[1] Al-Zubairy, Nasab Qurays, Tashih Laifi Brunfisal, Dar al-Maarif, hlm 349
• Peran Umar bin Khattab amat besar sekali.
Dengan masuknya Umar ke dalam agama Islam
berarti Islam menjadi suatu agama yang kuat dan
masyarakat Islam akan mendapatkan perlindungan
dari berbagai ancaman masyarakat Quraisy. Sejak
saat itulah umat Islam tidak segan-segan lagi
menyatakan keislamannya dihadapan masyarakat
umum, sehingga Ibnu Mas’ud mengatakan,
Islamnya Umar adalah pembukaan, hijrahnya
adalah suatu kemenangan, dan kepemimpinannya
merupakan suatu rahmat.
Umar bin Khattab adalah salah seorang yang memiliki
watak keras, dan tegar di dalam menghadapi berbagai
cobaan yang mengahadangnya, baik sebelum ia memeluk
Islam, ataupun setelah keislamannya. Ini amat terlihat
dalam berbagai tindakan yang selalu dilakukannya
dengan penuh ketelitian, ketegasan, dan penuh dengan
tanggung jawab pada masa kepemimpinannya sebagai
seorang khalifah, pengganti Abu Bakar Siddik.
Beliau adalah salah seorang yang turut andil dalam
proses penyebaran ajaran Islam. Ia selalu ikut dalam
setiap peperangan, seperti perang Badar, perang Uhud,
perang Khandak, perang Tabuk, perang Hunain, dan
sebagainya.
Umar adalah salah seorang yang ikut pada peristiwa
hijrah ke Yathrib (Madinah) pada tahun 622 Masehi. Ia
ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta
penyerangan ke Syria. Ia adalah salah seorang sahabat
dekat Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 625, putrinya
(Hafsah) menikah dengan Nabi Muhammad.
Dihadapan Nabi Muhammad ia terkenal orang yang paling
tegas, kritis, dan berani mengatakan sesuatu kepada Nabi
yang tidak dilakukan oleh para sahabat Nabi yang lain.
Misalnya ketika Abdullah bin Ubay bin Salul, tokoh
munafik meninggal, anak Abdullah memohon kepada Nabi
untuk menshalatkan jenazahnya. Permohonan ini
diterima Nabi. Tetapi Umar menentang keinginan itu.
Dan ternyata pendapat Umar ini dibenarkan oleh Allah,
sehingga turunlah Surat 9 ayat 84. Yang menjelaskan
kepada Nabi, agar menjauhi orang itu dan
meninggalkannya.
Dengan demikian kita melihat bahwa kehidupan Umar bin
Khattab pada masa Nabi merupakan perpaduan antara
sikapnya yang keras selalu diimbangi dengan sikap kasih
sayang.
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Dari Rasulullah saw., beliau bersabda: Ketika sedang tidur,
aku bermimpi melihat sebuah gelas besar berisi susu
dihidangkan kepadaku. Lalu aku meminumnya hingga aku
dapat menyaksikannya mengalir ke dalam kuku-kukuku
kemudian sisa minumanku aku berikan kepada Umar bin
Khathab. Para sahabat bertanya: Bagaimana engkau
menakwilkan mimpi itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab:
Itu adalah ilmu. (Shahih Muslim No.4404)
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Dari Rasulullah saw. beliau bersabda: Ketika tidur, tiba-tiba aku
bermimpi melihat diriku berada di dalam surga dan menyaksikan
seorang wanita sedang berwudu di samping sebuah istana. Aku lalu
bertanya: Milik siapakah istana ini? Mereka menjawab: Milik Umar bin
Khathab. Tiba-tiba saja aku teringat akan kecemburuan Umar. Maka
aku pun pergi meninggalkan tempat itu. Lebih lanjut Abu Hurairah ra.
mengatakan: Mendengar itu seketika Umar menangis sedang kami
semua berada di majlis tersebut bersama Rasulullah saw. kemudian
Umar berkata: Demi Allah, wahai Rasulullah, apakah kepada engkau
aku cemburu?. (Shahih Muslim No.4409)
Hadis riwayat Ibnu Umar ra., ia berkata:
Ketika Abdullah bin Ubay bin Salul meninggal dunia, anaknya
Abdullah bin Abdullah datang menemui Rasulullah saw. meminta
agar Rasulullah saw. berkenan memberikan pakaiannya untuk
digunakan mengkafani jenazah ayahnya. Beliau memenuhi
permintaannya tersebut. Abdullah juga meminta agar beliau
berkenan menyalatkan jenazah ayahnya. Rasulullah saw. pun
berdiri hendak menyalatkan jenazah atasnya lalu Umar ikut berdiri
dan menarik pakaian Rasulullah saw. seraya berkata:
Wahai Rasulullah, apakah engkau akan menyalatkan jenazah
ayahnya padahal Allah telah melarangmu untuk menyalatkannya?
Rasulullah saw. bersabda: Sebenarnya Allah telah memberikan
pilihan kepadaku lalu beliau membaca ayat: Kamu memohonkan
ampunan bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampunan bagi
mereka adalah sama saja. Kendatipun kamu mohonkan ampunan
bagi mereka berulang sampai tujuh puluh kali. Aku akan
menambahnya lebih dari tujuh puluh kali.
Umar berkata: Abdullah bin Ubay bin Salul itu orang munafik.
Rasulullah saw. tetap menyalatkan jenazah bukan orang Islam
tersebut. Saat itulah Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung
menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali
menyalatkan jenazah seorang yang mati di antara mereka, dan
janganlah kamu berdiri di atas kuburnya. (Shahih Muslim No.4413)
Ada beberapa faktor yang mendorong
Abu Bakar untuk menunjuk atau
mencalonkan Umar menjadi khalifah
kedua. Faktor utama adalah
kehawatirannya akan berulang kembali
peristiwa yang sangat menegangkan di
Tsaqifah Bani Saidah yang nyaris
menyeret umat Islam ke jurang
perpecahan, bila ia tidak menunjuk
seseorang yang akan menggantikannya
pada saat itu antara kaum anshar dan
kaum muhajirin sebagai golongan-
golongan yang berhak menjadi
khalifah.
Ketika Abu Bakar wafat pada hari Senin Jumadil Akhir tahun 13H,
setelah maghrib dan dikuburkan pada malam itu juga Umar bin al-Khattob
menggantikan seluruh tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya sebagai
Amirul Mukminin.[1]
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat
pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian besar Persia dari
tangan dinasti Sassanid penguasa Persia (yang mengakhiri masa
kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika
Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium) di Syam.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol
dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif
untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan
diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun
638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram
di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses
kodifikasi hukum Islam.
[1] Tabaqot Ibn Saad, 3/281
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat
kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa
penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat
peristiwa hijrah.
Hal pertama yang dilakukannya setelah menjabat khalifah
adalah mencopot Khalid bin Walid dari jabatan komandan
pasukan dan menggantinya dengan Abu Ubaidah. Tatkala
Khalid bin Walid menanyakan perlakuan Umar terhadap
dirinya, Umar ra. Menjawab, “Demi Allah Wahai Khalid,
sesungguhnya engkau sangat kumuliakan dan sangat
kucintai.”
Kemudian Umar ra. Menulis surat ke berbagai negeri dan
wilayah menyatakan kepada mereka, “Sesungguhnya aku
tidak memecat Khalid karena kebencian dan tidak pula
karena pengkhianatan. Tetapi aku memecatnya karena
mengasihani jiwa-jiwa manusia dari kecepatan serangan-
serangannya dan kedahsyatan benturan-benturannya.”
Peperangan pada zaman Umar bin al-Khottob
Bagian Pertama:
Tahap kedua dari penaklukan Iraq dan wilayah-wilayah Timur
1. Pertempuran Jisr (Jembatan) Abu Ubaid (13H)
2. Pertempuran Buwaib (tahun 13H)
Bagian Kedua :
1. Pertempuran Qadisiyah
2. Penaklukan Madain (Ibukota Persia)
3. Pertempuran Jalula
4. Penaklukan Ramharmuz
5. Penaklukan Tastar
6. Penaklukan Jundi Sapur
Bagian ketiga :
1. Perang Nahawand (21H/643)
2. Penaklukan Khurasan (22H)
Bagian Keempat
1. Penaklukan seluruh Syam
2. Penaklukan Mesir
3. Penaklukan Libya
Peta Kerajaan Persia
Aktivitas militer : Penyempurnaan penaklukan
Dalam masa kepemimpinan Umar bin Khattab
selama 10 tahun itu beliau telah melakukan
penaklukan-penaklukan penting yang mengungguli
para penakluk dunia semisal Julius Kaesar. Tak
lama sesudah `Umar memegang tampuk kekuasaan
sebagai khalifah, pasukan Islam menduduki Suriah
dan Palestina, yang kala itu menjadi bagian
Kekaisaran Byzantium.
Dalam pertempuran Yarmuk (636), pasukan Islam
berhasil memukul habis kekuatan Byzantium di
lembah Jordania. Damaskus jatuh pada tahun itu
juga. Menjelang tahun 641, pasukan Islam telah
menguasai seluruh Palestina dan Suriah, dan terus
menerjang maju ke daerah yang kini bernama Turki.
Tahun 639, pasukan Islam menyerbu Mesir yang
juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam
tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan
dengan sempurna.
Penyerangan Islam terhadap Irak yang saat itu berada di bawah
kekuasaan Kekaisaran Persia telah mulai sejak Abu Bakar disempurnakan
oleh Umar bin Khattab sehingga seluruh wilayah Persia menjadi wilayah
baru Islam. Kunci kemenangan Islam terletak pada pertempuran Qadisiya
tahun 637. Menjelang tahun 641, seseluruh Irak sudah berada di bawah
pengawasan Islam. Dan bukan cuma itu: pasukan Islam bahkan menyerbu
langsung Persia dan dalam pertempuran Nahawand (642) mereka secara
menentukan mengalahkan sisa terakhir kekuatan Persia.[1]
[1] Al-Balazuri, Futuh al-Buldan, hlm 374.
Perang al-Qodisiyyah