Anda di halaman 1dari 2

Penyederhanaan

Pendidikan

A da cerita unik dari dunia pendidikan di Indonesia, dimana satuan elit anti teror Detasemen 88

yang seharusnya bertugas menangkap teroris, justru menangkap sang pahlawan tanpa tanda
jasa. Kisah ini terjadi di Lubuk Pakam, sebuah kecamatan di kabupaten Deli Serdang Sumatera
Utara. Ketika itu sekelompok guru salah satu SMU favorit sedang asyik dengan alat tulis masing-
masing. Apa yang mereka kerjakan? Ya, para guru tersebut sedang asyik mengoreksi jawaban hasil
Ujian Nasional anak didiknya. Namun, ada yang janggal dibalik pekerjaan mereka, tidak sekedar
mengoreksi jawaban tetapi para guru tersebut sekaligus mengganti jawaban yang salah dengan
jawaban yang benar.
Sungguh suatu perbuatan yang sama sekali tidak mencerminkan kapasitas seorang guru sebagai
pendidik bangsa. Sebagai masyarakat yang awam, kita barangkali cepat menyimpulkan bahwa
moralitas dan mentalitas seorang guru saat ini sudah mulai goyah. Pemahaman hakiki akan tujuan
pendidikan yang benar belum bisa diaplikasikan pada anak didik. Peran guru sebagai ujung tombak
pembangunan sumber daya manusia justru tercoreng dengan perbuatan seperti itu. Tetapi kasus
tersebut hanya sebuah contoh dari sekian banyak kasus serupa lainnya yang terjadi selama
pelaksanaan Ujian Nasional di Indonesia. Ibarat mata rantai yang saling berkaitan satu sama lain,
kasus tersebut terjadi akibat masih buruknya sistem pendidikan yang ada di tanah air. Dan guru-lah
yang menjadi korban dari sistem yang ada. Kita sadar bahwa tujuan pendidikan yang sebenarnya
yaitu lebih kepada bagaimana memanusiakan manusia, bukan untuk bagaimana mendapatkan nilai
yang bagus untuk sebuah kelulusan.
Pendidikan saat ini sudah dianggap sebagai bentuk sederhana dari sebuah proses panjang yang
didalamnya melibatkan berbagai elemen. Posisi guru yang sangat dilematis, menguabah cara
pandang mereka terhadap hakekat pendidikan yang sebenarnya.
Kekhawatiran masyarakat akan menjadi-jadi kalau kasus semacam ini dibiarkan, bisa jadi murid
dari para guru yang melakukan kecurangan tersebut menjadikan kecurangan adalah sebuah hal yang
sepele. Kelak dimasa depan, lulusannya akan menjadi manusia curang. Membeli ijazah hal yang
lumrah, membeli gelar tidak dipersoalkan, mengupahkan skripsi jadi hal biasa. Curang ’halal’
seperti yang dipraktekkan oleh gurunya dulu disekolah.
Bisa kita bayangkan kalau persoalan ini terus berlarut-larut tanpa ada penyelesaian yang pasti.
Disengaja atau tidak, apapun bentuk kecurangan dalam dunia pendidikan hendaknya ditindak tegas
sesuai peraturan yang berlaku.

Nama : Septiandi
NIM : D 600 040 030
* Penulis adalah mahasiswa Teknik Industri angkatan 2004 Universitas Muhammadiyah Surakarta

Anda mungkin juga menyukai