PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakanag
Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di
masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu yang sebenarnya adalah
sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah
kesehatan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk
menghindari komplikasi yang umumnya berbahaya.
Apendisitis merupakan peradangan dari apendiks vermiformis, yang lebih
dikenal dengan sebutan infeksi usus buntu dan ini merupakan penyakit yang
sering dijumpai. Meskipun sebagian besar pasien dengan apendisitis akut dapat
dengan mudah didiagnosis tetapi tanda dan gejalanya cukup bervariasi, sehingga
diagnosis secara klinis dapat menjadi sulit ditegakkan, untuk itu dokter harus
mempunyai pengetahuan yang baik untuk mengenal apendisitis. Pada apendisitis
tidak mungkin dapat ditemukan satu galala klinis yang tidak dapat ditentukan oleh
satu test khusus untuk mendiagnosanya secara tepat. Pada beberapa kasus
apendisitis dapat sembuh tanpa pengobatan, tapi banyak juga yang memerlukan
laparotomi. Apendisitis akut dapat menyebabkan kamatian karena peritonitis dan
syok.
Apendisitis merupakan penyebab tersering dari nyeri abdomen yang
progresif dan menetap pada semua golongan umur, kegagalan menegakkan
diagnosa dan keterlambatan penatalaksanaannya akan menyebabkan peningakatan
morbiditas dan mortalitas.
Pada masyarakat dengan kebiasaan diet tinggi serat, apendisitis jarang
terjadi, dikarenakan serat akan menurunkan viskositas feses, mempersingkat
waktu transit feses dan menghambat pembentukan fekalit. Fekalit dapat
menyababkan obstruksi pada lumen apendiks. Kejadian apendisitis dapat
berkurang karena kebiasaan diet tinggi serat dan kebiasaan menggunakan toilet
jongkok bila dibandingkan dengan toilet duduk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
menerima
aliran
darah
dari
cabang
apendikuler
dari
2.2
Masuknya fekalit
b. Anatomi apendiks
a. Apendiks merupakan bagian dari sekum secara embriologis.
Karena itu ada hubungan mikroorganisme antar keduanya.
b. Sirkulasi dari cabang ileocoelica saja (satu arah) sehingga bila
ada bagian yang buntu maka begian yang terletak dibawahnya
akan mati.
Palpasi
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale. Nyeri tekan dan nyeri lepas secara klasik di kuadran kanan
bawah pada appendiks letak anterior yang mengalami inflamasi. Nyeri tekan yang
maksimal terletak pada atau dekat titik McBurney. Nyeri tekan pada perut kanan
ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan
nyeri pada perut kanan bawah (tanda Rovsing). Pada appendisitis retrosekal atau
retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Karena
terjadi pergeseran sekum ke kraniolateral dorsal oleh uterus, keluhan nyeri pada
appendiks sewaktu hamil trimester I dan III akan bergeser ke kanan sampai ke
pinggang kanan. Anda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan orang
tidak hamil, karena itu harus dibedakan apakah nyeri berasal dari appendiks atau
uterus, bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan
pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari appendiks.
Peristaltik usus sering normal,peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik
pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.
Rectal Toucher
Pada rectal toucher menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai
dengan jari telunjuk, misalnya pada appendisitis pelvika, pada appendisitis
pelvika, tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas
sewaktu dilakukan rectal toucher. Pada pemeriksaan rectal toucher, akan
didapatkan :
-
Rovsings Sign :
Dengan cara penekanan pada kuadran kiri bawah menyebabkan
refleks nyeri pada daerah kuadran kanan bawah.
Psoas sign :
Mengindikasikan adanya iritasi ke muskulus psoas. Tes ini
dilakukan dengan rangsangan otot psoas dengan hiperekstensi sendi
panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha
ditahan. Tes ini dilakukan dengan cara pasien terlentang. Secara
perlahan tungkai kanan pasien diekstensikan kearah kiri pasien
Obturator sign
Dilakukan untuk melihat apakah appendiks yang meradang kontak
dengan m. Obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil.
Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan
menimbulkan nyeri pada appendisitis pelvika. Positif dari nyeri
hipogastrik pada peregangan m. Obturator internus yang menandakan
iritasi pada daerah tersebut. Tes dilakukan dengan cara pasien berbaring
terlentang, tungkai kanan difleksikan dan dilakukan rotasi interna secara
pasif.
membantu
dalam
menegakkan
diagnosis
appendiks
akut.
10
11
12
2.8. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adlah perforasi. Baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
dan lekuk usus halus. Komplikasi apendisitis akut diantaranya :
-
Apendisitis abses
Apendisitis perforata
Apendisitis kronis
2.9. Penatalaksanaan
Terapi pilihan satu-satunya : Pembedahan ( Apendektomi)
Pada appendisitis dengan abses atau phlegmon.
Dianjurkan untuk drainase abses dan appendektomi dilakukan 6-10
minggu kemudian.
Pada appendisitis dengan perforasi.
Perlu dilakukan laparotomi. Sebelum pembedahan perlu dilakukan
perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk
kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob , dan pemasangan
13
BAB III
REGIONAL ANASTESI SUBARANOID BLOCK
3.1. Definisi RA-SAB
Anastesi regional adalah pemberian anestesi ke bagian tubuh tanpa
terjadihilangnya kesadaran atau berkurangnya kesadaran. Ada dua kelompok
teknik central neuraxis blockade (blokade epidural atau subarachnoid) dan
peripheral nerve blockade.
Persiapan analgesia spinal terdiri dari melakukan informed consent (izin dari
pasien), pemeriksaan fisik (ada tidaknya kelainan punggung), dan pemeriksaan
laboratorium anjuran (hemoglobin, hematokrit, PPT dan aPTT). Peralatan yang
diperlukan dalam analgesia spinal ini terdiri atas peralatan monitor seperti tekanan
darah, nadi, pulse oxymetry, dan EKG; peralatan resusitasi/anestesi umum; serta
jarum spinal dengan ujung tajam (Quincke-Babcock) atau jarum spinal dengan
ujung pensil.
3.2. Indikasi, Kontraindikasi, Komplikasi
Tabel.Indikasi, Kontraindikasi, dan Komplikasi Analgesia Spinal
14
Teknik Anastesi
Teknik anestesi spinal dimulai dengan memposisikan pasien duduk atau
posisi tidur lateral. Posisi ini adalah yang paling sering dikerjakan. Perubahan
posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
Berikut teknik anesthesia spinal dengan blok subarachnoid :
a. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral.
Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang spinosus
mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
15
16
diperlukan
pemeriksaan
khusus
sesuai
indikasi
yang
meliputi
17
Hal ini dapat menggunakan klasifikasi yang dibuat oleh American Society
of Anesthesiologist (ASA) Tabel 1. Klasifikasi ASA Klasifikasi status fisik ASA
bukan merupakan alat prakiraan risiko anestesi, karena efek samping anestesi
tidak dapat dipisahkan dari efek samping pembedahan. Penilaian ASA
diklasifikasikan menjadi 5 kategori.Kategori ke-6 selanjutnya ditambahkan untuk
ditujukan terhadap brain-dead organ donor. Status fisik ASA secara umum juga
berhubungan dengan tingkat mortalitas perioperatif. Karena penyakit yang
mendasari hanyalah satu dari banyak faktor yang berkontribusi terhadap
komplikasi periopertif. Meskipun begitu, klasifikasi status fisik ASA tetap
berguna dalam perencanaan manajemen anestesi, terutama teknik monitoring.
b. Persiapan Preoperatif
1. Masukan oral
Reflek laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko
utama pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan
anestesi harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode
tertentu sebelum induksi anestesi. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8
jam, anak kecil 4 6 jam dan pada bayi 3 4 jam. Makanan tak berlemak
diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi. Minuman bening, air putih,
teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam
jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anesthesia.
2. Terapi Cairan
Pasien yang puasa tanpa intake cairan sebelum operasi akan mengalami
deficit cairan karena durasi puasa .Dengan tidak adanya intake oral, defisit
cairan dan elektrolit bisa terjadi cepat karena terjadinya pembentukan urin,
sekresi gastrointestinal, keringat, dan insensible losses yang terus menerus
dari kulit dan paru.Defisit bisa dihitung dengan mengalikan kebutuhan
cairan maintenance dengan waktu puasa.
3. Premedikasi
18
Menciptakan amnesia
19
20
adalah
metode
monitoring
mungkin
gagal
untuk
mendeteksi
Standard I
Personel anestesi yang kompeten harus ada di kamar operasi selama
general anestesi, regional anestesi berlangsung, dan memonitor
perawatan anestesi.
Standard II
21
Pulse
oximeter
Non-invasive
blood
pressure
monitor
23
selain itu juga harus bebas dari rasa ngantuk, ataksia, nyeri dan
kelemahan otot sehingga pasien dapat kembali pulang.
Ruang Pulih
Nyeri minimal
24
25
26
BAB IV
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
: 20 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Medan Denai
Status
: menikah
Pekerjaan
Suku
: Mandailing
Agama
: Islam
:24-91-43
II. ANAMNESA
Nn. Vina Wildani, 20 tahun datang ke RS Haji Medan pada tanggal 28-042016 dengan
Keluhan utama : Sakit perut kanan bawah
Telaah :
Sakit perut kanan bawah dialami os sejak 10 hari ini, dan semakin
memberat 2 hari ini. Os mengaku sudah meminum obat rasa sakit, sakitnya hilang
namun kembali sakit sejak tadi malam dan sakitnya tidak menghilang setelah
minum obat. Riwayat yang sama pernah dialami os lebih kurang 1,5 tahun yang
lalu. Os didiagnosa dengan apendiksitis akut dan disarankan untuk operasi namun
os menolak untuk diopeasi. BAB (+) normal BAK (+) normal. Riwayat demam
sejak 1 hari yang lalu.
RPT : Appendiksitis Akut (-)
RPO : -
27
: 160 cm
BB
: 63 kg
Pemeriksaan Kepala
Mata
Hidung
Bibir
Gigi
: Caries (-)
Pemeriksaan Leher
Pembesaran KGB (-), Thyroid (+) normal
Axilla :
Pembesaran KGB axilla (-)
Pemeriksaan Thoraks :
Paru-paru:
Depan
Inspeksi
: Simetris fusiformis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Suara tambahan
: (-)
Belakang
Inspeksi
: Simetris fusiformis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Suara tambahan
: (-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
28
Auskultasi
Status Lokalis
At Regio Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Genitalia
Inguinal
Pemeriksaan Ekstremitas
Kekuatan otot :
Sensibilitas
ESD: 55555
ESS: 55555
55555
55555
EID: 55555
EIS: 55555
55555
55555
Pemeriksaan penunjang :
Hasil Laboratorium :
Darah rutin
Hb
: 14,6 gr/dl
HT
: 40,6 %
Eritrosit
: 4,5 x 106 /l
Leukosit
: 8.200 gr/dl
Trombosit
: 239.000 /l
Metabolik
KGDS
: 73 mg/dl
Fungsi Hati
SGOT
:-
SGPT
:-
Fungsi Ginjal
Ureum
:-
Kreatinin
:-
Urine Rutin
29
: Apendectomy
Anastesi
: RA-SAB
PS-ASA
:1
Posisi
: Supinasi
Pernafasan
: Clear
RR
: 20 x/menit
SP
: Vesikuler ka=ki
ST
B2 (BLOOD)
Akral
: Hangat/Merah/Kering
TD
: 120/70 mmHg
HR
: 90 x/menit
B3 (BRAIN)
Sensorium
: Compos Mentis
Pupil
RC
: +/+
30
B4 (BLADDER)
UOP
: 200 cc
Kateter
: 300 cc
B5 (BOWEL)
Abdomen
: Soepel
Peristaltik
: Normal (+)
Mual/Muntah : +/+
B6 (BONE)
Oedem
:-
Durasi Operatif
Lama Anastesi
: 10.20 11.40
Lama Operasi
: 10.25 11.25
Jenis Anestesi
Teknik Anestesi
31
o Fentanyl 25 g
o Bupivacain 0,5 % 15 mg
Induksi :
o O2 2L
Relaksan : Jumlah Cairan
PO
: RL 500cc
DO
: RL 500 cc
Perdarahan
Kassa basah
: 3x10 = 30cc
:-
Total
: 65cc
Catatan
EBV
: 80 kg x 65 = 5200 cc
EBL
10% = 520 cc
20% = 1040 cc
30% = 1560 cc
Durasi Operatif
Lama Anastesi
: 10.20 11.40
Lama Operasi
: 10.25 11.25
Post Operasi
Operasi berakhir pukul 11.30 WIB
Setelah operasi selesai pasien di observasi di Recovery Room. Tekanan Darah,
Nadi, Pernafasan dipantau hingga keadaan kembali stabil.
Pasien boleh pindah ke ruangan bila Alderette Score > 8
32
Pergerakan
:2
Pernafasan
:2
Warna Kulit
:2
Tekanan Darah: 2
Kesadaran
:2
Dalam hal ini, pasien memiliki score 10 sehingga bisa dipindahkan ke ruang
rawat.
Perawatan Post Operasi
Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan, setelah dipastikan
pasien pulih dari anastesi dan keadaan umum, kesadaran serta vital sign stabil,
pasien dipindahkan ke bangsal dengan anjuran bedrest 24 jam, tidur telentang,
karena obat anastesi masih ada.
Terapi Post Operasi
Istirahat sampai pengaruh obat anastesi hilang
IVFD RL 34gtt/menit
Minum sedikit sedikit bila sadar penuh dan keadaan umum sudah membaik
Inj. Ketorolac 30mg/8jam IV
Inj. Ranitidin 50mg/12jam IV
Inj. Metoclopramide 10mg/8jam IV
33
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidjat. R, De Jong. W, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC; Jakarta. 2004
Seymor I. Schwartz, Appendix, in Principles of Surgery, 8th ed, Mc Graw Hill inc;
USA. 2005.
Sugandi . W, Referat Appendisitis, Sub Bagian Bedah Digestif, Fk UNPADRSHS; Bandung. 2005.
Tek, J.K, Referat Appendisitis, Sub Bagian Bedah Digestif, Fk UNPADRSHS,;Bandung . 2003.
Latief
34