Anda di halaman 1dari 8

Puisi-puisi Sapardi Djoko Damono

AIR SELOKAN Oleh : Sapardi Djoko Damono "Air yang di selokan itu mengalir dari rumah sakit," katamu pada suatu hari minggu pagi. Waktu itu kau berjalanjalan bersama istrimu yang sedang mengandung -- ia hampir muntah karena bau sengit itu. Dulu di selokan itu mengalir pula air yang digunakan untuk memandikanmu waktu kau lahir: campur darah dan amis baunya. Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayat di kamar mati. Senja ini ketika dua orang anak sedang berak di tepi selokan itu, salah seorang tiba-tiba berdiri dan menuding sesuatu: "Hore, ada nyawa lagi terapung-apung di air itu -- alangkah indahnya!" Tapi kau tak mungkin lagi menyaksikan yang berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yang anyir baunya itu, sayang sekali. Perahu Kertas, Kumpulan Sajak, 1982.

AKU INGIN Oleh : Sapardi Djoko Damono Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

AKULAH SI TELAGA Oleh : Sapardi Djoko Damono akulah si telaga: berlayarlah di atasnya; berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan bunga-bunga padma; berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya; sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja -- perahumu biar aku yang menjaganya Perahu Kertas, Kumpulan Sajak, 1982.

ANGIN, 1 Oleh : Sapardi Djoko Damono angin yang diciptakan untuk senantiasa bergerak dari sudut ke sudut dunia ini pernah pada suatu hari berhenti ketika mendengar suara nabi kita Adam menyapa istrinya untuk pertama kali, "hei siapa ini yang mendadak di depanku?" angin itu tersentak kembali ketika kemudian terdengar jerit wanita untuk pertama kali, sejak itu ia terus bertiup tak pernah menoleh lagi -- sampai pagi tadi: ketika kau bagai terpesona sebab tiba-tiba merasa scorang diri di tengah bising-bising ini tanpa Hawa Perahu Kertas, Kumpulan Sajak, 1982.

ANGIN, 2 Oleh : Sapardi Djoko Damono Angin pagi menerbangkan sisa-sisa unggun api yang terbakar semalaman. Seekor ular lewat, menghindar. Lelaki itu masih tidur. Ia bermimpi bahwa perigi tua yang tertutup ilalang panjang di pekarangan belakang rumah itu tiba-tiba berair kembali. Perahu Kertas, Kumpulan Sajak, 1982.

ANGIN, 3 Oleh : Sapardi Djoko Damono "Seandainya aku bukan ...... Tapi kau angin! Tapi kau harus tak letih-letihnya beringsut dari sudut ke sudut kamar, menyusup celah-celah jendela, berkelebat di pundak bukit itu. "Seandainya aku . . . ., ." Tapi kau angin! Nafasmu tersengal setelah sia-sia menyampaikan padaku tentang perselisihan antara cahaya matahari dan warna-warna bunga. "Seandainya ...... Tapi kau angin! Jangan menjerit: semerbakmu memekakkanku. Perahu Kertas, Kumpulan Sajak, 1982.

ATAS KEMERDEKAAN Oleh : Sapardi Djoko Damono kita berkata : jadilah dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut di atasnya : langit dan badai tak henti-henti di tepinya cakrawala terjerat juga akhirnya kita, kemudian adalah sibuk mengusut rahasia angka-angka sebelum Hari yang ketujuh tiba sebelum kita ciptakan pula Firdaus dari segenap mimpi kita sementara seekor ular melilit pohon itu : inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah Horison Thn III, No. 8 Agustus 1968 Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air

DI TANGAN ANAK-ANAK Oleh : Sapardi Djoko Damono Di tangan anak-anak, kertas menjelma perahu Sinbad yang tak takluk pada gelombang, menjelma burung . yang jeritnya membukakan kelopak-kelopak bunga di hutan; di mulut anak-anak, kata menjelma Kitab Suci. "Tuan, jangan kauganggu permainanku ini." Perahu Kertas, Kumpulan Sajak, 1982.

Anda mungkin juga menyukai