1. Pendahuluan
2. Kerangka Teori
2.1 Mekanisme Pasar Uang
Bertambahnya jumlah uang beredar menggeser kurva penawaran dari MS1 ke MS2,
sehingga titik ekuilibrium ikut bergeser dari A ke B. Akibatnya , nilai uang turun dari ½
ke ¼ , dan tingkat harga ekuilibrium naik dari 2 ke 4. Dengan lain kata, meningkatkan
jumlah uang beredar mendorong terjadinya kenaikan harga yang meyebabkan nilai
uang menjadi turun.
Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa dampak langsung dari kebijakan moneter
ekspansif yang dilakukan Bank Sentral adalah meningkatkan jumlah uang beredar.
Sebelum dilakukan injeksi, perekonomian berada pada titik equilibrium A. Pada titik ini,
tingkat harga seimbang dengan jumlah uang yang diminta masyarakat. Saat jumlah
uang beredar meningkat, pada tingkat harga yang sama masyarakat memiliki lebih
banyak uang dari yang mereka minta. Meningkatnya jumlah uang yang beredar
menyebabkan naiknya permntaan terhadap barang dan jasa. Jika jumlah barang dan
jasa yang diminta tidak seimbang dengan jumlah barang dan jasa yang diproduksi, maka
akan terjadi peningkatan harga. Peningkatan harga kemudian mendorong naiknya
jumlah uang yang diminta masyarakat. Pada akhirnya, perekonomian akan mencapai
ekuilibrium baru, yaitu titik B, saat jumlah uang yang diminta kembali seimbang dengan
jumlah uang yang beredar.
Menurut teori kuantitas uang dalam pasar uang, permintaan uang adalah
proporsional dengan nilai transaksi yang dilakukan masyarakat. Dalam pasar ini akan
ditentukan tingkat harga umum, apabila jumlah uang yang beredar (money supply)
naik, maka tingkat harga menjadi naik. Permintaan uang untuk transaksi ditentukan
oleh:
a. Volume output yang ditransaksikan
b. Tingkat harga umum
Irving Fisher menyatakan pada hakikatnya perubahan dalam uang beredar akan
menimbulkan perubahan yang sama cepatnya atas harga-harga barang dengan asumsi
kecepatan peredaran uang adalah tetap dan penggunaan tenaga kerja penuh sudah
terpakai.
Persamaan fisher:
𝑀𝑉 = 𝑃𝑇 … (1)
Dimana:
M : Jumlah uang beredar
V : Kecepatan peredaran uang
P : Tingkat harga
T : Jumlah barang dan jasa yang diperjualbelikan
Berdasarkan persamaan di atas, kenaikan harga terjadi jika jumlah uang yang beredar
di masyarakat bertambah banyak sedangkan kecepatan uang beredar dan jumlah
barang dan jasa konstan.
3. Metodologi
Dalam penelitian ini data M2 (jumlah uang yang beredar dalam artian luas) dan
indeks harga konsumen (IHK) tahun dasar 2000 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam
triwulan mulai 1986 s.d. triwulan 2 2010. Dalam analisis data ditransformasi logaritma
natural terlebih dahulu.
3.2 Metode Analisis
a. Stasioneritas Data
Stasioneritas sangat diperlukan dalam analisis time series agar tidak terjadi
spurious pada analisis. Karena pada periode penelitian terjadi dua shock krisis, maka
penulis merekomendasikan uji Philip-Perron untuk memeriksa stsioneritas dan alat uji
ini mampu merespon adanya shock yang terjadi.
Prosedur pengujian akar unit dengan menggunakan uji Philips-Perron adalah sebagai
berikut:
1. Misal terdapat persamaan:
𝑦𝑡 = 𝜌𝑦𝑡−1 + 𝑢𝑡 … (2),
Dimana ρ adalah koefisien otoregresif, 𝑢𝑡 adalah white noise term1. Jika nilai ρ = 1,
maka 𝑦𝑡 memiliki sebuah akar unit. Dalam ekonometrika, suatu time series yang
memiliki akar unit disebut random walk time series. Apabila dinyatakan dalam
bentuk hipotesis, menjadi:
Ho : 𝜌 = 1, berarti data mengandung akar unit (nonstasioner)
H1 : 𝜌< 1, berarti data tidak mengandung akar unit (stasioner)
Jika data asli dari suatu series sudah stasioner, maka data tersebut berintegrasi
pada order 0 atau dilambangkan I(0) tetapi bila data asli nonstasioner maka harus
di-difference2-kan sehingga diperoleh data yang stasioner pada order d ( I(d) ).
2. Persamaan di atas dapat juga dinyatakan dalam bentuk turunan pertama (first
difference), sebagai berikut:
∆𝑦𝑡 = 𝜌 − 1 𝑦𝑡−1 + 𝑢𝑡 … (3)
∆𝑦𝑡 = 𝛼𝑦𝑡−1 + 𝑢𝑡 … (4) , 𝛼 = 𝜌 − 1
Sehingga hipotesis yang diuji mempunyai bentuk:
Ho : 𝛼 = 1, berarti data mengandung akar unit (non stasioner)
H1 : 𝛼< 1, berarti data tidak mengandung akar unit (stasioner)
3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya akar unit, lakukan penghitungan nilai statistik
uji Philips-Perron berdasarkan uji t-statistik yang disesuaikan:
𝛾0 1/2 𝑇 𝑓0 − 𝛾0 𝑠𝑒(𝛼 )
𝑡𝛼 = 𝑡𝛼 − 1/2
… (5)
𝑓0 2𝑓 𝑠 0
𝛼
𝑡𝛼 = … (6)
𝑠𝑒 𝛼
se α adalah standar eror dari koefisien yt−1 dan s adalah standar eror dari
persamaan (4). 𝛾0 nerupakan estimasi yang konsisten dari varians eror pada
persamaan (4) , dihitung dengan rumus :
1
Kondisi dimana 𝑢𝑡 mempunyai mean sama dengan nol, varians konstan, dan kovarians sama dengan nol.
2
Membuat deret angka baru yang terdiri dari perbedaan angka antara periode yang berturut-turut dengan
rumus: 𝑋𝑡, = 𝑋𝑡 − 𝑋𝑡−1 .
𝑇
𝑇 − 𝑘 𝑠2 2
𝑢𝑡2
𝛾0 = … 7 , dimana𝑠 =
𝑇 𝑇−𝑘
𝑡=1
Dimana k adalah banyaknya variabel independen dan T adalah banyaknya
observasi.𝑓0 diestimasi dari persamaan:
𝑇−1
𝑓0 = 𝛾 𝑗 𝐾(𝑗/𝑙) … (8)
𝑗 =−(𝑇−1)
𝛾 𝑗 adalah sampel otokovariansi ke-j dari residual 𝑢𝑡 ,yang dirumuskan sebagai
berikut:
𝑇
𝑢𝑡 𝑢𝑡−𝑗
𝛾 𝑗 = … (9)
𝑇
𝑡=𝑗 +1
l adalah koefisien Newey-West bandwisth, K merupakan fungsi kernel yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
𝐾 𝑥 = 1 − 𝑥 … (10) , jika 𝑥 ≤ 1
= 0 , lainnya
Selanjutnya nilai statistik Philips-Perron, yaitu 𝑡𝛼 dibandingkan dengan nilai
kritis tabel Mc Kinnon. Jika nilai statistik Philips-Perron lebih negatif dari nilai kritis
tabel Mc Kinnon atau nilai probabilitas statistik Philips-Perron kurang dari level
signifikansi (α) sebesar 0.05; maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa
data time series telah stasioner.
b. Lag Optimum
Penentuan lag optimum diperlukan karena alat analisis time series sangat sensitif
terhadap lag time yang digunakan pada model. Penulis merekomendasikan criteria
selection lag pada Hannan Quinn Information Criterion, hal ini didasarkan karena ukuran
sampel yang digunakan diatas 60 observasi, yakni 98 observasi.
Hannan Quinn Information Criterion:
2𝑘 log(log 𝑇 )
𝐻𝑄𝐼𝐶 = −2 𝑙 𝑇 + … (11)
𝑇
Dimana:
𝑇𝑀 𝑇
𝑙=− 1 + 𝑙𝑜𝑔2𝜋 − 𝑙𝑜𝑔 Ω … (12)
2 2
𝑇
Uji kausalitas pertama kali dikemukakan oleh Engel dan Granger, sehingga uji ini
dinamakan Engel-Granger Causality Test. Hubungan kausalitas adalah hubungan jangka
pendek antara kelompok tetentu dengan menggunakan pendekatan ekonometrik yang
mencakup hubungan timbal balik. Hubungan kausalitas dapat terjadi antar dua variabel,
jika suatu variable y, yaitu M2 dipengaruhi oleh variabel x, yaitu IHK dengan
menggunakan lag. Uji kausalitas Granger bertujuan untuk melihat pengaruh masa lalu
dari suatu varibel terhadap kondisi variabel lain pada masa sekarang. Dengan kata lain
uji kausalitas Granger dapat digunakan untuk melihat apakah peramalan y dapat lebih
akurat dengan memasukan lag variabel x.
Bentuk umum dari model kausalitas Granger, adalah sebagai berikut:
yt 11 , i
yt i 12 , i
x t i e1 t (14)
i 1 i 1
xt 21 , i y t i 22 , i
xt i e2 t (15)
i 1 i 1
y t 11 ,1 12 ,1 y t 1 11 , 2 12 , 2 y t 2
......
x t 21 ,1 22 ,1 x t 1 21 , 2 22 , 2 x t 2
(16)
11 , p 12 , p y t p e1 t
21 , p 22 , p x t p e 2 t
x t i dan y t i adalah operasi kelambanan dari x t dan y t , sedangkan 𝑒1𝑡 dan 𝑒2𝑡 adalah
variabel pengganggu dan diasumsikan tidak berkorelasi.Statistik uji yang digunakan
pada uji kausalitas Granger, adalah statistik uji F, dengan rumus:
( RSS R
RSS UR )
p
Fuji (17)
RSS R
/( n k )
n
p = panjang lag
n = jumlah observasi
k = jumlah parameter yang diestimasi dalam unrestricted
regression
1t = residual dari model yang direstriksi
2t = residual dari model yang tidak direstriksi
Restricted residual sum of square ( RSS R ), adalah jumlah kuadrat residual dari
model yang direstriksi. Misalkan variabel y adalah variabel tidak bebas, maka model
yang direstriksi diperoleh dengan meregresikan variabel y dengan semua nilai lag y
tanpa memasukan lag x sebagai variabel bebasnya. Bentuk model yang direstriksi,
adalah sebagai berikut:
p
yt i
y t i 1t (18)
i 1
Unrestricted residual sum of square ( RSS UR ), adalah jumlah kuadrat residual dari
model yang tidak direstriksi. Misalkan variabel y adalah variabel tidak bebas, maka
model yang tidak direstriksi diperoleh dengan meregresikan variabel y dengan semua
nilai lag y dan nilai lag x sebagai variabel bebasnya. Bentuk model yang tidak direstriksi,
adalah sebagai berikut:
p p
yt i yt i i
xt i 2 t (19)
i 1 i 1
Jika nilai Fuji lebih besar dari nilai Ftabel (( 1 ); p , ( n k )) maka Ho ditolak. Dari uji
kausalitas dapat diketahui variabel mana yang memiliki hubungan kausalitas dan
variabel mana yang terjadi sebelum variabel lainnya.
Asumsi pada uji Causality Engel-Granger, yakni sebagai berikut:
1. Bahwa variabel dalam persamaan Engel-Granger (14) dan (15) harus
stasioner,
2. Penentuan lag optimum harus tepat,
3. Residual dari persamaan (14) dan (15) harus tidak saling berkorelasi.
Ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi dari hasil uji kausalitas Granger, yaitu:
(Gujarati, 2003)
1. x mempengaruhi y atau undirectional causality from x to y ( x y ), dapat
diidentifikasikan jika Ho yang pertama ditolak dan Ho yang kedua tidak ditolak.
2. y mempengaruhi x atau undirectional causality from y to x ( y x ), dapat
diidentifikasikan jika Ho yang pertama tidak ditolak dan Ho yang kedua ditolak.
3. x dan y saling mempengaruhi atau feedback atau bilateral causality ( x y ),
jika Ho yang pertama dan kedua ditolak.
4. x dan y tidak saling mempengaruhi atau independent ( x // y ), jika Ho yang
pertama dan kedua tidak ditolak.
2500000 250
2000000 200
1500000 150
Milyar Rp.
1000000 100
500000 50
0 0
1986
1991
1996
2001
2006
M2 Periode Observasi
IHK (2000=100)
Sumber: BPS dan BI, diolah.
Pada grafik diatas kita dapat melihat pergerakan jumlah uang beredar dan IHK
menunjukan trend meningkat seiringnya waktu. Kita lihat seksama pada grafik
tercermin fenomena krisis ekonomi ditandai lonjakan drastic pada kedua variable
tersebut pada periode 1998.
Berdasarkan pengujian Phillip Perron (tertera pada lampiran a), variable M2 dan
IHK mengandung unit root (sesuai dengan pergerakan kedua variable) tetapi
terintegrasi pada order 1 sehingga dapat disimpulkan kedua variable tersebut stasioner
pada level data first difference.
4.2 Lag Optimum
Sebelum memakai hasil pengujian Engel Granger di atas, kita selidiki asumsi yang
berlaku:
1. Dalam pengujian memakai variable yang telah stasioner, yakni dalam level first
difference.
2. Lag optimumnya adalah satu.
3. Residual dari persamaan pengujian Engel Granger memiliki nilai koefisien
korelasi sebesar 0.336, sehingga VIF-nya yakni sebesar 1.128. Multikolinearitas
yang serius terjadi jika nilai VIF lebih besar dari sepuluh (Neter, et al, 1995).
Ternyata semua asumsi telah dipenuhi sehingga hasil pengujian Engel Granger di
atas valid digunakan. Uji Engel Granger pada level signifikansi lima persen menunjukan
bahwa jumlah uang beredar granger cause terhadap inflasi tapi tidak sebaliknya.
Dengan demikian untuk kasus Indonesia pada periode pengamatan, inflasi adalah
fenomena moneter, maksudnya tinggi rendahnya tingkat inflasi disebabkan besar
sedikitnya jumlah uang yang beredar dimasyarakat.
5. Kesimpulan
Khim, venus dan Sen Liew. 2004. Which Lag Length Selection Criteria Should We Employ.
Economics Bulletin 3: 1 – 9.
Neter, John, William Wasserman, dan Michael H. Kunter. 1989. Applied Linear
Regression Models. Boston: IRWIN.
a. Stasioner Variabel
1. IHK
2. M2
b. Lag Optimum
c. Uji Granger