Anda di halaman 1dari 2

Memasyarakatkan Bioenergi dan Biodiesel

Pada tahun 1970-an dunia mengalami krisis energi, pada saat itulah muncul gagasan
mengenai energi alternatif.
Bioenergi yang merupakan energi alternatif pengganti bahan bakar minyak dianggap
sebagai penyelamat dunia karena sifatnya yang non polutif dan dapat terbaharui. Bumi
yang semakin tua makin diselimuti udara kotor yang merusak lingkungan menuntut
manusia untuk mencari solusi akan hal tersebut, sehingga dalam perjalanannya muncul
Protokol Kyoto sebagai wadah bagi negara-negara maju untuk memecahkan masalah
lingkungan akibat dari pembuangan emisi gas buang bahan bakar minyak.
Amerika Serikat pernah menggulirkan proyek raksasa dengan memanfaatkan bioenergi
sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak. Ketika itu pada tahun 2006
Presiden George W Bush membuat proposal untuk mengganti pengunaan 30 persen
penggunaan BBM dengan bioenergi. Jagung yang saat itu menjadi primadona digunakan
untuk memproduksi bioenergi.
Apa yang bisa kita petik dari contoh diatas? Indonesia dengan keterbatasan Sumber Daya
Alamnya tidak mungkin bisa keluar dari ketergantungan penggunaan Bahan Bakar
Minyak selama masih menganggap minyak bumi sebagai satu-satunya sumber energi
yang dipakai. Sebaliknya, dengan memanfaatkan lahan subur yang masih menganggur
untuk diolah menjadi lahan produktif sehingga bisa ditanami berbagai sumber energi
alternatif. Sangat disayangkan sekali apa yang terjadi di negeri ini, walaupun data-data
statistik menyebutkan bahwa kekayaan Sumber Daya Alam berlimpah, tetapi belum
mampu mengeksplorasi kekayaan tersebut dengan maksimal sehingga menjadi andalan
pendapatan negara.
Bom Waktu
Pemerintah saat ini harus bekerja ekstra keras, ibarat bom waktu yang bisa diperkirakan
kapan akan meledak, begitu pula dengan ketersediaan sumber energi pengganti Bahan
Bakar Minyak. Kalau permasalahan seperti ini tidak segera diselesaikan, bisa
dibayangkan apa yang terjadi pada rakyat Indonesia sepuluh hingga dua puluh tahun yang
akan datang. Sebenarnya kita tidak kekurangan lahan untuk menanam berbagai sumber
energi alternatif. Namun perlu selektif mana tanaman yang perlu dibudidayakan serta
dikembangkan dalam skala makro. Pertimbangan aspek ekonomi dan sosial juga mesti
dipikirkan matang-matang.
Budidaya Jarak
Sudah saatnya bagi pemerintah untuk mengembangkan secara makro pemanfaatan
bioenergi dan biodiesel sebagai energi alternatif. Salah satunya adalah pemanfaatan
tanaman jarak sebagai sumber biodiesel. Tanaman jarak memiliki karakteristik, yakni
mencapai hasil optimal jika ditanam di lahan kering. Ini tantangan yang harus
diselesaikan bagaimana mengoptimalkan tanaman jarak. Peneliti Jepang dengan sentuhan
teknologi mampu menciptakan formula mempercepat dan memperbaiki kualitas mutiara
di NTB.
Kini saat tepat membangun bioenergi berbahan baku jarak, agar mampu menghentikan
alokasi subsidi tanpa nilai tambah. Pengembangan energi alternatif merupakan produk
substitusi bahan bakar minyak fosil untuk mengalihkan subsidi BBM ke sektor
penciptaan lapangan kerja.
Dalam konteks ini, tanaman jarak pagar lebih realistis dibandingkan sawit yang butuh
lahan luas. Sawit sulit terjangkau masyarakat, butuh investasi besar serta panen relatif
lama. Dengan jarak pagar, lahan sempit pun jadi, pemeliharaan relatif mudah, teknologi
sederhana, berbiaya murah, panen cepat dan kesempatan peluang usaha.
Masyarakat tani akan diuntungkan dari penanaman pohon Jarak, karena setiap hektar
tanah yang ditanami Jarak akan menghasilkan pendapatan 5 juta rupiah per tahun, atau
sekitar Rp. 320.000,- per bulan. Sehingga penghasilan akan mencapai lebih dari US$ 1
perhari, dengan asumsi tidak terjadi monopoli (Word Bank, 2002).
Guna mencapai tujuan tersebut, ada beberapa langkah yang perlu menjadi perhatian kita
bersama. Yang pertama, menyusun tim pengembangan jarak pagar yang melibatkan
sejumlah pihak mulai dari pejabat pemerintah pusat hingga kepala desa dengan
menggandeng pakar dari sejumlah universitas di tanah air. Yang kedua, mengaktifkan
penyuluh pertanian untuk bimbingan akan budidaya jarak pagar dan melibatkan
masyarakat menanam bibit jarak secara massal. Hal ini menjadi dasar bagi pelaksanaan
proyek besar pemerintah dalam mengembangkan budidaya tanaman jarak kedepan,
karena bagaimanapun juga peran aktif masyarakat sangat diutamakan. Yang ketiga,
mengundang investor berinvestasi dalam proyek besar jangka panjang ini. Yang keempat,
menjamin kepastian hukum bagi para investor yang menanamkan modalnya dalam
proyek ini.

Anda mungkin juga menyukai