Anda di halaman 1dari 4

Hari pertama kelas agama, kami telah diminta untuk mewawancarai beberapa orang dengan agama yang berbeda-beda

tentang agama yang kami anut. Itu adalah shock theraphy bagi saya. Bedasarkan pembagian tugas, saya memang ditugaskan untuk mewawancarai responden yang tidak beragama sama dengan saya. Menanggapi pendapat-pendapat negatif dari responden tentang agama yang saya anut memang tidak mudah. Namun ini adalah tugas profesional dan saya harus belajar untuk mengendalikan ego saya. Saya menilai diri saya cukup berhasil karena saya tidak memberikan satu komentarpun terhadap jawaban-jawaban mereka. Saya menampung semua jawaban mereka. Hal ini merupakan suatu pembelajaran dasar bagi saya, belajar menyeimbangkan ego.

Realita mengatakan bahwa hal-hal berbau agama sangatlah sensitif untuk diperbincangkan karena hal itu melulu berakhir pada perdebatan. Maraknya konflik yang didasari oleh perbedaan agama diawali oleh perbedaan sudut pandang terutama oleh para pemeluk tiap-tiap agama. Pada dasarnya tiap individu memang membutuhkan pemikiran yang lebih dari sekedar availability heuristic, yaitu filsafat agama untuk memahami agama secara utuh. there are some topics that can only be thought about in a philosophical manner for instance, the nature of reality itself, the proof (if any) of Gods existence, the relation of the mind and the body, the foundations of good and evil. (Graham, Living the Good Life: an Introduction to Moral Philosophy) Entimologi kata filsafat itu sendiri berasal dari bahasa yunani. Kata philein berarti mencintai, sedangkan Sophia berarti kebijaksanaan. Secara gamblang, filsafat berarti mencintai kebijaksanaan. Gordon Graham mengatakan, Indeed, philosophy is not really a subject at all, but an activity. It is something we learn to do rather than something we come to know. a way of thinking. Graham menekankan bahwa filsafat adalah sebuah cara berpikir sama halnya dengan agama. W.B. Sidjabat mengatakan bahwa agama adalah suatu way of thinking yang membuat hidup manusia tidak kacau. Magdalena Santoso mengatakan bahwa filsafat agama merupakan pemikiran reflektif yang mendalam dan kritis terhadap masalah krusial keagamaan atau iman.

it demands a high level mental organization and critical detachment. It both requires and produces rigorous intellectual discipline. Those who want to learn how to do philosophy in this way must first of all abandon the inclination merely to give vent to personal opinion, or speculatively develop a personal point of view.(ibid) Dari awal kelas agama ini, saya telah dituntut untuk berfilsafat. Dimulai dengan mengesampingkan opini atau spekulasi yang berasal dari sudut pandang pribadi. Bila kita berpikir secara logis, pecahnya konflik menyangkut agama sebenarnya didasari oleh ego dan primodialisme. Masing-masing penganut agama yang terlibat dalam konflik dengan gamblang mengatakan alasan mereka berperilaku demikian sebagai bentuk pembelaan. Gus Dur semasa hidupnya pernah mengatakan ketidaksetujuannya. Ia mengatakan, Allah itu Maha Kuasa, Dia tidak butuh untuk dibela!

Kembali lagi kepada wawancara awal yang telah saya lakukan, mayoritas responden merasa tidak nyaman dengan agama yang saya anut bukan dari ajarannya. Mereka justru menyukai hukum kasih yang diterapkan dalam agama saya dan bagaimana cara kami beribadah. Akan tetapi yang menjadi pokok persoalan adalah individu-individu penganut agama saya. Responden dengan gamblang mengatakan ketidaksukaan mereka terhadap sikap penganut agama saya. Hal ini membuktikan bahwa agama mengajarkan kebaikan namun tidak semua umatnya dapat menerapkan ajaran yang ia anut secara real dalam perilakunya sehari-hari.

Dalam agama Buddha diajarkan bahwa kehidupan manusia tidak bisa lepas dari kesengsaraan yang disebabkan karena manusia mencari hal-hal duniawi yang tidak bersifat permanen. Cara membebaskan diri dari kesengsaraan itu adalah dengan cara meninggalkan semua keinginan melalui delapan langkah yaitu; pemahaman/pengetahuan yang benar, pemikiran yang benar, perkataan yang benar, tindakan yang benar, dan yang terakhir adalah kehidupan/pekerjaan yang benar. Memahami bahwa agama Buddha mengajarkan hal demikian, saya mengerti sudut pandang yang diambil oleh responden-responden saya yang beragama Buddha mengenai agama saya. Kebenaran adalah pemahaman, pemikiran, perkataan, dan tindakan.

Mengetahui bahwa agama Buddha memiliki konsep Sila yang tidak jauh berbeda dengan 10 Perintah Allah bagi umat Kristiani, menyadarkan saya bahwa kedua agama tersebut memiliki suatu bagian pengajaran yang sama dan hal itu memang baik adanya. Juga bagaimana Buddha menanamkan hukum sebab-akibat selayaknya umat Kristiani diajarkan apa yang mereka tabur, itu yang mereka tuai. Namun kembali lagi, bukan ajaran yang dijadikan penilaian oleh satu agama terhadap agama yang lainnya namun perilaku nyata, itu yang menjadi permasalahan utama.

Saya mengingat salah satu kisah hidup Mahatma Gandhi dimana ia pernah membaca injil dan menyukai pengajaran umat Kristiani. Gandhi memiliki visi yang sama dengan hukum kasih yang mengatakan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Akan tetapi ketika ia berniat untuk datang ke gereja, ia ditolak oleh umat gereja tersebut dengan alasan ia tidak layak memasuki gereja. Hal-hal seperti ini sampai sekarang kerap sering terjadi. Umat pemeluk suatu agama mengeksklusifkan kelompoknya dan menutup diri. Inilah pemicu dari pandangan-pandangan miring antar umat beragama yang berakhir pada konflik.

Dari sudut pandang penganut agama Hindu, menurut mereka masalah utama manusia adalah ketidakpedulian terhadap dewa karena kita lebih memilih ego. Cara untuk mendapatkan keselamatan adalah dengan bersatu kembali dengan Brahman1 dengan melepaskan diri dari ego. Secara logika, agama sendiri mengakui bahwa hal menyangkut ego ini adalah permasalahan besar dalam kehidupan manusia tidak terkecuali dalam masalah beragama.

Sejauh ini saya memang baru diperkenalkan dengan dua agama selain agama yang saya anut dan menurut saya ini masih belum cukup untuk menjadi dasar pemikiran kritis dalam menyikapi berbagai permasalahan agama. Saya percaya bahwa untuk berfilsafat juga dibutuhkan pengetahuan yang luas sehingga saya tidak hanya terpaku menyikapi suatu permasalahan hanya dari satu sudut pandang. Saat ini saya telah memulai menggali pemikiran filosofis dari agama.
1

Brahman adalah Devine Being yang bersifat impersonal dan monistis (semua menjadi satu). Menurut agama Hindu, dialah awal dan akhir dari segala sesuatu.

Pemikiran filosofis dari agama salah satunya adalah bagaimana kita dapat sungguh mempercayai bahwa Allah/Divine being itu ada. Bedasarkan apa yang telah saya pelajari, terdapat dua pandangan yang bisa menjawab pertanyaan di atas. Fideisme adalah rasa percaya yang berdasar pada iman sehingga manusia dapat memahami kebenaran agama dan Allah. Sedangkan naturalis adalah rasa percaya bahwa rasio manusia dapat menghantar manusia pada pemahaman kebenaran. Rasio dikembangkan oleh totalitas dan tidak dibatasi oleh asumsi.

Menanyakan pada diri saya sendiri, apakah saya seorang yang cenderung mengamini fideisme atau naturalis, pada dasarnya saya memang seorang fideis. Akan tetapi, seiring terbukanya pemikiran saya akan agama, sedikit-banyak saya setuju dengan argumentasi yang disampaikan oleh kaum naturalis. Terdapat beberapa argumentasi filosofis tentang eksistensi Allah antara lain; ontologis, cosmologis, teleologis, moral, dan historis atau etnologis. Bagi saya, saya paling sependapat dengan argumentasi teleologis yang mengatakan bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak semata-mata terjadi begitu saja namun telah didesain sedemikian rupa. Bila ada suatu desain, secara otomatis pasti ada desainernya dan desaigner tersebut adalah Allah.

Setiap agama memiliki cara pandang yang berbeda-beda mengenai hal tersebut seperti dalam agama Hindu, mereka percaya akan keberadaan Divine being yaitu Brahman. Namun dalam agama Buddha yang menganut aliran

Theravada/Hinayana, Siddharta Gautama yang adalah satu-satunya Buddha dipercayai bukan sebagai sosok ilahi tetapi manusia. Namun dalam agama Buddha yang menganut aliran Mahayana, Buddha adalah manifestasi kebenaran universal. Terdapat banyak manifestasi Buddha tidak hanya Siddharta Gautama saja. Dikemudian hari akan tampil tokoh Buddha yang lain yaitu Maitreya Buddha. Pemikiran saya terhadap Allah akan semakin terbuka seiring bertambahnya ilmu mengenai agama yang berbeda-beda.

Anda mungkin juga menyukai