BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan utama pendidikan di Indonesia saat ini antara lain terjadinya disparitas/
keragaman mutu pendidikan khususnya yang berkaitan dengan : 1) ketersediaan
pendidik dan tenaga kependidikan yang belum memadai baik secara kuantitas, kualitas,
maupun kesejahteraannya, 2) sarana prasarana belajar yang belum memenuhi
kebutuhan, jika tersediapun belum didayagunakan secara optimal, 3) pendanaan
pendidikan yang belum memadai untuk menunjang mutu pembelajaran, 4) proses
pembelajaran yang belum efektif dan efisien; dan penyebaran sekolah yang belum
merata, ditandai dengan belum meratanya partisipasi pendidikan antara kelompok
masyarakat, seperti masih terdapatnya kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin,
kota dan desa, laki-laki dan perempuan, antar wilayah. Dua permasalahan tersebut di
atas menjadi bertambah parah, jika tidak didukung dengan komponen utama pendidikan
seperti kurikulum, sumberdaya manusia pendidikan yang berkualitas, sarana dan
prasarana, serta pembiayaan.
Belajar dari kondisi tersebut, solusi pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan
adalah menerbitkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang tercermin dalam rumusan Visi dan Misi pendidikan nasional. Visi
pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang
kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar
berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah. Sedangkan misinya adalah: 1) mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi
seluruh rakyat Indonesia; 2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di
tingkat regional, nasional, dan internasional; 3) meningkatkan relevansi pendidikan
dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global; 4) membantu dan memfasilitasi
pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat
dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; 5) meningkatkan kesiapan masukan dan
kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang
bermoral; 6) meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas lembaga pendidikan
sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan
nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan 7) mendorong peran
serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam
konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan nasional tersebut, diperlukan
suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang
antara lain meliputi kriteria yang esensial dari berbagai aspek yang terkait dengan
penyelenggaraan pendidikan. Acuan dasar tersebut di atas merupakan standar nasional
pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan
pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan
yang bermutu. Standar nasional pendidikan sebagai penjabaran visi dan misi pendidikan
nasional tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Pada dasarnya Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria
minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Standar Nasional Pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen
pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk
mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan
programnya. Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian
pendidikan. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai perangkat
Direktorat Pembinaan SMA bagian integral dari Ditjen. Manajemen Dikdasmen, dituntut
berperan aktif dalam merealisasikan tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu sebagai
langkah awal penerapan kebijakan standar nasional pendidikan sambil menunggu
pedoman/peraturan yang dikeluarkan oleh BSNP, strategi yang dilakukan Direktorat
Pembinaan SMA adalah mengembangkan konsep SKM/SSN dan sejak tahun 2007 telah
melaksanakan rintisan SKM/SSN di 441 SMA di 33 provinsi.
Program rintisan tersebut pada dasarnya adalah program terpadu yang mengkaitkan
antara kebijakan (BSNP), pelaksana kebijakan (sekolah sasaran rintisan), pendampingan
dan pengembangan konsep implementasi (Dit. Pembinaan SMA), dukungan dan
pembinaan dari Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta supervisi dan
evaluasi (Dit. Pembinaan SMA, Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota).
Keterpaduan tersebut merupakan implementasi dari penjelasan PP Nomor 19 Tahun
2005 yang menyebutkan bahwa berbagai upaya ditempuh agar alokasi sumberdaya
Pemerintah dan Pemerintah Daerah diprioritaskan untuk membantu sekolah/madrasah
yang masih dalam kategori standar untuk bisa meningkatkan diri menuju kategori
mandiri/standar nasional. Disamping itu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong
dan membantu satuan pendidikan formal dalam melakukan penjaminan mutu (quality
assurance) agar memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan, sehingga dapat
dikategorikan ke dalam kategori mandiri/standar nasional. Untuk itu perlu dibuat profil
tentang SKM/SSN.
B. Tujuan
BAB II
PENYELENGGARAAN PROGRAM RINTISAN SKM/SSN
A. Landasan
B. Pengertian
a. Dukungan Internal
2). Kurikulum
a). Memiliki Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
mencerminkan kurikulum SKM/SSN
b). Beban belajar dinyatakan dengan Satuan Kredit Semester
c). Mata pelajaran yang harus diikuti oleh peserta didik dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) yaitu pokok, pilihan wajib dan pilihan bebas
3). Ketersediaan panduan pelaksanaan
a). Memiliki pedoman pembelajaran
b). Memiliki pedoman pemilihan mata pelajaran sesuai dengan potensi
dan minat
c). Memiliki panduan pemetaan potensi peserta didik
d). Memiliki pedoman penilaian
4). Kesiapan sekolah
a). Sekolah menyatakan kesiapan melaksanakan Sistem Kredit Semester
b). Persentase guru yang menyatakan siap melaksanakan SKS ≥ 90%
c). Pernyataan staf administrasi akademik bersedia melaksanakan SKS
d). Kemampuan staf administrasi akademik dalam menggunakan
komputer
5). Kesiapan Sumber Daya Manusia
a). Persentase guru memenuhi kualifikasi akademik ≥ 75%
b). Relevansi guru setiap mata pelajaran dengan latar belakang
pendidikan (≥ 75 %)
c). Rasio guru dan peserta didik 1 : 20
d). Jumlah tenaga administrasi akademik sesuai ketentuan
e). Rasio Guru bimbingan konseling/karir sesuai ketentuan
6). Ketersediaan Fasilitas
a). Ruang Kelas
b). Ruang Perpustakaan
c). Ruang Laboratorium Biologi
d). Ruang Laboratorium Fisika
e). Ruang Laboratorium Kimia
f). Ruang Laboratorium Komputer
g). Ruang Laboratorium Bahasa
h). Ruang Laboratorium IPS
i). Ruang Pimpinan
j). Ruang guru
k). Ruang Tata Usaha
l). Tempat ibadah
m). Ruang Konseling
n). Ruang UKS
o). Ruang Organisasi Kesiswaan
p). Jamban
q). Gudang
r). Ruang Sirkulasi
s). Tempat Bermain/berolah raga
t). Ruang Multimedia
b. Dukungan Eksternal
1). Dukungan dari komite sekolah
2). Adanya kesediaan orang tua/wali yang menyatakan putranya mengikuti
pembelajaran dengan sistem SKS
3). Dukungan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota secara tertulis
4). Dukungan tenaga pendamping/narasumber dalam proses pengembangan
dan pelaksanaan SKM/SSN
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pasal 11 ayat (3) menyatakan bahwa
beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat
pada jalur pendidikan formal kategori mandiri dinyatakan dalam satuan kredit
semester. Ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa SKM/SSN harus menerapkan
sistem satuan kredit semester.
Sistem Kredit Semester (SKS) menurut Standar Isi adalah sistem penyelenggaraan
program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan
mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan.
3. Beban Belajar :
a. Semester 1 dan 2 masing-masing sebanyak 20 SKS
b. Semester 3 dan seterusnya bisa 16 SKS sampai 28 SKS sesuai dengan
prestasi yang dicapai pada semester sebelumnya
c. Dimungkinkan siswa lulus kurang dari 6 (enam) semester
d. Pemilihan mata pelajaran sesuai dengan potensi, minat, dan kecepatan
belajar siswa melalui bimbingan dari penasehat akademik siswa
4. Pembelajaran :
a. Pelaksanaan pembelajaran menerapkan pendekatan tatap muka, kegiatan
terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
b. Menerapkan pengelolaan pembelajaran dengan sistem siswa pindah ruang
kelas (moving class)
c. Guru menyediakan jadwal untuk konsultasi mata pelajaran.
d. Jadwal pemanfaatan laboratorium untuk kegiataan di luar jadwal rutin
e. Pemanfaatan perpustakaan
f. Penasehat akademik mendeteksi potensi siswa, bisa dengan tes bakat
disertai data prestasi belajar
g. Ada program remedi sepanjang semester (tidak ada batasan frekuensi
pelaksanaan remedi dalam satu semester sehingga diperlukan perangkat
pendukung untuk pelaksanan remedi antara lain dalam bentuk modul
pembelajaran mandiri yang disiapkan oleh guru)
h. Menerapkan pembelajaran berbasis TIK
5. Penilaian :
a. Bentuk penilaian: tugas-tugas, ujian midsemester dan ujian semester
b. Penilaian menggunakan acuan kriteria dengan kategori A, B, C, D, dan E
c. Konversi skor menjadi grade, dan konversi grade menjadi skala 4
d. Lulus minimum mencapai nilai C
e. Syarat lulus dari sekolah indeks prestasi kumulatif minimum 2,00
6. Administrasi Akademik:
a. Peserta didik membuat rencana studi yang dapat direvisi atas dasar
prestasi yang dicapai di bawah bimbingan penasehat akademik
b. Administrasi data prestasi peserta didik
c. Mata pelajaran pilihan ditawarkan setelah semester 3
Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan dan PP
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, serta mengacu pada
berbagai pengertian tersebut di atas, maka program SKM/SSN yang dikembangkan dan
dilaksanakan oleh satuan pendidikan (SMA/MA) dapat dirumuskan sebagai berikut.
Komponen KTSP memuat tentang visi, misi, tujuan, dan struktur dan muatan KTSP.
KTSP dilengkapi dengan silabus yang penyusunannya melibatkan seluruh guru dari
sekolah yang bersangkutan.
2. Standar Proses
Sekolah mempunyai perencanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran
sesusai dengan rencana, melakukan penilaian dengan berbagai cara, melakukan
pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh proses pendidikan yang terjadi di
sekolah untuk mendukung pencapaian standar kompetensi lulusan. Pelaksanaan
pembelajaran mengacu pada tujuh prinsip pelaksanaan kurikulum. Sekolah telah
menerapkan sistem Satuan Kredit Semester (SKS).
3. Standar Pengelolaan
Pengelolaan sekolah didasarkan pada perencanaan program, pelaksanaan rencana
kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah, dan sistem informasi
manajemen. Sekolah mengembangkan perencanaan program mulai dari penetapan
visi, misi, tujuan, dan rencana kerja. Pelaksanaan rencana kerja sekolah
didasarkan pada struktur organisasi dan pedoman pengelolaan secara tertulis
dibidang kesiswaan, kurikulum dan kegiatan pembelajaran, pendidikan dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, keuangan dan pembiayaan. Disamping itu
pelaksanaannya juga mempertimbangkan budaya dan lingkungan sekolah, serta
melibatkan peran serta masyarakat.
6. Standar Pembiayaan
Pembiayaan Sekolah didasarkan pada rancangan biaya operasional program kerja
tahunan meliputi investasi, operasi, dan biaya personal. Sumber pembiayaan
sekolah dapat berasal orang tua siswa, masyarakat, pemerintah dan donatur
lainnya. Penggunaan dana harus dipertanggungjawabkan dan dikelola secara
transparan dan akuntabel.
BAB III
STRATEGI PENGEMBANGAN PROGRAM RINTISAN SKM/SSN
A. Latar Belakang
Penjelasan PP Nomor 19 Tahun 2005 Ayat 2 dan Ayat 3 menyebutkan bahwa dengan
diberlakukannya Standar Nasional Pendidikan, maka Pemerintah memiliki kepentingan
untuk memetakan sekolah/madrasah menjadi sekolah/madrasah yang sudah atau hampir
memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi
Standar Nasional Pendidikan. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah mengkategorikan
sekolah/madrasah yang telah memenuhi atau hampir memenuhi Standar Nasional
Pendidikan ke dalam kategori mandiri, dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi
Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori standar. Penjelasan tersebut
memberikan gambaran bahwa kategori SKM/SSN didasarkan pada terpenuhinya delapan
Standar Nasional Pendidikan (standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan).
Sebagai penjabaran dari kebijakan teknis tersebut, Direktorat Pembinaan SMA sejak
tahun anggaran 2007 melalui dana dekonsentrasi telah dialokasikan dana untuk
melakukan rintisan SKM/SSN di 441 SMA dan tahun anggaran 2008 dialokasikan dana
untuk 2.465 SMA. Selanjutnya program-program ini akan terus dilanjutkan sampai
pemerintah dapat memenuhi amanat PP Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 94 butir b.
B. Tujuan
D. Strategi/Model Pengembangan
1. Tahap persiapan
1) Konsep SKM/SSN
2) Program Implementasi rintisan SKM/SSN
3) Panduan Verifikasi Profil SMA Pelaksana Program Rintisan SKM/SSN
4) Panduan Penyusunan Program Kerja Sekolah Pelaksana Rintisan SKM/SSN
5) Panduan dan Instrumen Supervisi dan Evaluasi Keterlaksanaan Program
Rintisan SKM/SSN
Landasan/Kebijakan
SKM/SSN (BSNP), Ditjen
Mandikdasmen, Ditjen
PMPTK, Balitbang
Sasaran SKM/SSN
(Seluruh SMA)
Pemerintah Provinsi
Direktorat Pembinaan SMA (Pendampingan : Dinas
(Pendampingan) Dik,PT, Dewan Dik, dsb)
Pemerintah Kab./Kota
(Pendampingan : Dinas Dik,
PT, Dewan Dik, dsb)
Penjelasan bagan:
a. Landasan/Kebijakan SKM/SSN
Penyusunan
Konsep SKS
Supervisi
dan Evaluasi Program Pelaksanaan Program Sosialisasi Program
SKM/SSN Rintisan SKM/SSN Rintisan SKM/SSN
Pemilihan SMA Model berdasarkan Dilakukan oleh Dinas Dik Pembinaan lanjutan oleh:
pemetaan wilayah Prov/Kab/Kot atas rekomendasi Dit. Dit. Pembinaan SMA
PSMA Dinas Pendidikan Provinsi
Dinas Pendidikan
Kab./Kota
4. Target
Target pencapaian program rintisan SKM/SSN di SMA yaitu pada tahun 2013 seluruh
SMA negeri atau swasta sudah dapat memenuhi/hampir memenuhi SNP. Proyeksi
secara nasional (sementara) dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Alur Kegiatan
Penetapan/
Persiapan Program Penyiapan Petugas/
Pemilihan SMA
Fasilitator SKM/SSN
Rintisan SKM/SSN
Bantuan
Pendampingan Supervisi dan Penetapan SMA
Rintisan SKM/SSN Evaluasi Model SKM/SSN