Anda di halaman 1dari 3

MENGAPA PERGURUAN TINGGI SWASTA (PTS) MAHAL?

Oleh Jhanghiz Syahrivar, SE, MM

"Price equals Quality; the Higher the Price, the Better the Quality" adalah suatu pemikiran logis
yang belum terbantahkan hingga saat ini. Ketika Anda membeli Mercedez pastilah ekspektasi
harganya adalah mahal. Karena harganya yang mahal mampu merefleksikan kualitasnya pula.
Semisal Anda ditawarkan Mercedez namun dengan harga Toyota, kontan Anda pasti curiga.
Betul? Karena pemikiran Anda adalah Mercedez = mahal = prestis. Jika ada suatu masa di mana
Mercedez memiliki harga yang sama dengan Toyota, maka konsumen yang mencari prestis akan
berpindah ke merk mobil lainnya yang memiliki value yang lebih tinggi dari Mercedez. Hal ini
mengingatkan kita pada satu pemikiran lain bahwa: expensive is prestige (mahal itu prestis).
Sehingga produk yang mahal saja tanpa menimbulkan kesan prestis pun lambat laun akan
hengkang dari bisnis atau terpaksa menurunkan harganya agar sesuai dengan "persepsi"
konsumen.

Boleh dibilang harga adalah indikator jitu untuk menentukan kualitas dan hal ini masih sulit
untuk dipermainkan. Alasannya adalah konsumen tidaklah bodoh. Kalau Anda memasang harga
mahal namun ternyata kualitas jelek pasti usaha Anda lambat laun akan bangkrut. Jadi pengusaha
yang memasang harga lebih mahal pada produknya pastilah sangat yakin bahwa produknya lebih
baik ketimbang produk sejenis.

Ada beberapa hal mengapa PTS terkesan "lebih mahal":

1. PTS tidak disubsidi oleh pemerintah sehingga biaya operasionalnya sehari-hari murni
dari iuran mahasiswa. Dan bila Anda beranggapan bahwa PTN itu lebih murah,
sebenarnya pemikiran Anda tidaklah terlalu tepat. Iuran yang murah didapat karena ada
subsidi dari pemerintah terhadap sebagian/bahkan keseluruhan biaya operasional
sehingga iuran murah yang Anda dapatkan apabila berkuliah di PTN sebenarnya tidaklah
merefleksikan "value" atau "total cost" yang sebenarnya dari PTN itu sendiri.
Konsekuensinya adalah, anggapan bahwa PTS "lebih mahal" pun tidaklah logis karena
sebenarnya itu lah biaya normal yang harus Anda bayar apabila PTN tidak disubsidi

2. Karena tidak mendapat subsidi, PTS pun perlu memikirkan pembangunan berkelanjutan
agar tetap survive di bisnisnya untuk jangka waktu yang tidak terhingga sehingga
iurannya pun relatif lebih mahal ketimbang universitas lainnya. Iuran yang relatif mahal
tersebut tentu digunakan untuk pembangunan sarana dan perasarana yang lebih baik. Jadi
setelah dianalisa lebih baik cost = utility. the higher the cost, the higher the utility.
Singkat kata, umumnya iuran yang besar pula diiring dengan kenyamanan yang lebih
tinggi pula.

3. Bagi PTS standar internasional biasanya memungut iuran yang lebih mahal lagi
ketimbang PTS berbasis lokal karena syarat dengan biaya operasional yang juga lebih
mahal seperti biaya gaji dosen asing, biaya kolaborasi dan kerjasama dengan institusi
bergensi lainnya, biaya pendidikan kelas internasional, biaya fasilitas dll.
Jadi yang bilang bahwa mahal belum tentu berkualitas, berpikirlah dengan sistematis dan logis
seperti berikut:

1. Segala sesuatu yang berkualitas perlu resource yang berkualitas pula dan resource yang
berkualitas perlu dana yang tidak kalah besar. Gold in = Gold out. Hukum Alchemy:
untuk mendapatkan produk A, Anda perlu mengorbankan produk B (plus C plus D
plus...) yang setelah dijumlahkan memiliki value setara dengan A (law of equal value).
Bagaimana Anda ingin mendapatkan berlian dengan memproses kayu? Karena kayu tidak
setara dengan berlian.

2. Segala sesuatu yang unik, langka dan tiada duanya pastilah mahal. Mengapa? Kalau tidak
mahal maka akan melawan hukum ekonomi mengenai sumber daya: bahwa segala
sumber daya yang sifatnya terbatas/langka (hampir tidak ada sumber daya yang sifatnya
tidak terbatas) harus dialokasikan seefisien dan seefektif mungkin. Dan untuk mencapai
efisien dan efektif tersebut diperlukan harga yang benar. Contoh: Disebut "jalan tol"
karena dengan menggunakan fasilitas tersebut Anda dapat berpergian dengan lebih
mudah ketimbang menggunakan jalan biasa. Nah kalau jalan tol itu digratiskan/murah
dan diasumsikan semua orang menginginkan kemudahan dalam berpergian (utility
maximizer), maka tentulah logisnya semua mobil akan berjubelan di jalan tol. Dan jalan
tol telah kehilangan tujuan pembentukannya semula, yakni sebagai jalan bebas hambatan.
Sehingga tidak efektif dan efisien.

3. Konsekuensinya, suatu produk yang berkualitas namun dijual dibawah value dan tidak
dibatasi siapa penggunanya juga tidak efisien dan efektif. Semisal adalah biaya bensin
premium yang dijual murah dan tidak ada halangan bagi siapa yang dapat memakainya
(non-discriminated product). Konsekuensinya adalah orang kaya maupun menengah
kebawah sama2 menggunakan premium. Padahal yang kaya lebih mampu secara
finansial membeli, semisal pertamax, namun tidak mereka lakukan. Apa yang terjadi
kalau si kaya membeli lebih banyak premium ketimbang orang menengah kebawah?
alhasil orang yang seharusnya LEBIH MEMBUTUHKAN tidak mendapat jatah. Sekali
lagi menjadi suatu produk yang tidak efektif dan efisien.

Meskipun konon di India biaya kuliah tergolong murah, itu karena pemerintah mensubsidi biaya
pendidikan dan kertas. Namun, kuliah yang mahal pun juga ada di India dan umumnya PTS
dengan sarana yang jauh lebih baik ketimbang PTN. Lalu pintarnya lagi adalah pemerintah India
mampu memberikan suatu pandangan bahwa yang ekonomi lemah di PTN dan yang ekonomi
menengah ke atas itu ke PTS. Orang yang dari ekonomi menengah ke atas akan merasa malu
masuk PTN karena mereka tau itu adalah jatah untuk ekonomi ke bawah (timbul suatu kesadaran
moril). Sehingga sekali lagi pendidikan menjadi produk yang efisien dan efektif serta disalurkan
pada orang yang tepat! Yang berkemampuan dari segi finansial masuk PTS, yang menengah
kebawah masuk PTN. Jadi yang kaya tidak berebut dengan yang ekonomi lemah yang
dikhawatirkan membuat yang ekonomi lemah terpinggirkan. Yang kaya makin pintar karena
mampu mengakses dunia pendidikan mana saja yang mereka mau, dan yang miskin jadi semakin
bodoh karena telah kehilangan tempat untuk mengenyam pendidikan itu sendiri (karena
bangkunya telah direbut oleh orang kaya). Itulah kurang lebih yang terjadi di Indonesia saat ini.
Kalau kita semua dapat memahami konsep di atas berdasarkan prinsip ekonomi, suatu pemikiran
bahwa PTS "lebih mahal" bukanlah suatu yang aneh lagi.

Anda mungkin juga menyukai