Anda di halaman 1dari 6

BAB XI Masalah Bebas Nilai dalam Ilmu Pengetahuan

Diajukan sebagai mata kuliah Basic Natural Science

Kelompok 11

Andreas Bordes Nella Carina E. Shinta D. Rossaline Vincentius Y. Alvin Santoso

30111004 30111012 30111016 30111024

Fakultas Psikologi Universitas Ciputra 2011

RESUME BAB XI

ILMU PENGETAHUAN: SEBUAH TINJAUAN FILOSOFIS

A. Pengertian Bebas Nilai Bebas nilai berarti tuntutan yang ditujukan kepada ilmu pengetahuan agar ilmu pengetahuan dikembangkan dengan tidak memperhatikan nilai-nilai lain dari luar ilmu pengetahuan karena pada dasarnya Ilmu pengetahuan harus dikembankan hanya semata-mata berdasarkan pertimbangan ilmiah murni.

Hal ini dilakukan agar ilmu pengetahuan tidak tunduk kepada pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan sehingga malah mengalami distorsi. Apabila hal ini diabaikan maka ilmu pengetahuan tidak bisa berkembang secara otonom dengan kata lain, ilmu pengetahuan menjadi tidak murni sama sekali dan akibatnya, tidak tercapainya kebenaran ilmiah yang objektif dan rasional.

B. Dua Kecenderungan Dasar Tujuan akhir dari ilmu pengetahuan adalah untuk mencari dan memberi penjelasan kepada manusia tentang masalah dan fenomena dalam alam semesta ini. Ada paham yang mengatakan bahwa ilmu pengetahuan harus lepas dari nilai-nilai lain di luar ilmu pengetahuan. Akan tetapi ada pula yang berpandangan bila ilmu pengetahuan sedemikian otonom, tidak

memperdulikan nilai di luar ilmu pengetahuan, pada akhirnya malah merugikan manusia. Untuk itu perlu dibedakan adanya dua kecenderungan yang mendasari hal tersebut yaitu kecenderungan puritan-elitis dan kecenderungan pragmatis. a. Kecenderungan puritan-elitis Kecenderungan ini beranggapan bahwa tujuan akhir dari ilmu pengetahuan adalah demi ilmu pengetahuan. Bagi ilmuan yang memiliki kecenderungan puritan-elitis, bagi mereka yang

terpenting ialah mencapai penjelasan dan pemahaman tentang masalah-masalah dalam alam dan mereka tidak mempersoalkan aplikasinya bagi kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan mempunyai otonomi mutlak dan tidak boleh kalah maupun mengalah terhadap pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan. b. Kecenderungan pragmatis Bagi ilmuwan yang memiliki kecenderungan prakmatis,

pengetahuan tidak berhenti sampai di tahap di mana mereka berhasil mengemukakan kebenaran. Akan tetapi, mereka

beranggapan bahwa hal yang penting pula bagi ilmu pengetahuan untuk pada akhirnya berguna bagi kehidupan manusia.

Kecenderungan ini beranggapan bahwa ilmu pengetahuan diliputi oleh nilai; mau tidak mau peduli terhadap persoalan manusia, keselamatan manusia, juga harkat dan martabat manusia.

C. Sintesis Cara terbaik untuk menentukan posisi manakah yang patut dibenarkan, yang harus dilakukan adalah membedakan antara context of discovery dan context of justification. a. Context of discovery Context of discovery adalah konteks di mana ilmu pengetahuan ditemukan. Hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan selalu ditemukan dan berkembang dalam konteks ruang dan waktu tertentu juga dalam konteks sosial tertentu. Karena ilmu pengetahuan tidak munjul begitu saja ditengah-tengah kevakuman, maka dengan kata lain, ada banyak faktor yang jauh lebih luas dari faktor murni ilmiah, ikut mendorong lahirnya ilmu pengetahuan.

Ada pandangan religius, moral, tradisi dan macam-macam hal lain ikut mewarnai lahirnya ilmu pengetahuan. Penelitian ilmiah dan ilmu pengetahuan itu sendiri merupakan hasil dari berbagai faktor berikut ini; 1. Keputusan masing-masing ilmuwan tentang masalah mana yang ingin mereka teliti atau pecahkan. Ini sangat ditentukan oleh keunikan setiap ilmuwan, kepentingan, nilai, latar belakang etinis-religius, minat dan hal lain yang bersangkutan dengan ilmuwan tersebut.

2. Keputusan dari berbagai lembaga penelitian. Ini jelas dipengaruhi oleh nilai, kepentingan, bidang kegiatan lembaga tersebut, dan orang-orang di dalamnya. 3. Keputusan lembaga penyandang dana. Ini pun dipengaruhi oleh minat, nilai, ideologi dari lembaga tersebut. 4. Keputusan dan kebijaksanaan umum dalam masyarakat yang bersangkutan karena setiap masyarakat mempunyai penghargaan dan perhatian yang berbeda terhadap

pengembangan ilmu pengetahuan. b. Context of justification Context of justification adalah konteks pengujian ilmiah terhadap hasil penelitian dan kegiatan ilmiah. Ini adalah konteks di mana kegiatan ilmiah dan hasil-hasilnya diuji bedasarkan kategori dan criteria yang murni ilmiah. Dalam konteks ini, semua faktor ekstra ilmiah harus ditinggalkan yang berarti ilmu pengetahuan harus bebas nilai. Satu-satunya yang menentuan benar tidaknya hipotesis atau teori adalah bedasarkan bukti-bukti empiris dan penalaran logis yang bisa ditunjukkan.

Dalam proses penemuan sebuah hukum ilmiah atau teori, memang ada berbagai nilai, faktor, dan pertimbangan ekstra ilmiah yang ikut menentukan. Namun ketika sampai pada tahap pengujiannya, kebenaran hukum atau teori itu tidak boleh ditentukan oleh faktor

di luar ilmu pengetahuan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam konteks ini antara lain; 1. Tujuan ilmiah dari penelitian harus dibedakan dari tujuan pribadi dan sosial. 2. Kemajuan ilmiah harus dibedakan dari kemajuan sosial pada umumnya. 3. Segala aspek sosial, personal, dan nilai itu penting akan tetapi tidak relevan untuk menilai kebenaran ilmiah. 4. Berhasil tidaknya sebuah hipotesis atau teori ditentukan oleh bukti-bukti nyata. Cukup tidaknya data ilmiah yang bisa diberikan dan bukan soal apakah teori tersebut berguna bagi manusia, merupakan satu-satunya pertimbangan. 5. Hanya ilmuwan yang memiliki wewenang untuk member penilaian tentang fakta dan data sekaligus kebenaran hasil penelitian.

Source: Keraf, A. Sonny, and Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai