PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada
membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang
mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista
odontogenik
Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma. Pada
kasus yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957) mengenai
ameloblastoma yang berkembang dari kista periodontal atau kista dentigerous tapi hal
ini sangat jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista odontogenik, terjadi
perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma.
Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber (1926)
pada beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan dengan epiteluim
oral.
Gambar 1. Kemungkinan sumber penyebab ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki
GP.
Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143
Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain tipe
solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal.
70% dari ameloblastoma tipe periferal ini terjadi pada mandibula, dari bagian ramus
dari anterior mandibula sampai foramen mandibula paling sering terkena. Beberapa penulis
lebih suka mengklasifikasikan mereka ke dalam hamartoma daripada neoplasma dan tumor
ini biasnya bersifat jinak, tidak mengalami rekurensi setelah eksisi simpel komplit.
Perawatan yang direkomendasikan untuk tumor ini berbeda dengan perawatan tumor
tipe lainnya karena tumor ini biasanya kecil dan bersifat lokal pada jaringan lunak superfisial.
Kebanyakan lesi berhasil dirawat dengan eksisi lokal dengan mengikutsertakan sebagian
kecil dari margin jaringan yang normal. Margin inferior harus diikutkan periosteoum untuk
menyakinkan penetrasi sel tumor ke tulang tidak terjadi.
Gambar 3. Periferal Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral
and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143)
2.4. Gambaran Histopatologis
Ameloblastoma menunjukan berbagai macam variasi pola histologi bergantung pada
arah dan derajat differensiasi sel tumor. Klasifikasi WHO membagi ameloblastoma secara
histologis terdiri dari follikular, pleksiform, acanthomatous, sel granular dan tipe sel basal.
Secara kasar, ameloblas terdiri dari jaringan kaku yang berwarna keabu-abuan yang
memperlihatkan daerah kistik yang mengandung cairan kuning yang bening. Ameloblastoma
secara dekat menyerupai organ enamel
2.4.1 Tipe Folikular
6
Gambar 6: Tipe acanthomatous (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
dan kuboidal. Hartman melaporkan 20 kasus dari ameloblastoma tipe sel granular dan
menekankan bahwa tipe sel granular ini cenderung merupakan lesi agresif ditandai dengan
kecenderungan untuk rekurensi bila tidak dilakukan tindakan bedah yang tepat pada saat
operasi pertama. Sebagai tambahan, beberapa kasus dari tumor ini dilaporkan pernah terjadi
metastasis.
Gambar 7: Tipe sel granular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary
Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
Gambar 8: Tipe sel basal (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
2.5. Gambaran Radiologis
Secara radiologis, gambaran ameloblastoma muncul sebagai gambaran radiolusensi
yang multiokular atau uniokular.
2.5.1 Multiokular
Pada tipe ini, tumor menunjukkan gambaran bagian-bagian yang terpisah oleh septa
tulang yang memperluas membentuk masa tumor. Gambaran multiokular ditandai dengan lesi
yang besar dan memberikan gambaran seperti soap bubble.
Ukuran lesi yang sebenarnya tidak dapat ditentukan karena lesi tidak menunjukkan
garis batasan yang jelas dengan tulang yang normal. Resopsi akar jarang terjadi tapi kadangkadang dapat dilihat pada beberapa lesi yang tumbuh dengan cepat.
10
Gambar 10: Ameloblastoma tipe uniokular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.
Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby,1997: 136-143.)
2.6 Perawatan
Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang yang luas,
dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi ini radioresisten.
Pada beberapa literatur juga ditemukan indikasi untuk dielektrokauterisasi, bedah krio dan
penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up
pasca operasi) penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama
pasca operasi.
Perawatan untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma sampai
jaringan sehat yang berada di bawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan dengan
elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy.
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan untuk
mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah operasi. Iradiasi paska
operasi ditujukan untuk mengurangi insidensi rekurensi dan harus dilakukan secara rutin.
Kebanyakan ahli bedah melakukan reseksi komplit pada daerah tulang yang terlibat tumor
dan kemudian dilakukan bone graft. Tumor ini tidak bersifat radiosensitif tapi Andra (1949)
melaporkan bahwa terapi dengan X-ray dan Radium mempunyai efek dalam menghambat
pertumbuhan lesi ini. Waldron dan Worman (1931) melakukan enukleasi pada ameloblastoma
yang kecil, sementara sebagian penulis merekomendasikan reseksi total maupun reseksi
sebagian untuk kasus yang lebih besar. Bagaimanapun, ahli bedah yang pertama kali
melakukan operasi kasus ameloblastoma memiliki kesempatan terbaik untuk mengobati
pasien. Byars dan Sarnat (1945) menyimpulkan bahwa ameloblastoma harus dienukleasi bila
11
uniokular, dikauterisasi dengan panas atau bahan kimia dan jika multiokular direseksi dengan
mengikutkan sedikit tulang yang normal jika ekstensif. Rankow dan Hickey (1954) meninjau
ulang 29 kasus ameloblastoma dan menemukan bahwa insidensi terjadi rekurensi sebanyak
91% jika dilakukan kuretase lokal, sementara tidak terjadi rekurensi jika dilakukan reseksi
(18 kasus).
Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati ameloblastoma
antara lain:
2.6.1 Enukleasi
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Weder (1950)
pada suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan prosedur yang paling
tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus rekurensi hampir tidak dapat
dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari pengobatan yang berbeda mungkin
memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor dapat meninggalkan tulang yang sudah diinvasi
oleh sel tumor.
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka. Kadang-kadang
tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada periosteum, maka harus
dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi biasanya dapat diangkat dari tulang.
Gunakan sisi yang konveks dari kuret dengan tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah
biasanya digeser ke samping dan tidak berada pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam
dihaluskan dan daerah ini harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah
tumor jinak biasanya tidak diperlukan perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan,
perawatan endodontik sebelum operasi dapat dilakukan.
2.6.2 Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi sebuah bagian
tulang
dengan
adanya
kontinuitas
tulang
mungkin
direkomendasikan
apabila
ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa dengan ukuran yang meliputi semua
bagian yang terlibat tumor. Insisi dibuat menjadi flap supaya tulang dapat direseksi di bawah
tepi yang terlibat tumor. Lubang bur ditempatkan pada outline osteotomi, dengan bur leher
panjang Henahan. Osteotom digunakan untuk melengkapi pemotongan. Sesudah itu, segmen
tulang yang terlibat tumor dibuang dengan tepi yang aman dari tulang yang normal dan tanpa
merusak border tulang.
Setelah meletakkan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan untuk
mempertahankan posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya mengikutkan tumor saja
12
tetapi juga sebagian tulang normal yang mengelilinginya. Gigi yang terlibat tumor dibuang
bersamaan dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara terpisah.
Gambar 11: Eksisi Blok (Thoma KH, Vanderveen JL. Oral Surgery. 5th Ed.Saint Louis;The
C.V. Mosby Company,1999: 993)
2.6.3 Hemimandibulektomi
Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang mungkin saja
melibatkan pembuangan angulus, ramus atau bahkan pada beberapa kasus dilakukan
pembuangan kondilus. Pembuangan bagian anterior mandibula sampai ke regio simfisis tanpa
menyisakan border bawah mandibula akan mengakibatkan perubahan bentuk wajah yang
dinamakan Andy Gump Deformity.
Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal (bila
diperlukan) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting bibir bawah.
Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikal dibuat sampai ke dagu. Insisi itu kemudian
dibelokkan secara horizontal sekitar inchi dibawah border bawah mandibula. Kemudian
insisi diperluas mengikuti angulus mandibula sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di
dekat foramen mentale mungkin saja dapat terjadi pendarahan karena adanya neurovascular.
13
Gambar 12: Pola Insisi pada Hemimandibulektomi (Keith DA. Atlas of Oral and
Maxillofacial
Surgery.Philadelphia;W.B.Saunder Company, 1992: 243).
Permukaan dalam mandibula secara perlahan-lahan dibuka dengan mendiseksi
mukosa oral. Dengan menggunakan gigli saw pemotongan dilakukan secara vertikal di
daerah mentum. Hal ini akan memisahkan mandibula secara vertikal. Mandibula terbebas
dari otot yang melekat antara lain muskulus depressor labii inferior, depressor anguli oris dan
platysma. Bagian mandibula yang akan direseksi dibebaskan dari perlekatannya dari mukosa
oral dengan hati-hati. Setelah itu, komponen rahang yang mengandung massa tumor dieksisi
dengan margin yang cukup. Bagian margin dari defek bedah harus dibiopsi untuk
pemeriksaan untuk menentukan apakah reseksi yang dilakukan cukup atau tidak. Jika bagian
itu bebas dari tumor, bagian ramus dan kondilus mandibula harus dipertahankan untuk
digunakan pada rekonstruksi yang akan datang. Ramus paling baik dipotong secara vertikal.
Ketika mandibula disartikulasi, maka ada resiko pendarahan karena insersi temporalis dan
otot pterygoid lateral dipisahkan. Hal ini dapat dihindari dengan membiarkan kondilus dan
prosessus koronoid berada tetap in situ. Setelah hemimandibulektomi, penutupan luka
intraoral biasanya dilakukan dengan penjahitan langsung.
14
Gambar 13: Tipe umum dari reseksi mandibula A. Dengan keterlibatan kondilus B.Tanpa
pembuangan kondilus (Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial Surgery. Philadelphia;
W.B. Saunders Company, 1992: 244)
2.6.4. Hemimaksilektomi
Akses ke maksila biasnya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson. Pemisahan bibir
melalui philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi paranasal dan infraorbital
menyediakan eksposure yang luas dari wajah dan aspek lateral dari maksila dan dari ethmoid.
Gambar 14: Pola Insisi Weber Fergusson (Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE.
Maxillofacial Surgery. 2nd Ed.Missouri;Churhill Livingstone Elsevier, 2007:431)
Setelah diperoleh eksposure yang cukup, dilakukan pemotongan jaringan lunak dan
ekstraksi gigi yang diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan dengan oscillating saw dari
lateral dinding maksila ke infraorbital rim kemudian menuju kavitas nasal melalui fossa
15
lakrimalis. Dari kavitas nasal dipotong menuju alveolar ridge. Setelah itu, dilakukan
pemotongan pada palatum keras. Kemudian pemotongan lateral dinding nasal yang
menghubungkan lakrimal dipotong ke nasofaring dengan mengunakan chisel dan gunting
Mayo dan kemudian dilakukan pemotongan posterior. Pembuangan spesimen dan packing
kavitas maksilektomi yang tepat diperlukan untuk mengkontrol pendarahan.
Gambar 15: Pemotongan tulang pada subtotal maksilektomi (Booth PW, Schendel SA,
Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. 2nd Ed Missouri; Churhill Livingstone Elsevier, 2007 :
432)
Setelah hemostasis terjadi, manajemen maksilektomi yang tepat dapat membantu ahli
prostodonsia untuk merehabilitasi pasien. Semua bagian tulang yang tajam dihaluskan.
Prosesus koronoid harus diangkat, karena dekat dengan margin lateral defek yang akan
menyebabkan penutup protesa lepas ketika mulut dibuka.
Flap yang ada pada mukosa dikembalikan menutupi margin medial tulang. Skin graft
kemudian dijahit ke tepi luka, lebih baik hanya lembaran tunggal. Permukaan dibawah flap
pipi, tulang, otot periorbita dan bahkan dura semuanya ditutup. Graft dipertahankan dengan
packing iodoform gauze yang diisi benzoin tincture. Packing yang cukup digunakan untuk
mengisi kembali kontur pipi. Obturator bedah yang sudah dibuat oleh ahli prostodonsi
direline dengan soft denture reliner sehingga dapat mendukung packing dan menutup defek.
Obturator dapat dipasangkan ke gigi-gigi secara fixed atau tidak, tergantung kondisi
individual pasien. Flap pipi kemudian dikembalikan dan menutup lapisan.
2.7 Rekontruksi pasca bedah
16
Obturator defenitif akan dibuat ketika penyembuhan jaringan dan kontraksi telah
selesai. Pembuatan protesa defenitif sebelum kontur jaringan stabil memerlukan penyesuaian
termasuk perubahan posisi gigi atau penyesuaian terhadap bagian perifer protesa.
(metilmetakrilat, proplas dan teflon). Dari semuanya, plat rekonstruksi biasanya dibuat dari
stainless steel, AO Plates (Arbeitsgemeinschaft fur Ostheosynthefragen Plate) , vitallium dan
titanium (titorp plates). Komplikasi yang umum terjadi meliputi ekstrusi/ekspose plat,
kehilangan sekrup, dan fraktur plat.
Plat rekonstruksi mandibula memiliki keuntungan dari segi:
Tidak membutuhkan donor
Pengeluaran
Kontur yang baik
Kemampuan untuk membentuk kondilus.22
BAB III
PENUTUP
19
3.1 KESIMPULAN
Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang tidak
menjalani diferensiasi membentuk enamel. Hal ini telah dijelaskan sangat tepat oleh
Robinson bahwa tumor ini biasanya unisentrik, nonfungsional, pertumbuhannya bersifat
intermiten, secara anatomis jinak dan secara klinis bersifat persisten.
Ameloblastoma berdasarkan klasifikasi WHO (1992), merupakan tumor jinak
yang berasal dari epitel odontogenik, bersifat unisentrik, non-fungsional, pertumbuhannya
pelan namun berinvasi lokal, dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi setelah terapi.
Rekurensi dapat terjadi karena ameloblastoma memiliki sel satelit yang dapat berinvasi
Ada tiga tipe ameloblastoma subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain
tipe solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal.
Perawatan ameloblastoma, untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi
neoplasma sampai jaringan sehat yang berada di bawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan
dengan elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy.
20