Anda di halaman 1dari 3

”Kisah perjalanan hidup - Manager Operation Hilton Hotel”

Ditulis oleh Nanang Kuswara


Meninggalkan kampus ITB karena orang tua bangkrut
Saya diterima di kampus ITB bersama angkatan 1977. Saya mempunyai banyak cita-cita ketika
memasuki kampus Ganesha di Jalan Ganesha 10, Bandung. Saya ikuti berbagai kegiatan intra
kampus maupun extra kampus semenjak menyandang predikat ”Mahasiswa ITB”. Namun
berbagai impian tersebut harus sirna pada tahun 1979.

Pada tahun 1979, kegiatan bisnis orang tua saya mengalami kebangkrutan. Saya terpaksa harus
”kabur” dan meninggalkan kampus ITB yang tercinta. Sebagai anak sulung dari sepuluh
bersaudara, ditambah dengan kondisi orangtua yang depresi, menjadi kewajiban sayalah untuk
mengambil tongkat pimpinan keluarga dengan mencari nafkah bagi seluruh keluarga. Saya
kemudian berusaha mencari pendapatan dengan bekerja dalam berbagai perusahaan, seperti
menjadi designer bungkus obat-obatan di percetakan PT Krishna Batara. Namun saya merasa
tidak cocok bekerja pada bidang tersebut. Kemudian saya menjadi penulis sajak di majalah
Mangle yang ternyata tidak terlalu berkembang.

Setelah berusaha bekerja di berbagai pekerjaan, akhirnya


terpaksa saya pulang kampung. Impianpun semakin punah,
disaat saya terpaksa harus menjadi pembuat batu bata merah
dari tanah liat disekitar kampung saya.

Diterima di Hotel Hilton dan bekerja di ”tempat basah”


Walaupun demikian, di tahun 1980-an, saya terus berusaha melamar kerja dan akhirnya diterima
bekerja di Hotel Hilton. Saya tetap menganggap hidup saya sarat dengan kegagalan. Bagaimana
tidak, saat harapan mulai tumbuh dan bisa selamat dari cap pembuat bata merah, saya diterima
di Hotel Hilton bekerja di ”tempat basah”, yaitu menjadi tukang cuci WC dan kamar locker
(ruang lemari) para Hotelier (karyawan pengelola hotel). Walaupun saya memakai jas, dasi dan
dibalut mahalnya wewangian, pekerjaan saya sebenarnya tidak berbeda dengan pelayan yang
terendah. Hebatnya, orangtua serta sanak saudara bilang, ”Bekerja di Hotel Hilton adalah sebuah
anugerah”. Mungkin karena mereka tidak tahu pekerjaan
saya yang sebenarnya.

Tetapi mungkin juga orangtua saya ada benarnya. Boleh


dibilang "I was really lost, but at the right post". Gaji
pertama sebesar Rp 150.000 saat itu, bagi saya sangat
bermakna. Saya kirim wessel ke kampung agar adik-adik
yang di rumah jangan bersedih, dan kembali bersekolah.
Karir saya-pun mulai diperhatikan, dari tukang pel lantai
ditarik menjadi Office-Clerk. Kemudian Roomboy, yang
bertugas merapihkan kamar-kamar yang berantakan setelah
ditempati oleh para tamu. Tugas ini saya lakukan dengan
sungguh-sungguh sehingga saya kemudian dipromosikan
menjadi supervisor (penyelia) Roomboy.

Meniti karier di Hotel Hilton hingga menjadi Operation manager


Setelah menjadi penyelia, saya diminta ikut pendidikan di American Hotel & Motel Association
(AHMA), Training Service Asia (TSA), Hilton International Lessons In Teaching and Effective
Supervision (HILITES) dan ratusan pendidikan perhotelan lainnya. Ketika itu untuk pertama
kalinya Hilton International Inc meng-operasi-kan apartemen, yakni ”The Hilton Residence”
Pada tahun 1987, saya diminta merancang "Departmental Operating Manual" untuk
Departemen Housekeeping serta Front Office. Jenjang karir kembali naik ketika saya ditarik jadi
Assistant Manager, Senior Assistant Manager, Assistant Front Office Manager, Front Office
Manager dan sekarang Operation Manager, yang bagi ukuran sekarang, sungguh merupakan
posisi dasar dan biasa.

Mengembangkan sebuah manual untuk menghitung


efisiensi Hotel
Namun ada satu kepuasan non-finansial, ketika "Zero
base of manning guide" yang saya ciptakan, yakni
rumus efisiensi untuk menghitung jumlah karyawan
hotel dengan beragam profesi dikaitkan dengan volume-
bisnis yang ada, diakui ketepatannya oleh management
Hotel. Sistim perhitungan yang didasarkan kepada
pendekatan hari kerja efektif ini, dipakai di semua Hotel
Hilton yang ada di Indonesia saat itu. Konon juga di
hotel-hotel yang berada dalam group-nya Singgasana
Hotels & Resorts sekarang.

Konsep ini tidak hanya memberikan arahan bagi


karyawan agar selalu menjaga produktifitas dan kualitas
kerja, tapi juga panduan bagi pengusaha agar tidak melakukan PHK semena-mena. Mudah-
mudahan saja konsep ini akan menjadi kenangan manis, dan menjadi sebuah ceritera senja bagi
cucu-cucu saya, kelak, saat saya mulai berjuang menghindari batuk-batuk, terbungkuk-bungkuk,
dan terseok-seok dengan tongkat di tangan yang gemetaran

Menjalankan konsep Agama dalam memimpin Operasi sebuah Hotel


Salah satu kebahagiaan saya adalah menjalankan konsep agama yang saya yakini dalam
melaksanakan tugas sebagai Manager Operation yaitu, "Nafi'in li ghoerihi", dengan terjemahan
sederhananya ”berguna bagi sesama”. Hari-hari yang saya lalui, selalu ber-orientasi kepada
kebahagiaan orang lain, dan bukan karena takut komplen (complaint - red). Sebagai penjual jasa,
sikap ramah, luwes dan lurus tak perlu dipaksakan, itu merupakan bagian dari jalan kehidupan.

"Allah SWT mengasihi orang yang ramah saat berjualan, ketika membeli dan berkehendak",
Nabi Muhammad SAW menegaskan. Konsep ini universal dan tidak primordial. Dari yang
sederhana sampai paripurna. Bahkan Yang Maha Mencipta, telah menarik benang merah profesi
para nabi sehingga mereka memiliki pekerjaan yang sama, sebagai pelajaran betapa pentingnya
kita bagi yang lainnya.

"Allah SWT tak mengutus seorang nabipun, kecuali


ia menggembalakan kambing" - demikian
Muhammad SAW bersabda. Oleh karena itu,
biarkan kegagalan saya menjadi parameter bagi
kesuksesan rekan lain. Dan ibarat sebuah gedung
megah, biarkan saya menjadi sebuah bata merah,
yang insya Allah sedikit memberi kekuatan bagi
kesuksesan angkatan.

Hidup adalah kerja. Sedang kerja pasrah, sejatinya


juga ibadah. Kebahagiaan akan dirasakan bila kita
bersikap ihsan. Yakni ikhlas melakukan pekerjaan
tanpa paksaan, karena dianggap sebagai kewajiban
dari Yang Maha Mengawasi walau tanpa evaluasi,
dari Yang Maha Melihat kendati tak kasat, dari Yang Maha Menyentuh biarpun tak bertubuh.
Ah, pengaruhNya seakan tak tergapai, bahkan disaat kita loncat ke tinggi bukit akal fikiran kita.
Padahal jaraknya hanya sebatas taqwa dan do'a

Tentang kesuksesan dan kebahagiaan


Itulah hidup, antara suka dan duka. Antara miskin dan kaya. Antara berkah dan musibah. Antara
karunia dan cobaan. Sungguh, semuanya mesti jalan penuh tabah dan amanah. Bagaimanapun,
kesuksesan yang dikejar semua orang bukanlah berarti kebahagiaan. Ia hanya alat untuk
mendapatkannya. Sementara kebahagiaan itu sendiri, berada nun jauh di sana. Tidak bisa diraba
tapi hanya dirasa. Ia sunyi, bersemayam di lubuk hati sendiri

Memang benar, pelajaran yang paling baik adalah kegagalan. Dan benar
pula, tidak semua mahasiswa, seperti saya, dapat bisa melewati kawah
chandradimuka ITB dan berhasil memakai toga sarjana. Namun hal
tersebut tidak membatasi saya untuk meraih kesuksesan.

Kesuksesan, (dengan terminologi sosio-ekonomi) memang ujung dari


sebuah harapan dan perjuangan. Tapi bagi saya, itu hanya sebuah titik
resultante yang bermuara pada satu posisi kebahagiaan nisbi, dan
mengisi ruang tak terbatas serta tergantung pada vektor-vektornya, yakni impian dan
kesempatan.

Kesuksesan seseorang bisa jadi merupakan kegagalan


bagi orang lain. Dan kegagalan kita, boleh jadi dianggap
kesuksesan menurut pandangan sebagian orang. Bahkan
kesuksesan seseorangpun akan mengalami pergeseran,
seiring dengan berubahnya vektor impian dan
kesempatan yang dimilikinya. Itulah hidup.

Tentang penulis (redaksi)


Nanang kuswara sempat berkuliah di Jurusan
Matematika ITB. Ia saat ini bekerja sebagai Financial
advisor di PT Prudential Life Assurance. Ia masih sering
mengirim karya sastra tulisan berbahasa Sunda ke Koran
Galura. Nanang juga mempunyai hobby untuk mengadakan pameran lukisan. Pameran terakhir
yang ia lakukan adalah pameran lukisan dalam rangka Tsunami Charity, 22 Februari 2005, di
The Hilton Lagoon Tower. Ia tinggal bersama keluarganya di Hilton residences

Anda mungkin juga menyukai