KARYA ILMIAH
oleh
BANDUNG
2010
1
PRAKATA
Penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya atas rahmat-Nya makalah ini, yang merupakan tugas dari mata kuliah Tata
Tata Tulis Karya Ilmiah, Dra. Anniar Samanhudi, M. Hum., yang telah
memberikan masukan dan koreksi secara berkala dalam penyusunan makalah ini,
beserta rekan-rekan penulis yang telah memberikan bantuan, terutama yang sudi
saran, baik untuk makalah ini maupun gaya penulisan secara keseluruhan, akan
diterima dengan senang hati. Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat
Penulis
ABSTRAK
2
DAFTAR ISI
PRAKATA................................................................................................................i
ABSTRAKSI...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................vii
BAB 1PENDAHULUAN........................................................................................1
1.3. Tujuan.........................................................................................................2
1.4. Manfaat.......................................................................................................2
1.6.1.Metode Penelitian..............................................................................3
3.8. Simpulan...................................................................................................26
3.9. Saran.........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28
RIWAYT HIDUP...................................................................................................56
1
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
dan bukan pula hal yang mudah ditiadakan. Tindakan kecurangan dalam ujian
sudah ada sejak pelaksanaan pendahulu Ujian Nasional seperti EBTANAS, dan
UAN, hingga pelaksanaan Ujian Nasional yang terkini pada tahun 2010. Bahkan,
tindakan kecurangan sudah lumrah ditemukan pada ujian berskala lebih kecil
dampak yang negatif bagi berbagai pihak. Salah satunya adalah tidak tercapainya
yang perlu ditanggapi dengan serius oleh semua pihak yang terlibat dalam proses
1 Dodi Nandika. Kilas Balik Pendidikan Nasional 2006 (Jakarta: Departemen Pendidikan
1
pendidikan yang berjalan di Indonesia. Meskipun tidak bisa dimungkiri bahwa
dapat ditingkatkan.
Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini dapat ditemukan dalam
1.3. Tujuan
Nasional agar mutu evaluasi pendidikan dapat ditingkatkan. Selain itu, cara untuk
1.4. Manfaat
2
1.5. Ruang Lingkup
Ruang lingkup makalah ini meliput beberapa aspek yang perlu diteliti
Indonesia. Hal ini meliput sistematika pelaksanaan Ujian Nasional, serta riwayat
dalam Ujian Nasional akan ditinjau berdasarkan pelakunya dan jenis tindakannya.
melalui wawancara.
dilakukan peninjauan berbagai pustaka, buku maupun laman web, yang berkaitan
3
Makalah ini terdiri atas empat bab. Pertama, Bab I: Pendahuluan, yang
Penulisan. Pada Bab II: Ujian Nasional, diberikan sedikit latar belakang dari
lapangan saat penerapan nyata ujian nasional yang tidak sesuai gambaran ideal
dampak dari keberadaan tindakan kecurangan dalam pelaksanaan UN. Bab IV:
4
BAB II
UJIAN NASIONAL
UN, atau Ujian Nasional, adalah ujian berskala nasional dari pemerintah
paling dikenal adalah sebagai salah satu4 penentu kelulusan siswa tingkat
tidak lulus tingkat pendidikan tersebut dan harus mengikuti ulang ujian tersebut
tahun depan.
pendidikan yang diberlakukan5. Dari hasil UN, dapat diketahui peta mutu yang
3 Ibid.
4 Selain UN, terdapat tiga penentu kelulusan lain: peserta didik wajib mengikuti seluruh proses
pendidikan, memperoleh nilai yang cukup dalam mata pelajaran sosial seperti agama, akhlak
mulia, budi pekerti, estetika, olahraga, dan kewarganegaraan, dan lulus ujian sekolah.
5 Ibid.
5
mampu memberikan masukan dalam pembuatan kebijakan di bidang pendidikan.6
Dikatakan dalam Kilas Balik Pendidikan Nasional 2006 bahwa telah disediakan
dana bantuan operasional sekolah (BOS) sejumlah Rp900 miliar oleh Depdiknas
8 Prosedur Operasi Standar (POS) Ujian Nasional (UN) SMA/MA Tahun Pelajaran 2009/2010,
Revisi Final 23 Februari 2010. (Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2010), hlm. 10.
6
tetap (DNT) diterbitkan dan kepala satuan pendidikan penyelenggara
berdasarkan SKLUN11.
9 Ibid.
10 Ibid.
11 Ibid.
13 Ibid.
7
bersama perguruan tinggi, sebelum bahan ujian diberikan pada
oleh POS UN 2010: “memiliki nilai rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata
pelajaran yang diujikan, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata
16 Ibid.
17 Ibid.
19 Ibid.
8
pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya”20. Namun,
standar yang lebih tinggi bila mau21. Apabila siswa ditemukan melakukan
tindakan kecurangan dalam ujian suatu mata pelajaran, dia akan dinyatakan tidak
Ujian Nasional. Berikut adalah penjelasan tentang sebagian dari pihak yang
terlibat, dan sejumlah peranan yang mereka miliki. Pemaparan lebih lengkap
dapat dilihat dalam POS UN SMA/MA Tahun Pelajaran 2009/2010. Tiap pihak
21 Ibid.
9
Tinggi Depdiknas, Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia, Dirjen
tinggi negeri, yang terdiri atas: perguruan tinggi negeri, Dinas Pendidikan
DNS dan DNT, serta percetakan yang mencetak bahan ujian, yang didistribusikan
27 Ibid.
28 Ibid.
29 Ibid.
10
pengolah hasil UN dan melakukan pemindaian lembar jawaban30, serta
pendidikan33.
atau Madrasah Aliyah (MA) yang memenuhi standar untuk melaksanakan UN34.
32 Ibid.
33 Ibid.
11
satuan pendidikan masing-masing sesuai tata tertib, dan setelah ujian telah diskor,
guru yang “memiliki sikap dan perilaku disiplin, jujur, bertanggung jawab, teliti,
dan memegang teguh kerahasiaan”36, dan ditetapkan oleh perguruan tinggi37. Tiap
yang berada pada tahun terakhirnya atau setara, dan peserta UN tahun pelajaran
sebelumnya yang belum lulus39. Peserta UN juga harus mengikuti tata tertib yang
35 Ibid.
36 Ibid.
38 Ibid.
12
Ujian Nasional bukanlah ujian berskala nasional dari pemerintah yang
pertama diadakan, dan hingga kini pun UN terus mengalami perubahan sistem
Indonesia.
dirasakan kebutuhan akan “nilai yang memiliki makna yang "sama" dan dapat
sekolah menengah atas. Kelulusan siswa bergantung pada nilai rata-rata gabungan
tahun 2002. Perbedaan antara UAN dan EBTANAS terletak pada penentu
(http://www.kemdiknas.go.id/orang-tua/ujian-nasional/sejarah-ujian-nasional.aspx), diakses 3
Desember 2010.
41 Ibid.
13
kelulusan siswa. Dalam UAN, yang menentukan kelulusan siswa adalah nilai
mata pelajaran secara individual43. Mata pelajaran yang diuji dalam UAN ada
Matematika (IPA), Ekonomi (IPS), atau Bahasa Asing (Bahasa)44. Batas minimal
kelulusan naik tiap tahun, dan diadakan ujian ulang bagi siswa yang belum lulus,
jawab pemerintah, dan ditugaskan pada BNSP. UAN diganti namanya menjadi
nilai UAN yang dianggap merugikan siswa yang pandai ditiadakan47. Pada UN
2005, diadakan UN tahap kedua bagi mereka yang belum lulus untuk mengulang
mata pelajaran yang nilainya kurang dan sejak UN 2007 ujian ulang ditiadakan48.
Peserta ujian yang tidak lulus bisa mengambil Paket C atau menunggu tahun
45 “Ujian Penghabisan, Ebtanas, UAN, Lalu Apa Lagi…”. Suara Merdeka. 9 November 2005.
46 Ibid.
47 Ibid.
14
depan untuk mengikuti UN lagi49. Sejak UN 2010, diadakan kembali ujian ulang
dalam bentuk UN Ulangan bagi mereka yang tidak lulus dalam UN Utama50.
2008 menjadi UN pertama yang mencakup enam mata pelajaran, sesuai dengan
program studi yang ditempuh siswa (IPA, IPS, Bahasa), dan bagi SMK nilai mata
lambat dari UN 2010, dan demikian pula bagi ujian susulannya, yang akan
49 Ibid.
50 Ibid.
51 Ibid.
53 Ibid.
54 Ibid.
15
BAB III
KECURANGAN DALAM UJIAN NASIONAL
pelaksanaan Ujian Nasional, baik dari pihak murid maupun pihak pelaksana,
bahkan dalam UN 2010. Salah satu bentuk kecurangan ini adalah peredaran kunci
berjumlah sedikit. Dalam Buletin BSNP, tertera bahwa jumlah kasus kecurangan
yang ditemukan pada UN 2008 adalah 40, sementara pada tahun 2009 berjumlah
55 Anwar Siswadi, “Dua Tim Pemantau Beberkan Kecurangan Ujian Nasional di Jawa Barat”,
16
17
TABEL I
tertentu. Dalam suatu sekolah swasta tertentu yang cukup disiplin, pihak
demikian, dinyatakan oleh alumninya bahwa tetap ada kecurangan dalam bentuk
awal SMS ini umumnya tidak diketahui pasti60, apalagi pembuatnya, meskipun
keakuratan kunci diakui sebagai lebih dari cukup untuk mendapatkan nilai bagus
Sementara itu, di sekolah lain yang satu kota, SMAN 5 Bandung, guru dan
pengawas justru membantu siswa berbuat curang61. Fenomena yang sama juga
satunya siswa yang menyalin jawaban dari siswa lain dengan “terang-terangan”—
seakan-akan terdapat kerja sama antara sekolah tersebut dan tim pengawas62.
Bahkan, di suatu SMA swasta, pengawas juga membantu secara langsung dengan
59 Ibid.
60 Ghyna Putri, wawancara dengan Amanda Kistilensa, komunikasi pribadi, 28 November 2010.
61 Ibid.
(e.g., kepala sekolah yang membacakan soal dan jawaban UN sebelum ujian
ujian mata pelajaran tersebut berlangsung, dan siswa yang membawa ponsel ke
dalam ruang ujian66. Selain itu, menurut liputan tersebut pelanggaran terhadap
POS UN yang ditemukan sebagian besar berasal dari pihak percetakan akibat
Nasional, kelulusan dalam Ujian Nasional adalah salah satu penentu kelulusan
63 Priscilla Larasati, wawancara dengan Amanda K., komunikasi pribadi, 7 Desember 2010.
66 Ibid.
dijelaskan pada 3.4.2). Siswa merasa bahwa tidak sepatutnya mereka mengulang,
jawaban “untuk jaga-jaga”72, meskipun harganya jutaan73. Hal ini bersumber dari
rasa kurang percaya diri yang dimiliki oleh siswa, bahkan setelah mereka
72 Ibid.
74 Ibid.
hasil performa siswa suatu sekolah dalam UN kerap dijadikan salah satu aspek
penilaian utama mutu sekolah tersebut, seperti dalam sistem kluster—sistem yang
kluster berdasarkan passing grade terendah dan hasil kelulusan, yang ditentukan
akibatnya, sekolah pun melakukan berbagai upaya untuk menjamin hasil UN yang
baik, dan upaya tersebut tidak sekadar mengajar lebih giat. Selain “katrol nilai”
yang kerap terjadi dalam penilaian ujian sekolah, beberapa sekolah juga menjalin
agar keduanya mendapatkan hasil yang baik, meskipun dengan tidak jujur.
77 Ibid.
Salah satu faktor yang membuat siswa lebih leluasa melakukan tindakan
kecurangan adalah pihak penyelenggara dari sekolah dan pengawas yang tidak
justru mendukung kecurangan, siswa merasa lebih santai berbuat curang karena
berbagai alasan, seperti belas kasihan atau tenggang rasa terhadap siswa, maupun
Kejujuran pekerja dari pihak percetakan soal dan lembar jawaban UN juga
Budi Utomo, dan soal yang bocor inilah yang menjadi asal-muasal kunci jawaban
81 Ibid.
83 Khairul Ikhwan. “Soal UN di Medan Diduga Bocor, Jawaban Beredar Lewat SMS “.
Dengan demikian, peningkatan mutu guru dan fasilitas sekolah yang mutunya
Oleh karena itu, hasil akhir dari proses pendidikan sehendaknya adalah peserta
yang diisi lulusan yang hanya “cerdas di atas kertas [ijazah]”86, atau bahkan
cerdas otak pula, namun tidak berkontribusi banyak karena tidak memiliki
perilaku bisnis tidak etis sebagai perilaku yang normatif juga88. Dapat dilihat
dalam Ujian Nasional, meskipun beberapa hal seperti penyebaran kunci jawaban,
yang tidak lulus UN Utama atau UN Susulan, untuk mengurangi beban psikologis
pada peserta seandainya mereka belum lulus90. Tim Pemantau Independen (TPI)
juga memiliki wewenang langsung memasuki ruang ujian jika muncul tanda-tanda
Dishonesty: An Exploratory Study”, Journal of College Teaching & Learning, Volume 5, No 12,
89 Jacqueline Eastman, et. al., “The Impact Of Unethical Reasoning On Different Types Of
Academic Dishonesty: An Exploratory Study”, Journal of College Teaching & Learning, Volume
4.1. Kesimpulan
Kecurangan dalam Ujian Nasional adalah suatu masalah serius yang patut
Meskipun kecurangan ini dianggap “lumrah” oleh siswa, kasus yang terungkap
tidak begitu banyak, dan meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk
marak terjadi.
baik institusi—sehingga berusaha mencapai hasil yang baik dengan cara yang
tidak sah. Penyebab dari perilaku ini juga ketidakpercayaan peserta dengan
91 Ibid.
26
27
4.2. Saran
Nasional dengan kemampuannya sendiri. Pihak sekolah dan pengawas ujian yang
Sekolah juga tidak akan terlalu menekan murid untuk mendapatkan hasil yang
siswanya.
berbuat curang. Sanksi yang ada bagi pengawas ujian yang melanggar ketentuan
______, 2005. “Ujian Penghabisan, Ebtanas, UAN, Lalu Apa Lagi…” Dalam
______, 2010. Prosedur Operasi Standar (POS) Ujian Nasional (UN) SMA/MA
______, 2010. “Ujian Nasional 2011 Digelar April”. 15 Oktober 2010. Jakarta. Dalam
jaringan (http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/ujian-nasional-2011-
(http://www.kemdiknas.go.id/orang-tua/ujian-nasional/sejarah-ujian-
Pendidikan Nasional.
(http://sman1mandau.blogspot.com/2010/09/un-sebagai-sistem-dari-
28
29
jaringan (http://www.tempointeraktif.com/hg/pendidikan/2010/03/27/
(http://enewsletterdisdik.wordpress.com/mengukur-peringkat-pendidikan-
LAMPIRAN
31
Lampiran A
Identitas Informan
Nama: D. D. P.
D: Yah, nggak takut-takut amat, sih, soalnya dari dulu sudah dikasih tahu kalau
ujian sekolah [UAS] tuh lebih susah dari ujian negara [UN], jadi santai saja.
sekolah Anda?
D: Beda, di SMA saya tuh kalau lulus UAN tapi nggak lulus UAS, tetap saja
nggak lulus, dan UAS tuh nggak ada yang digampangin biar jadi lulus.
P: Berarti sekolah Anda disiplin sekali, ya... Apakah dengan demikian siswa di
Lampiran A
D: Nggak juga, [s]ontek-menyontek itu pasti ada di sekolah mana pun. Saya juga
ikut terlibat.
D: Untuk jaga-jaga... Kalau-kalau soal yang keluar aneh-aneh, jadi sudah ada
pegangan.
D: Yakin, sih, tapi kan kalau sesuatu ada pegangan tuh, jadi merasa lebih aman,
apalagi kalau nilai yang keluar bisa bagus atau mendekati sempurna.
nilainya jelek juga jadi bagus. Kalau yang nggak pakai sih karena mereka
D: Nggak.
Lampiran A
D: Yap,dan beberapa yang sebenarnya biasa saja juga ikut nyontek. Kayaknya
P: Bisa jadi, ya... Apakah dengan itu menurut Anda hal itu menjadi sah untuk
dilakukan?
D: Hahaha, kalau sah sih jelas nggak... Yang namanya curang itu nggak sah, tapi
ini demi kelulusan saja. Nggak lucu juga kalau udah 3 tahun sekolah di SMA,
P: Tentang kelulusan, tentu kalau banyak siswa yang nggak lulus, hal itu akan
berdampak buruk bagi imej sekolah juga... Bagaimana pandangan pihak guru dan
D: Mereka sangat tidak setuju... Banyak upaya juga dari guru biar murid-
jawabannya. Sebelum masuk kelas, kunci jawaban yang sudah dihapal dibuang.
D: Kalau saya sih dapatnya dari teman, malam sebelum ujian tuh dikirimin SMS
kunci jawaban, terus dihapalin saja... Tapi ada beberapa teman yang beli soal,
Lampiran A
D: Waduh, nggak tahu juga, sih... tapi kayaknya dari pihak Depdiknasnya.
P: Hal itu memang masih menjadi misteri... Setelah setahun lebih sejak mengikuti
sendiri?
D: Kalau contek-mencontek sih kayaknya udah biasa... Hal seperti itu sangat
P: Kalau UN?
D: Yah,kalau UN-nya sih lebih baik tetap ada… Dan diusahakan agar soalnya
tidak bocor ke siswa, atau nilai UN itu hanya lima puluh persen dari total nilai
untuk lulus. Lima puluh persennya lagi UAS, biar anak-anak nggak bisa
nyepelein UAS dan UN, dan kalau satu gagal, bisa diselamatin sama yang lain.
Anak-anak juga jadi nggak tegang waktu ngerjain ujiannya, jadi tingkat
P: Kalau tidak bocor ke siswa, enggak kasihan sama angkatan bawah yang "tidak
pintar"?
Lampiran A
D: Haha… Yah, memang ironis, sih, tapi mau gimana lagi... Kalau gini terus,
P: Jadi, setidaknya Anda menyadari kalau tindakan Anda itu sebenarnya tidak
benar.
D: Yap.
D: OK, sama-sama
36
Lampiran B
Identitas Informan:
Nama: R. W.
R. W. (R): Senang sekali, saya sudah menunggu lama kapan waktunya saya bisa
kuliahan-thingy. Yang lain waktu awal-awal kelas tiga penuh semangat mengejar
jurusan impian, UN nggak begitu dipikirkan. Baru pas semester dua mulai
Lampiran B
R: Hm, waktu itu kan SIMAK [ujian mandiri Universitas Indonesia] jaraknya
puluh persen anak di sekolah saya ikut SIMAK, nah waktu itu kan SIMAK dulu
baru UN. Mereka memprioritaskan SIMAK. Setelah SIMAK keluar dan banyak
yang nggak lulus SIMAK, mereka baru memikirkan UN, menyadari bahwa ujian
tidak mudah, dan menjalani hari menuju ujian dengan raut wajah muram.
P: Begitu menyadari bahwa UN tidak mudah, apakah ada yang berpaling ke cara-
juga yang taruh kertas [s]ontekan di toilet, ada yang beli kunci jawaban.
R: Tidak.
P: Mengapa demikian?
Jadi saya bilang ke yang lain, UN itu santai saja, gak usah nyontek, ngebet, pasti
lulus. Toh kita masuk universitas nggak perlu NEM. Saya menjalani UN dengan
keyakinan "sejelek-jeleknya nilai saya masa iya saya nggak lulus", saya tidak
Lampiran B
R: Teman-teman saya karena baru patah hati ditolak UI, mereka jadi tidak
percaya diri dengan kemampuan mereka sendiri. Saya nggak ikut SIMAK jadi
P: Jadi, masalah kepercayaan diri, ya... Teman-teman Anda yang nyontek, mereka
R: Itu kunci jawaban, sih, jadi ada teman saya yang kaya raya. Dia dan gengnya
mendapat pasokan kunci entah beli sama siapa tapi dengar-dengar kuncinya tepat.
R: Hm bukan habis lihat hasil sih, kan biasa ya habis ujian anak-anak
mencocokkan jawaban. Nah, waktu dibahas ini, kunci jawaban anak orkay [orang
P: Selain itu, jumlah murid yang lulus pasti berpengaruh bagi imej sekolah juga...
Lampiran B
membiarkan. Bahkan ada yang melongokkan kepala sampai nyaris berdiri untuk
R: Saya tidak suka cara mereka. Apalah artinya lulus seratus persen kalau ujian
tidak jujur dan nilai dikatrol. Saya mau biar nilai pas-pasan yang penting hasil
sendiri. Jujur saya menyumpah-nyumpahi anak orkay yang pakai kunci itu, lha
wong dia pemalas, tahu-tahu lulus karena beli kunci yang mahal… Tidak adil!
P: Mengapa sedih?
R: Kalau dari pihak murid, pasti malas-malasan UAS. Belajarnya setengah hati.
Pikirannya juga "Ah, mana mungkin ada sekolah yang mau muridnya tidak lulus".
Pihak sekolah juga bingung kan, kalau serius dibuat standar kelulusan, pasti ada
banyak yang tidak lulus, soalnya standar kelulusan di sekolah saya 76. Akhirnya
Lampiran B
dikatrol, bantu sedikit-sedikit. Ya sedih lah, mungkin sebetulnya saya juga tidak
R: Yah begitu-begitu saja. Melihat pelaksanaan UN 2009 yang tidak bisa dibilang
R: Pokoknya kurang memuaskan. Nah… Terus yang bikin soal UN Biologi, siapa
itu? Saya masih ingat itu soalnya tidak sesuai kurikulum… Nyambung gak sih?
P: Hahaha, tidak masalah... Terakhir, apakah Anda punya saran perbaikan agar
R: Susah, sih. Mungkin ESQ di H-1, jangan jauh-jauh soalnya efek ESQ tidak
lama kan. Kalau untuk sekolah sebetulnya tergantung murid, kalau muridnya
R: Sama-sama.
41
Lampiran C
Identitas Informan:
Ghyna (G): Sedikit merasa pesimis karena pada dasarnya saya tidak punya
tidak tertebak.
P: Maksudnya?
Lampiran C
G: Yaa, kan kadang-kadang ada anak yang pintar tapi tidak lulus, sedangkan yang
kemampuannya, sedangkan yang biasa-biasa saja merasa tidak akan bisa, jadi cari
dalam UN, apa alternatif yang Anda dan teman-teman ambil untuk menghadapi
UN?
P: Setelah mengambil tambahan seperti itu, apakah Anda merasa lebih optimis
misalnya?
G: Kalau [s]ontekan tidak dicari sih, biasanya datang sendiri, jadi pasrah pada
kemampuan sendiri kalau dapat [s]ontekan ya... lihat-lihat dulu terpakai apa tidak.
Lampiran C
G: Kalau UN begitu suka ada sumbernya, jadi tanpa diminta pun datang sendiri
G: Dari orang tidak dikenal yang datang lewat SMS, atau kadang ada beberapa
orang yang kalau zaman saya sih disebut Sumber Pengki, mereka juga punya
jawaban; entah dari mana, yang pasti tiap sebelum ujian jawabannya sudah
P: Apakah kunci jawaban yang diberikan sumber yang berbeda juga berbeda?
G: Yaa... kadang ada yang sama dan kadang ada yang beda.
P: Lalu, bagaimana cara memilih yang mana yang sebaiknya "dipakai" bila
demikian?
G: Cari yang paling banyak sama, atau kalau semuanya beda… ya semuanya
P: Dengan kunci jawaban, apakah jawabannya diikuti begitu saja atau tidak?
Lampiran C
G: Tidak sih, kecuali kalau sudah lebih dari setengah jawaban dari siswa terpintar
sama dengan kunci baru dipakai. Ada satu-dua orang yang paling pintar yang
44
menyamakan dulu, nanti setelah disamakan dan terbukti sama lebih dari
diketahui sebelumnya?
G: Nggak, jadi kuncinya dicatat oleh semua anak. Nanti saat ujian, siswa yang
paling pintar yang juga pegang kunci menyamakan sampai setengahnya... Habis
itu baru dia kasih kode kunci mana yang [patut] dipakai sama anak-anak yang lain
P: Bagaimana caranya?
G: Yaa, tinggal bisik-bisik saja dari satu orang ke orang lain. Ngasih tahu kunci
yang mana [yang benar] kan lebih gampang ketimbang ngasih tahu semua
jawabannya.
P: Selain itu, dari pihak guru dan sekolah sendiri, bagaimana tanggapan mereka
Lampiran C
G: Ya pastinya mendukung, pihak sekolah juga kan nggak mau nama baik
G: Hm, nggak begitu tahu sih, soalnya guru-guru saat UN kan nggak ada di
tempat.
G: Pengawas ujian kadang ada yang peduli kadang tidak, ya kebanyakan tidak
peduli. Entah karena ada titipan pesan dari sekolah atau faktor lainnya.
G: Ya, membiarkan saja situasi kelas mau bagaimana juga, asal tidak ribut.
G: Iya.
G: Hm, bagaimana ya, tidak bisa menyalahkan walau hal tersebut tetap salah…
P: Menurut Anda, mengapa hal ini bisa terjadi—dari pihak murid maupun guru?
Lampiran C
G: Kalau menurut saya sih karena masih mental orang Indonesia yang
menjunjung tenggang rasa, dimana para guru banyak yang tak tega buat menegur
46
G: Yap.
P: Apakah bisa mengurangi rasa takut dari pihak murid dan sekolah ini?
G: Hm... mungkin jika tuntutan kelulusan tidak hanya pada UN rasa takut bisa
berkurang.
P: Tapi, nyatanya kelulusan juga ditentukan oleh UAS dan akhlak baik, namun
G: Eng... kelulusan hanya dari UN kan, pada zaman saya, sedangkan UAS
pelengkap saja… jadi tidak lulus satu mata pelajaran UN ya tidak lulus SMA.
Lampiran C
P: Ya, memang kalau tidak lulus UN tidak lulus, tetapi kalau tidak lulus UAS
juga tidak lulus. Namun, tidak banyak murid yang takut tidak lulus UAS.
47
G: Soalnya UAS itu ditentukannya oleh sekolah, dan tidak mungkin ada sekolah
yang tidak meluluskan siswanya… yaa, walau ada saja sih… Kan sekolah juga
tidak mau pamornya turun karena ada siswanya yang tidak lulus.
P: Tentu... Dan, terakhir, setelah setahun lebih sejak mengikuti UN, bagaimana
G: Sepertinya sih budaya menyontek dan segala macamnya susah untuk dipisah
dari pelajar kita, intinya sudah mendarah daging, kecuali kalau pemerintah bisa
yang namanya sekolah kan tidak hanya mengajar dan mengejar nilai tapi juga
G: Sama-sama.
48
Lampiran D
Pr: Cukup tegang, karena tahun itu tahun terakhir dengan segala beban yang
Pr: Sebagian lebih tegang lagi, mungkin karena faktor nilai mereka dari Kelas 10
yang kurang menjanjikan, hehehe… Sebagian lagi, tenang, tapi cukup tegang
Lampiran D
Pr: Rata-rata nyari bimbel [bimbingan belajar], kalau aku termasuk setop semua
ekskul juga. Fokus ngatur waktu, meng-deactivate Facebook, Twitter, dan kawan-
kawan, hahaha…
sendiri, atau mencari kepastian dengan metode lain... bocoran soal, kunci
Pr: Tergantung individunya, kalau dia merasa belum mampu sampai mendekati
langkah alternatif itu. Ada seseorang yang dapat channel dari luar untuk kunci
jawaban, harganya jutaan, dan sebagian teman-temanku di IPA patungan beli itu.
P: Bagaimana, tuh?
Pr: Ya itu tadi, ada salah satu orang yang dapat channel untuk jual-beli kunci
jawaban. Nah, dia kasih tahu ke yang lain, otomatis yang lain juga mau.
P: Hoo... Dan bagaimana hasil ujian mereka yang menggunakan kunci jawaban
tersebut?
Lampiran D
Pr: Wah, bagus-bagus, lah. Bahkan di sekolahku yang dapat nilai UN tertinggi itu
seseorang tak terduga, dan dia beli “kunci” [kunci jawaban]. Malahan juara-juara
umumnya paling cuma di-rating 4, 5, 8, bahkan 20-an. Jadi sebenarnya aku nggak
anak berhasil dalam studinya itu berdasarkan rapotnya… yang juara umum pasti
Pr: Yep, karena belajar dan prestasi itu menurutku proses… dan jangka waktunya
panjang. Bukan cuma blek “UN bagus”, lalu seseorang jadi pintar… nggak gitu.
Aku termasuk salah satu yang menentang UN, dengan alasan percuma UN ada
P: Ya…
Pr: Coba bayangkan mereka yang dari kampung, dari Papua gitu, yang belajar
dengan fasilitas minim, sekolah nggak punya lab bahasa, TV pun belum tentu
punya, tiba-tiba UN harus listening Bahasa Inggris… aku saja yang di kota masih
kelabakan. Mereka yang miskin belum tentu punya duit [untuk] beli “kunci”, tapi
Lampiran D
aku boleh jujur, aku berpendapat—serba instan, cuma terpatok kurikulum yang
kurang strategi, dan anak-anak belajar semata-mata ngejar nilai, bukan ngejar
ilmu. Terbukti, kok, pas kuliah. Semua yang diajarin pas SMA itu—khususnya
aku yang merasakan—serba instan, rumus tanpa kita tahu aplikasi dan asal-
mulanya, lalu cuma metode cepat yang sama sekali mematikan karakter kita untuk
kelulusan muridnya dalam UN, berhubung imej mereka juga berkaitan dengan
Pr: Nah, itu dia, setuju! Cuma demi mempertahankan akreditasi… Sistem
P: Apakah ada upaya yang dilakukan pihak guru dan sekolah Anda untuk
Pr: Upaya? Nggak ada, cuma ngajar doang. Tapi ada beberapa hal yang aku
sendiri rasakan pas hari-H UN… jadi, guru dari sekolah lain ngawas di kelas
aku… Aku benar-benar benci banget dengan sistem pengawasan mereka. Masa
bentar “ck, ck, ck”, supaya mereka tuh nyadar. Eh, tetap saja nggak nyadar…
ganggu konsentrasi banget. Nah, ada beberapa teman yang bilang pengawas
Lampiran D
sengaja gitu supaya ngasih kesempatan [kepada] kita [untuk] nyontek. Lalu, ada
dua guru dari dua sekolah berbeda justru malah ngajarin kita sistem tukar
jawaban gitu, yang dulu aku diajarin “A B C D E”-nya. “Ini A, ini B, ini C…” dan
mengawas dengan “baik hati”—jadi ada Guru X yang bilang ke kita setelah
membagi soal, “Kalian satu jam pertama kerjain dulu saja yang baik, jangan
ganggu teman-temannya dulu… Nanti satu jam terakhir kalau kalian sudah
Mungkin baik untuk sebagian anak yg benar-benar pas UN terdesak dan panik
karena nggak bisa ngisi... Aku curiga memang sudah ada kesepakatan khusus
pengawas”.
Pr: Nggak bisa, Man, aku bingung… soalnya kan itu gerakan gitu, hahaha…
Pokoknya gitu, lah… Intinya kode dengan gerakan tangan. Tapi aku rasa percuma
juga, wong yang lain sudah punya kunci jawaban, perlu tukar jawaban pun nggak
jadi masalah.
Pr: Sebenarnya, kasihan juga untuk sebagian orang yang benar-benar butuh…
karena nggak tega juga lihat dia nggak lulus… Di satu sisi, memang kesalahan dia
Lampiran D
dan pihak sekolah yang nggak matang mempersiapkan UN. Aku saja UN 80%
P: Bisa dibilangkah bahwa salah satu faktor yang menyebabkan siswa merasa
Pr: Betul. Lalu, faktor mental juga. Aku sendiri juga merasakan, “malasnya
P: Hoo?
Pr: Faktor kecanduan social-network site… Faktor mental yang lain… Aku
menemukan beberapa temanku ngeluh, “Ah, udah lah, nggak sanggup lah gue
lihat rumus-rumus entah berantah kayak gini, entar dekat UN juga dapat
“kunci”…”, jadi otak mereka ter-set untuk menyepelekan belajar, karena sudah
tenang dengan “kunci”. Nanti, giliran kunci salah, baru kelabakan deh mereka…
Pr: Sebagian iya, nggak semuanya, ya… bahkan, sebagian kecil yang berpikir
gitu: beberapa anak yang beli kunci karena mereka “terpaksa”… karena mereka
Lampiran D
P: Jadi, mayoritas masih berusaha belajar dulu, ya… Tetapi, mereka tetap
Pr: Yep. Ada juga mereka beli kunci karena nggak PD [percaya diri] dengan
kemampuan diri sendiri… cuma sebagai pegangan doang buat jaga-jaga. Mereka
nggak yakin dengan diri mereka sendiri, Man… Mental anak didik di Indonesia
itu rata-rata mental penyontek. Dulu aku, pas SMA, ulangan-ulangan juga pernah
sih nyontek sekali-kali… Lama-lama aku mikir, nyontek itu cuma mematikan
karakter kejujuran kita… Jadi, pas kuliah, begitu dapat statement “mahasiswa
kaget, karena aku sudah meng-set-kan diri untuk jujur dalam ujian. Lebih baik aku
ngulang, daripada aku lanjut ke tingkat lebih tinggi padahal aku belum mampu di
Pr: Sistem pendidikan kita salah itu terutama karena kurangnya pendidikan budi
pekerti dan moral… Setahuku dulu bahkan ada pelajaran budi pekerti, nggak tahu
kenapa sekarang nggak ada... Pendidikan Pancasila dulu ada, sekarang malah
kalau pendidikan moral itu ditanamkan dari kecil, itu menumbuhkan pribadi-
Lampiran D
Pr: Nah, aku juga menilai faktor-faktor rusaknya moral anak-anak bangsa karena
mendidik, dan kawan-kawan… Anak kecil itu kan dalam proses sosiologinya
cenderung “meniru”, kalau dari kecil yang ditiru negatif-negatif, sampai gede
P: Bisa jadi… Rasanya cukup itu saja, terima kasih atas partisipasinya.
Pr: OK…
56
Amanda Kistilensa
Amirah Kaca, dan dua tahun kemudian adiknya, Asanilta Fahda, lahir.
Ibnu Sina. Tidak lama kemudian, adiknya yang kedua, Nahla Tetrimulya, lahir.
Selama empat tahun ajarannya di sana, prestasinya cukup baik sebagai peraih
peringkat pertama tiap tahun. Pada akhir kelas empat, kedua orang tuanya
di Flagstaff Hill Primary School bersama Asanilta yang berada di kelas dua. Pada
High School. Sebagai salah satu murid kelas tujuh yang jumlah totalnya hanya
kelas sembilan.
Salah satunya prestasinya adalah menjadi juara dua lomba spelling bee. Pada
Bandung dan menjadi Mojang Remaja Wakil ke-2. Tidak lama kemudian,
mengambil peluang untuk menekuni bidang yang dirasa lebih cocok dengan
Jakarta. Pada tahun 2004, ia diterima di SMP Negeri 1 Palembang. Vani berada
dalam urutan ke-13 dari 40 siswa terbaik, sehingga ia diterima di kelas bilingual
hasil yang cukup membanggakan. Ia juga aktif dalam Organisasi Intra Sekolah
2007, ia kembali masuk ke dalam kelas unggulan. Namun, Vani tidak kembali
59
Ujian Nasional dan ujian saringan masuk ke perguruan tinggi yang dia inginkan.