Anda di halaman 1dari 20

PEMBELAJARAN BUDI PEKERTI BAGI ANAK USIA DINI

(PAUD)

A. LATAR BELAKANG

Masyarakat dunia saat ini tengah disibukkan oleh berbagai persoalan sosial

multisektoral. Kasus-kasus korupsi, kriminalitas, penggunaan obat-obat terlarang,

narkoba, seks bebas, intensitasnya meningkat diberbagai kalangan termasuk

dikalangan pelajar dan anak-anak. Kasus-kasus tersebut muncul salah satunya dapat

disebabkan oleh semakin rapuhnyakecerdasan emosi para individu. Sebagaimana

yang diungkapkan oleh Achenbach bersamaHoell (Sumarta, 2000:181) yang telah

melakukan penelitian selama 15 tahun (1970-1980-an)terhadap anak±anak,

menemukan:³... hasil penelitian menunjukkan terjadinya penurunan kadar kecerdasan

rasa secaraajeg di seluruh dunia ditengah meningkatnya kecerdasan pikir (IQ) dan

prestasiakademis. Tanda-tanda penurunan itu antara lain kian tingginya kasus

penyalahgunaannarkotika dan obat-obat terlarang, meningkatnya kasus kriminalitas

dan tindak kekerasan, hingga depresi, gampang putus asa, keterkucilan, kehamilan

tak diinginkan,dan putus sekolah´.Lebih lanjut Sumarta (2000) menjelaskan

bahwa:³...terjadinya serangkaian kasus-kasus tersebut titik berangkatnya bermula

darisemesta pendidikan yang gagal dalam membentuk manusia dewasa yang

berwatak danmerdeka mandiri. Pendidikan nasional cenderung menonjolkan

1
pembentukankecerdasan pikir dan menepikan penempaan kecerdasan rasa,

kecerdasan budi, bahkankecerdasan batin. Dari sini lahir manusia-manusia berotak

pintar, manusia berprestasisecara kuantitatif akademik, namun tiada berkecerdasan

rasa, tiada berkecerdasan budisekaligus sangat berketergantungan, tidak merdeka

mandiri´.Pada dasarnya tujuan pendidikan adalah membina manusia menjadi manusia

sejati yang berbudi pekerti luhur, seimbang jasmani rohani, pikir dan rasa atau

dengan kata lainmemanusiakan manusia. Ledesma, seorang humanis Roma, pada

pertengahan abad ke-16,sebagaimana yang dikutip oleh Sardi (1985) merumuskan

tujuan pendidikan, sebagaimana berikut, ³Membantu seseorang manusia mandiri yang

mampu arif atas kehidupannya sendiri,supaya akal budinya berkembang, supaya

dapat terlibat dalam tata kemasyarakatan dandengan demikian dapat semakin mudah

mencapai tujuan hidup yaitu bersatu denganTuhan´. Tujuan ini sama dengan konsep

Ki Hajar Dewantara (Sardi, 1985) bahwa, ³Tujuan pendidikan adalah supaya dapat

memajukan kesempurnaan hidup peserta didik yaitu selarasdengan kodratnya, serasi

dengan adat istiadat, dinamis, memperhatikan sejarah bangsa danmembuka diri pada

pergaulan kebudayaan lain´

UU Sistem Pendidikan Nasional, Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, menetapkan tujuan berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusiayang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggung jawab.Ini berarti tujuan pendidikan ini kerap

2
dengan muatan karakter, karena merupakan perpaduanantara tampilan fisik dengan

mental yang kelak akan dimiliki oleh keluaran pendidikan.Upaya pencapaian tujuan

pendidikan nasional sebenarnya memuat implikasi yangmenyeluruh dalam membina

aspek kemanusiaan. Insan pendidikan tidak hanya bertugas dandituntut untuk piawai

dalam mengembangkan aspek kognisi dan jasmaninya namun juga pakar dalam mengemban

amanah dan mengasah aspek rasa. Dengan demikian masyarakatIndonesia diharapkan

dapat menjalani kehidupannya dengan baik dan sesuai denganketetapan Tuhan. Baik

secara individu maupun dalam bermasyarakat dan bernegara.Pendidikan anak usia

dini memenuhi komitmen intenasional mengenai pendidikanuntuk semua, klosul

pertama menyatakan bahwa, expanding and improving comprehensiveearly

childhood care and education, especially for the most vulnerable and

disadvantagedchildren; lebih jauh lagi pada klosul ke enam dinyatakan secara

menyeluruh program pendidikan harus memenuhi aspek kualitas seperti dinyatakan,

improving all aspects of thequality of education and ensuring excellence of all so that

recognized and measurablelearning outcomes are achieved by all, especially in

literacy, numeracy and essential lifeskills (meningkatkan semua aspek thequality

pendidikan dan memastikan keunggulan dari semua sehingga diakui dan hasil

measurablelearning dicapai oleh semua, khususnya dalam keaksaraan, angka dan

lifeskills penting). Pada klosul pertama pendidikan untuk semua terutama pendidikan

bagi anak usia dinisudah menggejala baik negara maju maupun berkembang, akan tetapi

pemenuhan aspek kualitas, keterukuran dan pemenuhan lifeskills esensial masih belum

memenuhi standar yangditetapkan. Hal ini bisa dilihat dari jumlah guru yang

3
qualified hanya sekitar 20%, sehingga banyak berimplikasi pada proses pembelajaran,

cara penanganan kelas, proses penilaian danlebih jauh lagi sulit mengukur pada

hampir semua tahapan pendidikan dan sulit pula untuk mengukur kecakapan hidup

esensial yang dikuasai oleh peserta didik pada pendidikan anak usia dini.Sementara itu

produk impor pembelajaran merebak mewarnai penyelenggaraan PAUDantara lain

menggunakan Beyond Center and Circle Time atau penggunaan PendekatanSentra

dan Lingkaran dengan penekanan pada teori yang dikemukakan Howard Gardner,

Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. Teori ini menekankan bahwa

setiapanak memiliki potensi dan bakat yang dapat dikembangkan dalam kemampuan-

kemampuan. Adapun kemampuan ini yaitu

1. Linguistic intelligence ("word smart")- (Kecerdasan linguistik ("kata pintar")

2. Logical-mathematical intelligence ("number/reasoning smart")-( Kecerdasan logis-

matematis)

3. Spatial intelligence ("picture smart")-( Kecerdasan spasial ("gambar pintar")

4. Bodily-Kinesthetic intelligence ("body smart")-( Tubuh-Kinestetik intelijen ("body

smart")

5. Musical intelligence ("music smart")-( Musik intelijen ("music smart")

6. Interpersonal intelligence ("people smart")-( Kecerdasan interpersonal ("orang

pintar")

7. Intrapersonal intelligence ("self smart")-( Kecerdasan intrapersonal ("self smart")

4
8. Naturalist intelligence ("nature smart")According to Dr. Gardner, our schools and

culture focus most of their attention onlinguistic and logical-mathematical

intelligence. We esteem the highly articulate or logical people of our culture.

However, Dr. Gardner says that we should also place equal attention onindividuals

who show gifts in the other intelligences: the artists, architects, musicians,naturalists,

designers, dancers, therapists, entrepreneurs, and others who enrich the world

inwhich we live. Unfortunately, many children who have these gifts don’t receive

muchreinforcement for them in school. Many of these kids, in fact, end up being

labeled "learningdisabled," "ADD (attention deficit disorder," or simply

underachievers, when their uniqueways of thinking and learning aren’t addressed by a

heavily linguistic or logical-mathematicalclassroom. The theory of multiple

intelligences proposes a major transformation in the wayour schools are run. It

suggests that teachers be trained to present their lessons in a widevariety of ways

using music, cooperative learning, art activities, role play, multimedia, fieldtrips, inner

reflection, and much more (Menurut Dr Gardner, sekolah kami dan budaya sebagian besar

fokus perhatian mereka kecerdasan onlinguistic dan logis-matematis. Kami

menghargai yang sangat mengartikulasikan atau orang logis dari budaya kita. Namun,

Dr Gardner mengatakan bahwa kita juga harus menempatkan onindividuals perhatian

yang sama yang menunjukkan hadiah dalam kecerdasan lain: para seniman, arsitek,

musisi, naturalis, desainer, penari, terapis, pengusaha, dan lainnya yang memperkaya

dunia inwhich kita hidup. Sayangnya, banyak anak yang memiliki karunia-karunia ini

tidak menerima muchreinforcement untuk mereka di sekolah. Banyak dari anak-anak,

5
pada kenyataannya, akhirnya dicap "learningdisabled," "ADD (attention deficit

disorder berprestasi rendah," atau hanya, ketika uniqueways mereka berpikir dan

belajar yang tidak ditangani oleh mathematicalclassroom logis berat linguistik atau-.

Teori kecerdasan ganda mengusulkan sebuah transformasi besar dalam wayour

sekolah dijalankan. Hal ini menunjukkan bahwa guru akan dilatih untuk hadir

pelajaran mereka dalam widevariety cara menggunakan musik, pembelajaran

kooperatif, kegiatan seni, bermain peran, multimedia, fieldtrips, refleksi batin, dan

banyak lebih).Dalam pelaksanaan beberapa permasalahan dalam pendidikan anak usia

dinidilakukan secara parsial dan hasil yang belum bisa diukur dengan model dan

metode pembelajaran menggunakan cara yang sama sekali asing, lebih banyak

menggunakan asumsiyang belum terukur dibandingkan dengan yang bersumber dari

lingkungan sekitar. Dengan penataan yang lebih bersifat imitasi dan metode

pembelajaran exs import, hasilan pendidikanPAUD yang diharapkan berhasil

menciptakan warga belajar yang berkarakter agak skeptisdapat diwujudkan.

Keberatan ini disebabkan pengajar hanya akan mengajar berdasarkankesiapan dan

persepsi yang dimilikinya dengan mempertimbangan aspek kesederhanaan ataulebih

bersifat melakukan pendekatan undersimplificated.

Guru hanya akan melakukan salahsatu dari delapan kemampuan intelegensi yang

paling dikuasainya dan mengabaikankecakapan lainnya pada diri peserta didik yang

tidak ia kuasai.Tujuan utama pendidikan untuk anak usia dini untuk

menumbukembangkan potensiyang dimiliki anak didik, karena sejumlah tuntutan

instan seperti yang diharapkan oleh orangtua serta faktor seting kelas yang lebih

6
mementingkan penilaian kelompok, rendahnyakompetensi pendidik dan tenaga

kependidikan, potensi seperti yang diteorikan Gardner jauhdari tercapai. Terdapat

sejumlah karakter yang harus dikembangkan pada anak usia diniseperti dikemukakan

Leah Davies. Most educators agree that assisting students in buildingmoral character

is a worthwhile goal. Some of the virtues stressed in schools today

include:compassion, courtesy, cooperation, responsibility, fairness, tolerance, self-

control, courage,knowledge, citizenship, perseverance, helpfulness, honesty, and

respectfulness ( toward self,others, authority, property and the environment) / Sebagian besar

pendidik setuju bahwa membantu siswa dalam karakter buildingmoral adalah tujuan

yang berharga. Beberapa menekankan kebajikan di sekolah hari ini meliputi: kasih

sayang, kesopanan, kerjasama, tanggung jawab, keadilan, toleransi, pengendalian diri,

keberanian, pengetahuan, kewarganegaraan, ketekunan, menolong, kejujuran, dan

rasa hormat (terhadap diri sendiri, orang lain, milik otoritas, dan lingkungan).

Beberapa kaidah dalam mengembangkan pendidikan karakter, seperti

disampaikanDawid Rae (2002) sebagai berikut:

1. Many adults agree that a lack of manners in children is a growing problem in

our society. Parents are partly to blame if they ignore their children’s rude

behaviors.Some parents demonstrate poor sportsmanship, display inconsiderate

attitudes and blame educators for their child`s problems. Disrespectful conduct

portrayed in themedia is also at fault. (Banyak orang dewasa setuju bahwa kurangnya tata

krama pada anak-anak merupakan masalah yang berkembang dalam masyarakat kita.

7
Orang tua patut disalahkan jika mereka mengabaikan anak mereka orang tua

behaviors.Some kasar menunjukkan sportivitas miskin, menampilkan sikap tidak

pengertian dan menyalahkan pendidik bagi anak mereka masalah. Tidak

menghormati melakukan digambarkan dalam themedia juga bersalah.

2. Educators can play an important role in children’s development by

demonstrating basic civility. Modeling a respectful attitude and requiring students to

be considerateof the rights and feelings of others help create a cooperative learning

environment.When people treat others with respect, they feel better about themselves

and developself-confidence. When educators model courtesy, children can learn to be

considerateof others (Pendidik dapat memainkan peran penting dalam pengembangan

anak-anak dengan menunjukkan kesopanan dasar. Modeling sikap hormat dan

membutuhkan mahasiswa menjadi considerateof hak dan perasaan orang lain

membantu menciptakan orang environment.When pembelajaran kooperatif

memperlakukan orang lain dengan hormat, mereka merasa lebih baik tentang diri

mereka sendiri dan developself percaya diri. Ketika pendidik kesopanan model, anak-

anak bisa belajar menjadi orang lain considerateof).Berbeda dengan tuntutan karakter

yang ideal, dalam keseharian anak usia dinidihadapkan pada:

1 .Pendidik yang memasakan konsep yang dimilikinya tanpa memperhatikan

aspek sosial psikologis anak, terutama pendidik yang mengahdapi dilema konsep dan

latar belakang sosial ekonomi yang dihadapinya.

8
2. Pendidikan tidak berkesinambungan, dimana hasil pendidikan yang diperoleh

padatingkat pendidikan anak usia dini yang lebih berorientasi pada pembelajaran

yangmenyenangkan terhapus oleh praktek yang lebih membebani anak dengan

sejumlahkonsep. Hal ini bertentangan dengan prinsip yang dikembangkan oleh

Montessoriyang menyatukan: Child Growth and Development; Theoretical

Perspective of EarlyChildhood Education; Program Development; Curriculum

Development;

Interpersonal Skills/Community Relations; Communication and Guidance of

YoungChildren; and, Health/Safety and Nutrition.

3. Sejumlah tontonan melalui media TV dan VCD yang tidak mendidik yang

lebihmenekankan pada entertaintment dan kekerasan dengan dalih menarik minat

anak danmengabaikan kesiapan anak untuk menerima tampilan yang ditayangkan

secara arif.4.

Rasio guru dan murid yang semakin tinggi pendidikan semakin sedikit

curahan perhatian yang bisa diberikan pada peserta didik banyak murid yang

harusdiperhatikan seorang guru, sehingga guru tidak mungkin lagi memperhatikan

karakter orang perorang secara seksama

9
1. Konsep Pendidikan Karakter

Megawangi (2004) mengatakan bahwa kata karakter berasal dari kata Yunani,

Charassein yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola. Sementara itu

Wynnemengatakan bahawa terdapat dua pengertian tentang karakter.

Pertama adalah menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Sebagai contoh

apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus, maka orang tersebut

memanifestasikan karakter jelek. Sebaliknyaapabila seseorang berperilaku jujur, suka

menolong maka orang tersebut memanifestasikankarakter mulia. Kedua, istilah

karakter erat kaitannya dengan ´personality´.

Seseorang bisadikatakan sebagai orang yang memiliki karakter baik atau buruk sesuai

dengan kepribadianyang ditampilkannyaPendidikan karakter merupakan proses

jangka panjang yang harus dimulai sejak dinidan dilakukan secara bertahap dan

berkesinambungan. Pendidikan karakter bukanlah pendidikan instans yang langsung

jadi, namun membutuhkan tahapan-tahapan stimulasi yang perlu dilalui dan proses

internalisasi yang akan menguatkan terbentuknya perilaku tertentu.

2 . Tiga Kesempurnaan Hidup Manusia

Para filsuf berpendapat terdapat tiga kesempurnaan di dunia ini, yaitu

kebenaran,kebaikan dan keindahan. Kebenaran adalah kesempurnaan yang dapat

ditangkap melaluirasio. Kebaikan adalah kesempurnaan yang dapat kita tangkap

melalui moral dengan pertimbangan baik-buruk. Dan Keindahan yaitu kesempurnaan

yang dapat kita tangkapmelalui indera (Mahmud,1995). Ketiga aspek kesempurnaan

10
ini senantiasa saling terkaitsecara hierarkis. Manusia belajar menghayati dan

memahami keindahan terlebih dahuluuntuk dapat memahami kebaikan. Dalam

pandangan Plato dan Plotinus sebagaimana yang dipaparkan dalam Kamus Filsafat

(1995) dijelaskan bahwa jiwa manusia selalu berupayakeras untuk memiliki dan

memahami Keindahan, seperti halnya jiwa yang merindukankebenaran, cinta ,

kebaikan, keadilan dan sebagainyaMemahami kebaikan terlebih dahulu merupakan

Basic untuk memahami kebenaran.Ketidakmampuan menghayati salah satu yang

mendasarinya hanya akan membuat kesulitanuntuk memahami tahapan diatasnya.

Keindahan merupakan hal yang paling dasar bagimanusia, sehingga pada tingkatan

selanjutnya tidak mendapatkan kesulitan.

Gambar 2.1. Hierarki Tiga K esempurnaan Manusia Keindahan-kebaikan-kebenaran

3. Pentingnya K ehalusan Budi dalam Pendidikan Karakter

Para pakar mengungkapkan budi pekerti luhur tidak akan tumbuh dalam jiwa

yangkasar. Budi pekerti luhur hanya akan tumbuh dalam jiwa yang lembut dan halus.

Jiwa yangkeras dan kasar dapat menumbuhkan perilaku agresif, destruktif, dan merusak diri

sendiri.Penelitian yang dilakukan berkenaan dengan korelasi antara tingkat kekerasan

dankepekaan rasa, telah dilakukan oleh Achenbach bersama Hoell pada tahun 1989

(Sumarta,2000). Penelitian tersebut dilakukan selama 15 tahun (1970-1980-an)

terhadap anak±anak usia 7-16 tahun di Amerika dan beberapa negara lain.³ Hasil

penelitian menunjukkan terjadinya penurunan kadar kecerdasan rasa secaraajeg di

seluruh dunia ditengah meningkatnya kecerdasan pikir (IQ) dan prestasiakademis.

11
Tanda-tanda penurunan itu antara lain kian tingginya kasus penyalahgunaannarkotika

dan obat-obat terlarang, meningkatnya kasus kriminalitas dan tindak kekerasan,

hingga depresi, gampang putus asa, keterkucilan, kehamilan tak diinginkan,dan putus

sekolah´.Lebih lanjut Sumarta (2000) dalam buku

Membuka Masa Depan Anak-Anak kita menjelaskan bahwa:³Terjadinya serangkaian

kasus-kasus tersebut titik berangkatnya bermula darisemesta pendidikan yang gagal

dalam membentuk manusia dewasa yang berwatak danmerdeka mandiri. Pendidikan

nasional cenderung menonjolkan pembentukankecerdasan pikir dan menepikan

penempaan kecerdasan rasa, kecerdasan budi, bahkankecerdasan batin. Dari sini lahir

manusia-manusia berotak pintar, manusia berprestasisecara kuantitatif akademik,

namun tiada berkecerdasan rasa, tiada berkecerdasan budisekaligus sangat

berketergantungan, tidak merdeka mandiri´.Rachmawati (2004) dalam penelitiannya

mengungkapkan bahwa proses penghalusan budi diantaranya dapat dilakukan melalui

musik. Dengan musik yang baik anak-anak akandilatih untuk peka terhadap harmoni,

proporsi dan estetik, hal ini pula yang akan membantuanak-anak untuk peka terhadap

perilaku baik dan buruk.

4 . Model Pendidikan Karakter

Dalam melaksanakan proses pendidikan karakter, Rachmawati (2004)

mengemukakanmodel tahapan pembentukan budi pekerti sebagai berikut:

a. Mempersiapkan pondasi budi pekerti luhur

b. Pembelajaran melalui teladan / modeling

12
c.Pembelajaran melalui pembiasaan

d.Pembinaan pengetahuan

P embinaan pengetahuan Pembelajaran melalui pembiasaan Mempersiapkan pondasi

mentalitas budi pekerti luhur sentuhan estetika melalui musik

´Pembelajaran melalui teladan Terbentukn

a budi Pekerti/karakter

Gambar 2 .2 Tahapan P embinaan Budi Pekerti

13
Pada tahap awal kehidupan seorang anak, para pendidik perlu mempersiapkan

pondasi bagi pertumbuhan mentalitas budi pekerti luhur. Pondasi ini diperlukan

sebagai modal awalsehingga anak dapat mengenal dengan mudah perilaku baik-

buruk. Sebelum anak dapatmengfungsikan logikanya untuk menilai baik-buruk anak

akan menggunakan Sense dan feeling-nya. Untuk melatih perasaan anak maka sejak

dini mereka dibiasakan anak untuk mengenal dan peka terhadap hal-hal yang sifatnya

harmoni dan proporsional. Kepekaanterhadap ukuran dan proporsi itulah yang akan

membekali anak dalam menilai baik dan buruk. Berdasrkan hasil riset yang telah

dilakukan oleh Rachmawati (2004) musik merupakansalah satu cara yang paling tepat

untuk membantu anak melatih kepekaan perasaannya akanukuran dan proporsi.

Selain mudah dilakukan, setiap anak sangat menyukai musik. Melaluimusik anak

akan mengenal harmoni, proporsi, dan simetri. Anak juga dapat mengenal berbagai

emosi yang dapat membangkitkan perasaan cinta kasih, keberanian, semangat

serta pengabdian. Semua ini merupakan kekayaan musik yang sangat diperlukan

untuk membinadasar mentalitas budi pekerti anak. Dengan jiwa yang halus, maka

seorang individu memiliki peluang untuk dapat membina hubungan dengan Tuhan (beragama)

dengan lebih baik,memiliki cinta kasih yang besar, dapat mengembangkan sikap yang

selaras dalam berhubungan sosialnya berdasarkan kepekaannya terhadap keindahan

serta memiliki mentalyang sehat. Musik memiliki muatan yang cukup kental dalam membangun

pondasi budi pekerti. Kemampuan dasar ini merupakan Basic character

yang dibutuhkan gunaterbangunnya budi pekerti luhur.Pada tahap kedua, anak membutuhkan

teladan dari lingkungannya. Pondasi yang baik dan kepekaan yang tinggi akan nilai-

14
nilai dasar kebaikan belumlah cukup. Tahap awal hanyamempersiapkan ³wadah´ atau

pun mental anak yang sifatnya masih potensial. Anak memerlukan figur dan contoh

konkrit dari dorongan kebaikan yang sudah dimilikinya.Pembelajaran melalui teladan

ini merupakan pengajaran yang sangat efektif dalam membantuanak

mengekspresikan perilakunya. Tanpa teladan dan contoh langsung dari lingkungan,

sulit bagi anak untuk melatih dan membiasakan perilaku-perilaku berbudi pekerti luhur.

G ambar 2 .2 Tahapan Pembinaan Budi Pekerti

Pada tahap awal kehidupan seorang anak, para pendidik perlu mempersiapkan

pondasi bagi pertumbuhan mentalitas budi pekerti luhur. Pondasi ini diperlukan

sebagai modal awalsehingga anak dapat mengenal dengan mudah perilaku baik-

buruk. Sebelum anak dapatmengfungsikan logikanya untuk menilai baik-buruk anak

akan menggunakan Sense dan feeling-nya. Untuk melatih perasaan anak maka sejak

dini mereka dibiasakan anak untuk mengenal dan peka terhadap hal-hal yang sifatnya

harmoni dan proporsional. Kepekaanterhadap ukuran dan proporsi itulah yang akan

membekali anak dalam menilai baik dan buruk. Berdasrkan hasil riset yang telah

dilakukan oleh Rachmawati (2004) musik merupakansalah satu cara yang paling tepat

untuk membantu anak melatih kepekaan perasaannya akanukuran dan proporsi.

Selain mudah dilakukan, setiap anak sangat menyukai musik. Melaluimusik anak

akan mengenal harmoni, proporsi, dan simetri. Anak juga dapat mengenal berbagai

emosi yang dapat membangkitkan perasaan cinta kasih, keberanian, semangat

serta pengabdian. Semua ini merupakan kekayaan musik yang sangat diperlukan

untuk membinadasar mentalitas budi pekerti anak. Dengan jiwa yang halus, maka

15
seorang individu memiliki peluang untuk dapat membina hubungan dengan Tuhan (beragama)

dengan lebih baik,memiliki cinta kasih yang besar, dapat mengembangkan sikap yang

selaras dalam berhubungan sosialnya berdasarkan kepekaannya terhadap keindahan

serta memiliki mentalyang sehat. Musik memiliki muatan yang cukup kental dalam membangun

pondasi budi pekerti. Kemampuan dasar ini merupakan Basic character

yang dibutuhkan gunaterbangunnya budi pekerti luhur.Pada tahap kedua, anak membutuhkan

teladan dari lingkungannya. Pondasi yang baik dan kepekaan yang tinggi akan nilai-

nilai dasar kebaikan belumlah cukup. Tahap awal hanyamempersiapkan ³wadah´ atau

pun mental anak yang sifatnya masih potensial. Anak memerlukan figur dan contoh

konkrit dari dorongan kebaikan yang sudah dimilikinya.Pembelajaran melalui teladan

ini merupakan pengajaran yang sangat efektif dalam membantuanak

mengekspresikan perilakunya. Tanpa teladan dan contoh langsung dari lingkungan,

sulit bagi anak untuk melatih dan membiasakan perilaku-perilaku berbudi pekerti luhur.

Tahap selanjutnya ketika anak memasuki usia remaja yaitu belajar melalui

pengetahuan.Pada tahap ini remaja sudah dapat menggunakan logika dalam

memahami baik-buruk. Anak remaja akan mengerti hukum sebab-akibat dari suatu

tata nilai perilaku, atau pun memahamihukum kebaikan yang lebih tinggi ; agama dan

Tuhan. Pada tahap ini pendekatan secaraakademis baru akan berguna. Mata pelajaran

agama dan budi pekerti baru dapat dicernaseorang individu.Pada saat tahapan ini

dilakukan secara simultan dan terintegrasi, maka perilaku budi pekerti luhur baru

dapat terwujud dalam kepribadian seorang individu. Perilaku berbudi initidak hanya

16
sekedar ´kulit luar´ namun diharapkan mengakar hingga ke jiwa dan menjadisikap

mental seorang individu.Senada dengan pendapat diatas Lickona (Suparno, 2002)

menekankan pentingnyadiperhatikan tiga unsur dalam menanamkan nilai moral

supaya sungguh terjadi, yaitu unsur pengertian, perasaan dan tindakan moral , adapun

penjelasan masing-masing bagian adalahsebagai berikut;

Pengertian moral

adalah kesadaran moral, pengertian akan nilai, kesadaran akan dirisendiri atau pun

rasionalitas moral (alasan atau mengapa harus melakukan sesuatu). Segi pengertian

ini dapat dikembangkan di kelas atau pun melalui masukan dari orang lain. Inilahyang

disebut segi kognitif dari nilai moral.

Perasaan moral , meliputi suara hati (kesadaran akan yang baik dan tidak baik),

hargadiri seseorang, sikap empati terhadap orang lain, perasaan mencintai kebaikan,

kontrol diridan rendah hati. Perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk

mudah atau sulit bertindak baik atau jahat.

Tindakan moral , adalah kompetensi (kemampuan untuk mengaplikasikan keputusandan

perasaan moral ke tindakan konkret), kemauan dan kebiasaan. Tanpa kemauan

yangkuat, meskipun ia telah mengetahui kebaikannya, ia tidak akan melakukannyan.

17
5 . Nilai- Nilai Karakter Luhur

Indonesia Heritage Foundation (Megawangi, 2004) telah menyusun 9 pilar

karakter yang harus diajarkan kepada anak-anak, yaitu:

a. Cinta Tuhan dan segenap ciptaannya.

b. Kemandirian dan tanggung jawab.

c.Kejujuran, amanah, bijaksana.

d. Hormat dan santun

e.Dermawan, suka menolong dan gotong royong.

f. Percaya diri kreatif dan pekerja keras.

g. Kepemimpinan dan keadilan.

h. Baik dan rendah hati

i. Toleransi, kedamaian dan kesatuan Sedangkan Sedyawati dkk (1997)

mengemukakan lima jangkauan perilaku luhur manusia sebagai berikut:

a. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan.

b. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri.

c. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga.

d. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa.

e. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar.

18
B. Studi Terdahulu

Pembentukan karakter harus dimulai sejak dini, Megawangi (2004)

mengemukakanhasil penelitian yang dilakukan oleh universitas Otago, di Dunedin

New Zeland, pada 1000anak-anak yang diteliti selama 23 tahun dari tahun 1972.

Ketika anak berumur 3 tahunmereka dijadikan sample dan diamati kepibadiannya.

Kemudia proses penelitian dilakukankembali pada sample yang sama ketika mereka

berusia 18 tahun , kemudian pada 21 tahundan 26 tahun. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa anak-anak yang pada usia 3tahun telah didiagnosa sebagai

Uncontrollable Toddlers dengan kata lain anak yang sulitdiatur, pemarah dan

pembangkang, ternyata pada usia 18 tahun menjadi remaja yang bermasalah, agresif

dan mempunyai masalah dalam pergaulan. Pada usia 21 tahun merekasulit membina

hubungan sosial dengan orang lain dan ada yang terlibat dalam tindakankriminal.

Begitu pula sebaliknya, anak-anak usia 3 tahun yang sehat jiwanya ( well

adjusted toddlers) setelah dewasa menjadi orang-orang yang berhasil dan sehat jiwanya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Mahmud, AT. (1995). Musik di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Dikti.Megawangi,

Ratna. (2004). Pendidikan Karakter. Jakarta : Indonesia

Heritage Foundation.Rachmawati, Yeni (2004). Musik Pembentuk Budi Pekerti.

Yogyakarta: Jalasutra

Sedyawati, Edi dkk. (1997). Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur. Jakarta:

BalaiPustaka.Sindhunata. (2000).

Membuka Masa Depan Anak-Anak Kita, Mencari Kurikulum PendidikanAbad XXI.

Yogyakarta : Kanisius.

Tim Penulis Rosda. (1995). Kamus Filsafat. Bandung : PT Remaja Rosda Karya

20

Anda mungkin juga menyukai