KUNCI KONSEP
Neuropathy Otonomi pada penderita diabetes dapat membatasi kemampuan
kerja jantung untuk melakukan kompensasi terhadap perubahan volume
intravaskuler dan dapat mempengaruhi ketidak stabilan kardiovaskuler (seperti
pada hipotensi postinduksi) dan bahkan kematian berhubungan dengan kematian
jantung yang mendadak.
Pasien diabetes, pada preoperatif harus selalu dievaluasi secara rutin
terhadap kemampuan pergerakan dari sendi temporomandibular dan tulang leher
untuk membantu dalam menghadapi kesulitan intubasi, dimana kejadian ini terjadi
sekitar 30% pada penderita DM tipe I.
Sulfonylurea dan metformin jangan digunakan pada 24 48 jam sebelum
pembedahan karena mempunyai waktu paruh yang panjang. Mereka dapat
dimulai saat pasien sudah dapat minum obat. Metformin dimulai jika fungsi renal
dan hati cukup adekuat/baik.
Pada pasien Hiperthyroid dapat menderita hipovolemik dan vasodilatasi yang
lama/kronik dan akan mengalami hipotensi yang berlebihan selam induksi
anestesi.
Pasien Hipothyroid lebih mudah terkena hipotensi akibat obat anestesi,
karena berhubungan dengan berkurangnya kardiak output, reflek baroreseptor
yang tumpul dan berkurangnya voleme intravaskuler.
Pasien dengan Cushing's syndrome cenderung mempunyai volume yang
berlebihan dan mempunyai alkalosisi metabolic hipokalemia akibat aktivitas
mineralo-kortikoid dari glukokortikoid.
Kunci manajemen anestesi pada pasien dengan defisiensi glukokortikoid
adalah memastikan terapi pengganti steroid yang adekuat selama wakti
perioperatif.
Pada pasien pheochromocytoma, obat atau tehnik anestesi yang merangsang
system saraf simpatis (seperti ephedrine, ketamin, hipoventilasi), berpotensi
arritmia akibat dari katekolamin (seperti halotan), penghambatan system
Perhatian utama harus dilakukan pada jalan napas pasien obese karena
mereka sering sekali sulit di intubasi sebagai akibat terbatasnya pergerakan dari
sendi temporomandibular dan atlantooccipital, menyempitnya ssaluran napas
atas, dan pendeknya jarak anatara mandibula dan sternum.
Kunci dari manajemen anestesi pada pasien dengan sindrom carcinoid
adalah dengan menghindari tehnik atau obat anestesi yang dapat menyebabkan
tumor melepaskan zat vasoaktif
PEMBUKAAN
Berkurang atau berlebihnya produksi hormone secara dramatic dapat berakibat
terhadap fisiologi dan farmakologi. Untuk itu, bukan merupakan suatu hal yang
mengejutkan pada endokrinopati mempengaruhi manajemen anestesi. Pada bab
ini akan menjelaskan mengenai fisiologi normal dan mendiskusikan gangguan
fungsi dari empat organ endokrin ; pankreas, tiroid, paratiroid dan kelenjar
adrenal. Ini juga mempertimbangkan obesitas dan sindron carcinoid.
PANKREAS
Fisiologi
Pada orang dewasa normal, produksi insulin sekitar 50 unit per hari dari sel beta
lengerhans pancreas. Jumlah sekresi insulin terutama tergantung kadar glukosa
didalam plasma. Insulin, merupakan hormon anabolik paling penting yang
mempunyai efek metabolik yang banyak, meliputi peningkatan glukosa dan
potassium memasuki adiposa dan sel otot; meningkatan glikogen, protein, dan
sintesis asam lemak dan penurunan glikogenolisis, glukoneogenesis, ketogenesis,
lipolisis dan katabolisme protein.
Biasanya, insulin merangsang anabolisme, dimana gangguan insulin
dihubungkan dengan katabolisme dan balans nitrogen yang negatif.
Effects on liver
Anabolic
Promotes glycogenesis
Increases synthesis of triglycerides, cholesterol, and VLDL 2
Increases protein synthesis
Promotes glycolysis
Anticatabolic
Inhibits glycogenolysis
Inhibits ketogenesis
Inhibits gluconeogenesis
Effects on muscle
Promotes protein synthesis
Increases amino acid transport
Stimulates ribosomal protein synthesis
Promotes glycogen synthesis
Increases glucose transport
Enhances activity of glycogen synthetase
Inhibits activity of glycogen phosphorylase
Effects on fat
Promotes triglyceride storage
Induces lipoprotein lipase, making fatty acids available for absorption into fat cells
Increases glucose transport into fat cells, thus increasing availability of glycerol phosphate for triglyceride synthesis
Inhibits intracellular lipolysis
Modified and reprinted, with permission, from Greenspan FS (editor): Basic & Clinical
Endocrinology, 6th ed. McGraw-Hill, 2001.
2
VLDL, very low-density lipoprotein.
1
DIABETES MELLITUS
Manifestasi klinik
Diabetes mellitus ditandai oleh kerusakan metabolisme karbohidrat yang
disebabkan oleh defisiensi insulin atau kemampuan reaksi insulin, yang
menimbulkan hiperglikemi dan glukosuria. Dignosis berdasarkan peningkatan
glukosa plasma puasa ( > 140 mg/dl ) atau glukosa darah ( 126 mg/dl ). Nilai dari
beberapa laporan bahwa kadar gula darah berkiras 12 15% lebih rendah dari
glukosa plasma, demikian juga ketika pengujian pada whole blood, perhitungan
glukosa terbaru, dan pada glukosa plasma. Diabetes baru-baru ini terlah
diklasifikasikan kembali meliputi empat tipe (table 36-2); DM tipe I (insulindependen) dan DM tipe II (noninsulin-dependen) yang paling umum dan dikenal.
Diabetik Ketoasidosis (DKA) dihubungkan dengan DM tipe I, tetapi ada orang
tertentu, dimana saat ini dengan DKA yang secara fenotip terlihat mempunyai DM
tipe II. Selanjutnya, individu dengan diagnosa awal DM tipe II kemudian
berkembang menjadi DM tipe II. Komplikasi jangka panjang DM termasuk
hipertensi, Coronary Artery Disease i(CAD), Myocardial Infarction, Congestive
Heart Failure (CHF), Diastolic Dysfunction, Peripheral And Cerebral Vascular
Disease, Peripheral And Autonomic Neuropathies, dan Renal Failure. Ada 3
komplikasi akut yang mengancap kehidupan : DKA, Hyperosmolar Nonketotic
Coma, Hipoglikemi.
Table 362. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.
Classification
Type I
Type II
Type III
Type IV
Gestational
Asidosis laktat dicirikan dengan peningkatan laktat plasma ( > 6 mmol/L ) dan
tidak ditemukan di urine dan keton plasma (walaupun mereka dapat terjadi secara
bersamaan dan ketosis pada kelaparan dapat terjadi asidosis laktat). Pada
peminum alcohol, ketoacidosis dapat dibedakan dengan adanya riwayat terakhir
konsumsi alkohol berat (pesta minum minuman keras yang memabukan) pada
pasien nondiabetic dengan suatu kadar glukosa darah yang sedikit meningkat.
Pada keadaan seperti itu pasien juga mempunyai peningkatan tidak sebanding
pada hydroxybutyrate dengan acetoacetate
Infeksi merupakan penyebab yang paling umum pada DKA, dimana pada
beberapa pasien, terutama pada anak remaja, adalah manifestasi pertama dari
diabetes mellitus type I. Maifestasi klinik meliputi tachypnea (mencoba untuk
melakukan kompensasi terhadap acidosis metabolisme), sakit abdominal yang
menyerupai suatu abdomen akut, mual dan muntah, dan perubahan sensoris.
Pengobatan DKA tergantung pada koreksian pertama yang sering penting
hypovolemia, hyperglycemia, dan defisit dari kalium tubuh, dengan infuse kontinyu
suatu cariran isotonic dan kalium, dan infuse insulin.
Tujuan dari penurunan kadar glukosa pada ketoacidosis harus 75100
mg/dL/jam atau 10%/jam. Pengobatan dapat dimulai dengan suatu pemberian
infuse 0,1 U/Kg/jam atau nilai glukosa darah kurang 60 kali 0.1 U/jam. Pada
pasien ini sering terjadi resistensi terhadap terapi insulin, dan rata-rata dibutuhkan
dosis yang lebih tinggi jika glukosa tidak menurun. Seperti glukosa yang
bergerakkan keintrasel, demikian juga kalium. Jika dikoreksi, hal ini dapat dengan
cepat mendorong kearah suatu tingkatan hypokalemia yang kritis, penggantian
yang sangat cepat pada hyperkalemi dapat menyebabkan suatu hal yang sama
dalam mengancap kehidupan. Kalium, Glukosa Darah, dan serum keton harus
dimonitor terus, minimal setiap 2 jam dan lebih baik setiap jam.
Beberapa liter dari normal saline (12 L pada jam pertama, yang diikuti oleh
200500 mL/jam) yang secara khas diperlukan untuk mengoreksi dehidrasi
tersebut. Cairan RL harus dihindari ketika hati dengan cepat mengkonversi laktat
ke bikarbonat; karena menyebabkan lemahnya perfusi pada jaringan, Volume
penyebaran dari normal salin adalah sangat aman. . Ketika glukosa plasma
mencapai 250 mg/dL, Infus D5W yang ditambahkan insulin untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya hipoglikemi dan untuk menyediakan suatu sumber
hormon insulin dan glukosa yang terus-menerus yang pada akhirnya untuk
menormalkan metabolisme intrasel. Pasien mungkin memerlukan NGT untuk
dekompresi gaster dan kateter kandung empedu untuk memonitor pengeluaran air
kencing.
Koreksi pada asidosis berat (pH < 7,1) dengan bicarbonat sering tidak
diperlukan, seperti koreksi asidosis dengan volume yang berlebihan dan
menormalkan keadaan hiperglikeminya.
Ketoacidosis bukanlah suatu bentuk dari koma nonketotik hyperosmolar,
mungkin disebabkan hormon insulin yang cukup tersedia untuk mencegah
perubahan benda-benda keton. Sebagai gantinya, suatu diuresis hyperglycemic
mengakibatkan dehidrasi dan hyperosmolaritas. Dehidrasi berat cepat
menimbulkan gagal ginjal, asidosis laktat, dan kecenderungan membentuk
thromboses intravascular. Hyperosmolaritas, sering melebihi 360 mOsm/L, yang
mengubah keseimbangan air di cerebral, yang menyebabkan perubahan status
mental dan kejang. Hyperglycemia berat menyebabkan suatu factitious
Punya : Dwi Satriyanto (Anestesi Padjadjaran)
-5-
PERTIMBANGAN ANESTESI
Preoperative
Kadar Hemoglobin A1c dapat membantu mengidentifikasi pasien yang
mempunyai resiko besar terjadi hyperglycemia perioperative dan oleh karena itu
peningkatan komplikasi dan hasil yang buruk. Morbiditas Perioperative pada
pasien DM dihubungkan dengan preoperative kerusakan dari end-organ,
walaupun sepertiga sampai setengah pada pasien DM type II mungkin tidak acuh
bahwa mereka mempunyai itu. Paru-paru, Kardiovaskular, dan sistem renal
memerlukan penilaian yang ketat. Suatu Rongent thorak preoperative pada
penderita DM lebih mungkin terjadi pembesaran jantungkongesti pembuluh darah
paru, atau efusi pleura. EKG preoperatif pada pasien DM juga terjadi peningkatan
insiden abnormalitas dari segment ST dan segmen gelombang T. Myocardial
ischemia mungkin jelas terihat pada EKG di samping riwayat yang tidak
ada/negatif (silent myocardial ischemia dan infark).
Pasien DM dengan hipertensi, 50% nya menderita neuropathy otonom
diabetic (Tabel 363). Refleksi gangguan fungsi sisten saraf otonom meningkat
sejalan dengan peningkatan usia, DM lebih dari 10 tahun, CAD, atau blokade adrenergic. Neuropathy Otonomi pada penderita DM dapat membatasi
kemampuan kerja jantung untuk melakukan kompensasi terhadap perubahan
volume intravaskuler dan dapat mempengaruhi ketidak stabilan kardiovaskuler
(seperti pada hipotensi postinduksi) dan bahkan kematian berhubungan dengan
kematian jantung yang mendadak, insidennya mungkin meningkat dengan
penggunaan angiotensin-converting enzyme inhibitors atau angiotensin receptor
blockers. Lebih lanjut, gangguan fungsi otonomik berperan terhadap perlambatan
pengosongan lambung (gastroparesis). Premedikasidengan suatu antacid dan
Punya : Dwi Satriyanto (Anestesi Padjadjaran)
-6-
Hypertension
Painless myocardial ischemia
Orthostatic hypotension
Lack of heart rate variability 1
Reduced heart rate response to atropine and propranolol
Resting tachycardia
Early satiety
Neurogenic bladder
Lack of sweating
Impotence
Normal heart rate variability during voluntary deep breathing (6 breaths/min) is
greater than 10 beats/min.
1
Intraoperatif.
Tujuan utama dari management gula darah intraoperatif adalah
menghindari terjadinya hipoglikemi. Walaupun memcoba untuk mempertahankan
kondisi euglikemi adalah hal yang kurang hati-hati, tidak dapat diterimanya
hilangnya gula darah kontrol ( > 180mg/dL) juga membawa suatu resiko.
Hiperglikemi
telh
dihubungkan
dengan
keadaan
hiperosmolaritas,
Punya : Dwi Satriyanto (Anestesi Padjadjaran)
-7-
infeksi/peradangan dan luka yang sulit sembuh. Yang lebih penting, ia dapat
memperburuk neurologis setelah suatu episoda iskemik serebral dan hasil setelah
tindakan bedah jantung atau setelah akut miokard infark. Kecuali hiperglikemi
diobati secara agresif pada DM tipe, kontrol hasil metabolik, terutama yang
berhubungan dengan pembedahan besar atau sepsis. Pengawasan yang ketat
bermanfaat pada pasien yang akan menjalani pembedahan kardiopulmonary
bypass dengan memperbaiki kontraktilias dan pemisahan dang dengan
menurunnya infeksi dan komplikasi neurologis. Kontrol ketat pada pasien hamil
dengan DM telah memperlihatkan perbaikan hasil pada bayi. Meskipun demikian,
seperti dicatat sebelumnya, bahwa ketergantungan otak terhadap glukosa
sebagai sumber energi yang membuat hal ini menjadi penting, sehingga terjadinya
hipoglikemi harus dihindari.
Adanya beberapa regimen pada managemen perioperatif untuk pasien DM. Yang
paling sering, pasien menerima suatu fraksi (biasanya setengah) dari total dosis
insulin dosis pada bentuk insulin kerja intermediate (tabel 35-4). Untuk
menurunkan resiko terjadinya hipoglikemi, insulin diberikan setelah akses vena
terpasang dan diperiksa kadar gula darah pagi hari. Sebagai contoh, seorang
pasien yang normal mendapatkan Insulin NPH (neutral protamine Hagedorn;
intermediate-acting) dosis 30 U dan 10 U dari regular atau insulin Lispro (shortacting) atau analog insulin setiap pagi dan setiap yang gula darahnya kurang
150mg/dL mendapatkan 15 U (setengah dari 30, setengah dari dosis normal pagi
hari) dari NPH secara subkutan atau IM sebelum pembedahan bersama dengan
infus dekstrosa 5% (1,5 mL/kg/jam). Penyerapan insulin subkutan atau IM
tergantung dari pada aliran darah dijaringan, bagaimanapun, dan selama
pembedahan dapat tidak diramalkan. Penggunaan dari jalur intravena dengan
jarum infus yang keci untuk pemberian cairan dextrose guna mencegah terjadinya
pengaruh dengan cairan intraoperatif dan obat yang lain. Tambahan dekstrosa
dapat diberikan jika pasien menjadi hipglikemik ( < 100 mg/dL ). Tetapi,
hiperglikemi intraoperatif ( > 150-180 mg/dL ) diterapi dengan cairan insuliln
reguler IV sesuai dengan skala yang ada. Satu unit insulin regular yang diberikan
pada dewasa biasanya kadar glukosa lebih rendah pada 25 30 mg/dL. Ini harus
ditekankan bahwa dosis-dosis ini adalah perkiraan dan tidak berlaku bagi pasien
dalam keadaan Katabolic ( misalnya, sepsis, hyperthermia).
Preoperative
Bolus Administration
Continuous Infusion
D5W (1 mL/kg/h)
Regular insulin :
Bolus Administration
Continuous Infusion
Same as preoperative
Same as preoperative
Insulin Type2
Short-acting
Onset
Lispro
1020 min
3090 min
46 h
1530 min
13 h
57 h
Semilente, Semitard
3060 min
46 h
1216 h
24 h
810 h
1824 h
Long-acting
45 h
814 h
2536 h
1
2
TIROID
Fisiologi
Makanan yang mengandung iodine diserap di tractus gastrointestinal,
diubah menjadi ion iodide dan ditransport aktif kedalam kelenjar thyroid. Sekali
masuk, iodide dioksidasi kembali menjadi iodine, yang berikatan dengan asam
amino tyrosine. Hasil akhir adalah dua hormone yaitu triiodothyronine (T 3) and
thyroxine (T4) yang berikatan dengan protein dan disimpan dalam tiroid. Walaupun
kelenjar melepaskan banyakT4 dari T3, yang terakhir lebih poten dan sedikit
berikatan dengan protein. Banyak T3 dibentuk disekeliling dari deiodonatian
sebagian dari T4. Elaborasi mengenai mekanisme control dari sintesa hormone
tiroid dan termasuk di hypothalamus (thyrotropin-releasing hormone), the anterior
pituitary (thyroid-stimulating hormone, or TSH), dan autoregulation (thyroid iodine
concentration).
Hormon tiroid meningkatkan metabolisme karbohidrat dan lemak dan
merupakan factor penting pertumbuhan dan metabolisme rate. Peningkatkan
metabolisme rate terjadi bersama-sama dengan peningkatan konsumsi oksigen
dan produksi CO2, secara langsung meningkatkan minute ventilasi. Heart rate /
denyut jantung dan kontraktilitas juga meningkatkan. Barangkali dari suatu
perubahan pada fisiologi adrenergic-reseptor dan perubahan protein internal lain,
menentang sampai terjadi peningkatan kadar katekolamin.
HYPERTYROID
Manifestasi klinik
Kelebihan
hormon
tyroid
disebabkan
grave
disease,
goiter
toxic,thyroiditis,tumor pituitari,thyroid adenoma, dan over dose hormon tyroid.
Gejala klinisnya weight loss, heat intoleran,muscle weaknness, diare, hyperactive
reflex dan nervous. Tremor, exoptalmus, khusus oleh grave. Tachikardi atrial
fibrilasi dan cngestive heart failure.
Diagnosa berdasarkan kenaikan pada tes hormone.
Pengobatan melalui penghambat sintesis (PTU, methimizol), pencegah pelepasan
hormn(potasium, sodium iodin), Penutupan gejala(propanolol). B adrenergik
Punya : Dwi Satriyanto (Anestesi Padjadjaran)
- 11 -
dapat ditunda setelah operasi bypass arteri koroner. Pasien-pasien hipotiroid tidak
memerlukan banyak sedasi Premedikasi yang disarankan: Histamin H2 antagonis
dan metoklopramide
Intraoperatif
Pasien hipotiroid rentan terhadap terjadinya hipotensi akibat obat-obat anestesi,
karena itu Ketamine dianjurkan sebagai induksi anestesi
Postoperatif
Pemulihan anestesi umum berjalan lambat, terutama karena hipotermi, depresi
nafas dan biotranformasi obat yang lambat sehingga memerlukan ventilasi
mekanik yang agak lama
Obat anestesi yang disarankan adalah ketorolac (non opioid)
PARATIROID
Hormon Paratiroid adalah hormon yang mengatur homeostasis kalsium.
Peningkatan kalsium melalui absorpsi daritulang, membatasi pengeluaran dari
renal dan absorbsi dari gastrointestinal yang dipengaruhi oleh vit.D. Efek hormon
paratiroid dilawan oleh kalsitonin. Sebanyak 99% total kalsium tubuh berada di
otot, sedangkan untuk kalsium dalam darah 40% berikatan dengan protein dan
60% berupa ion atau kompleks ion organik
Bone
Parathyroid hormone
Calcitonin
Vitamin D
Kidney
Intestine
No direct effects
Maintains Ca2+
transport system
Increases absorption of
Ca and P
decreases resorption of Ca
No direct effects
HIPERPARATIROID
Manifestasi klinis
Penyebab hiperparatiroid primer adalah adenoma, carcinoma,
hiperplasia
paratiroid. Hiperparatiroid sekunder adalah hipokalsemia ( karena gagal ginjal / malabsorbsi intestinal)
sedangkan hiperparatiroid ectopik adalah produksi hormon paratiroid oleh tumor di luar kelenjar paratiroid.
Organ system
Clinical Manifestation
Cardiovaskular
Renal
Gastrointestinal
Musculoskeletal
Neurologic
metabolic
acidosis,
HIPOPARATIROID
Manifestasi klinik
Defisiensi hormon paratiroid, sering karena paratiroidektomi.Gejala klinis adalah hasil dari hipokalsemia
karena gagal ginjal, hipomagnesemia, defisiensi vit.D dan pancreatitis akut. Pengobatan simtomatik
hipokalsium dengan pemberian calsium klorida iv
PertimbanganAnestesi:
Normalisasi kadar Ca serum pada pasen dengan manifestasi kardiak,Hindari penggunaan obat-obat yang
mendepresi miocard. Alkalosis karena hiperventilasi atau sodium bicarbonat menambah menurunkan ion
kalsium. Hindari penggunaan albumin solusion dan explore senstivity terhadap neuromuscular blok.
Kelenjar Adrenal
Physiologi
Dibagi menjadi dua bagian.Kortex mengeluarkan androgen, mineralokortikoid (aldosteron) dan
Glukokortikoid (cortisol). Medulla mengeluarkan Katekolamin
(epinefrin, norepinefrin, dopamin).
Aldosteron terlibat keseimbangan cairan dan elektrolit. Ia menyebabkan absorsi sodium didistal renal untuk
bertukar dengan potassium dan ion hidrogen.
Aldosteron distimlasi oleh renin angiotensin system, pituitari dan hyperkalemia.
Glukokortikoid untuk glukoneogenesis dan menghambat penggunaan glukosa. Ia meningkatkan
glukosa darah dan memperburuk diabet kontrol.
KELEBIHAN MINERALOKORTIKOID
Manifestasi klinik
Gejala klinis: hipertensi, hipervolemia, hipokalemia,emas otot polos, alkalosis metabolik.
Pertimbangan anestesi
Koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan Pottasium dan Spironolakton.
DEFISIENSI MINERALOKORTIKOID
Etiologi:Kerusakan/ atrofi kelenjar adrenal(adrenalektomi, DM, terapi heparin)
Gejala klinis:
Hipokalemia, asidosis, hipotensi
Terapi:
Mineralokortikoid eksogen (fludrokortison)
KELEBIHAN GLUKOKORTIKOID
Etiologi:Terapi hormon steroid,Hipofungsi kelenjar adrenal,Produksi ACTH,Pituitari adenoma
(hipersekresi Cushings disease).
Permasalahan Cushings sindroma: Overload volume,Hipokalemia (alkalosis metabolik).Terapi: Pottasium+
spironolaktone,Hindari trauma perioperatif,Glukokortikoid intraoperatif diberikan pada operasi
adrenalektomi ( Hidrokortison suksinat 100 mg/ 8 jam iv).
DEFISIENSI GLUKOKORTIKOID
Manifestasi klinik
Primer;Kekurangan aldosteron: hiponatremi, hipovolemi,hipotentensi,hiperkalemi
metabolik.Kekurangan kortisol : hipoglikemi, kehilangan BB, kelemahan, kelelahan.
Sekunder,Tidak adekuatnya produksi ACTH oleh pituitary.
PPertimbangan Anestesi
Replacement selama operasi,Pembeian exogenous glukokortikoid.
dan
asidosis
KELEBIHAN CATECHOLAMIN
Manifestasi klinik
Pheochromocytoma
Pertimbangan Anestesi
Blok adrenergic dan volume cukup,Intubasi pada deep level anestesi
Obat dan tehknik anestesi
OBESITAS
BMI >30% kg/m
Manifestasi klinik
Penyakit penyerta,O2 demand,CO2 production,alveolar ventilasi,`Restriktive lung, FRC < closing capacity.
Pertimbanan Anestesi
Premdikasi,Assesment cardiopulmonary reserve,Difficult airway
Intraoperative
Resiko aspirasi,Kontrol ventilasi,O2 konsentrasi,Intubasi,Distriusi agent anestesi,Base of BMI,20-25% less
regional dosis
Carcinoid Syndrom
Serotonnin,kalikrein dan histamin yang meningkat.