NOMOR : P.14/VI-BPPHH/2014
TENTANG
STANDAR DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA
PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL)
DAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN,
Menimbang
Menteri
Kehutanan
Nomor
sebagaimana tersebut huruf a,
Peraturan Menteri Lingkungan
Nomor P.95/Menhut-II/2014;
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Peraturan
Menteri
Perdagangan
Nomor
64/MDAG/PER/10/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk
Industri Kehutanan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 81/MDAG/PER/12/2013;
10.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/MenhutII/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang
Berasal dari Hutan Hak (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 737);
11.
12.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.41/MenhutII/2014 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu yang
berasal dari Hutan Alam (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 775);
13.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/MenhutII/2014 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu yang
berasal dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
776);
/14. Peraturan...
14.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/MenhutII/2014 tentang tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan
Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu
pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 883),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Lingkungan
Hidup
dan
Kehutanan
Nomor
P.95/Menhut-II/2014
(Berita
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 1992);
15.
Menetapkan
: PERATURAN
DIREKTUR
JENDERAL
BINA
USAHA
KEHUTANAN TENTANG STANDAR DAN PEDOMAN
PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN
HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) DAN VERIFIKASI
LEGALITAS KAYU (VLK).
Pasal 1
3.
Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) adalah izin
untuk mengolah kayu bulat dan atau kayu bulat kecil menjadi satu atau
beberapa jenis produk pada satu lokasi tertentu yang diberikan kepada
satu pemegang izin oleh pejabat yang berwenang.
4.
Izin Usaha Industri (IUI) adalah izin usaha industri pengolahan kayu
lanjutan yang memiliki nilai investasi perusahaan seluruhnya di atas
Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha.
5.
Tanda Daftar Industri (TDI) adalah izin usaha industri pengolahan kayu
lanjutan yang memiliki nilai investasi perusahaan seluruhnya sampai
dengan Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha.
6.
7.
Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani
hak atas tanah yang berada di luar kawasan hutan dan dibuktikan
dengan alas titel atau hak atas tanah.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25. Inspeksi Acak adalah kegiatan pemeriksaan atas legalitas kayu dan
produk kayu yang dilakukan sewaktu-waktu secara acak oleh
Pemerintah atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh Pemerintah dalam
menjaga kredibilitas DKP.
26. Inspeksi Khusus adalah kegiatan pemeriksaan atas legalitas kayu dan
produk kayu dalam hal dikuatirkan terjadi ketidaksesuaian dan atau
ketidakbenaran atas deklarasi kesesuaian yang diterbitkan oleh
pemasok.
27. Tanda V-Legal adalah tanda yang dibubuhkan pada kayu, produk kayu
atau kemasan, yang menyatakan bahwa kayu dan produk kayu telah
memenuhi Standar PHPL atau Standar VLK.
28. Dokumen V-Legal adalah dokumen yang menyatakan bahwa produk
kayu tujuan ekspor memenuhi standar verifikasi legalitas kayu sesuai
dengan ketentuan Pemerintah Republik Indonesia.
29. Dokumen angkutan adalah dokumen yang menyertai hasil hutan kayu
yang berasal dari hutan negara atau hutan hak berupa surat keterangan
sahnya hasil hutan (skshh)/Surat Keterangan Asal Usul/Nota Angkutan.
30. Lembaga Penilai dan Verifikasi Independen (LP&VI) adalah perusahaan
berbadan hukum Indonesia yang diakreditasi untuk melaksanakan
penilaian kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan/atau
verifikasi legalitas kayu.
31. Lembaga Penilai Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (LPPHPL) adalah
LP&VI yang melakukan penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi
lestari (PHPL).
32. Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK) adalah LP&VI yang melakukan
verifikasi legalitas kayu (LK).
33. Kementerian adalah kementerian yang diserahi tugas dan bertanggung
jawab di bidang lingkungan hidup dan kehutanan.
34. Menteri adalah menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di
bidang lingkungan hidup dan kehutanan.
35. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan
tanggung jawab di bidang Bina Usaha Kehutanan.
36. Direktur adalah Direktur yang diserahi tugas dan tanggung jawab di
bidang Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan.
Pasal 2
(1) Standar Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL)
pada:
a. IUPHHK-HA sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1.1;
b. IUPHHK-HTI sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1.2;
c. IUPHHK-RE sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1.3; dan
d. Hak Pengelolaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1.4.
(2) Standar Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) pada:
a. IUPHHK-HA, IUPHHK-HTI, IUPHHK-RE, dan Hak Pengelolaan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.1;
b. Hutan Negara yang Dikelola oleh Masyarakat (HTR, HKm, HD, HTHR)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.2;
c. Hutan Hak sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.3;
d. Pemegang IPK sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.4;
e. Pemegang IUIPHHK Kapasitas > 6000 m3/tahun dan IUI dengan Nilai
Investasi lebih dari Rp.500.000.000,- sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 2.5;
f. Pemegang IUIPHHK Kapasitas 6.000 m3/tahun dan IUI dengan Nilai
Investasi sampai dengan Rp.500.000.000,- sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 2.6;
/g. TDI...
Pasal 4
Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan
Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) digunakan oleh:
a. Lembaga Penilai Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (LPPHPL);
b. Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK);
c. Pemantau Independen;
d. Pemegang Izin;
e. Pemegang Hak Pengelolaan;
f. Pemilik Hutan Hak;
g. Industri rumah tangga/pengrajin; dan
h. ETPIK Non-Produsen,
dalam pelaksanaan penilaian kinerja PHPL atau VLK.
Pasal 5
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(1)
(2)
(2)
(3)
(4)
(5)
Seluruh bahan baku yang berasal dari kayu lelang wajib dipisahkan dan
dilengkapi dengan dokumen SAL atau FAKB/FAKO lanjutan hasil lelang,
dengan disertai Risalah Lelang.
Dalam hal auditee yang dalam proses produksinya menggunakan bahan
baku yang berasal dari kayu lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
maka terhadap produksi dari kayu lelang dimaksud wajib dipisahkan.
Auditee tidak diperbolehkan menggunakan tanda V-Legal dan tidak
diperbolehkan mengajukan permohonan Dokumen V-Legal terhadap
hasil produksi dari bahan baku kayu lelang.
LVLK tidak diperbolehkan menerbitkan Dokumen V-Legal terhadap hasil
produksi dari bahan baku kayu lelang.
Dalam hal auditee menerima kayu yang berasal dari hasil lelang setelah
penerbitan S-LK, maka auditee wajib segera melaporkannya kepada
LVLK untuk dilakukan audit khusus.
Pasal 8
Dalam hal terdapat indikasi atau laporan pihak ketiga bahwa LP&VI
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat mencabut
penetapan LP&VI setelah dilakukan pembuktian pelanggarannya.
Pasal 9
(1) Untuk pembuktian pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Direktur Jenderal membentuk Tim Tindak Lanjut.
(2) Tim Tindak Lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur
Pemerintah dan/atau Pemantau Independen.
(3) Biaya pelaksanaan Tim Tindak Lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), dibebankan kepada anggaran pemerintah dan/atau pihak
lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 10
(1) Hasil pembuktian pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
disampaikan kepada Direktur Jenderal untuk menjadi pertimbangan
dalam usulan pencabutan penetapan selaku LP&VI oleh Direktur
Jenderal atas nama Menteri.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan Tim Tindak Lanjut, LP&VI
tidak terbukti melakukan pelanggaran, Direktur Jenderal memberikan
klarifikasi ketidakbenaran atas laporan indikasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9.
Pasal 11
Pencabutan penetapan LP&VI oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, disampaikan kepada KAN untuk
bahan pertimbangan lebih lanjut dalam akreditasi.
/Pasal 12...
Pasal 12
Dalam hal terdapat penyalahgunaan dan/atau pemalsuan S-PHPL/S-LK
dan/atau Tanda V-Legal dan/atau Dokumen V-Legal dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
(1) Dalam hal terdapat laporan pihak ketiga bahwa auditor LPPHPL atau
auditor LVLK melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, laporan dimaksud disampaikan kepada
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan kepada LPPHPL dan/atau LVLK
yang bersangkutan.
(2) Laporan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan
kepada Direktur Jenderal.
(3) Laporan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai
bahan tindak lanjut instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Direktur Jenderal melakukan evaluasi tindak lanjut terhadap laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 14
Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Peraturan Direktur Jenderal Bina
Usaha Kehutanan Nomor P.5/VI-BPPHH/2014 tentang Standard dan
Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
(PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 15
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 Desember 2014
DIREKTUR JENDERAL
BINA USAHA KEHUTANAN,
ttd
BAMBANG HENDROYONO
Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth. :
1. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
2. Pejabat Eselon I lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
3. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan;
4. Direktur Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian;
5. Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Kementerian Perindustrian;
6. Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan;
/7. Pejabat