Anda di halaman 1dari 18

GEOGRAFI.

(disadur dari : Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten maros)


Luas wilayah Kabupaten Maros kurang lebih 1 612 km2, terbagi menjadi 14 wilayah kecamatan dan 103
desa/keluarahan, terletak pada koordinat 400 45’ - 500 07’ Lintang Selatan dan 1090 205’ - 1290 12’ Bujur
Timur.
Kabupaten maros di sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Pangkep, di sebelah selatan
berbatasan dengan kota Makasar dan kabupaten Gowa, di sebelah timur berbatasan dengan kabupaten
Bone, dan sebelah barat berbatasan dengan Selat Makasar.
Pembagian Administratif Wilayah Kabupaten maros menjadi Kecamatan , kemudian pembagian
Kecamatan menjadi Desa/ Kelurahan diperlihatkan dalam gambar 04 RTRW – sudah di scan..

TOPOGRAFI.
Secara umum keadaan topografi kabupaten maros digambarkan dengan memperlihatan sebaran
wilayah mukabumi dengan ketinggian diatas permukaan laut antara 0 – 300 DPL, 300 – 500 DPL, 500 –
1000 DPL, 1000 – 1500 DPL dan 1500 – 3000 DPL seperti diperlihatkan pada gambar 05 RTRW – sudah di
scan.., serta dengan memperlihatkan sebaran wilayahmuka bumi dengan kemiringan lereng 0 – 8 %,
kemiringan lereng 8 – 15 %, kemiringan lereng 15 – 25 %, kemiringan lereng 25 – 40 % dan kemiringan
lereng >40 % seperti diperlihatkan dalam gambar 06 RTRW – sudah di scan

halaman 1
halaman 2
GEOLOGI.
Mengacu pada Laporan Geologi Terpadu Kabupaten Maros, pada rupabumi dengan skala 1:50000
(Suwanda Wijaya, dkk 1994) kabupaten maros dibagi dalam : kelompok wilayah kemiringan lereng < 3
%, kelompok wilayah kemiringan lereng 3 – 5 %, kelompok wilayah kemiringan lereng 5 – 10 %,
kelompok wilayah kemiringan lereng 10 – 15 %, kelompok wilayah kemiringan lereng 15 – 30 %,
kelompok wilayah kemiringan lereng 30 – 70 dan kelompok wilayah kemiringan lereng > 70 %.
Deskiripsi bentangan dan batuan penyusun serta sebaran wilayah formasi kondisi Geologi kabupaten
Maros diperlihatkan dalam Tabel 1 berikut dibawah ini serta peta geologi yang diperlihatkan dalam
gambar 07 RTRW – sudah di scan.

no. kemiringan ketinggian luas bentangan dan batuan sebaran (kecamatan) jenis peruntukan lahan
lereng (%) D.P.L (m) (%) penyusun
1 <3 0 - 30 33.33 pedataran: dominan lau, bontoa, Turikale, persawahan, pertambakan,
Aluvium Maros Baru, Marusu, perkebunan, permukiman,
Mandai, pertambangan
Bantimurung, Camba
dan Tanralili
2 3–5 15 - 300 1.87 perbukitan, sedimen dan Mallawa, Camba, permukiman, perkebunan
vulkanik Bantimurung, Bontoa
dan Tanralili
3 5 – 10 25 - 750 4.31 perbukitan kars dan Mallawa, Camba, perkebunan, peternakan,
intrusi serta pegunungan Tanralili, Tompubulu permukiman,
vulkanik dan Bantimurung pertambangan
4 10 – 15 100 - 1565 11.48 perbukitan intrusi, Mallawa, Camba, perkebunan, peternakan,
vulkanik, kars dan Bantimurung, Bontoa, permukiman, hutan
sedimen Simbang, Tanralili dan belukar, alang-alang
Tompobulu
5 15 – 30 25 - 1540 23.30 pegunungan vulkanik, Mallawa , Camba, perkebunan, hutan
perbukitan kars, intrusi Bantimurung, Bontoa, lindung, semak belukar,

halaman 3
dan sedimen Tompobulu, Tanralili, peternakan, permukiman
Moncongloe dan
Simbang
6 30 – 70 100 - 1458 20.09 pegunungan vulkanik, Mallawa, Camba, hutan lindung, hutan
perbukitan intrusi dan Bantimurung, produksi terbatas,
kars Simbang, dan Bontoa perkebunan, rekreasi,
pertambangan,
permukiman
7 >70 35 - 1437 5.61 perbukitan kars dan Mallawa, Camba, hutan lindung, hutan
pegunungan vulkanik Bantimurung, produksi terbatas,
Simbang, Tompobulu perkebunan, semak
dan Tanralili belukar, rekreasi
sumber : Dinas pertambangan dan Energi Kabupaten Maros, 2009 –dikutip dari draft RUTR Kab.Maros

Pemetaan Geologi Lapangan dalam skala 1:250000 yang dilakukan Rab. Sukamto dan Supriatna (1982)
membagi Kabupaten Maros dalam 4 satuan geomorfologi :
a. Satuan Pegunungan Vulkanik : menempati bagian utara, tengah dan timur dengan puncak
tertinggi di Bulu Lekke ( 1361 m dpl ) tersebar di 30 % areal wilayah kabupaten Maros dicirikan
dengan relief topografi yang tinggi, kemiringan terjal, tekstur topografi yang kasar dengan
batuan penyusun jenis batuan gunung api (vulkanik).
b. Satuan Perbukitan Vulkanik : Intrusi dan Sedimen, menempati daerah perbukitan yang
menyebar secara setempat-setempat sekitar 15 % arel wilayah kabupaten Maros, dicirikan
dengan topografi berbukit dengan batuan penyusun jenis : batuan vulkanik, batuan intrusi (
batuan beku ) dan batuan sedimen.
c. Satuan Perbukitan Karst : Satuan perbukitan ini tersebar cukup luas pada bagian tengah, timur-
laut Kabupaten Maros yang meliputi kecamatan Bontoa, Bantimurung, Simbang, Tanralili,
Mallawa dan Camba. Ciri khas satuan geomorfologi ini adalah : topografi berbukit-bukit karst
dengan tekstur sangat kasar dengan batuan penyusun jenis batu gamping.
d. Satuan Pedataran Alluvium : terletak di bagian barat yang tersebar engan arah utara-selatan,
meliputi 25 % wilayah kabupaten maros. Dicirikan dengan bentuk morfologi topografi datar,
erlief rendah, tekstur halus dengan batuan dasar endapan alluvium.

Pemetaaan geologi lapangan dalam skala 1:250000 yang dilakuan oleh Rb. Sukamto dan Supriatna,
1982, berdasarkan sifat fisik, tekstur serta genesa dan batuan pembentuknya , jenis tanah di kabupaten
Maros diklasifikasikan dalam 4 tipe sbb. ;
a. Alluvial Muda merupakan endapan aluvium ( endapan aluvial sungai, pantai dan rawa ) yang
berumur kuarter (resen) dan menempati daerah morfologi pedataran dengan ketinggian 0 – 60
m dengan sudut kemiriingan lereng < 3 %. Tekstur beraneka mulai dari ukuran lempung, lanau,
pasir, lumpur, kerikil, hingga kerakal, dengan tingkat kesuburan yang tinggi menyebar di 14.20 %
areal kabupaten Maros (229.91 km2) meliputi Kecamatan Lau, Bontoa, Turikale, Maros Baru,
Moncongloe, Marusu, Mandai, Bantimurung, Camba, Tanralili dan Tompobulu.
b. Regosol adalah tanah hasil lapukan dari batuan gunung api dan menempati daerah perbukitan
vulkanik pada ketinggian 110 – 1540 m DPL dengan sudut kemiringan lereng > 15 %. Berwarna
coklat hingga kemerahan, berukuran lempung lanauan – pasir lempungan, plastisitas sedang,
agak padu tebal 0.1 – 2.0 m menyebar di 26.50 % areal Kabupaten maros (429 km2) meliputi
kecamatan Cenrana, Camba, mallawa dan Tompobulu.
c. Litosol merupakan tanah mineral hasil pelapukan batuan induk, berupa batuan beku (intrusi)
dan/atau batuan sedimen yang menempati daerah perbukitan intrusi pada ketinggian 3 – 1150

halaman 4
m dengan sudut kemiringan lereng < 70 %. Berwarna coklat kemerahan, berukuran lempung,
lempung lanauan, hingga pasir lempungan, plasitisitas sedang – tinggi, agak padu, solum
dangkal, tebal 0.2 – 4.5 m. menyebar di sekitar 37.60 % areal kabupaten Maros (608.79 km2)
meliputi kecamantan Mallawa, Camba, Bantimurung, Cenrana, Simbang, Tompobulu, Tanralili
dan Mandai.
d. Mediteran merupaan tanah yang berasal dari pelapukan batugamping yang menempatai daerah
perbukitan karst pada ketinggian 8 – 750 m DPL dengan sudut lereng > 70 %. Berwarna coklat
kehitaman, berukuran lempung pasiran, plastisitas sedang – tinggi, agak padu, permeabilitas
sedang, rentan erosi, tebal 0.1 – 1.5 m tersebar di 21.70 % areal kabupaten Maros meliputi
Kecamatan Mallawa, Camba, Bantimurung, Bontoa, Simbang, Tompobulu dan Tanralili.

Draft RTRW Kabupaten maros menampilkan peta jenis tanah seperti yang diperlihatkan dalam gambar
10 RTRW – belum di scan.

Perbukitan Karst.

Sulawesi Selatan memiliki kawasan kars yang terletak di Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep
(Kawasan Kars Maros-Pangkep, KKMP) yang telah menjadi salah satu kawasan yang direkomendasikan
untuk diperhatikan oleh pemerintah dalam the Asia-Pacific Forum on Karst Ecosystems and World
Heritage pada tahun 2001 di Sarawak, Malaysia. Kawasan ini merupakan singkapan batugamping yang
luas di daerah Sulawesi Selatan, antara Pangkajene dan Maros, membentuk tipe kars tersendiri. Bukit-
bukit berlereng terjal (yang sebagian besar genesanya dipengaruhi oleh struktur geologi, sebelum
diperlebar dan diperluas oleh proses pelarutan atau karstifikasi) membentuk bangun menara yang
sangat khas (karst tower). Di antara bukit-bukit tersebut membentang dataran, dengan permukaannya
yang rata. Oleh penduduk setempat, dataran kars tersebut didayagunakan menjadi lahan pertanian dan
perkebunan. Bukit-bukit menara tersebut sejenis dengan yang ada di Cina Selatan dan Vietnam

halaman 5
(Samodra 2001). Selain menjadi lahan pertanian dan lahan penambangan, kawasan ini memiliki hutan
lindung, areal pariwisata, situs-situs arkelogi, beberapa jenis fauna endemik, serta sistem hidrologi
bawah permukaan yang khas.
Saat ini kawasan ini sedang mengalami tekanan yang cukup berat, karena usaha pertambangan
batugamping untuk semen dan industri lainnya. Kawasan kars ini memiliki semua nilai strategis yang
disebutkan di atas yang pada kenyataannya memiliki tarik-ulur kepentingan dalam pemanfaatannya.
Selain itu, era otonomi daerah diprakirakan mendorong pengelolaan kawasan secara parsial berbasis
batas administratif bukan batas ekologis. Kawasan seluas sekitar 40.000 hektar ini telah terbagi dua
menjadi 20.000 hektar areal budidaya dan sisanya, 20.000 hektar menjadi bagian dari 43.750 hektar
kawasan konservasi Taman Nasional Bantimurung – Bulusaraung (TNBB). Penambangan kars yang
dilakukan di Kawasan Kars Maros-Pangkep mengancam ketersediaan air tanah di sekitar kawasan karst
(Bappenas 2006).
Berdasarkan data Bapedal Regional III, saat ini aktivitas penambangan kapur oleh dua industri semen
besar (PT. Semen Tonasa dan PT. Semen Bosowa) dengan luas daerah operasi mencapai 2.354,7 ha.
Selain itu, sampai tahun 1998 terdapat 24 perusahan penambangan marmer dengan luas areal
eksploitasi 15-25 ha setiap perusahaan. Selain itu, di kawasan yang berpenduduk 250.000 an jiwa ini,
kegiatan pertanian, pembersihan vegetasi, dan penebangan masih berlangsung dengan mengabaikan
kepentingan konservasi . Di kawasan tersebut cadangan batu gamping, bahan baku semen, diduga
[1]

sebanyak 11.650 juta ton. Sedangkan marmer di perut Bumi Maros diperkirakan 2.609 juta ton. Marmer
Maros terkenal karena variasi warnanya yang sesuai dengan selera pasar. Produknya sudah diekspor ke
Singapura dan Malaysia (Adhisumarta 2003). PT Semen Tonasa yang memproduksi 3,5 juta metrik ton
semen tiap tahun ini memberikan kontribusi terhadap penerimaan Pemprov Sulsel rata-rata Rp 500 juta
setiap tahunnya.
Selain itu, dari sisi keanekaragaman hayati di Kawasan Kars Maros-Pangkep terdapat 284 jenis
tumbuhan dan ratusan jenis kupu-kupu di Bantimurung. Pada kawasan ini dapat ditemui tarsius, kuskus,
2 jenis kelelawar yang merupakan key-stone species yang berfungsi untuk melakukan penyerbukan
terhadap sekitar 100 jenis tumbuhan, dan 103 jenis kupu-kupu. Tujuh di antara jenis kupu-kupu ini
merupakan serangga endemik, yaitu Papilio blumei, P. polites, P. satapses, Troides haliptron, T. helena,
T. hypolites, dan Graphium androcles . Bahkan pada kawasan wisata alam Bantimurung yang pernah
[2]

dijuluki sebagai Kingdom of The Butterfly, menurut Baharuddin dari BKSDA Sulsel pada tahun 1960-an
masih terdapat sekitar 300 spesies kupu-kupu, saat ini hanya tersisa sekitar 135 spesies[3].

Climate.
The annual precipitation for the catchment varies along the main stream. The average annual
precipitation for the upper basin is about 3,700 (3,707 mm at the Malino station) and is about 2,160 mm
(2,166 mm at the Bontosunggu station) in the lower stream. Climate conditions in this catchment are
influenced by the monsoon, which has two seasons each year, a dry season between March and August
and wet season between September and April.
Available climate observation is at sta. number 711001 , sta. name : Bontosungu, elevation = 10 m ,
location : S 05° 15' 00" - E 119° 26' 10" , observation period : 1975 – 1992, mean annual precepitation =
2166 mm, mean annual evaporation 54 mm.

halaman 6
Monthly Climate Data at Station: Bontosunggu (period for the mean : 1975 – 1992)
observation jan feb mar apr mei jun jul aug sep oct nov dec annual
relative
91.2 90.6 89.2 85.8 84.2 81.2 82 82.6 79.2 83.4 85 88 85.2
humidity (%)
temperature
o 27.1 27.4 27.5 28.1 28.1 27.1 26.9 26.6 28.1 27.8 27.8 26.9 27.4
( C)
evaporation
133.2 121.9 136.4 147.3 143.7 139.6 156.3 182 211.2 206.7 153.4 129.2 1,861.2
(mm)

Sumber Air.
Terkait dengan daerah pelayanan dan IPA (WTP) yang dikelola PDAM Kabupaten Maros serta
kemungkinan pengembangannya, dalam TOR dan SPAR sumber air yang ada dan dipandang potensial
untuk dimanfaatkan dalam rangka pengembangan kapasitas layan lebih lanjut adalah sebagai berikut :

Tertulis dalam “TERMS OF REFERENCE FOR: THE PRE-FEASIBILITY STUDY AND TRANSACTION
ADVISORY SERVICES FOR THE KABUPATEN MAROS WATER SUPPLY PROJECT” halaman 4 :

The water resource for the new WTP will be supplied by Jamala Spring. The raw water will be
flown about 2 km through closed tunnel from Jamala Spring to the built pond. The new WTP
will be built next to the raw water intake installation at the built pond area. Based on PDAM
Kabupaten Maros survey, the spring could reserve minimum 400 lps in summer period.

halaman 7
Furthermore, Bantimurung River could also be back up for long term water resource as its
minimum debit on summer period is 1500 lps.

Dibawah ini disajikan Tabel nilai-nilai terkecil hasil pengukuran (random-sesaat) debit di pos duga air
Bantimurung yang diperoleh dari Seksi Hidrologi, Bidang Bina Teknik, Dinas PSDA Propinsi Sulawesi
Selatan.

tgl Q (m3/det) tgl Q (m3/det) tgl Q (m3/det) tgl Q (m3/det)

19-Jun-78 2.600 25-Nov-82 0.850 15-Oct-89 1.640 23-Sep-02 0.505


16-Sep-78 2.695 10-Sep-83 1.160 22-Sep-90 1.095 14-Sep-03 0.957
2-Nov-79 0.877 4-Oct-84 1.600 17-Oct-91 0.880 11-Oct-05 0.694
7-Dec-76 0.877 8-Oct-85 1.130 9-Oct-92 0.996 27-Oct-08 0.986
25-Sep-80 1.197 8-Aug-86 1.930 16-Oct-93 0.776
20-Oct-81 1.190 23-Aug-88 1.230 12-Sep-01 0.950

Angka-angka yang tercantum dalam tabel diatas , dapat dikatakan = debit mata air Jamala + debit air
terjun Bantimurung. Memperhatikan angka-angka terkecil yang tercantum dalam tabel hasil
pengukuran debit diatas dapat diambil kesimpulan bahwa : apa yang tertulis dalam TOR halaman 4 “
......... the spring could reserve minimum 400 lps in summer period ..... ” perlu direvisi menjadi jumlah
yang lebih kecil.
Air terjun Bantimurung dan Mata air Jamala berlokasi di Taman Wisata Air Terjun Bantimurung yang
otorita pengelolaannya berada dibawah Departemen Kehutanan cq. Pengelola Taman Nasional
Bulusaraung.
Memperhatikan :
• dimana lokasi mata air Jamala berada,
• saluran dan pintu-pintu air pengatur aliran dari kolam tampung mata air Jamala yang telah ada,-
serta
• angka-angka debit hasil pengukuran Seksi Hidrologi Dinas PSDA seperti yang diperlihatkan
dalam tabel diatas
dapatlah diduga bahwa : SIPA untuk pengambilan air langsung dari mata air Jamala sejumlah 200 – 250
liter/detik sebagai pasok air baku PDAM kabupaten Maros sangat mungkin akan sulit diperoleh,
seandainya SIPA dapat diperolehpun , khususnya dimusim kemarau, cara pengaturan pintu-pintu air
yang telah ada sangat mungkin membuat pasok air untuk PDAM menjadi jauh kurang dari yang
diperlukan, bahkan mungkin saja menjadi tidak tersedia sama sekali.

halaman 8
Memperhatikan lokasi mata air Jamala, lokasi air terjun Bantimurung, lokasi pengukuran debit dan lokasi
bd. batubassi serta intake PDAM Bantimurung seperti yang diperlihatkan dalam gambar diatas – dapat
dikatakan lokasi Intake pasok air baku IPA Bantimurung sudah merupakan posisi penyadapan air terbaik,
mengingat posisinya yang dekat konstruksi bendung dan air yang mengalir ke lokasi ini adalah
gabungan dari air yang berasal dari mata air Jamala, sungai Bantimurung ( air terjun Bantimurung ) dan
cabang sungai S. Makkatoane.

Alokasi air dari bendung Batubassi sampai sejauh ini paling tidak diperuntukan bagi : 1. irigasi (kanan)
Bantimurung untuk pasok air ke lahan pertanian k.l. seluas 3000 ha, 2. PT Semen Bosoa ( intakenya
berdampingan dengan intake PDAM ) 3. PDAM 80 liter/detik.

halaman 9
Data hasil pengukuran debit (Seksi Hidrologi – PSDA), menguatkan kebenarana “isue” bahwa : pada saat
ini telah terjadi kekurangan pasok air , terutama pasok air untuk irigasi pertanian di musim kemarau.
Di masa y.a.d. , apabila PDAM Kabupaten Maros meningkatkan jumlah pengambilan air dengan
tambahan sejumlah 250 liter/detik misalnya, hampr dapat dipastikan bahwa masalah deficit air akan
menjadi lebih kritis, apalagi jika saluran kiri irigasi Bantimurung ( yang saat ini belum mengambil air dari
sungai Bantimurung) telah mulai menuntut alokasi air.
Solusi terhadap masalah ini hanyalah menampung kelebihan air pada saat surplus air kemudian
memanfaatan air yang tertampung ini pada saat defisit air.
Fenomena air sangat sangat berlimpah pada musim hujan, bahkan berupa banjir yang merugikan, tapi
kering atau sama sekali tak berair di musim kemarau, adalah indikasi ketidak mampuan catchment area
menahan laju aliran permukaan pada saat turun hujan, serta meng-inflitrasi-kannya kedalam lapisan
tanah bawah. Air dalam lapisan tanah bawah adalah salah satu komponen penting yang menentukan
dapat atau tidaknya air di sungai tersedia di musim kemarau.
Fenomena seperti diuraikan diatas umumnya disebabkan karena tindakan-tindakan “exploitasi
sumberdaya alam” di areal catchment area yang mengabaikan kepentingan “kesinambungan kelestarian
lingkungan”.
Pencegahan terhadap degradasi lingkungan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat “exploitasi
sumberdaya alam” seperti dimaksud diatas tentu akan sangat membantu meningkatnya ketersediaan air
di musim kemarau serta meredam dampak-dampak negatif akibat terlampau melimpahnya aliran sungai
di musim hujan..
Upaya lain yang mungkin dapat dilakukan adalah : dengan membangun infrastruktur yang
memungkinkan penampungan air pada saat terjadi surplus air, misalnya membangun bendungan atau
bendung dengan “long-storage” yang memadai.
Dibawah ini disajikan Tabel hasil pengukuran (random-sesaat) debit di pos duga air Bantimurung
selengkapnya yang diperoleh dari Seksi Hidrologi, Bidang Bina Teknik, Dinas PSDA Propinsi Sulawesi
Selatan.

hasil pengukuran debit random sesaat pada bulan (m3/det)


jan feb mar apr mei jun jul ags sep okt nov des

1978 10.700 11.100 2.600 4.527 3.000 2.695 2.780 3.019 7.138

1979 9.881 10.316 9.952 6.418 18.097 4.504 2.455 4.849 1.599 0.877 0.877
1980 50.030 7.712 27.859 9.148 4.490 1.950 1.600 1.585 1.376 20.888
1981 14.558 9.984 10.300 6.420 2.661 4.220 1.600 1.190 7.280
1982 12.600 8.600 6.830 10.500 4.550 5.420 1.990 1.380 0.740 1.040 0.850 1.040
1983 3.720 13.400 4.550 11.200 12.300 4.980 2.850 1.160 3.280 7.490
1984 9.600 10.300 16.400 5.360 2.430 2.760 1.600 4.040 14.200
1985 19.600 11.200 16.100 16.600 2.880 1.370 1.130 1.350 3.620
1986 50.500 21.300 14.000 2.260 1.930 9.550 7.300
1987 33.400 11.600 8.290
1988 2.260 1.230 3.330
1989 4.300 3.100 1.770 1.640 17.110
1990 7.550 2.281 2.817 1.307 1.258 1.127 8.798
1991 2.845 17.500 0.917 6.760 3.131 1.787 1.082 0.880 8.331

halaman 10
1992 8.455 9.820 7.816 4.651 2.177 1.611 1.338 0.996 2.572 3.260

1993 12.230 13.060 25.738 12.660 3.765 2.222 0.904 0.766 3.304
1994 5.909 1.960 1.536
1995 44.212 4.646 3.864 2.779 4.550 8.230
1996 2.246 1.992 9.454
1997 38.520 1.221
1998 4.676 6.995
1999 3.209 11.637
2000 11.499 4.973 3.705 1.874
2001 3.285 1.813 0.950
2002 6.547 1.347 0.505 3.850
2003 10.954 2.953 1.746 1.336
2004 11.374 10.284 3.836 2.071 1.440 0.957
2005 0.992 0.694 12.346

2006 11.581 5.898 3.680 1.655 6.173

2007 1.989 3.651


2008 7.443 2.723 0.986 21.272

Tertulis dalam “SPAR Kabupaten Maros - versi bahasa Indonesia – disiapkan untuk ADB – final :
November 2005” halaman 29 :
SUMBER AIR BAKU
63. Sumber Air Baku yang dimanfaatkan saat ini berasal dari: Air Permukaan, dan saluran
irigasi, untuk IPA Bantimurung menggunakan sumber air baku dari sungai Bantimurung,
dengan kapasitas minimum sumber sebesar 5.000 l/det. Dimanfaatkan oleh PDAM sebesar
40 l/det sisanya untuk kebutuhan irigasi. IPA Patontongan memanfaatkan sumber air baku
dari saluran bendungan Lekopancing dengan debit minimum sebesar 700 l/det pada musim
kemarau, dimanfaatkan oleh PDAM sebesar 50 l/det, selebihnya dimanfaatkan oleh PDAM
Kota Makassar.
64. Sungai Bantimurung dan Saluran Bendungan Lekopancing tidak disarankan untuk
digunakan sebagai sumber air baku untuk pengembangan pelayanan air minum Kabupaten
Maros, karena keterbatasan kapasitas yang ada.

Menyipak data debit debit di pos duga air Bantimurung seperti diperlihatkan dalam tabel data debit
diatas, kata-kata “ ............. sumber air baku dari sungai Bantimurung, dengan kapasitas minimum
sumber sebesar 5.000 l/det ...........” perlu diralat menjadi besaran yang lebih kecil.

Tertulis dalam “SPAR Kabupaten Maros - versi bahasa Indonesia – disiapkan untuk ADB – final :
November 2005” halaman 53 :
X USULAN SUB-PROJECT
A. AIR MINUM
136. Peningkatan system air minum di kabupaten Maros direncanakan memanfaatkan
sumber air baku dari sungai Maros (Dulang) yang terletak di desa Dulang Kecamatan
Tanralili dengan kapasitas minimum lebih dari 4.000 l/det pada musim kemarau. Sumber
halaman 11
air baku ini diusulkan untuk rencana pengembangan karena ditinjau dari segi kualitas,
kuantitas dan kontinuitas sangat memungkinkan, sehingga dapat melayani sebagian
wilayah di Kabupaten Maros. Sistem pengaliran menggunakan pompa, dan lokasi sumber
ini tidak jauh dari wilayah pelayanan. Lokasi WTP dan reservoir berada di desa Dulang
Kecamatan Tanralili. Kapasitas WTP untuk pengembangan sebesar 200 l/dtk, dan di
lengkapi dengan reservoir distribusi dengan kapasitas sebesar 3.000 m3.

Kata-kata dalam butir 136 - SPAR halaman 53 sbb. : “............................... dengan kapasitas minimum
lebih dari 4.000 l/det pada musim kemarau ..................” sangat perlu ditinjau kembali kebenarannya
sehubungan dengan hal-hal sebagai berikut dibawah ini :

1. Letak titik Lokasi Dulang – Sungai Maros yang berada lebih ke-hilir bendung Lekopancing,
dimana di bendung Lekopancing dilakukan penyadapan (pengambilan) dan “diversi’ air ke luar
dari alur sungai Maros.
2. Debit Aliran di titik lokasi Dulang - Sungai Maros kurang lebih sama dengan debit aliran di titik
lokasi Tompobulu – Sungai Maros dikurangi debit “diversi” air ke saluran dari sungai Maros
3. Data debit aliran sungai Maros di stasiun Tompobulu seperti diperlihatkan dalam tabel berikut
dibawah ini.

halaman 12
Data debit aliran sungai Maros di sta. Tompobulu
Q rerata bulanan (m3/det) maximum sesaat minimum sesaat
Q rerata
jan feb mar apr mei jun jul ags sep okt nov des tahunan tgl Q (m3/det) tgl Q (m3/det)

1990 48.6 29.4 29.3 11.5 18 14.2 4.33 2.69 1.5 1.15 2.3 33.5 16.373 18-Feb-90 246 22-Oct-90 1.000
1991 16.7 26.3 16.4 5.02 1.12 1.29 1.11 23-Jan-91 267 17-Oct-91 0.790
1992 30.4 25 20.6 16 8.15 6.22 4.08 2.28 2.11 3.61 6.07 16.8 11.777 2-Feb-92 550 3-Sep-92 1.360
1993 39.8 36.9 25.9 24.5 1.48 1.34 7.45 36.7 24-Dec-93 652 19-Oct-93 0.900
1994 12.7 14.7 26.7 11.1 12.5 5 2.59 2.29 1.72 3.98 9.21 23.5 10.499 23-Mar-94 335 29-Sep-94 1.450
1995 47 22 32.6 15 11.9 12.9 8.26 2.47 1.61 2.09 11 55.3 18.511 13-Jan-95 384 17-Sep-95 1.220
1996 1.74 0.78 2.17 5.8 19.8 109 11-Jan-96 302 27-Jul-96 0.510
1997 78.4 68.3 14.4 6.84 3.54 1.62 1.43 1.17 0.87 1.78 20.7 3-Mar-97 625 15-Nov-97 0.720
1998 13.3 8.41 10.9 8.99 8.87 40.8 44.2 28-Feb-98 478 1-Oct-98 4.600
1999 11.79 7.7 3.55 5.55 33.04 30-Nov-99 104 1-Oct-99 1.700
2000 39.97 38.21 2-Feb-00 663 25-Sep-00 0.250
2001 15.47
2002 58.03 37.54 35.8 27.11 12.95 6.41 4.09 18-Jan-02 572 16-Apr-02 0.470
2003
2004 7.01 2.02 5.24 2.28 2.35
2005 11.35 12.51 3.87 3.97 2.52 1.89 0.91 0.58 4.47 18.61 25-Feb-05 39 1-Jan-05 0.098
2006 32.46 86.55 9.37 12.69 27-Feb-06 114 4-Oct-06 1.880
2007 15.66 14.34 7.07 6.49 7.19 6.59 13.89 27.56 26-Dec-07 145 1-Jan-07 0.860
sumber ;: Seksi Hidrologi, Bidang Bina Teknik, Dinas PSDA Propinsi Sulawesi Selatan

halaman 13
Bendung Batubassi , Intake dan IPA Bantimurung.

intake irigasi kanan dan intake PDAM

halaman 14
IPA Bantimurung

saluran irigasi Bantimurung kiri yang sedang dalam proses konstruksi.

halaman 15
Bendung Lekopancing.

halaman 16
bendung lekopancing

saluran pembawa terutama untuk pasok air ke PDAM Makasar


IPA Patontongan – PDAM Kabupaten Maros memperoleh quato pengambilan dari saluran ini sebanyak
50 liter/detik

Lokasi Potensial dibangun Bendungan.


Di titik lokasi Pucak ( Bontosungu ) – S. Maros dipandang potensial dibangun bendungan yang diyakini
akan memberikan solusi defisit air di musim kemarau.
Diperoleh informasi bahwa beberapa kunjungan ke lokasi pernah dilakukan oleh tenaga akhli JICA.
Letak titik lokasi Pucak ( Bontosungu ) – S. Maros dapat dilihat di halaman berikut dibawah ini :

halaman 17
halaman 18

Anda mungkin juga menyukai