PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang terutama ditandai oleh
hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin dari sel pankreas dan gangguan
kerja insulin. Pada umumnya diabetes melitus pada tahap awal belum memberi
gejala atau keluhan (asimptomatik) sehingga seringkali penyakit ini pada awalnya
tidak terdiagnosis hingga beberapa tahun (Tenriesa et al., 2009).
Diantara penyakit degeneratif, diabetes melitus adalah salah satu diantara
penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa yang akan
datang. Diabetes melitus sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi
kesehatan umat manusia pada abad 21. Perserikatan bangsa-bangsa (WHO)
membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes melitus
diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun
kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan menigkat menjadi 300 juta orang.
Suatu jumlah yang sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk
dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis bahkan oleh semua tenaga kesehatan
yang ada. Mengingat bahwa diabetes melitus akan memberikan dampak terhadap
kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar,
semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut serta dalam
usaha penanggulangan diabetes melitus, khususnya dalam upaya pencegahan
(Sudoyo et al, 2006).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa
proporsi penyebab kematian akibat diabetes melitus pada kelompok usia 45-54
tahun di daerah perkotaan menduduki peringkat ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah
pedesaan, diabetes melitus menduduki peringkat ke-6 yaitu 5,8% (Depkes RI,
2009).
Salah satu faktor yang berperan dalam kegagalan pengontrolan glukosa
darah pasien DM adalah ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatan. Kepatuhan
pengobatan adalah kesesuaian diri pasien terhadap anjuran atas medikasi yang
telah diresepkan yang terkait dengan waktu, dosis, dan frekuensi. Ketidakpatuhan
terhadap pengobatan DM saat ini masih menjadi masalah yang cukup penting
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka perumusan
1.3
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran distribusi penderita diabetes melitus di
Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran distribusi penderita diabetes melitus
berdasarkan jenis kelamin pada pasien kunjungan poli Puskesmas Langsa Timur
tahun 2015.
b. Untuk mengetahui gambaran distribusi penderita diabetes melitus
berdasarkan usia pada pasien kunjungan poli Puskesmas Langsa Timur tahun
2015.
c. Untuk mengetahui gambaran distribusi penderita diabetes melitus
berdasarkan tingkat kepatuhan minum obat pasien kunjungan poli Puskesmas
Langsa Timur tahun 2015.
1.4
1.4.1
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Definisi
suatu
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO) 1980
dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan
dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan
sebagai suatu kumpulan problema anatomi dan kimiawi yang merupakan akibat
dari sejumlah faktor di mana di dapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin (PERKENI, 2006).
Diabetes melitus adalah gangguan kronis metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein. Infusiensi relatif atau absolut dalam respon sekretorik insulin, yang
diterjemahkan menjadi gangguan pemakaian karbohidrat (glukosa), merupakan
gambaran khas pada diabetes melitus , demikian juga hiperglikemia yang terjadi
(Kumar et al., 2007).
2.2 Klasifikasi
Beberapa klasifikasi diabetes melitus
Tipe 2
Tipe lain
resistensi insulin.
Defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas,endokrinopati, karena obat atau zat kimia,
infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom genetik lain yang
Diabetes
melitus
gestasional
2.3 Epidemiologi
Statistik global mengindikasikanbahwa diabetes melitus tipe 2 di negara
berkembang menjadi masalah besar. Misalnya India dengan penduduk 38 juta
dengan diabetes sedangkan di Cina terdapat 23 juta penderita diabetes. Tahun
2025, jumlah ini diperkirakan bertambah menjadi dua kali lipat (Cheng, 2005).
Insidensi DM tipe 1 maupun tipe 2 bervariasi baik antar negara maupun
dalam suatu negara. Dari data epidemiologis puncak usia terjadinya DM tipe 1
pada anak adalah usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Insiden
penderita diabetes mellitus tipe 1 pada anak meningkat secara signifikan di
Negara Barat. Survey di Amerika Serikat menunjukkan prevalensi diabetes pada
anak umur sekolah adalah sekitar 1,9 dalam 1.000. namun frekuensinya sangat
berkorelasi dengan meningkatnya usia. Data yang ada menunjukkan kisaran 1
dalam 1.430 pada anak usia 5 tahun sampai 1 dalam 360 pada anak usia 16 tahun
(Gustaviani R, 2006). Pada umunya DM tipe 2 dapat terjadi pada usia dewasa
diatas 30 tahun. DM tipe 2 merupakan tipe yang palin sering terjadi dibandingkan
IDDM (InsulinDependent Diabetes Melitus) atau diabetes melitus tipe 1 (Funnel,
2004).
Prevalensi DM tioe 2 meningkat secara dramatis, sebagian besar karena
perubahan gaya hidup, peningkatan prevalensi obesitas dan proses degeneratif.
Untuk Indonesia WHO memperkirakan kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada
tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Lporan hasil penelitian di
berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980 menunjukkan
sebaran prevalensi DM tipe 2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang di
dapatkan di Manado. Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan
prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta (daerah urban)
dari prevalensi DM tipe 2 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun1993
dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta
(Rahajeng, 2007).
Secara umum, dari jenis kelamin, prevalensi diabetes pada pria dan wanita
tidak jauh berbeda. 11,2% dari seluruh pria yang berusia di atas 19 tahun
mempunyai diabetes dan 10,2% dari seluruh wanita yang berusia lebih dari 19
tahun mempunyai diabetes dan 2-4 kali lebih tinggi pada wanita berkulit hitam
Patofisiologi
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, yang
dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada
ransangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam
darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Apabila ada
gangguan pada mekanisme kerja insulin, menimbulkan hambatan dalam utilisasi
glukosa serta peningkatan kadar glukosa darah. Khusus pada diabetes melitus tipe
2, yakni jenis diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme
glukosa disebabkan oleh dua faktor: tidak adekuatnya sekresi insulin secara
kuantitatif (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap
insulin (resistensi insulin). Sedangkan pada diabetes melitus tipe 1, gangguan
tersebut mutlak hanya disebabkan defisiensi insulin (Sudoyo et al., 2006).
Jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik, diabetes melitus akan
menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikroangioapati
maupun makroangiopati. Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang
tidak normal merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus.
Pada retinopati diabetik, didapatkan hilangnya sel perisit dan terjadi pembentukan
mikroaneurisma. Di samping itu juga terjadi hambatan pada aliran pembuluh
darah dan kemudian terjadi penyumbatan kapiler (Sudoyo et al., 2006).
2.5 Manifestasi Klinis
Adapun gejala-gejala diabetes melitus yang dapat dirasakan secara fisik
adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Poliuria
Polidipsia
Polifagia
Berat badan menurun
7
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Lemah
Kesemutan
Gatal
Visus menurun
Disfungsi ereksi pada pria
Pruritus vulvae pada pasien wanita
(Sudoyo et al.,2006)
2.6 Diagnosis
Diagnosis diabetes melitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa
darah. Dalam menentukan diagnosis diabetes melitus harus diperhatikan asal
bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis,
pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena (Sudoyo et al., 2006).
126
< 126
200
< 200
126
110 - 125
200
110 - 199
< 110
GDP
atau
GDS
126
< 126
200
< 200
TTGO
GD 2 Jam
200
DIABETES MELITUS
140 - 199
TGT
GDPT
< 140
a. Nasihat Umum
b. Perencanaan Makanan
c. Latihan Jasmani
d.Berat Idaman
e. Belum Perlu Obat
Penurun Glukosa
Keterangan:
GDP
= Glukosa Darah Puasa
GDS
= Glukosa Darah Sewaktu
GDPT
= Glukosa Darah Puasa Terganggu
TGT
= Toleransi Glukosa Terganggu
TTGO
= Test Toleransi Glukosa Oral
dalam air.
Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.
Normal
Berpuasa paling sediikt 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak) , dilarutkan
dalam 250 ml air dan diminum dalam 5 menit.
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap istirahat
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT
(glukosa darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl
GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl
2.7 Komplikasi
a. Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol
dan hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati
meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir
hiperglikemia. Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle
menurun, asetil Ko-A dan Ko-A bebas akan meningkat dan asetoasetil asid yang
tidak dapat diteruskan dalam kreb cycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan
energi dari lemak yang kemudian di oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat
sinyaling sel yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end produk berupa
benda keton yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis dari protein
dengan asam amino yang mempunyai ketogenic effect menambah beratnya KAD.
Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35, HCO 3 rendah, anion
gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala berupa anorexia,
nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah pernapasan
kussmaul dan berbau aseton.
10
2.
mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm.
Keadaan ini jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin
dependen karena pada keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi KAD,
sedang pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darah nya masih cukup untuk
mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga
tidak timbul hiperketonemia.
3. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala
klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium
parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan :
lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif sementara. Stadium simpatik, gejala
adrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibir dan gemetar dada berdebardebar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik : pusing, gelisah,
penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang.
b. Penyulit menahun
1. Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis
Retinopati Diabetik
retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas
dan
penglihatan
mendadak.
Dianjurkan
penyandang
diabetes
memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap tahun
bila sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan. Faktor utama
11
Makroangiopati
Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan
terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga
PJK atau DM.
Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya
terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering anpa
gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.
2.8
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan
12
kebiasaan dan
13
buatan
seperti
sakarin,
aspartam,
acesulfam
dan
sukralosa.
14
umur
40-59 th : -5%
60-69 : -10%
>70% : -20
aktivitas
Istirahat
: +10%
Aktivitas ringan
: +20%
Aktivitas sedang
: +30%
Aktivitas berat
: +50%
berat badan
Kegemukan
: - 20-30%
Kurus
: +20-30%
stress metabolik
: + 10-30%
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan
siang 30% dan makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi
besar.
Berdasarkan IMT dihitung berdasarkan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi
badan kuadrat (m2).
Kualifikasi status gizi :
BB kurang : < 18,5
BB normal : 18,5 22,9
BB lebih
3.
: 23 24,9
Latihan Jasmani
Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi
20x. Lemak
15
artinya latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksi secara teratur.
Interval, dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Progresive
dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringa sampai sedang
hingga 30-60 menit. Endurance, latihan daya tahan untuk meningkatkan
kemampuan kardiopulmoner seperti jalan santai, jogging dll.
4. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai degan pengaturan makanan dan latihan jasmani.
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
a. Insulin secretagogue :
Sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Merupakan obat pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan
kurang namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
Contohnya glibenklamid.
Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan
pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya
hipoglikemia. Contohnya : repaglinid, nateglinid.
b. Insulin sensitizers
Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek
insulin endogen pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
ambilan glukosa di perifer meningkat. Agonis PPAR yang ada di otot skelet,
hepar dan jaringan lemak.
c. Glukoneogenesis inhibitor
Metformin. Bekerja mengurangi
glukoneogenesis
hepar
dan
juga
16
gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien
dengan kecendrungan hipoksemia.
d. Inhibitor absorbsi glukosa
glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa
di usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Obat ini tidak menimbulkan efek hipoglikemi
Hal-hal yang harus diperhatikan :
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon
kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal. Sulfonilurea
generasi I dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum
makan. Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada
saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase bersama makan suapan pertama.
Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.
1. Insulin
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin
prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang
fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin
prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan
menimbulkan hiperglikemia setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi.
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid
insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau
insuli campuran tetap (premixed insulin)
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat,
hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia
hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan
kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi
sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau
ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.
2. Terapi Kombinasi
17
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk
kemudian diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang divberikan pada
malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada
umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang
cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan
sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai
kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula
darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan
insulin.
2.9 Pencegahan
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk
mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi
program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan
kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan ini tentunya diharapkan
memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas
yang memadai dalam upaya pencegahan primer (PERKENI, 2006).
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan
dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit
sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyuluhan ditujukan terutama bagi pasien
baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap
pertemuan berikutnya. Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit
kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematian pada penyandang
diabetes. Selain pengobatan terhadap tingginya kadar glukosa darah, pengendalian
berat badan, tekanan darah, profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet
dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang
diabetes (PERKENI, 2006).
Pencegahan Tersier
18
Kepatuhan
Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi
atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik
diet, latihan, pengobatan, atau menepati janji pertemuan dengan dokter.
Faktor-faktor yang mendukung kepatuhan pasien menurut Feuer Stein
diantaranya: (CDC, 2013)
1. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia meningkatkan kepribadian
atau proses perubahan prilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan
manusia dengan jalan membina dan mengembangkan potensi kepribadiannya
yang berupa rohani (cipta, rasa, karsa) dan jasmani. Domain pendidikan dapat
diukur dari:
a. Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan (knowledge)
b. Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude)
c. Praktek atau tindakan sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan
2. Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang
dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mandiri harus dilibatkan secara aktif
dalam program pengobatan.
3. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat penting,
kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami kepatuhan
terhadap program pengobatan.
4. Perubahan model terapi
Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien terlibat
aktif dalam pembuatan pogram tersebut.
19
20
darah atau urin, mengukur atau mendeteksi pertanda biologi di dalam obat.
Metode ini umumnya mahal, memberatkan tenaga kesehatan, dan rentan
terhadap penolakan pasien.
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Mini Project
Jenis mini project yang dilakukan adalah dalam bentuk penelitian. Adapun
metode penelitian yang digunakan pada penelitian mini project ini adalah
deskriptif dengan pendekatan cross sectional yaitu dengan melakukan
pengumpulan data variabel penelitian dengan cara pendekatan, observasi, atau
pengumpulan data sekaligus pada waktu yang sama. Tiap subjek penelitian hanya
diobservasi sekali saja. Penelitian deskriptif merupakan suatu metode penelitian
yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi
tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2005).
3.2
Waktu pelaksanaan pengumpulan data dalam penelitian ini telah dilakukan selama
bulan Januari 2015.
3.3
3.3.1
Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus yang
tercatat di Rekam Medik Puskesmas Langsa Timur, periode 1 Januari 2015 sampai
dengan 31 Januari 2015.
3.3.2
Sampel
22
3.4
BAB IV
23
PENYAJIAN DATA
4.1
Umur (tahun)
Jumlah
Persentase (%)
01
39
1.87
14
143
6.86
59
102
4.89
10 14
95
5.66
15 19
155
4.56
20 44
811
38.90
45 54
345
16.55
55 59
148
7.10
60 69
173
8.30
10
70
74
3.55
2085
100
Total
24
Gambar 4.1: Grafik karakteristik kunjungan pasien berdasarkan umur pada bulan
Januari 2015
4.1.2 Data Demografis
Puskesmas Langsa Timur merupakan salah satu Puskesmas dengan rawat
inap dijajaran Dinas Kesehatan kota Langsa. Adapun luas wilayah kerja
Puskesmas Langsa Timur adalah 89 km2, yang terdiri dari 16 desa, yaitu :
1. Alur Pinang
2. Alur Merbau
3. Bukit Meutuah
4. Bukit Medang Ara
5. Bukit Pulo
6. Bukit Rata
7. Cinta Raja
8. Matang Cengai
9. Matang Stui
10. Matang Panyang
11. Senebok Antara
12. Sungai Leung
13. Sukarejo
14. Simpang Wie
15. Alur Pinang Timur
16. Kappa
25
Jenis Pegawai
PNS
PTT
Honor
Bakti
Total
Jumlah
73 orang
15 orang
8 orang
6 orang
159 orang
26
27
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil Penelitian
Berdasarkan pengumpulan data penelitian yang dikumpulkan selama bulan
Januari 2015 di Poli Puskesmas Langsa Timur diperoleh jumlah pasien diabetes
melitus sebanyak 120 pasien.
5.1.1 Gambaran Distribusi Diabetes Melitus Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin pasien dibagi menjadi dua yaitu laki-laki dan
perempuan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini:
Tabel 5.1 Distribusi penyakit diabetes melitus berdasarkan jenis kelamin
No
Jenis Kelamin
N
%
1
Laki-laki
61
50,83
2
Perempuan
59
49,17
Total
120
100
28
Dari tabel di atas terlihat jumlah pasien diabetes melitus berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 61 pasien (50,83%) dan pasien dengan jenis kelamin
perempuan sebanyak 59 pasien (49,17%).
5.1.2 Gambaran Distribusi Diabetes Melitus Berdasarkan Usia
Karakteristik usia pasien dibagi menjadi empat kategori usia yaitu 40-50
tahun, 51-60 tahun, 61-70 tahun, 71-80 tahun,. Hasil selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 5.2 berikut ini:
Tabel 5.2 Distribusi penyakit diabetes melitus berdasarkan usia
No
Usia Pasien
n
1
40-54 tahun
72
2
55-69 tahun
42
3
70-84 tahun
6
Total
120
%
60,00
35,00
05,00
100
Dari tabel di atas terlihat jumlah pasien diabetes melitus dengan usia 40-54
tahun sebanyak 72 pasien (60,00%), usia 55-69 tahun sebanyak 42 pasien
(35,00%), dan yang berusia 70-84 tahun sebanyak 6 pasien (05,00%).
5.1.3 Gambaran
Distribusi
Diabetes
Melitus
Berdasarkan
Tingkat
5.2
Pembahasan
Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan jumlah pasien diabetes melitus
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 61 pasien (50,83%) dan pasien dengan jenis
kelamin perempuan sebanyak 59 pasien (49,17%).
Jenis Kelamin bukan merupakan faktor resiko dari diabetes melitus tipe 2
namun secara epidemiologi jumlah penderita DM tipe 2 lebih banyak pada pasien
berjenis kelamin laki-laki. Pada penelitian yang dilakukan oles Siswanto (2009)
didapatkan bahwa angka kejadian DM tipe 2 berdasarkan jenis kelamin laki-laki
dibanding perempuan adalah 1:2. Hal ini dapat terjadi karena subjek penelitian
mayoritas adalah perempuan.
2.
Usia
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pasien diabetes melitus di
poli Puskesmas Langsa Timur jumlah pasien diabetes melitus dengan usia 40-54
tahun sebanyak 72 pasien (60,00%), usia 55-69 tahun sebanyak 42 pasien
(35,00%), dan yang berusia 70-84 tahun sebanyak 6 pasien (05,00%).
Hasil penelitian yang didapatkan oleh Mihardja L (2009) yang dilakukan di
perkotaan indonesia didapatkan bahwa prevalensi responden yang mempunyai
riwayat diabetes melitus cenderung meningkat dengan bertambahnya usia, hal ini
disebabkan semakin lanjut usia maka pengeluaran insulin oleh pankreas juga
semakin berkurang. Namun prevalensi pada usia 65 tahun keatas semakin
menurun, kemungkinan pada kelompok tersebut responden DM berkomplikasi
berat sehingga tidak bisa datang ketempat pemeriksaan atau kemungkinan pada
kelompok tersebut sebagian besar sudah meninggal.
Usia merupakan faktor resiko DM tipe 2, angka kejadian DM tipe 2
meningkat pada usia >45 tahun. Sesuai dengan kepustakaan yang didapat pada
penelitian yang dilakukan oleh siswanto (2009) bahwa angka kejadian DM tipe 2
terbesar rentan pada usia 41-50 tahun yaitu sebesar 50%.
30
3.
poli Puskesmas Langsa Timur dengan tingkat kepatuhan minum obat yang tinggi
sebanyak 23 pasien (19,16%), kepatuhan sedang sebanyak 32 pasien (26,67%),
dan yang tingkat kepatuhannya rendah sebanyak 65 pasien (54,17%).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pasien pada pengobatan
penyakit yang bersifat kronis pada umumnya rendah. Penelitian yang melibatkan
pasien berobat jalan menunjukkan bahwa lebih dari 70% pasien tidak minum obat
sesuai dengan dosis yang seharusnya (Basuki, 2009). Menurut laporan WHO pada
tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka panjang terhadap
penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50%, sedangkan di negara
berkembang, jumlah tersebut bahkan lebih rendah (Asti, 2006).
5.2.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross
sectional dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan secara langsung
melalui rekam medis yang terdapat di poli Puskesmas Langsa Timur. Adapun
keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Rancangan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional sehingga
penelitian ini hanya menyuguhkan sejelas mungkin fenomena sewaktu, tanpa
mencoba menganalisa mengapa dan bagaimana fenomena tersebut terjadi.
2. Kemungkinan adanya bias pada penelitian ini, antara lain karena sebagian data
total pasien diabetes melitus tidak lengkap dan sebagian hilang, Sehingga
jumlah sampel yang diperoleh sangat terbatas.
31
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1.
2.
Dilihat dari usia, pasien diabetes melitus lebih dominan ditemukan pada usia
40-54 tahun sebanyak 72 pasien (60,00%), usia 55-69 tahun sebanyak 42
pasien (35,00%), dan yang berusia 70-84 tahun sebanyak 6 pasien (05,00%).
6.2
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis dapat memberikan saran-saran
sebagai berikut:
1.
Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat menjadikan penelitian ini
sebagai inspirasi, data dasar maupun sebagai acuan untuk melakukan
2.
diabetes melitus baik yang baru dan lama untuk pencegahan komplikasi,
serta dapat memberikan saran dan penyuluhan kepada pasien diabetes
melitus untuk mengenal penyakit diabetes melitus dan menghindari faktor
3.
resikonya.
Meningkatkan kesadaran penderita DM tipe 2 untuk selalu mengontrol
4.
kadar gula darah dan tekanan darah serta agar patuh berobat.
Meningkatkan kepedulian masyarakat untukmenjaga kesehatan dengan pola
hidup sehat dan melakukan pemeriksaan kesehatan rutin terutama
pada orang dengan faktor resiko.
DAFTAR PUSTAKA
Asti, Tri. 2006. Kepatuhan Pasien : Faktor Penting dalam Keberhasilan Terapi.
Info
POM,
Vol.
7,
No.
5,
http://
perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/0506.
pdf
Basuki, Endang. 2009. Konseling Medik : Kunci Menuju Kepatuhan Pasien.
Majalah Kedokteran Indonesia, Vol 59 Nomor 2 Februari 2009.
Cheng, D. 2005. Prevalence, predispositionand prevention of type II diabetes
London:Nur
Metab
diakses
dari
http://www.pubmedcentral.nih.gov/tocrender.fcgi?iid=18048.
Coppel, K., et al. 2008. Medication Adherence amongst People with Less than
Ideal Glycaemic Control the Lifestyle Over and above Drugs in Diabetes
(LOADD study). Diabetes Research and Clinical Practice; 79, 572.
Depkes RI. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. Diakses [ 28 November 2013]
dari www.depkes.go.id .
Funnel, M. 2004. Michigan Diabetes Research and Training Center. Diakses dari
http://www.med.umich.edu/1libr/guidesnoninsul.htm.
Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar ilmu
penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III.
Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1857.
Ilyas S. 2005. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Kumar, Cotran, Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-7. Vol 2. EGC.
Jakarta.
Mihardja L. 2009. Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah
Pada Penderita DM di Perkotaan Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Departement Kesehatan Republik Indonesia. Majalah
Kedokteran. Vol 59.No 9. Jakarta.
33
34
Lampiran
KUESIONER No: _____
Silahkan menjawab semua pertanyaan Anda sebaik mungkin. Semua jawaban
Anda akan dijaga kerahasiaannya. Isi dan lingkari jawaban yang sesuai dengan
diri Anda.
LATAR BELAKANG
1/ Umur:
tahun
1 = 40 54 tahun 2 = 55 69 tahun
2/ Jenis Kelamin:
1 = Laki-laki
2 = Perempuan
3 = 70 84 tahun
:8
kepatuhan tinggi
:6-7
kepatuhan sedang
:<6
kepatuhan rendah
Ya
Tidak
35
36