh :
Suyetno 2008730123
BAB I
ANAMNESA DAN PEMERIKSAAN FISIK
PENDAHULUAN
Dalam praktik sehari-hari menghadapi pasien dengan penyakit kulit sebelum
menentukan diagnosis dan terapi, sebaiknya dilakukan pendekatan komunikasi
efektif, kemudian dilakukan pengamatan penyakit kulit khususnya morfologi, guna
memperoleh gambaran khas yang dapat mendukung diagnosis.1
Setelah mendapat kesan mengenai kesehatan pasien membuat diagnosis
penyakit kulit dimulai dengan melihat aspek morfologi kelainan kulit. Dalam hal ini
penting menentukan ciri dasarnya.1
A. ANAMNESA
Anamnesis dapat dilakukan aleh tenaga medis ataupun paramedis,
bertujuan untuk :
memutuskan pembicaraan
Gunakan keterampilan verbal anda dengan memulai rangkaian
anamnesis menggunakan pertanyaan terbuka, dan mengakhiri
dengan pertanyaan tertutup. Pertanyaan terbuka memungkinkan
pasien untuk memberikan gambaran lebih jelas, sedangkan
pertanyaan tertutup adaalah salah satu bentuk pertanyaan yang
mengharapkan jawaban singkat, sering dengan perkataan ya atau
tidak, yang biasanya digunakan untuk lebih memastikan hal yang
memfasilitasi,
mengarahkan,
memeriksa,
dan
kemitraan.
Rangkaian pertanyaan yang perlu ditanyakan kepada pasien IMS
dapat dilihat pada tabel 1.2
1.
2.
3.
4.
tersangka
penjaja
seks,
kelelahan
fisik/psikis;
lain-lain;
kontrasepsi;
pemakaian
kontrasepsi
alat
(genito-genital,
dalam
rahim
rangsangan
(AKDR);
seksual;
orogenital, anogenital)
8. Penggunaan kondom (tidak
pengobatannya
12. Hari terakhir haid
13. Nyeri perut bagian bawah
14. Cara
kontrasepsi
yang
pengobatan
sebelumnya
(dokter/bukan dokter/sendiri)
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik terutama dilakukan pada daerah genitalia dan
sekitarnya, yang dilakukan di ruang periksa dengan lampu yang cukup terang.
Lampu sorot tambahan diperlukan untuk pemeriksaan pasien perempuan dengan
spekulum. Dalam pelaksanaan sebaiknya pemeriksa didampingi oleh seorang
tenaga kesehatan lain. Pada pemeriksaan terhadap pasien perempuan, pemeriksa
didampingi oleh paramedis perempuan, sedangkan pada pemeriksaan pasien lakilaki, dapat didampingi oleh tenaga paramedis laki-laki atau perempuan. Beri
penjelasan lebih dulu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan :2
labia,
perhatikan
adakah
kemerahan,
sekitarnya.
Jangan lupa memeriksa daerah inguinal untuk mengetahui pembesaran
sekaligus
dilakukan
anoskopi, namun bila pasien mengeluh mengenai nyeri hebat pada rektum,
may preclude awake anoscopic examination in anxious patients in pain.
Posisi pasien pasien berbaring dalam posisi Sim atau miring dengan
lutut ditekuk serta pinggul ditekuk 45%. Posisi di sebelah kiri pemeriksa.2
BABII
DIAGNOSIS PENYAKIT KELAMIN
I.
Ulkus Genital
A. Sifilis
Definisi
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum; sangat
kronik dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir
semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten,
dan dapat ditularkan dari ibu ke janin. 1,2
Epidemiologi
Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996
berkisar antara 0,04-0,52 %. Insiden yang terendah di Cina, sedangkan yang
tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidennya 0,61%. Di bagian kami
penderita yang terbanyak ialah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang
jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.
Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan
Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales,
familia Spirochaeraceae dan genus Treponema. 4,5
Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um,
terdiri atas 8-24 lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju
seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada
stadium aktif terjadi setiap 30 jam.
Klasifikasi
Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisita (didapat). Sifilis
kongenital dibagi menjadi : dini (sebelum 2 tahun), lanjut (sesudah 2 tahun),
dan stigmata. Sifilis akuisita dapat dibagi menurut dua cara, secara klinis dan
epidemiologik. Menurut cara pertama sifilis dibagi menjadi 3 stadium:
stadium I (S I), stadium II (S II), stadium III (S III). Secara epidemiologik
menurut WHO dibagi menjadi :
1. Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi), terdiri atas S I,
S II, stadium rekuren, dan stadium latn dini.
2. Stadium lanjut tak menular (setelah satu tahun sejak infeksi), terdiri
atas stadium laten lanjut dan S III.
Bentuk lain ialah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis.
7
1 tahun
MENULAR
Stadium rekuren
S.t.
S I
S II
2-4 minggu
6-8
S III
minggu
Sifilis laten dini
3-10 tahun
(menular)
Keterangan :
S.t.
= sanggama tersangka
SI
= sifilis stadium I
S II
= sifilis stadium II
S III
Patogenesis
1. Stadium dini
Pada sifilis yang didapat T.pallidum masuk ke dalam kulit melalui
mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut
membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas
sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskuler, pembuluhpembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T.pallidum dan sel-sel
radang. Treponema tersebut terletak diantara endotelium kapiler dan
jaringan perivaskuler di sekitarnya. Kehilangan pendarahan akan
menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak sebagai SI.
Sebelum SI terlihat, kuman telah mencapi kelenjar getah bening
regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula
penjalaran hematogen dan menyebar ke semua jaringan di badan, tetapi
manifestasinya akan tampak kemudian. Multifikasi ini diikuti oleh reaksi
jaringan sebagai SII, yang terjadi 6-8 minggu sesudah SI.
SI akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut
jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan
8
akhirnya sembuh berupa sikatriks, SII juga mangalami regresi perlahanlahan dan lalu menghilang.
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang
aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat
melahirkan bayi dengan sifillis kongenita.
Kadang-kadang proses imunitas gagal mengontrol infeksi sehingga
T,pallidum membiak lagi pada tempat SI dan menimbulkan lesi rekuren
atau kuman tersebut menyebar melalui jaringan menyebabkan reaksi
serupa dengan lesi rekuren SII, yang terakhir ini lebih sering terjadi
daripada yang terdahulu. Lesi menular tersebut dapat berulang-ulang,
tetapi pada umumnya tidak melebihi dua tahun. Sifilis tersebut terdapat
pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah.
2. Sifilis Lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema
dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam
serum penderita. Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat
sekonyong-konyong berubah, sebabnya belum jelas, mungkin trauma
merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah SIII
berbentuk gumma. Meskipun pada gumma tersebut tidak dapat ditemukan
T.pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung
bertahun-tahun. Setelah mengalami masa laten yang bervariasi gumma
tersebut timbul di tempat-tempat lain.
Treponema mencapai sistem kardiovaskulerdan sistem syaraf pada
waktu dini, tetapi kerusakan terjadi perlahan-lahan sehingga memerlukan
waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Penderita dengan
gumma biasanya tidak mendapat gangguan syaraf dan kardiovaskuler,
demikian pula sebaiknya. Kira-kira 2/3 kasus dengan stadium laten tidak
memberi gejala.2,3
Gejala Klinis
Sifilis Akuisita (Didapat)
A. Sifilis Dini
I.
Sifilis Primer (SI)
Masa tunas biasanya dua sampai empat minggu (2-4
minggu). T.pallidum masuk ke dalam selaput lendir atau
biasanya
lentikuler,
tidak
supuratif.
Kulit
10
II.
12
serologik
darah
positif,
sedangkan
tes
likuor
cerebrospinalis negatif.
IV.
terjadi
perforasi
dan
keluarlah
cairan
14
on lower lip
S III pada tulang
Paling sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur, dan
humerus. Gejala nyeri biasanya pada malam hari. Terdapat dua bentuk,
yakni periostitis gumatosa dan osteitis gumatosa, kedua-duanya dapat
didiagnosa dengan sinar-x.
S III pada alat dalam
Hepar merupakan organ intra abdominal yang paling sering
diserang. Gumma bersifat multiple, jika sembuh terjadi fibrosis, hingga
hepar mengalami retraksi, membentuk lobus-lobus tidak teratur yang
disebut hepar lobatum.
Esofagus dan lambung dapat pula dikenai, meskipun jarang.
Gumma dapat menyebabkan fibrosis. Pada paru juga jarang, gumma
soliter dapat terjadi di dalam atau di luar bronkus, jika sembuh terjadi
fibrosis dan menyebabkan bronkiektasis. Gumma dapat menyerang
ginjal, vesika urinaria, dan prostat, meskipun jarang. S III pada
ovarium jarang, pada testis kadang-kadang berupa gumma atau fibrosis
interstitial, tidak nyeri, permukaanya rata dan unilateral, kadangkadang memecah ke bagian anterior scrotum.
Sifilis Kongenital
15
Sifilis kongenital pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis, terutama
sifilis dini sebab banyak T.palidum beredar dalam darah. Treponema masuk
secra hematogen ke janin melalui plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat
masa kehamilan 10 minggu. Sifilis yang mengenai wanita hamil gejalanya
ringan. Pada tahun I setelah infeksi yang tidak diobati terdapat kemungkinan
penularan sampai 90%. Jika ibu menderita sifilis laten dini, kemungkinan bayi
sakit 80 % , bila sifilis lanjut 30%.
Pada kehamilan yang berulang, infeksi janin pada kehamilan yang
kemudian menjadi berkurang. Misalnya pada hamil pertama akan terjadi
abortus pada bulan ke lima, berikutnya lahir mati pada bulan kedelapan,
berikutnya janin dengan sifilis kongenital yang akan meninggal dalam
beberapa minggu, diikuti oleh dua sampai tiga bayi yang hidup dengan sifilis
kongenital. Akhirnya akan lahir seorang atau lebih bayi yang sehat. Keadaan
ini disebut hukum kossowitz.
Gambaran klinis dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini (prekoks),
sifilis kongenital lanjut (tarda), dan stigmata. Batas antara dini dan lanjut ialah
dua tahun. Yang dini bersifat menular, jadi menyerupai S II, sedangkan yang
lanjut berbentuk gumma dan tidak menular. Stigmata berarti jaringan parut
atau deformitas akibat penyembuhan kedua stadium tersebut.
1
17
18
Stigmata
1 Stigmata pada lesi dini
Fasies
Akibat rinitis yang parah dan terus-menerus pada bayi, akan
menyababkan gangguan pertumbuhan septum nasi dan tulang lain pada
kavum nasi. Kemudian terjadi depresi pada jembatan hidung dan
disebut saddle nose. Maksilla tumbuh secara abnormal yakni lebih
kecil daripada mandibula yang tumbuh normal dan disebut buldogjaw.
Gigi
Gigi hutchinson merupakan kelainan yang khas, hanya terdapat
pada gigi insisiv permanen. Gigi tersebut lebih kecil daripada normal,
sisi gigi konveks, sedangkan daerah untuk menggigit konkaf.
Kelainan lain yang khas ialah pada gigi molar pertama, biasanya yang
di bawah. Pertama kali dilukiskan oleh moon dan disebut moon:s
molar.
Permukaannya berbintil-bintil (tuberkula) sehingga mirip
murbai, karena itu dinamai pula mulbery molar. Kelainan ini lebih
sering terdapat dari pada gigi hutchinson. Enamel di tempat itu tipis,
hingga mudah terjadi karies dan cepat tanggal.
Hutchinsons teeth
Ragades
Ragades terdapat terutama pada sudut mulut, jarang pada
lubang hidung dan anus. Terbentuknya dari papul-papul yang
berkonfluensi, akibat pergerakan mulut terjadi fisur yang kemudian
mengalami infeksi sekunder, jika sembuh meninggalkan jaringan parut
2
19
pergerakkan Treponema
Pewarnaan Burri (tinta hitam) tidak adanya pergerakan
Treponema, - T. pallidum telah mati kuman berwarna
kolesterol
Tes Treponema : Treponema pallidum hidup / mati /
SI
tinggi
S II
S III
S kardiovaskular
Neurosifilis
: Positif tinggi
: Positif tinggi
: Dapat non reaktif
: Dapat non reaktif
S II
Laten dini
Laten lanjut
Sifilis lanjut
False
21
negative
False positive
Tes Treponema
Tes Treponema digolong 4 kelompok, yaitu :
1. Tes Imobilisasi
Treponema Pallidum Immobilization (TPI)
Tes Treponema yang paling spesifik
Hasil positif pada Treponematosis
Kekurangannya
Rx lambat, baru (+) pd akhir stadium I,
Tidak dapat digunakan untuk menilai
hasil
pengobatan,
Teknik sulit dan
Biayanya mahal
2. Tes imunofluoresensi
a. Fluorecent Treponemal Antibody Absorption Test (FTA-Abs)
Tes ini paling sensitif (90 %), bisa untuk mendeteksi Ig G
False (+) pada :
Keganasan
Anemia hemolitik
Lupus eritematosus
Sirosis hepatik
Rheumatoid arthritis
Kehamilan
Skleroderma
Infeksi virus, vaksinia
Drug induced LE
Orang normal
Pengobatan
Obat pilihan untuk Therapi sifilis adalah Penisilin
22
hari
Cara & dosis pemberian penisilin dalam kepustakaan masih
berbeda.
SI
S II
S III
lebih
rentan
terhadap
antimikroba
terutama
polimiksin.
25
4. Fistula uretra
Timbulnya karena ulkus pada glans penis yang bersifat dekstruktif.
Dapat mengakibatkan nyeri pada waktu buang air kecil dan pada
keadaan lanjut dapat menjadi stiktura uretra.
5. Infeksi campuran
Dapat disertai infeksi organisme Vincent sehingga ulkus makin parah
dan bersifat destruktif. Di samping itu juga dapat disertai penyakit
limfogranuloma venereum atau granuloma inguinale.
Diagnosis
Berdasarkan gambaran klinis dapat disingkirkan penyakit kelamin
yang lain. Harus dipikirkan juga kemungkinan infeksi campuran.Pemeriksaan
serelogik untuk menyingkirkan sifilis juga harus dikerjakan. Sebagai
penyokong diagnosis adalah:
1. Pemeriksaan sediaan hapus
Diambil bahan pemeriksaan (spesimen) dari tepi ulkus yang tergaung
dengan menggunakan apusan kapas, di buat hapusan pada gelas alas,
Pemeriksaan langsung ini dapat dilakukan dengan pewarnaan gram,
giemsa atau mikroskop elektron.Identifikasi yang cepat dapat dengan
pewarnaan methylgreenpyronine pappenheim dan Unna, juga dapat
dilaksanakan dengan pewarnaan blue dan wright. Namun pemeriksaan
langsung tersebut dapat menyesatkan oleh karena banyaknya flora
polimikrobial ulkus genital.Hanya pada 30-50% kasus ditemukan basil
berkelompok atau berderet seperti rantai.
2. Biakan kuman
Bahan diambil dari pus bubo atau lesi kemudian ditanam pada
perbenihan atau pelat agar khusus( Chocolate Agar) yang ditambahkan
darah kelinci yang sudah didefibrinasi. Akhir-akhir ini ditemukan bahwa
perbenihan yang mengandung serum darah penderita sendiri yang sudah
diinaktifkan memberikan hasil yang memuaskan.Inkubasi membutuhkan
waktu 48 jam. Medium yang mengandung gonococcal madium base,
ditambah dengan hemoglobin 1%, iso-witalex 1 %, dan vankomisin 3
27
dan
Diagnosis Banding
28
1. Herpes Genitalis
Pada herpes genitalis kelainan kulitnya ialah vesikel yang berkelompok dan
jika memecah menjadi erosi, jadi bukan ulkus seperti pada ulkus
mole.Tanda-tanda radang akut lebih mencolok pada ulkus mole. Kecuali itu
pada ulkus mole, pada sediaan hapus berupa bahan yang diambil dari dasar
ulkus tidak ditemukan sel raksasa berinti banyak.
2. Sifilis stadium I
Pada sifilis stadium I (ulkus durum), ulkus bersih, indolen, terdapat
indurasi, dan tanda-tanda radang akut tidak terdapat. Jika terjadi
pembesaran kelenjar getah bening regional juga tidak disertai tanda-tanda
radang akut kecuali tumor, tanpa disertai periadenitis dan perlunakan.
Pada ulkus mole, hasil pemeriksaan sediaan hapus dengan mikroskop
lapangan gelap sebanyak tiga kali berturut-turut negatif. T.S.S. yang
diperiksa tiap minggu sampai satu bulan, kemudian tiap bulan sampai tiga
bulan , tetap negatif.
3. Limfogranuloma venerium (L.G.V)
Pada L.G.V. afek primer tidak spesifik dan cepat hilang.Terjadi pembesaran
kelenjar getah bening ingunal, perlunakannya tidak serentak. Titer tes
ikatan komplemen untuk L.G.V. kurang dari 1/16 dan tes ulangan untuk
meninggi.
4. Granuloma inguinale
Yang khas pada penyakit ini ialah ulkus dengan granuloma. Pada sediaan
jaringan tidak tampak badan Donovan.1
Pengobatan
1. Sistemik
a. Sulfonamida
Misalnya sulfatiazol, sulfadiazine, atau sulfadimidin, diberikan
dengan dosis pertama 2-4 gram dilanjutkan dengan 1 gram tiap 4 jam
sampai sembuh sempurna (kurang lebih 10-14 hari). Tablet
29
500
mg
sehari,
selama
seminggu.
30
31
Masa tunas penyakit ini ialah 1-4 minggu. Gejala konstitusi timbul
sebelum penyakitnya mulai dan biasanya menetap selama sindrom inguinal.
Gejala tersebut berupa malese, nyeri kepala, artralgia, anoreksia, nausea, dan
demam.
Gambaran klinisnya dapat dibagi menjadi :
1
1.1.
Bentuk dini :
a Afek primer
b Sindrom inguinal
2 Bentuk lanjut :
a Sindrom genital
b Sindrom anorektal
c Sindrom uretral
Afek primer
Afek primer berbentuk tak khas dan tak nyeri, dapat berupa
erosi, papul miliar, vesikel, pustul, dan ulkus. Umumnya soliter dan
cepat hilang karena itu penderita biasanya tidak datang berobat pada
waktu terjadi sindrom inguinal.
Pada pria umumnya afek primer berlokasi di genitalia eksterna,
terutama di sulkus koronarius, dapat pula di uretra meskipun sangat
jarang. Pada wanita biasanya afek primer tidak terdapat pada genitalia
eksterna, tetapi pada vagina bagian dalam dan serviks.
1.2.
Sindrom Inguinal
Biasanya terjadi beberapa hari sampai minggu setelah lesi
32
menjadi
peradangan
sekitar
kelenjar
atau
perilimfatik
Terjadi perlekatan antar kelenjar, juga perlekatan kelenjar
dengan kulit diatasnya, kulit tampak merah kebiruan, panas dan
nyeri.
Perlunakan kelenjar yang tidak serentak ditandai dengan
inguinal medial, sehingga aliran getah bening terbendung serta terjadi edema
dan elefantiasis. Elefantiasis tersebut dapat bersifat vegetatif, dapat terbentuk
fistel-fistel dan ulkus-ulkus.
Pada pria dapat terjadi proses yang sama tetapi jarang ditemukan.
Klinisnya berupa elephantiasis skrotum. Bila derajat kerusakan kelenjar dan
pembuluh limfe berat atau luas, dapat terjadi elephantiasis satu atau kedua
tungkai. Bila meluas terbentuk elefantiasis genito-anorektalis disebut sindrom
Jersild.
Sindrom anorektal
Sindrom anorektal merupakan manifestasi lanjut LGV terutama pada
Sindrom uretral
Sindrom tersebut terjadi, jika terbentuk infiltrat di uretra posterior,
yang kemudian menjadi abses, lalu memecah dan menjadi fistel. Akibatnya
ialah terjadi striktur hingga orifisium uretra eksternum berubah bentuk seperti
mulut ikan dan disebut fish mouth urethra dan penis melengkung seperti
pedang Turki.
Diagnosis
Pada gambaran darah tepi biasanya leukosit normal, sedangkan LED
meninggi. Peninggian ini menunjukkan keaktivan penyakit, jadi tidak khas untuk
L.G.V., lebih berarti untuk menilai penyembuhan, jika menyembuh LED akan
menurun.
Untuk menegakan diagnosis LGV, dapat berdasarkan :
1. Tes Frei
Frei memperkenalkan tes ini pertama kali pada tahun 1925. Bahan diambil
ari aspirasi bubo yang belum pecah.
Caranya :
Disuntikan 0.1 ml antigen intrakutan pada anterior lengan bawah
dan dibaca setelah 48 jam. Jika terdapat infiltrat berdiameter 0,5 cm
atau lebih berarti positif. Tes tersebut tidak khas karena penyakit yang
segolongan juga memberikan hasil positif.
Kekurangan yang lain ialah tes tersebut baru memberi hasil positif
setelah 5-8 minggu dan jika positif hanya berarti sedang atau pernah
menderita L.G.V.
2. Tes ikatan komplemen /Complement fixation test (CFT)
Pada CFT digunakan antigen spesifik, sensitivitas lebih tinggi dan lebih
dapat dipercaya dibanding
Chlamydia yang lain dan antibody dapat tetap positif dengan titer tinggi
atau rendah sampai beberapa tahun. Penggunaan titer rendah dapat
digunakan untuk menunjukan keberhasilan terapi. Titer rendah biasa
didapatkan pada kasus-kasus inaktif atau infeksi Chlamydia lain.
Diagnosa Banding
1
Skrofuloderma
Antara L.G.V. dan skrofuloderma yang mengenai daerah inguinal
Limfadenitis piogenik
Pada penyakit ini lesi primer masih tampak, misalnya dermatitis atau
skabies pada genetalia eksterna yang mengalami infeksi oleh piokokus,
sedangkan pada L.G.V. lesi primer umumnya telah tiada, karena cepat hilang.
Kelima tanda radang akut juga terdapat, tetapi perlunakannya serentak
sehingga tidak membentuk abses dan fistel yang multipel seperti pada L.G.V.
pada pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis.
Tatalaksana
Penderita LGV akut dianjurkan untuk istirahat total dan diberi pengobatan
untuk gejala sistemik yang timbul. Terapi pilihan yang direkomendasikan WHO dan
CDC adalah doksisiklin 100 mg 2 kali sehari untuk 2-3 minggu. Apabila terdapat
kontraindikasi dapat diberikan eritromisin 500mg 4 kali sehari untuk 3 minggu.
Penggunaan azitromisin 1g dosis tunggal 1 kali seminggu untuk 3 minggu juga dapat
diberikan, tetapi data terhadap efikasi maupun keamanan untuk ibu hamil belum
terdapat data yang cukup. Pada pasien dengan HIV terapi diperpanjang dan pada
pasien imunokompeten terapi tidak boleh dihentikan bila gejala belum menghilang.
Tindakan pembedahan terkadang diperlukan selain pemberian antibiotic. Hal
yang penting dikemukakan ialah tentang insisi dan aspirasi. Menurut kepustakaan
tindakan tersebut tidak boleh dilakukan, karena bekas insisi sukar sembuh, sedangkan
aspirasi akan meninggalkan fistel artifisial yang juga sukar sembuh. Bahkan ada yang
mengatakan insisi akan menyebabkan penyebaran kuman secara hematogen. Dan
pada abses multiple lebih baik dilakukan aspirasi berulang daripada insisi karena
dapat memperlambat penyembuhan.
Pengobatan pada bentuk lanjut ialah tindakan pembedahan dan kortikosteroid.
Pada pengobatan L.G.V. jangan dilupakan adar mitra seksualnya diobati.
D. Herpes simplek
Definisi
Herpes Genitalis merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh virus Herpes
Simplex (virus herpes hominis) terutama tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel
yang berkelompok atau erosi atau ulkus diatas kulit yang eritematosa pada daerah
dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.
mencapai sel epitel di bawah lapisan keratin. Virus akan melekat pada sel epitel,
kemudian masuk dengan cara meleburkan diri dengan membran sel. Sekali di dalam
sel, terjadi replikasi yang menghasilkan lebih banyak virion yang menyebabkan
kematian sel. Pada waktu bersamaan, virus memasuki ujung saraf sensporik yang
mempersarafi saluran genital. Virion kemudian ditransportasikan ke inti sel neuron di
ganglia sensorik yaitu ganglia dorsalis sakralis.
Bila seseorang terpajan HSV, maka infeksi dapat berbentuk episode I infeksi
primer (inisial), episode I non infeksi primer, infeksi rekuren, herpes genitalis atipikal,
asimptomatik atau tidak terjadi infeksi sama sekali.
Gejala klinis
Infeksi VHS ini berlangsung dalam 3 tingkat.
1. Infeksi primer
2. Fase laten
3. Infeksi rekurens
1. Infeksi primer
Tempat predileksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama
di daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak. Virus
ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis. Infeksi primer oleh VHS tipe
II mempunyai tempat predileksi di daerah pinggang ke bawah, terutama
daerah
genital,
juga
da
Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap/krim yang mengandung
preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) dengan cara aplikasi, yang
sering dengan interval beberapa jam. Preparat asiklovir (zovirax) yang dipakai secara
topikal tampaknya memberikan masa depan yang lebih cerah. Asiklovir ini cara
kerjanya mengganggu replikasi DNA virus. Klinis hanya bermanfaat bila penyakit
sedang aktif. Pengobatan oral berupa preparat asiklovir tampaknya memberikan hasil
yang lebih baik, penyakit berlangsung lebih singkat dan masa rekurensnya lebih
panjang. Dosisnya 5x200 mg sehari selama 5 hari. Pengobatan parenteral dengan
asiklovir terutama ditunjukkan kepada penyakit yang lebih berat atau jika timbul
komplikasi pada alat dalam. Begitu pula dengan preparat adenin arabinosid
(vitarabin). Interferon sebuah preparat glikoprotein yang dapat menghambat
reproduksi virus juga dapat dipakai secara parenteral.
Untuk mencegah rekurens macam-macam usaha yang dilakukan dengan
tujuan meningkatkan imunitas selular, misalnya pemberian preparat lupidon H (untuk
VHS tipe I) dan lupidon G (untuk VHS tipe II) dalam satu seri pengobatan.
Pemberian levamisol dan isoprinosin atau asiklovir secara berkala menurut beberapa
penyelidik memberikan hasil yang baik. Efek levamisol dan isoprinosin ialah sebagai
imunostimulator. Pemberian vaksinasi cacar sekarang tidak dianut lagi.
Herpes Genitalis pada Kehamilan
Bila pada kehamilan timbul herpes genitalis, perlu mendapat perhatian serius,
karena plasenta virus dapat sampai ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan
kerusakan atau kematian pada janin. Risiko untuk tranmisi ke neonatus dari ibu yang
terinfeksi adalah tinggi (30% hingga 50%) sedang pada perempuan yang
mendapatkan herpes genital saat mendekati kelahiran lebih rendah transmisi infeksi
(<1%). Infeksi nanonatal mempunyai angka mortalitas 60%, separuh dari yang hidup
menderita cacat neurologis atau kelainan pada mata. Kelainan yang timbul pada bayi
dapat berupa ensefalitis, mikrosefali, hidrosefali,koroidoretinitis, keratokonjungtivis
atau hepatitis. Disamping itu dapat juga timbul lesi pada kulit. Di Amerika Serikat,
frekuensi herpes nenonatal adalah 1 per 7500 kelahiran hidup. Bila transmisi terjadi
trimester i cenderung terjadi abortus, sedangkan bila pada trimester II terjadi
prematuritas. Selain itu, dapat terjadi tranmisi pada intrapartum atau pasca partum.
Prognosis
Selama pencegahan rekurens msih merupakan problem, hal tersebut secara
psikologik akan memberatkan penderita. Pengobatan secara dini dan tepat memberi
prognosis yang lebih baik, yakni masa penyakit berlangsung lebih singkat dan
rekurens lebih jarang.
II.
Diagnosis
Diagnosa ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditemukan gejala subjektif berupa : Gatal, panas pada distal
uretra, disuria, polakisuria, keluar duh tubuh mukopurulen yang kadang disertai
darah, nyeri pada waktu ereksi.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan Gejala objektif :Orificium uretra
eksternum eritematosa, edematosa, dan ektropion.Tampak pula duh tubuh
yang seropurulen atau mukopurulen dan dapat disertai pembesaran kelenjar
getah bening inguinal unilateral atau bilateral.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pewarnaan Gram ( Sediaan langsung )
Gram-negatif diplokokus intrasellular terhadap PMN pada pemeriksaan
eksudat. Pada sediaan langsung dengan pengecatan gram akan
ditemukan gonokokus negatif gram, intraseluler dan ekstra seluler,
berbentuk biji kopi. Selain itu dapat ditemukan juga lekosit PMN
5/lpb. Bahan duh tubuh pria diambil dari daerah fosa navikularis,
sedangkan pada wanita diambil dari uretra, muara kelenjar bartholin,
serviks, dan rectum.
Pemeriksaan gram dari duh uretra pada pria memiliki sensitivitas tinggi
(90-95%) dan spesifisitas 95-99%. Sedangkan dari endoserviks,
sensitivitasnya hanya 45-65%, dengan spesifisitas 90-99%.
b. Kultur
Isolasi pada media- selektif gonokokkus, contohnya agar darah coklat,
media Martin Lewis, media Thayer Martin. Test kerentanan mikrobial
penting karena adanya strain yang resistensi.
Media Transport
a) Media Stuart: hanya untuk transport saja, sehingga perlu ditanam
kembali pada media pertumbuhan.
b) Media Transgrow: selektif dan nutritive untuk N. gonorrhoeae dan
N. meningitidis, dalam perjalanannya dapat bertahan hingga 96 jam
dan merupakan gabungan dari media transport dan media
pertumbuhan. Media ini merupakan modifikasi media Thayer Martin
dengan menambahkan trimetoprim untuk mematikan Proteus.
Media Pertumbuhan
a) Media Thayer-martin: selektif untuk mengisolasi gonokok.
Mengandung vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman
positif-gram, kolimestat untuk menekan pertumbuhan bakteri
negatif-gram, dan nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur.
b) Modifikasi Thayer-martin: isinya ditambah dengan trimetoprim
untuk menekan pertumbuhan kuman Proteus spp.
c) Agar coklat McLeod: berisi agar coklat, agar serum, dan agar
hidrokel. Dapat ditumbuhi kuman selain gonokokus.
c. Tes Definitif
a) Tes Oksidasi
Reagen oksidasi yang mengandung larutan tetrametil-p-fenilamin
hidroklorida 1% ditambahkan pada koloni gonokok tersangka.
Semua Neisseria memberikan reaksi positif dengan perubahan
warna koloni yang semula bening berubah menjadi merah muda
sampai merah lembayung.
b) Tes Fermentasi
Tes Oksidasi Positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai
glukosa, maltosa, dan sukrosa. Kuman gonokok hanya meragikan
glukosa.
d. Tes Beta laktamase
Tes ini menggunakan cefinase TM disc. BBL 96192 yang mengandung
cheomogenic cephalosporin. Apabila kuman mengandung enzim betalaktamase, akan menyebabkan perubahan warna dari kuning menjadi
merah.
e. Tes Thomson
Tes Thomson ini berguna untuk mengetahui sampai dimana infeksi
sudah berlangsung.Dahulu pemeriksaan ini perlu dilakukan karena
pengobatan pada waktu itu ialah pengobatan setempat.
Tabel 2. Hasil pembacaan :
Gelas I
Gelas II
Arti
Jernih
Jernih
Keruh
Jernih
Infeksi
anterior
Keruh
Keruh
Panuretritis
uretritis
Jernih
Keruh
Tidak mungkin
Pengobatan
Pada pengobatan yang perlu diperhatikan adalah efektivitas, harga, dan sesedikit
mungkin efek toksiknya. Dulu ternyata pilihan utama ialah penisilin + probenesid,
kecuali di daerah yang tinggi insidens Neisseria gonorrhoeae. Penghasil Penisilinase
(N.G.P.P). secara epidemiologis pengobatan yang dianjurjan adalah obat yang dapat
dipakai antara lain :
1. Penisilin : yang efektif ialah penisilin G prokain akua. Dosis 4,8 juta unit + 1
gram probenesid.
2. Ampisilin dan amoksisilin : ampisilin dosisnya ialah 3,5 gram + 1 gram
probenesid, dan amoksisilin 3 gram + 1 gram probenesid.
3. Sefalosporin : seftriakson (generasi ke-3) cukup efektif dengan dosis 250 mg
i.m. sefoperazon dengan dosis 0,50 sampai 1,0 g secara intramuskular.
Sefiksim 400 mg per oral dosis tunggal memberi angka kesembuhan 95%.
4. Spektinomisin : dosisnya ialah 2 gram i.m baik, untuk penderita yang alergi
penisilin, yang mengalami kegagalan pengobatan penisilin, dan terhadap
penderita yang juga tersangka menderita sefilis karena obat ini tidak menutupi
gejala sifilis.
5. Kanamisin : dosisnya 2 gram i.m.
6. Tiamfenikol : dosisnya 3,5 gram, secara oral.
7. Kuinolon : dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihan adalah
ofloksasin 400 mg, siprofloksasin 250-500 mg, dan norfloksasin 800 mg
secara oral. Mengingat pada beberapa tahun terakhir ini resisten terhadap
siprofloksasin masih tinggi, maka golongan kuinolon yang dianjurkan adalah
levofloksasin 250 mg per oral dosis tunggal.
2. Trikomoniasis
Definisi
Trikomoniasis merupakan penyakit infeksi saluran urogenital bagian bawah
pada wanita maupun pria, dapat bersifat akut atau kronik, disebabkan Trichomonas
vaginalis, dan penularannya biasanya melalui hubungan seksual.
Etiologi
Penyebab trikomoniasis ialah Trichomonas vaginalis yang merupakan satusatunya spesies Trichomonas yang bersifat patogen pada manusia dan dapat dijumpai
pada traktus urogenital. Pertama kali ditemukan oleh Donne pada tahun 1836, dan
Prevalensi (%)
Keluhan :
9 56
Tidak ada
50 75
10 67
Berbau
23 82
Menimbulkan iritasi/gatal
10 50
Dispareunia
30 50
Disuria
5 12
15
Gejala :
10 37
Tidak ada
5 42
8 50
20 75
berbusa
12
45
Strawberry cervix
Pengamatan langsung
Pengamatan dengan kolposkop
Yang diserang terutama dinding vagina, dapat bersifat akut maupun kronis.
Pada kasus akut terlihat sekret vagina seropurulen berwarna kekuning-kuningan,
kuning-hijau, berbau tidak enak (malodorous), dan berbusa. Duh tubuh yang banyak
sering menimbulkan keluhan gatal dan perih pada vulva serta kulit sekitarnya.
Dinding vagina dan labium tampak kemerahan dan sembab serta terasa nyeri.
Sedangkan pada vulva dan paha bagian atas kadang-kadang ditemukan abses-abses
kecil dan maserasi yang disebabkan oleh fermen proteolitik dalam duh tubuh. Kadangkadang juga terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks, yang tampak
granulasi berwarna merah dan dikenal sebagai strawberry appearance, yang menurut
Fouts et al, hal ini hanya ditemukan pada 2% kasus trikomoniasis. Keluhan lain yang
mungkin terjadi adalah dispareunia, perdarahan pascakoitus, dan perdarahan
intermenstrual. Bila sekret banyak yang keluar dapat timbul iritasi pada lipat paha atau
di sekitar genitalia eksterna. Selain vaginitis dapat pula terjadi uretritis, Bartholinitis,
skenitis, dan sistitis yang pada umumnya tanpa keluhan. Pada kasus yang kronik
gejalanya lebih ringan dan sekret vagina biasanya tidak berbusa.
Kadang-kadang reaksi radang sangat minimal sehingga duh tubuh sangat
minimal pula, bahkan dapat tidak tampak sama sekali. Polakisuria dan disuria
biasanya merupakan keluhan pertama pada infeksi traktus urinarius bagian bawah
yang simptomatik. Dua puluh lima persen penderita mengalami infeksi pada uretra.
2. Trikomoniasis Pada Pria
Seperti pada wanita spektrum klinik trikomoniasis pada pria sangat luas, mulai
dari tanpa gejala sampai pada uretritis yang hebat dengan komplikasi prostatitis.
Masa inkubasi biasanya tidak melebihi 10 hari.
Pada laki-laki yang diserang terutama uretra, kelenjar prostat, kadang-kadang
preputium, vesikula seminalis, dan epididimis. Pada umumnya gambaran klinis
lebih ringan dibandingkan dengan wanita. Bentuk akut gejalanya mirip uretritis
nongonore, misalnya disuria, poliuria, dan sekret uretra mukoid atau
mukopurulen. Urin biasanya jernih, tetapi kadang-kadang ada benang-benang
halus. Pada bentuk kronik gejalanya tidak khas; gatal pada uretra, disuria, dan urin
keruh pada pagi hari.
Diagnosis
Diagnosis kurang tepat bila hanya berdasarkan gambaran klinis, karena
Trichomonas vaginalis dalam saluran urogenital tidak selalu menimbulkan gejala atau
keluhan. Uretritis dan vaginitis dapat disebabkan bermacam-macam sebab, karena itu
perlu diagnosis etiologik untuk menentukan penyebabnya.
Diagnosis trikomoniasis ditegakkan setelah ditemukannya T. vaginalis pada
sediaan langsung (sediaan basah) atau pada biakan duh tubuh penderita.
Diagnosis pada pria menjadi lebih sulit lagi, karena infeksi ditandai oleh
jumlah kuman yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan wanita. Uretritis non
gonore (UNG) yang disebabkan oleh T. vaginalis tidak dapat dibedakan secara klinis
dari UNG oleh penyebab yang lain.
Respon terhadap pengobatan dapat menunjang diagnosis. UNG yang gagal
diobati dengan rejimen yang efektif terhadap C. trachomatis dan U. urealyticum,
namun respon terhadap pengobatan dengan metronidazol, menunjang diagnosis
trikomoniasis.
Untuk mendiagnosis trikomoniasis dapat dipakai beberapa cara, misalnya
pemeriksaan mikroskopik sediaan basah, sediaan hapus, dan pembiakan. Sediaan
basah dicampur dengan garam faal dan dapat dilihat pergerakan aktif parasit. Pada
pembiakan dapat digunakan bermacam-macam pembenihan yang mengandung serum.
Tatalaksana
Pengobatan dapat diberikan secara topikal atau sistemik. (1) Pengobatan
trikomoniasis harus diberikan kepada penderita yang menunjukkan gejala maupun
yang tidak.
1 Topikal
a. Bahan cairan berupa irigasi, misalnya hidrogen peroksida 1-2% dan
a.
b.
c.
3
dan
Dukes bahwa
Gardnerella
vaginalis
sangat
erat
galur yang juga menghasilkan asam laktat dan asam format. Ditemukan
juga galur anaerob obligat. Untuk pertumbuhannya dibutuhkan tiamin,
2
bakteri
anaerob
berinteraksi
dengan
G.vaginalis
untuk
Mycoplasma
hominis
mungkin
distimulasi
oleh
Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling
sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama
setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau
amis/bau ikan (fishy odor). Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap
bila cairan vagina menjadi basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan
terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein dan amin yang menguap
menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita mempunyai gejala yang
khas, namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik. Iritasi daerah vagina
atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih ringan daripada yang
disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga penderita mengeluh
gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri
abdomen, dispareuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena
penyakit lain.
Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering
berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang
berbusa. Sekret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis
atau kelainan yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya sekret
vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang
memberikan gambaran bergerombol.
Patofisiologi
Bakterial vaginosis disebabkan oleh faktor-faktor yang mengubah lingkungan
asam normal di vagina menjadi keadaan basa yang mendorong pertumbuhan
berlebihan bakteri-bakteri penghasil basa. Lactobacillus adalah bakteri predominan di
vagina dan membantu mempertahankan sekresi vagina yang bersifat asam. Faktorfaktor yang dapat mengubah pH melalui efek alkalinisasi antara lain adalah mukus
serviks, semen, darah haid, mencuci vagina (douching), pemakaian antibiotik, dan
perubahan hormon saat hamil dan menopause. Faktor-faktor ini memungkinkan
meningkatnya pertumbuhan Gardnerella vaginalis, Mucoplasma hominis, dan bakteri
anaerob. Metabolisme bakteri anaerob menyebabkan lingkungan menjadi basa yang
menghambat pertumbuhan bakteri lain.
menjadi gelap.
Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan
metronidazol untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan angka
kesembuhan 94%. Aman diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil
klindamisin dapat menembus ASI, oleh karena itu sebaiknya
terhadap metronidazol.
Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari.
5 hari.
Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari.
Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.
Triple sulfonamide cream.(3,6) (Sulfactamid 2,86%,
Sulfabenzamid 3,7% dan Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama
10 hari, tapi akhir-akhir ini dilaporkan angka penyembuhannya
hanya 15 45 %.
c. Pengobatan
bakterial
vaginosis
pada
masa
kehamilan
Terapi secara rutin pada masa kehamilan tidak dianjurkan karena dapat
muncul masalah. Metronidazol tidak digunakan pada trimester pertama
kehamilan karena mempunyai efek samping terhadap fetus. Dosis yang
lebih rendah dianjurkan selama kehamilan untuk mengurangi efek samping
(Metronidazol 200-250 mg, 3 x sehari selama 7 hari untuk wanita hamil).
Penisilin aman digunakan selama kehamilan, tetapi ampisilin dan
amoksisilin jelas tidak sama efektifnya dengan metronidazol pada wanita
tidak hamil dimana kedua antibiotik tersebut memberi angka kesembuhan
yang rendah.
Pada trimester pertama diberikan krim klindamisin vaginal karena
klindamisin tidak mempunyai efek samping terhadap fetus. Pada trimester
II dan III dapat digunakan metronidazol oral walaupun mungkin lebih
disukai gel metronidazol vaginal atau klindamisin krim.
d. Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual. Terapi juga
diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan tidak berhubungan
selama masih dalam pengobatan.
4. Kandidiasis vulvovaginalis
Definisi
Kandidiasis (atau kandidosis, monoliasis, trush) merupakan berbagai macam
penyakit infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans dan anggota genus
kandida lainnya.
Epidemiologi
Informasi mengenai insiden KVV tidak lengkap, sejak KVV tidak dilaporkan.
Pengumpulan data pada KVV terhambat oleh ketidaktelitian diagnosis dan
menggunakan studi populasi yang bersifat tidak mewakili. Banyak studi
menyatakan 5-15% prevalensi KVV, tergantung pada studi populasi. Sekitar 3-4
dari semua wanita akan mengalami episode KVV seumur hidupnya. KVV
mempengaruhi banyak wanita paling sedikit satu kali selama hidupnya, paling
sering pada usia mampu melahirkan, diperkirakan 70-75%, 3-5 dari 40-50% akan
mengalami kekambuhan. Subpopulasi kecil yang mungkin kurang dari 5% semua
wanita dewasa mengalami episode KVV berulang diartikan sebagai 4 episode
per tahun. Setiap wanita dengan gejala vulvovaginitis, 29,8% telah diambil isolasi
ragi, yang memperkuat diagnosis KVV. Banyak studi mengindikasikan KVV
merupakan diagnosis paling banyak diantara wanita muda, mempengaruhi
sebanyak 15-30% wanita yang bersifat simptomatik yang mengunjungi dokter.
Pada Amerika serikat, KVV merupakan penyebab infeksi vagina tersering kedua
setelah vaginosis bakteri.
Sumber Infeksi
Tiga sumber infeksi yang menyebabkan terjadinya KVV, meliputi reservoir,
penularan seksual dan kekambuhan.
a Reservoir
Meskipun saluran gastrointestinal menjadi sumber kolonisasi awal
kandida pada vagina, kontroversi terus berlanjut mengenai peran usus sebagai
sumber reinfeksi pada wanita dengan KVV berulang. Beberapa penulis, telah
menemukan kesesuaian yang jauh lebih rendah diantara kultur dubur dan
vagina pada pasien dengan KVV berulang. Tingginya angka kultur anorektal
dalam beberapa studi mungkin menyatakan adanya kontaminasi perineum dan
perianal dari keputihan. Selain itu, KVV sering berulang pada wanita tanpa
b
Kekambuhan
Sejumlah kecil dari mikroorganisme bertahan dalam lumen vagina,
umumnya dalam jumlah yang terlalu kecil yang dideteksi oleh kultur vagina
yang konvensional. Hal ini juga dibayangkan bahwa jumlah kecil kandida
mungkin tinggal sementara di dalam serviks superfisial atau sel epitel vagina
sel kandida dalam memodulasi sistem imunologi pejamu berupa rangsangan untuk
meningkatkan atau menurunkan reaksi imun pejamu. Zat seperti khitin, glukan, dan
mannoprotein adalah kandungan yang terdapat dalam dinding sel yang berperan
dalam proses imunomodulasi. Respon imunomodulasi menyebabkan diproduksinya
sejumlah protein yang disebut sebagai heat shock protein (hsp) yang berperan dalam
proses perangsangan respon imun dan proses pertumbuhan kandida. Adhesi
merupakan langkah awal untuk terjadinya kolonisasi. Dengan adhesi, kandida melekat
pada sel pejamu melalui interaksi hidrofobik. Hal ini menurunkan kadar pembersihan
jamur dari tubuh melalui regulasi imun normal. Ketika Candida albicans penetrasi ke
permukaan mukosa pejamu terjadi perubahan bentuk jamur dari spora ke pseudohifa
sehingga membantu jamur menginvasi jaringan perjamu melalui pelepasan beberapa
enzim degradatif seperti berbagai proteinase, proteinase aspartil dan fosfolipase.
Faktor Resiko
Faktor resiko KVV meliputi DM, penggunaan steroid, alat kontrasepsi,
memakai celana ketat dan baju sintetik, peningkatan estrogen, penggunaan antibiotik
dan imunosupresi.
Setiap faktor host yang mempengaruhi lingkungan vagina atau cairan vagina
memiliki peran dalam KVV. Kehamilan adalah salah satu faktor predisposisi yang
paling umum. Penelitian telah menunjukkan bahwa hingga sepertiga dari wanita
hamil di seluruh dunia pada hari apapun dapat terpengaruh. Tingginya hormon
reproduksi dan peningkatan kandungan glikogen dalam lingkungan vagina
menghasilkan lingkungan yang menguntungkan bagi spesies kandida. Pada
kombinasi, 2 perubahan ini menyediakan sumber karbon yang berlimpah untuk
pertumbuhan, germinasi, dan adheren kandida. Selain itu, keasaman flora vagina ibu
hamil dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme lain yang secara alami
menghambat kandida. Meskipun awalnya organisme lebih mudah terjadi pada pH
tinggi (6-7), pembentukan tuba kuman dan perkembangan miselia menyukai pH
vagina yang rendah (<5).
Kolonisasi kandida pada vagina lebih sering pada wanita yang mengalami
diabetes. Wanita dengan DM tipe 2 lebih cenderung akibat kolonisasi C. glabrata.
Pada pasien DM, terjadi peningkatan kerentanan terhadap infeksi termasuk infeksi
jamur kandida.
selama
bersetubuh,
meskipun
peran
praktik
non-seksual
dalam
menemukan tidak adanya peningkatan risiko KVV diantara pemakai pakaian ketat
atau pakaian bukan katun.
Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa kekurangan zat besi merupakan
predisposisi infeksi. Kontak bahan kimia, alergi lokal, atau reaksi hipersensitivitas
dapat
mengubah
lingkungan
vagina
dan
memungkinkan
transformasi
tidak
dapat
dipercaya.
Meskipun
adakalanya
kandida
menyebabkan
balanopostitis yang bersifat ekstensif pada laki-laki yang memiliki pasangan wanita
yang mengalami kandidiasis vagina, kejadian yang lebih sering terjadi adalah ruam
sementara, eritema, dan pruritus atau sensasi terbakar pada penis yang timbul
beberapa menit atau jam setelah hubungan seksual tanpa pelindung. Gejala tersebut
sembuh sendiri dan sering menghilang setelah mandi.
atau putih kekuningan, permukaan koloni halus, licin, lama kelamaan berkeriput dan
berbau ragi. Biakan dinyatakan negatif bila dalam waktu 4 minggu tidak tumbuh.
Untuk melakukan identifikasi spesies perlu dilakukan subkultur untuk mendapatkan
koloni yang murni, kemudian koloni baru dapat diidentifikasi.
Gambaran histopatologik dapat menyerupai reaksi radang akut, terdapat
mikroabses yang berisi sel mononuklear dengan infiltrasi limfosit pada dermis bagian
atas. Tes fermentasi dilakukan untuk menentukan spesies kandida, menggunakan tes
gula-gula yang mengandung indikator warna glukosa, maltosa, sukrosa, dan laktosa ,
dikatakan positif bila dapat disertai atau tanpa pembentukan gas.
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, gambaran klinis, dan
pemeriksaan penunjang (pemeriksaan KOH, pemeriksaan sediaan basah, pemeriksaan
pH, biakan, histopatologi, dan tes fermentasi).
Diagnosis banding kandidiasis vulvovaginal adalah termasuk trikomoniasis
danvaginosis bakterial, yang dapat dibedakan dengan mudah melalui gejala klinis,
pemeriksaan pH dan secara mikroskopis.
1
Diagnosis banding.
pH
Keputihan
Normal
Kandidiasis
<4,5
Variase
Putih,
normal
Seperti keju
Vaginosis
Bakteri
; >4,5
sis
4,5
Homogen,
Berbusa,
jelas,
jumlah
keabu-abuan
sedikit
Mikroskop Sel epitel Budding pada Clue
is
Trikomonia
kuning
kehijauan
cell, Sel
darah
dengan
pewarnaan
batas
Gram
jelas,
atau pada
banyak,
adanya
KOH
Gram banyak,
sel bakteri
(+)
batas jelas
-
trikomonad
Variasi
Whiff
Gejala
Tidak ada
Rasa
pada
gatal Keputihan,
vagina, bau
Keputihan,
iritasi,
ikan,dispanur
keputihan
ia,
vulva
nyeri
abdomen
bagian bawah
Penatalaksanaan
Saat ini banyak antimikotik yang efektif terhadap kandida, baik untuk
pemakaian secara topikal dan sistemik. Kecenderungan saat ini adalah pemakaian
rejimen antimikotik oral maupun topikal jangka pendek dengan dosis tinggi.
Antimikotik untuk pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai bentuk
sediaan misalnya krim, lotion, tablet vagina dan supositoria. Tidak ada inidikasi
khusus dalam pemilihan bentuk obat topikal.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam pengobatan KVV/KVVR adalah eliminasi
faktor predisposisi sebagai penyebab KVV/KVVR, pemilihan regimen antijamur yang
tepat hingga keluhan menghilang dan pemeriksaan mikroskopik dan kultur negatif,
serta untuk KVVR sebaiknya selalu dilakukan kultur dan uji sensitivitas antijamur.
Penatalaksanaan KVV dilakukan berdasarkan klasifikasiya yaitu KVV tanpa
komplikasi dan KVV dengan komplikasi . Untuk KVV tanpa komplikasi dipilih
pengobatan topikal. Derivat azole dinyatakan lebih efektif daripada nistatin, namun
hargannya jauh lebih mahal. Pengobatan dengan golongan azole dapat menghilangkan
gejala dan kultur negatif pada 80-90% kasus.
Tabel. Macam obat antijamur yang digunakan untuk terapi KVV tanpa
komplikasi
Nama Obat
Formulasi
Ketokonazole 200 mg oral tablet
Itrakonazole
100 mg oral kapsul
Flukonazole
Klotrimazole
Mikonazole
Nistatin
Amphoterisin
Dosis
2x1 tab, 5 hari
2x1 cap, 2 hari
2x2 cap, 1 hari selang 8 jam
Dosis tunggal
1x1 tab, 7 hari
5 g, 7-14 hari
5 g, 3 hari
2x1 tab vag, 3 hari
1 tab vag, 1 hari
5 g, 1-7 hari
1 tab vag, 1-7 hari
1x1 tab, 12-14 hari
1x1 tab, 7-12 hari
1x1 tab, 7-12 hari
B+
Tetrasiklin
KVV dengan komplikasi seperti infeksi rekuren, KVV berat, KVV dengan
penyebab Candida non-albicans, KVV pada penderita imunokompromis, KVV pada
wanita hamil, dan KVV pada penderita HIV. Untuk infeksi rekuren perlu dilakukan
biakan jamur untuk mencari spesies penyebab. Dapat diberikan flukonazole 150 mg
selama 3 hari atau topikal golongan azole selama 7-14 hari. Untuk pengobatan dosis
pemeliharaan diberikan tablet ketokonazole 100 mg/hari, kapsul flukonazole 100-150
mg/minggu atau itrakonazole 400 mg/bulan atau 100 mg/hari atau topikal tablet
vagina klotrimazole 500 mg. Pengobatan dosis pemeliharaan ini diberikan selama 6
bulan. KVV berat ditanda dengan vulva eritem, edema,ekskoriasi dan fisura. Terapi
dapat diberikan flukonazole 150 mg dengan 2 dosis selang waktu pemberian 72 jam
atau obat topikal golongan azole selama 7-14 hari.
Pada KVV dengan penyebab Candida non-albicans, dengan pemberian obat
golongan azole tetap dianjurkan selama 7-14 hari, kecuali flukonazole karena banyak
Candida non-albicans yang resisten. Jika terjadi kekambuhan dapat diberikan asam
borak 600 mg dalam kapsul gelatin sekali sehari selama 2 minggu. Jika masih terjadi
kekambuhan dianjurkan pemberian nistatin tablet vagina 100000 U per hari sebagai
pengobatan dosis pemeliharaan. KVV pada penderita imunokompromis diberikan
obat antijamur konvensional selama 7-14 hari. KVV pada wanita hamil, dianjurkan
pengobatan dengan preparat azole topikal, yakni mikonazole krim 2%, 5 g intravagina
selama 7 hari atau 100 mg tabet vagina tiap malam selama 7 hari atau mikonazol 200
mg tablet vagina selama 3 hari. Dan juga klotrimazole krim 1 % sebanyak 5 g tiap
malam selama 7-14 hari atau 200 mg tablet vagina tiap malam selama 3 hari atau 500
mg tablet vagina selama 1 hari. Pengobatan KVV simtomatis pada wanita dengan
HIV positif sama dengan pada wanita dengan HIV negatif. KVV tanpa komplikasi
dapat diterapi dengan flukonazole 150 mg dosis tunggal jangka pendek, atau topikal
azole jangka pendek. Terapi pada KVV komplikata, sebaiknya diberikan obat sistemik
oral atau topikal salam jangka lama dan dilanjutkan terapi dosis pemeliharaan dengan
flukonazole dosis mingguan untuk kasus KVVR atau ketokonazole dosis 100 mg/hari
selama 6 bulan. Pengobatan untuk penderita kandidiasis asimtomatik masih
kontroversi. Pada wanita dengan HIV negatif tidak dianjurkan pemberian terapi
antijamur.
pengobatan dengan obat yang menekan sistem kekebalan) dan pada orang yang
kulitnya meradang, pertumbuhan kutil ini sangat cepat
Pengobatan
-Kutil pada alat kelamin luar bisa diangkat melalui laser, krioterapi (pembekuan)
atau pembedahan dengan bius lokal.
-Pengobatan kimiawi, seperti podofilum resin atau racun yang dimurnikan atau
asam trikloroasetat, bisa dioleskan langsung pada kutil. Tetapi pengobatan ini
memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan, bisa melukai kulit di
sekelilingnya dan sering gagal.
-Kutil di uretra bisa diobati dengan obat anti kanker seperti tiotepa atau florourasil.
-Pilihan lainnya adalah pengangkatan kutil dari uretra melalui pembedahan
endoskopik.
-Kutil genitalis sering kambuh dan memerlukan pengobatan ulang. Pada pria yang
belum disunat, kekambuhan bisa dicegah dengan menjalani penyunatan.1,6
Lampiran 1.
Etiologi
Sifilis stadium 1
Herpes genitalis
Ulkus mole
LGV
Treponema
HSV 2
Hemofilus ducrey
Clamidhia
Pallidum
Bentuk
Durum:
ulkus
bersih,
tidak
Trachomatis
keras, Ulkus
dangkal Mole:
merah, berkelompok
di kotor,
tidak
lunak, Solitar,
hilang
bergaung, sendiri
(pada
nyeri,
indurasi
Gejala
Klinis
sindrom
inguinal
(bubo
bertingkat)
Lanjut:
sindrom
genital
(elefantiasis,
estiomen),
anorektal
(fistel-
ulkus)
(abses-fistel)
Lab
-Pemeriksaan
langsung
-STS
Test
(serologic
Sifilis)
ada
yang
nontreponemal
yaitu VDRL, RPR,
Wasserman
dan
treponemal:
TPI,
FTA-Abs, TPHA
Terapi
SI:
penicillin
G Asiklovir
5x200mg
Sulfonamid
2-4 gram/hari
uretral
Lampiran 2.
Candidosis
Trikomoniasis
Klinis
Candida albicans
Sangat
Trichomonas
Gardnerella
Neisseria
vaginalis
vaginalis
Gonorrhoe
Gatal ringan
7 hari
gatal, Strawberry
disuria,
Gonorrhoe
bacterial
vulvovagininalis
Etiologi
Vaginosis
appearance, sakit
Disuria,
dispareunia,
OUE
ektropion(mouth
hyperemia, erosif
fish),
nyeri
ereksi
Duh tubuh
Gumpalan
putih Lebih
seperti
encer, Abu-abu,
Mukopurulen
bau
berbuih
amis
Clue
pseudohifa
langsung:
(bakteri
negatif,
Trikomonas
mengelilingi
diplococcus
ekstraselular
Kultur media
thayer martin:
memastikan N
Gonorrhoe
Tes Beta
laktamase:
PPNG
(Penicillinase
Producing
Neisseira
Gonorrhoea)
maksudnya
jangan-jangan
yang ini resisten
penisilin
Tes
thompson:
perjalanan
penyakit
Terapi
Tablet
500 mg 7 hari
tablet 2x200 mg
gram
single
dose
DAFTAR PUSTAKA
1
Sri Linuwih. Editor : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: FKUI.
2015.
Daili FS, Indriatmi W, dkk. Editor. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular
Seksual. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2011.
Daill SF, Makes WIB, Zubier F. Infeksi Menular Seksual. Edisi keempat. Jakarta:
America:LLC;2012
WWW.Medicastore.com