Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Ameloblastoma merupakan suatu tumor epitelial odontogenik yang berasal dari
jaringan pembentuk gigi, bersifat jinak, tumbuh lambat, penyebarannya lokal invasif dan
destruktif serta mengadakan proliferasi kedalam stroma jaringan ikat. Tumor ini mempunyai
kecenderungan untuk kambuh apabila tindakan operasi tidak memadai. Sifat yang mudah
kambuh dan penyebarannya yang ekspansif dan infiltratif ini memberikan kesan malignancy
dan oleh karena sifat penyebarannya maupun kekambuhannya lokal maka tumor ini sering
disebut sebagai locally malignancy.
Ameloblastoma merupakan tumor jinak odontogenik yang berasal dari sisa- sisa epitel pada
masa pembentukan gigi. Ameloblastoma dapat tumbuh dari berbagai macam epitel
odontogenik yang tersisa di antara jaringan lunak alveolar dan tulang. Tumor ini tumbuhnya
lambat, agresif secara lokal dan dapat menyebabkan deformitas wajah yang besar.
Ameloblastoma memiliki angka kejadian rekurensi yang tinggi bila tumor ini tidak dieksisi
secara luas dan hati-hati.
Dari semua pembengkakan yang terjadi pada rongga mulut, 9% merupakan tumor
odontogenik dan kira-kira 1% dari lesi tersebut merupakan ameloblastoma. Ameloblastoma
terjadi pada maksila sekitar 20% kasus, paling sering terjadi pada region kaninus dan antral.
Ameloblastoma terjadi pada mandibula sekitar 80% kasus. Yang mana 70% terjadi di daerah
molar atau pada ramus asendens, 20% pada regio premolar dan 10% di regio anterior.
Ameloblastoma biasanya didiagnosa pada pasien yang umurnya antara dekade empat dan
dekade lima, kecuali pada kasus tipe unikistik yang biasanya terjadi pada pasien yang berusia
antara 20 sampai 30 tahun dengan tidak ada predileksi jenis kelamin. Sekitar 10-15% tumor
ini terjadi berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Ameloblastoma


Ameloblastoma merupakan suatu tumor epitelial odontogenik yang berasal dari
jaringan pembentuk gigi, bersifat jinak, tumbuh lambat, penyebarannya lokal invasif dan
destruktif serta mengadakan proliferasi kedalam stroma jaringan ikat. Tumor ini mempunyai
kecenderungan untuk kambuh apabila tindakan operasi tidak adekuat. Sifat yang mudah
kambuh dan penyebarannya yang ekspansif dan infiltratif ini memberikan kesan malignancy
dan oleh karena sifat penyebarannya maupun kekambuhannya secara lokal maka tumor ini
sering disebut sebagai locally malignancy
Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang tidak menjalani
diferensiasi membentuk enamel. Hal ini telah dijelaskan sangat tepat oleh Robinson bahwa
tumor ini biasanya unisentrik, nonfungsional, pertumbuhannya bersifat intermiten, secara
anatomis jinak dan secara klinis bersifat persisten.
Ameloblastoma adalah tumor yang berasal dari epitelial odontogenik. Ameloblastoma
biasanya pertumbuhannnya lambat, secara lokal invasif dan sebagian besar tumor ini bersifat
jinak.
Definisi ameloblastoma berdasarkan klasifikasi WHO (1992), merupakan
tumor jinak yang berasal dari epitel odontogenik, bersifat unisentrik, non-fungsional,
pertumbuhannya pelan namun berinvasi lokal, dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi
setelah terapi. Rekurensi dapat terjadi karena ameloblastoma memiliki sel satelit yang dapat
berinvasi
2.2 Etiologi dan Patogenesis
Pada saat ini sebagian penulis mempertimbangkan bahwa tumor ini tumbuh dari
berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari proses pembentukan tumor ini belum
diketahui.
Tumor ini dapat berasal dari:
Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis dari
beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer
berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada bagian tengah
mengalami degenerasi serta menyerupai retikulum stelata
2

Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada
membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang
mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista
odontogenik
Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma. Pada
kasus yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957) mengenai
ameloblastoma yang berkembang dari kista periodontal atau kista dentigerous tapi hal
ini sangat jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista odontogenik, terjadi
perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma.
Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber (1926)
pada beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan dengan epiteluim
oral.

Gambar 1. Kemungkinan sumber penyebab ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki
GP.
Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143

2.3 Tipe Ameloblastoma

Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain tipe
solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal.

Gambar 2. Ameloblastoma subtipe klinis A. Tipe multikistik B. Tipe Unikistik C. Tipe


Periferal (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial
Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143.)
2.3.1. Tipe solid atau multikistik
Tumor ini menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tumor ini jarang terjadi pada
anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi pada usia 10 sampai 19
tahun. Tumor ini menunjukan angka prevalensi yang sama pada usia dekade ketiga sampai
dekade ketujuh. Tidak ada predileksi jenis kelamin yang signifikan. Sekitar 85% tumor ini
terjadi pada mandibula, paling sering pada daerah molar di sekitar ramus asendens. Sekitar
15% tumor ini terjadi pada maksila biasanya pada regio posterior.
Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat
pemeriksaan radiografis. Gambaran klinis yang sering muncul adalah pembengkakan atau
ekspansi rahang yang tidak terasa sakit. Jika tidak dirawat, lesi akan tumbuh lambat
membentuk massa yang masif. Rasa sakit dan parastesia jarang terjadi bahkan pada tumor
yang besar.
Tumor ini muncul dengan berbagai macam gambaran histologis antara lain variasi
dalam bentuk folikular, pleksiform dan sel granular. Walaupun terdapat bermacam tipe
histologis tapi hal ini tidak memperngaruhi perawatan maupun prognosis.
Tipe solid atau multikistik tumbuh invasif secara lokal memiliki angka kejadian
rekurensi yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi lain tumor ini memiliki
kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis.

Ameloblastoma tipe solid/multikistik ini ditandai dengan angka terjadi rekurensi


sampai 50% selama 5 tahun pasca perawatan. Oleh karena itu, ameloblastoma tipe solid atau
multikistik harus dirawat secara radikal (reseksi dengan margin jaringan normal disekeliling
tumor). Pemeriksaan rutin jangka panjang bahkan seumur hidup diindikasikan untuk tipe ini.
2.3.2 Tipe unikistik
Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada pasien muda, 50% dari tumor ini
ditemukan pada pasien yang berada pada dekade kedua. Lebih dari 90% ameloblastoma
unikisik ditemukan pada mandibula pada regio posterior.
Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista dentigerous secara klinis
maupun secara radiografis walaupun beberapa diantaranya tidak berhubungan dengan gigi
yang tidak erupsi.
Tipe ini sulit didiagnosa karena kebanyakan ameloblastoma memiliki komponen
kista. Tipe ini umumnya menyerang bagian posterior mandibula diikuti dengan regio
parasimfisis dan anterior maksila. Sebuah variasi yang disebut sebagai ameloblastoma
unikistik pertama sekali disebut pada tahun 1977 oleh Robinson dan Martinez. Mereka
melaporkan bahwa tipe unikistik ini kurang agresif dan menyarankan enukleasi simple
sebagai perawatannya. Studi menunjukan secara klinis enukleasi simple pada ameloblastoma
tipe unikistik sebenarnya menunjukan angka rekurensi yang tinggi yaitu sekitar 60%. Dengan
demikian enukleasi simple merupakan perawatan yang tidak sesuai untuk lesi ini dan
perawatan yang lebih radikal dengan osteotomi periferal atau terapi krio dengan cairan
nitrogen atau keduanya lebih sesuai untuk tumor ini.
2.3.3 Tipe periferal/ekstraosseus
Periferal ameloblastoma juga dikenal dengan nama ekstraosseus ameloblastoma atau
ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya terjadi pada gingiva atau mukosa alveolar. Tipe ini
menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya yaitu jaringan ikat gingiva dan tidak ada keterlibatan
tulang di bawahnya. Periferal ameloblastoma ini umumnya tidak sakit, sessile, kaku,
pertumbuhan eksofitik yang biasanya halus atau granular.
Tumor ini diyakini mewakili 2 % sampai 10% dari seluruh kasus ameloblastoma yang
didiagnosa. Tumor ini pernah dilaporkan terjadi pada semua rentang umur dari 9 sampai 92
tahun. Kasus-kasus melaporkan bahwa tumor ini terjadi kebanyakan pada pria daripada
wanita dengan perbandingan 1,9 dengan 1.
5

70% dari ameloblastoma tipe periferal ini terjadi pada mandibula, dari bagian ramus
dari anterior mandibula sampai foramen mandibula paling sering terkena. Beberapa penulis
lebih suka mengklasifikasikan mereka ke dalam hamartoma daripada neoplasma dan tumor
ini biasnya bersifat jinak, tidak mengalami rekurensi setelah eksisi simpel komplit.
Perawatan yang direkomendasikan untuk tumor ini berbeda dengan perawatan tumor
tipe lainnya karena tumor ini biasanya kecil dan bersifat lokal pada jaringan lunak superfisial.
Kebanyakan lesi berhasil dirawat dengan eksisi lokal dengan mengikutsertakan sebagian
kecil dari margin jaringan yang normal. Margin inferior harus diikutkan periosteoum untuk
menyakinkan penetrasi sel tumor ke tulang tidak terjadi.

Gambar 3. Periferal Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral
and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143)
2.4. Gambaran Histopatologis
Ameloblastoma menunjukan berbagai macam variasi pola histologi bergantung pada
arah dan derajat differensiasi sel tumor. Klasifikasi WHO membagi ameloblastoma secara
histologis terdiri dari follikular, pleksiform, acanthomatous, sel granular dan tipe sel basal.
Secara kasar, ameloblas terdiri dari jaringan kaku yang berwarna keabu-abuan yang
memperlihatkan daerah kistik yang mengandung cairan kuning yang bening. Ameloblastoma
secara dekat menyerupai organ enamel
2.4.1 Tipe Folikular
6

Ameloblastoma tipe folikular menunjukan gambaran histologi yang tipikal dengan


adanya sarang-sarang folikular dari sel-sel tumor yang terdiri dari sebuah lapisan periferal
dari sel-sel kolumnar atau kuboidal dan sebuah massa sentral dari sel yang tersusun jarang
yang menyerupai retikulum stellata. Degenerasi dari jaringan yang berbentuk seperti
retikulum stellata itu akan menghasilkan pembentukan kista.

Gambar 4 : Ameloblastoma tipe follikular (www.pathologyOutlines.com)

2.4.2 Tipe Pleksiform


Ameloblastoma tipe pleksiform ditandai dengan kehadiran sel tumor yang berbentuk
seperti pita yang tidak teratur dan berhubungan satu sama lain. Stroma terbentuk dari jaringan
ikat yang longar dan edematous fibrous yang mengalami degenerasi kistik.

Gambar 5: Ameloblastoma tipe pleksiform (Shklar G.Oral Cancer.1st Ed. Philadelphia;


W.B.SaundersCompany, 1984: 253)

2.4.3 Tipe Acanthomatous


Ameloblastoma tipe ini ditandai dengan karakteristik adannya squamous metaplasia
dari retikulum stelata yang berada diantara pulau-pulau tumor. Kista kecil terbentuk di tengah
sarang sellular. Stroma terdiri dari jaringan ikat yang fibrous dan padat.

Gambar 6: Tipe acanthomatous (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)

2.4.4 Tipe Sel Granular


Pada ameloblatoma tipe sel granular ditandai dengan adanya transformasi dari
sitoplasma biasanya berbentuk seperti sel retikulum stelata, sehingga memberikan gambaran
yang sangat kasar, granular dan eosinofilik. Tipe ini sering melibatkan periferal sel kolumnar
8

dan kuboidal. Hartman melaporkan 20 kasus dari ameloblastoma tipe sel granular dan
menekankan bahwa tipe sel granular ini cenderung merupakan lesi agresif ditandai dengan
kecenderungan untuk rekurensi bila tidak dilakukan tindakan bedah yang tepat pada saat
operasi pertama. Sebagai tambahan, beberapa kasus dari tumor ini dilaporkan pernah terjadi
metastasis.

Gambar 7: Tipe sel granular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary
Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)

2.4.5 Tipe Sel Basal


Ameloblastoma tipe sel basal ini mirip karsinoma sel basal pada kulit. Sel epithelial
tumor lebih primitif dan kurang kolumnar dan biasanya tersusun dalam lembaran-lembaran,
lebih banyak dari tumor jenis lainnya. Tumor ini merupakan tipe yang paling jarang dijumpai.

Gambar 8: Tipe sel basal (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
2.5. Gambaran Radiologis
Secara radiologis, gambaran ameloblastoma muncul sebagai gambaran radiolusensi
yang multiokular atau uniokular.
2.5.1 Multiokular
Pada tipe ini, tumor menunjukkan gambaran bagian-bagian yang terpisah oleh septa
tulang yang memperluas membentuk masa tumor. Gambaran multiokular ditandai dengan lesi
yang besar dan memberikan gambaran seperti soap bubble.
Ukuran lesi yang sebenarnya tidak dapat ditentukan karena lesi tidak menunjukkan
garis batasan yang jelas dengan tulang yang normal. Resopsi akar jarang terjadi tapi kadangkadang dapat dilihat pada beberapa lesi yang tumbuh dengan cepat.

Gambar 9: Multiokular ameloblastoma (http://www.radpod.org/2007/08/01/ameloblastoma/)


2.5.2 Uniokular
Pada tipe lesi uniokular biasanya tidak tampak adanya karakteristik atau gambaran
yang patologis. Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupun keteraturan ini tidak
dijumpai pada waktu operasi. Pada lesi lanjut akan mengakibatkan pembesaran rahang dan
penebalan tulang kortikal dapat dilihat dari gambaran roentgen.

10

Gambar 10: Ameloblastoma tipe uniokular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.
Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby,1997: 136-143.)
2.6 Perawatan
Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang yang luas,
dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi ini radioresisten.
Pada beberapa literatur juga ditemukan indikasi untuk dielektrokauterisasi, bedah krio dan
penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up
pasca operasi) penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama
pasca operasi.
Perawatan untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma sampai
jaringan sehat yang berada di bawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan dengan
elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy.
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan untuk
mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah operasi. Iradiasi paska
operasi ditujukan untuk mengurangi insidensi rekurensi dan harus dilakukan secara rutin.
Kebanyakan ahli bedah melakukan reseksi komplit pada daerah tulang yang terlibat tumor
dan kemudian dilakukan bone graft. Tumor ini tidak bersifat radiosensitif tapi Andra (1949)
melaporkan bahwa terapi dengan X-ray dan Radium mempunyai efek dalam menghambat
pertumbuhan lesi ini. Waldron dan Worman (1931) melakukan enukleasi pada ameloblastoma
yang kecil, sementara sebagian penulis merekomendasikan reseksi total maupun reseksi
sebagian untuk kasus yang lebih besar. Bagaimanapun, ahli bedah yang pertama kali
melakukan operasi kasus ameloblastoma memiliki kesempatan terbaik untuk mengobati
pasien. Byars dan Sarnat (1945) menyimpulkan bahwa ameloblastoma harus dienukleasi bila
11

uniokular, dikauterisasi dengan panas atau bahan kimia dan jika multiokular direseksi dengan
mengikutkan sedikit tulang yang normal jika ekstensif. Rankow dan Hickey (1954) meninjau
ulang 29 kasus ameloblastoma dan menemukan bahwa insidensi terjadi rekurensi sebanyak
91% jika dilakukan kuretase lokal, sementara tidak terjadi rekurensi jika dilakukan reseksi
(18 kasus).
Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati ameloblastoma
antara lain:
2.6.1 Enukleasi
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Weder (1950)
pada suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan prosedur yang paling
tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus rekurensi hampir tidak dapat
dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari pengobatan yang berbeda mungkin
memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor dapat meninggalkan tulang yang sudah diinvasi
oleh sel tumor.
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka. Kadang-kadang
tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada periosteum, maka harus
dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi biasanya dapat diangkat dari tulang.
Gunakan sisi yang konveks dari kuret dengan tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah
biasanya digeser ke samping dan tidak berada pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam
dihaluskan dan daerah ini harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah
tumor jinak biasanya tidak diperlukan perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan,
perawatan endodontik sebelum operasi dapat dilakukan.
2.6.2 Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi sebuah bagian
tulang

dengan

adanya

kontinuitas

tulang

mungkin

direkomendasikan

apabila

ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa dengan ukuran yang meliputi semua
bagian yang terlibat tumor. Insisi dibuat menjadi flap supaya tulang dapat direseksi di bawah
tepi yang terlibat tumor. Lubang bur ditempatkan pada outline osteotomi, dengan bur leher
panjang Henahan. Osteotom digunakan untuk melengkapi pemotongan. Sesudah itu, segmen
tulang yang terlibat tumor dibuang dengan tepi yang aman dari tulang yang normal dan tanpa
merusak border tulang.
Setelah meletakkan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan untuk
mempertahankan posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya mengikutkan tumor saja
12

tetapi juga sebagian tulang normal yang mengelilinginya. Gigi yang terlibat tumor dibuang
bersamaan dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara terpisah.

Gambar 11: Eksisi Blok (Thoma KH, Vanderveen JL. Oral Surgery. 5th Ed.Saint Louis;The
C.V. Mosby Company,1999: 993)
2.6.3 Hemimandibulektomi
Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang mungkin saja
melibatkan pembuangan angulus, ramus atau bahkan pada beberapa kasus dilakukan
pembuangan kondilus. Pembuangan bagian anterior mandibula sampai ke regio simfisis tanpa
menyisakan border bawah mandibula akan mengakibatkan perubahan bentuk wajah yang
dinamakan Andy Gump Deformity.
Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal (bila
diperlukan) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting bibir bawah.
Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikal dibuat sampai ke dagu. Insisi itu kemudian
dibelokkan secara horizontal sekitar inchi dibawah border bawah mandibula. Kemudian
insisi diperluas mengikuti angulus mandibula sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di
dekat foramen mentale mungkin saja dapat terjadi pendarahan karena adanya neurovascular.

13

Gambar 12: Pola Insisi pada Hemimandibulektomi (Keith DA. Atlas of Oral and
Maxillofacial
Surgery.Philadelphia;W.B.Saunder Company, 1992: 243).
Permukaan dalam mandibula secara perlahan-lahan dibuka dengan mendiseksi
mukosa oral. Dengan menggunakan gigli saw pemotongan dilakukan secara vertikal di
daerah mentum. Hal ini akan memisahkan mandibula secara vertikal. Mandibula terbebas
dari otot yang melekat antara lain muskulus depressor labii inferior, depressor anguli oris dan
platysma. Bagian mandibula yang akan direseksi dibebaskan dari perlekatannya dari mukosa
oral dengan hati-hati. Setelah itu, komponen rahang yang mengandung massa tumor dieksisi
dengan margin yang cukup. Bagian margin dari defek bedah harus dibiopsi untuk
pemeriksaan untuk menentukan apakah reseksi yang dilakukan cukup atau tidak. Jika bagian
itu bebas dari tumor, bagian ramus dan kondilus mandibula harus dipertahankan untuk
digunakan pada rekonstruksi yang akan datang. Ramus paling baik dipotong secara vertikal.
Ketika mandibula disartikulasi, maka ada resiko pendarahan karena insersi temporalis dan
otot pterygoid lateral dipisahkan. Hal ini dapat dihindari dengan membiarkan kondilus dan
prosessus koronoid berada tetap in situ. Setelah hemimandibulektomi, penutupan luka
intraoral biasanya dilakukan dengan penjahitan langsung.

14

Gambar 13: Tipe umum dari reseksi mandibula A. Dengan keterlibatan kondilus B.Tanpa
pembuangan kondilus (Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial Surgery. Philadelphia;
W.B. Saunders Company, 1992: 244)
2.6.4. Hemimaksilektomi
Akses ke maksila biasnya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson. Pemisahan bibir
melalui philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi paranasal dan infraorbital
menyediakan eksposure yang luas dari wajah dan aspek lateral dari maksila dan dari ethmoid.

Gambar 14: Pola Insisi Weber Fergusson (Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE.
Maxillofacial Surgery. 2nd Ed.Missouri;Churhill Livingstone Elsevier, 2007:431)
Setelah diperoleh eksposure yang cukup, dilakukan pemotongan jaringan lunak dan
ekstraksi gigi yang diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan dengan oscillating saw dari
lateral dinding maksila ke infraorbital rim kemudian menuju kavitas nasal melalui fossa
15

lakrimalis. Dari kavitas nasal dipotong menuju alveolar ridge. Setelah itu, dilakukan
pemotongan pada palatum keras. Kemudian pemotongan lateral dinding nasal yang
menghubungkan lakrimal dipotong ke nasofaring dengan mengunakan chisel dan gunting
Mayo dan kemudian dilakukan pemotongan posterior. Pembuangan spesimen dan packing
kavitas maksilektomi yang tepat diperlukan untuk mengkontrol pendarahan.

Gambar 15: Pemotongan tulang pada subtotal maksilektomi (Booth PW, Schendel SA,
Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. 2nd Ed Missouri; Churhill Livingstone Elsevier, 2007 :
432)
Setelah hemostasis terjadi, manajemen maksilektomi yang tepat dapat membantu ahli
prostodonsia untuk merehabilitasi pasien. Semua bagian tulang yang tajam dihaluskan.
Prosesus koronoid harus diangkat, karena dekat dengan margin lateral defek yang akan
menyebabkan penutup protesa lepas ketika mulut dibuka.
Flap yang ada pada mukosa dikembalikan menutupi margin medial tulang. Skin graft
kemudian dijahit ke tepi luka, lebih baik hanya lembaran tunggal. Permukaan dibawah flap
pipi, tulang, otot periorbita dan bahkan dura semuanya ditutup. Graft dipertahankan dengan
packing iodoform gauze yang diisi benzoin tincture. Packing yang cukup digunakan untuk
mengisi kembali kontur pipi. Obturator bedah yang sudah dibuat oleh ahli prostodonsi
direline dengan soft denture reliner sehingga dapat mendukung packing dan menutup defek.
Obturator dapat dipasangkan ke gigi-gigi secara fixed atau tidak, tergantung kondisi
individual pasien. Flap pipi kemudian dikembalikan dan menutup lapisan.
2.7 Rekontruksi pasca bedah
16

2.7.1 Pemakaian protesa obturator


Pemasangan protesa palatal secara imidiate telah menjadi perawatan standard setelah
dilakukan maksilektomi atau palatektomi, kecuali digunakan rekonstruksi free flap. Cacat
bedah dapat memberikan efek samping terhadap kesehatan fungsional dan psikologis pasien.
Tujuan dari rekonstruksi adalah untuk mengembalikan fungsi bicara, fungsi pencernaan,
menyediakan dukungan terhadap bibir dan pipi dan membangun kembali proyeksi midfacial.
Pasien yang menjalani reseksi maksila akan direhabilitasi dalam tiga fase masngmasing fase memerlukan protesa obturator yang akan mendukung kesembuhan pasien. Ketiga
obturator protesa ini adalah obturator bedah, obturator interim, dan obturator definitif.
2.7.1.1 Obturator Bedah
Rehabilitasi prostodontik dimulai dengan obturator bedah yang mana dimasukkan
pada waktu bedah untuk membantu mempertahankan packing, mencegah kontaminasi oral
dari luka bedah dan skin graft dan memungkinkan pasien untuk berbicara dan menelan
selama periode postoperasi inisial. Protesa ini akan digunakan kira-kira 5 sampai 10 hari.
2.7.1.2 Obturator Interim
Obturator bedah akan dikonversi menjadi obturator interim dengan penambahan
bahan-bahan lining untuk adaptasi terhadap defek. Protesa interim ini secara periodik akan
direadaptasi dan direline kembali untuk menyesuaikan terhadap perubahan dimensional
selama proses penyembuhan jaringan defek. Proses ini akan meningkatkan kenyamanan dan
fungsional pasien. Tujuan dari obturator ini adalah mengembalikan fungsi bicara dengan
mengembalikan kontur palatal. Protesa ini akan digunakan sekitar dua sampai enam bulan.

2.7.1.3 Obturator Defenitif


17

Obturator defenitif akan dibuat ketika penyembuhan jaringan dan kontraksi telah
selesai. Pembuatan protesa defenitif sebelum kontur jaringan stabil memerlukan penyesuaian
termasuk perubahan posisi gigi atau penyesuaian terhadap bagian perifer protesa.

Gambar 16: Obturator A. Defek palatal, B. Obturator bedah, C. Obturator interim,


D.Obturator defenitif (Shklar G. Oral Cancer.1st Ed. Philadelphia; W.B.Saunders Company,
984: 219)
2.7.2 Pengunaan plat
Tujuan dari rekonstruksi mandibula adalah membangun kontinuitas mandibula,
membangun osseus alvelolar bases dan koreksi terhadap defek jaringan lunak. Pada
umumnya kehilangan mandibula yang diakibatkan karena proses patologis akan
meninggalkan jaringan lunak yang akan sembuh. Bila dilakukan mandibulektomi akan
menghasilkan defek tulang yang besar dan jaringan lunak.
Defek pada mandibula bagian lateral lebih dapat ditoleransi dan tidak membutuhkan
rekonstruksi. Kebalikannya defek pada anterior mandibula akan menimbulkan kecacatan
fungsional dan kosmetik yang parah. Waktu yang tepat untuk melakukan rekonstruksi masih
diperdebatkan.
Pada literatur disebutkan ada berbagai macam metode yang digunakan untuk
mengembalikan defek pada mandibula. Metode ini dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori
dasar yaitu bahan alloplastik, bahan alloplastik dengan tulang dan tulang autogenous. Bahan
alloplastik telah digunakan secara luas pada rekonstruksi mandibula dalam bentuk kawat atau
plat, material organik (kalsium aluminat, kalsium apatit, kalsium sulfat) dan bahan sintetik
18

(metilmetakrilat, proplas dan teflon). Dari semuanya, plat rekonstruksi biasanya dibuat dari
stainless steel, AO Plates (Arbeitsgemeinschaft fur Ostheosynthefragen Plate) , vitallium dan
titanium (titorp plates). Komplikasi yang umum terjadi meliputi ekstrusi/ekspose plat,
kehilangan sekrup, dan fraktur plat.
Plat rekonstruksi mandibula memiliki keuntungan dari segi:
Tidak membutuhkan donor
Pengeluaran
Kontur yang baik
Kemampuan untuk membentuk kondilus.22

Gambar 17. Plat AO (www.emedicine.com\mandibular reconstruction,plating)

BAB III
PENUTUP

19

3.1 KESIMPULAN
Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang tidak
menjalani diferensiasi membentuk enamel. Hal ini telah dijelaskan sangat tepat oleh
Robinson bahwa tumor ini biasanya unisentrik, nonfungsional, pertumbuhannya bersifat
intermiten, secara anatomis jinak dan secara klinis bersifat persisten.
Ameloblastoma berdasarkan klasifikasi WHO (1992), merupakan tumor jinak
yang berasal dari epitel odontogenik, bersifat unisentrik, non-fungsional, pertumbuhannya
pelan namun berinvasi lokal, dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi setelah terapi.
Rekurensi dapat terjadi karena ameloblastoma memiliki sel satelit yang dapat berinvasi
Ada tiga tipe ameloblastoma subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain
tipe solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal.
Perawatan ameloblastoma, untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi
neoplasma sampai jaringan sehat yang berada di bawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan
dengan elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy.

20

Anda mungkin juga menyukai