Anda di halaman 1dari 4

Front Pembela Islam

7/10/2008 6:26:29

SIKAP FPI

3 Juli 2008

Tanggapan Habib Rizieq atas CATATAN PINGGIR


TEMPO yang ditulis goenawan Muhammad
. Muqaddimah
Hidup Mulia
dari
atau
Senin 23 Juni 2008 Al-Habib
Mati Syahid
Muhammad Rizieq
Syihab
Advokasi Anti Ahmadiyah selaku Kuasa Hukum Al-Habib Muhammad Rizieq
TERKINI
Syihab, Mendatangi Kantor Majalah TEMPO untuk menyampaikan HAK JAWAB
BERITA FPI HABIB RIZIEQ terhadap CATATAN PINGGIR GOENAWAN MOHAMAD di Sejak Front Pembela
majalah TEMPO edisi 16-22 Juni 2008 yang telah secara BIADAB penuh sikap Islam ( FPI )
PERNYATAAN PERS
mencanangkan Gerakan
RASIS dan FASIS menghina Habib Rizieq dan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Nasional Anti Ma'siat
SIKAP &
PENJELASAN FPI pada saat deklarasi
Namun ternyata majalah TEMPO hingga saat ini tidak sudi memuat HAK JAWAB pendirian organisasi,
LIPUTAN PERS & tanggal 25 Robî 'uts Tsâni
tersebut. Karenanya, wajar jika dari balik sel tahanan Habib Rizieq Syihab
KLIPING 1419 Hijriyyah / 17
menyerukan Umat Islam : “SUDAH WAKTUNYA UMAT ISLAM MEMBOIKOT Agustus 1998 Mîlâdiyyah,
OPINI TEMPO !” Berikut ini HAK JAWAB HABIB RIZIEQ yang TEMPO takut berbagai kritik, kecaman,
TAUSYIAH memuatnya disebarkan ke seluruh dunia : tuduhan, tudingan, fitnah
dan caci maki, bahkan
CATATAN HABIB teror, ancaman dan
RIZIEQ Si goen intimidasi, kerap kali
dialamatkan ke organisasi
ini.
Setelah membaca catatan pinggir si goen dalam majalah tempo edisi 16-22 Juni
PUSTAKA FPI 2008, saya rasakan sel tahanan yang semula sempit dan pengap, berubah menjadi
luas dan nyaman. Selanjutnya, berbagai
HABIB RIZIEQ
ujian dan cobaan
MENJAWAB menghantam FPI dan
PRO & KONTRA Tadinya, saya enggan menulis tanggapan ini, tapi karena si goen bertanya dan para aktivisnya. Pada
menantang, maka saya gunakan HAK JAWAB saya. Di sini saya sengaja menulis tanggal 3 Sya'ban 1419 H /
KISAH PEJUANG FPI 22 November 1998 M,
namanya dengan singkat “si goen”, itu pun cukup dengan huruf kecil. Bagi saya
terjadi Peristiwa Ketapang,
SUKA DUKA LASKAR huruf besar hanya untuk orang yang besar, apalagi nama MUHAMMAD hanya yang menyeret FPI ke
DAKWAH & SOSIAL untuk orang mulia. dalam tragedi berdarah
yang menggemparkan
KOLEKSI FOTO dunia.
Saya senang dengan catatan pinggir si goen, bahkan saya sempat tertawa saat
SEJARAH AKSI FPI membacanya. Bagaimana tidak? Bukankah hal yang sangat membahagiakan ketika
kita mendapatkan “musuh” galau dan panik, apalagi depresi berat, ketakutan dan BACA SELENGKAPNYA
hilang kontrol.
Habib Rizieq
Anehnya, si goen yang selama ini tidak pernah memuji pemerintah, tiba-tiba Menjawab
melalui catatan pinggirnya menjilat Polisi, Jaksa, Hakim hingga Presiden. Kenapa? berbagai pertanyaan
Takut atau cari muka? Mungkin si goen sedang depresi, takut dituntut dan seputar aksi FPI
diperiksa sebagai “biang kerok” insiden Monas? Atau si goen sedang ketar-ketir
kedoknya terbuka sebagai antek asing? Atau si goen sedang bingung hilangkan
jejak dana asing ratusan juta dolar yang diterimanya bersama “gang” akkbb, dari Maraknya aksi FPI yang
diwarnai kekerasan telah
bosnya di amerika, melalui asia foundation ford foundation, usaid, ndi, rockefeller, menimbulkan kekerasan di
dll? tengah masyarakat dan
membentuk imej yang tidak
baik terhadap gerakan
Lebih anehnya lagi, si goen ingin “menggurui” saya dan Al-Ustadz Asy-Syeikh Abu
Islam, apalagi banyak
Bakar Ba’asyir tentang iman, ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, dan Pancasila. laskar FPI dalam aksinya
suka membawa dan
Lucu, si goen dan “gerombolannya” yang selama ini mati-matian membela memamerkan berbagai
jenis senjata tajam,
pornografi, pornoaksi, sex bebas, homo sex, lesbi, nabi palsu, aliran sesat. Bahkan bukankah ini merugikan
menghina Allah dan Rasul-Nya, memfitnah Iskam dan Al-Qur’an. Dia ingin perjuangan dan sekaligus
menggurui kami? Itukah “iman” dan “ketuhanan” yang ingin diajarkan si goen bertentangan dengan sifat
kepada saya dan Syeikh Ba’asyir?! rahmatan lil 'alamin bagi
ajaran Islam?

Sejak kapan si goen mengenal kemanusiaan dan keadilan? Saat ”geng” si goen
Bila sikap keras dan tegas
”dikemplang bambu” oleh Komando Laskar Islam (KLI) pimpinan Sang Pahlawan harus dilakukan oleh FPI,
Munarman, teriakan si goen dan ”gerombolannya” keras sekali. Namun dimana maka kemunkaran yang

http://fpi.or.id/artikel.asp?oy=sik-19 (1 of 4)10/07/2008 18:29:59


Front Pembela Islam

suara mereka untuk ribuan Umat Islam yang ”dibantai dengan sadis” di Sampit, bagaimanakan yang harus
Sambas, Ambon, dan Poso? Mana pula suaranya untuk Kasus Banyuwangi? ditindak dengan tegas dan
keras? Dan apa pula syarat
pelaku amar ma'ruf nahi
Selain itu, si goen ini getol betul membela pki, bahkan nekat memutar-balikan mungkar dalam perjuangan
fakta sejarah dengan mengatakan bahwa pki sebagai ”korban pembantaian”. Lalu FPI?
bagaimana dengan kebiadaban pki yang telah membakar pesantren, membantai BACA SELENGKAPNYA
santri, membunuh kyai, menculik jenderal, mengkhianati negara, mengangkangi
Pancasila? Kemanusiaan dan keadilan itukah yang ingin ditunjukkan si goen KLIK DISINI UNTUK
kepada saya dan Ustadz Ba’asyir?! MELIHAT TANYA
JAWAB LAINNYA
Soal Pancasila, lagi-lagi si goen sok menggurui. Saya ingin bertanya: Pancasilais
kah orang maca berikut ini: yang membela pki sang pengkhianat Pancasila? yang
ingin memperkosa kawan gadis ”lsm”nya sendiri? yang membayar orang miskin
untuk demo tentang apa yang tidak mereka paham? yang menipu orang kampung
dengan janji wisata ke Dunia Fantasi-Ancol, ternyata diajak demo di Monas? Yang
membohongi publik dengan publikasi foto Panglima KLI yang sedang mencekik
anak buahnya sendiri, lalu dipelintir menjadi berita Panglima KLI mencekik
anggota gerombolan akkbb? Yang menerima dana asing untuk memecah belah
bangsa? Yang menjadi antek asing? Yang membentuk atau mendukung lsm-lsm
komprador yang menjadi antek asing? Yang menjual harkat dan martabat bangsa
dengan dolar?

Pantaskah orang macam itu bicara Pancasila? Orang model itukah yang ingin
menggurui saya dan Amir MMI?! Memalukan sekali. Orang yang tidak bermoral
bicara tentang moral. Orang yang rasis dan fasis berbicara tentang kekeluargaan
dan persamaan.

Saya ingatkan anda goen: Indonesia memang bukan Arab dan Turki, tapi jangan
lupa Indonesia bukan amerika! Indonesia memang bukan negara Agama, tapi
Indonesia juga bukan negara syetan yang kau bisa seenaknya menistakan agama
dan budaya.

Indonesia adalah Indonesia, negeriku tercinta, yang takkan kubiarkan orang


macammu untuk merusak dan menghancurkannya. Aku anak Indonesia dan kau
gundik amerika.

Ingat, orang yang hidupnya hanya berpikir tentang apa yang masuk ke perutnya,
maka harga dirinya sama dengan apa yang keluar dari perutnya.

Jakarta, 21 Juni 2008


Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab
Ketua Umum Front Pembela Islam

-------
2. Salinan CATATAN PINGGIR GOENAWAN MUHAMMAD di Majalah Tempo 16-22
Juni 2008

Di luar sel kantor Kepolisian Daerah Jakarta Raya itu sebuah statemen
dimaklumkan pada pertengahan Juni yang panas: “SBY Pengecut!”

Yang membacakannya Abu Bakar Ba’asyir, disebut sebagai “Amir” Majelis


Mujahidin Indonesia, yang pernah dihukum karena terlibat aksi terorisme. Yang
bikin statemen Rizieq Shihab, Ketua Front Pembela Islam, yang sedang dalam
tahanan polisi dan hari itu dikunjungi sang Amir.

Dari kejadian itu jelas: mencerca Presiden dapat dilakukan dengan gampang.
Suara itu tak membuat kedua orang itu ditangkap, dijebloskan ke dalam sel
pengap, atau dipancung.

Sebab ini bukan Arab Saudi, wahai Saudara Shihab dan Ba’asyir! Ini bukan Turki
abad ke-17, bukan pula Jawa zaman Amangkurat! Ini Indonesia tahun 2008.

Di tanah air ini, seperti Saudara alami sendiri, seorang tahanan boleh dikunjungi
ramai-ramai, dipotret, didampingi pembela, tak dianggap bersalah sebelum hakim
tertinggi memutuskan, dapat kesempatan membuat maklumat, bahkan mengecam
Kepala Negara.

http://fpi.or.id/artikel.asp?oy=sik-19 (2 of 4)10/07/2008 18:29:59


Front Pembela Islam

Di negeri ini proses keadilan secara formal dilakukan dengan hati-hati--karena


para polisi, jaksa, dan hakim diharuskan berendah hati dan beradab. Berendah
hati: mereka secara bersama atau masing-masing tak boleh meletakkan diri
sebagai yang mahatahu dan mahaadil. Beradab: karena dengan kerendahan hati
itu, orang yang tertuduh tetap diakui haknya untuk membela diri; ia bukan hewan
untuk korban.

Keadilan adalah hal yang mulia, Saudara Shihab dan Ba’asyir, sebab itu pelik. Ia
tak bisa digampangkan. Ia tak bisa diserahkan mutlak kepada hakim, jaksa, polisi--
juga tak bisa digantungkan kepada kadi, majelis ulama, Ketua FPI, atau amir yang
mana pun. Keadilan yang sebenarnya tak di tangan manusia.

Itulah yang tersirat dalam iman. Kita percaya kepada Tuhan: kita percaya kepada
yang tak alang kepalang jauhnya di atas kita. Ia Yang Maha Sempurna yang kita
ingin dekati tapi tak dapat kita capai dan samai. Dengan kata lain, iman adalah
kerinduan yang mengakui keterbatasan diri. Iman membentuk, dan dibentuk,
sebuah etika kedaifan.

Di negeri dengan 220 juta orang ini, dengan perbedaan yang tak tepermanai di 17
ribu pulau ini, tak ada sikap yang lebih tepat ketimbang bertolak dari kesadaran
bahwa kita daif. Kemampuan kita untuk membuat 220 juta orang tanpa konflik
sangat terbatas. Maka amat penting untuk punya cara terbaik mengelola sengketa.

Harus diakui (dan pengakuan ini penting), tak jarang kita gagal. Saya baca sebuah
siaran pers yang beredar pada Jumat kemarin, yang disusun oleh orang-orang
Indonesia yang prihatin: ”… ternyata, sejarah Indonesia tidak bebas dari konflik
dengan kekerasan. Sejarah kita menyaksikan pemberontakan Darul Islam sejak
Indonesia berdiri sampai dengan pertengahan 1960-an. Sejarah kita
menanggungkan pembantaian 1965, kekerasan Mei 1998, konflik antargolongan di
Poso dan Maluku, tindakan bersenjata di Aceh dan Papua, sampai dengan
pembunuhan atas pejuang hak asasi manusia, Munir.”

Ingatkah, Saudara Ba’asyir dan Saudara Shihab, semua itu? Ingatkah Saudara
berapa besar korban yang jatuh dan kerusakan yang berlanjut karena kita
menyelesaikan sengketa dengan benci, kekerasan, dan sikap memandang diri
paling benar? Saudara berdua orang Indonesia, seperti saya. Saya mengimbau agar
Saudara juga memahami Indonesia kita: sebuah rahmat yang disebut “bhineka-
tunggal-ika”. Saya mengimbau agar Saudara juga merawat rahmat itu.

Merawat sebuah keanekaragaman yang tak tepermanai sama halnya dengan


meniscayakan sebuah sistem yang selalu terbuka bagi tiap usaha yang berbeda
untuk memperbaiki keadaan. Indonesia yang rumit ini tak mungkin berilusi ada
sebuah sistem yang sempurna. Sistem yang merasa diri sempurna--dengan
mengklaim diri sebagai buatan Tuhan--akan tertutup bagi koreksi, sementara kita
tahu, di Indonesia kita tak hidup di surga yang tak perlu dikoreksi.

Itulah yang menyebabkan demokrasi penting dan Pancasila dirumuskan.

Demokrasi mengakui kedaifan manusia tapi juga hak-hak asasinya--dan itulah


yang membuat Saudara tak dipancung karena mengecam Kepala Negara.

Dan Pancasila, Saudara, yang bukan wahyu dari langit, adalah buah sejarah dan
geografi tanah air ini--di mana perbedaan diakui, karena kebhinekaan itu takdir
kita, tapi di mana kerja bersama diperlukan.

Pada 1 Juni 1945, Bung Karno memakai istilah yang dipetik dari tradisi lokal,
“gotong-royong”. Kata itu kini telah terlalu sering dipakai dan disalahgunakan,
tapi sebenarnya ada yang menarik yang dikatakan Bung Karno: “gotong-royong”
itu “paham yang dinamis,” lebih dinamis ketimbang “kekeluargaan”.

Artinya, “gotong-royong” mengandung kemungkinan berubah-ubah cara dan


prosesnya, dan pesertanya tak harus tetap dari mereka yang satu ikatan
primordial, ikatan “kekeluargaan”. Sebab, ada tujuan yang universal, yang bisa
mengimbau hati dan pikiran siapa saja--“yang kaya dan yang tidak kaya,” kata
Bung Karno, “yang Islam dan yang Kristen”, “yang bukan Indonesia tulen dengan
yang peranakan yang menjadi bangsa Indonesia.”

http://fpi.or.id/artikel.asp?oy=sik-19 (3 of 4)10/07/2008 18:29:59


Front Pembela Islam

“Gotong-royong” itu juga berangkat dari kerendahan hati dan sikap beradab,
sebagaimana halnya demokrasi. Itu sebabnya, bahkan dengan membawa nama
Tuhan--atau justru karena membawa nama Tuhan--siapa pun, juga Saudara
Ba’asyir dan Saudara Shihab, tak boleh mengutamakan yang disebut Bung Karno
sebagai “egoisme-agama.”

Bung Karno tak selamanya benar. Tapi tanpa Bung Karno pun kita tahu, tanah air
ini akan jadi tempat yang mengerikan jika “egoisme” itu dikobarkan. Pesan 1 Juni
1945 itu patut didengarkan kembali: “Hendaknya negara Indonesia ialah negara
yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara leluasa.”

Dengan begitulah Indonesia punya arti bagi sesama, Saudara Shihab dan Ba’asyir.
Ataukah bagi Saudara ia tak punya arti apa-apa?

Goenawan Mohamad

artikel sebelumnya

Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam, Jalan Petamburan 3/17, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Telp:021-534-1250.
Salurkan dana anda untuk mendukung FPI dalam perjuangan penegakan Amar Ma'ruf Nahi Munkar melalui Bank Muamalat No. Rekening 301.00360.15 Atas Nama
DPP-FPI.
Copyright@2008, All Rights Reserved. Comment and Suggestion, send to admin@fpi.org.
Developed By OYiE Creative.

http://fpi.or.id/artikel.asp?oy=sik-19 (4 of 4)10/07/2008 18:29:59

Anda mungkin juga menyukai