Anda di halaman 1dari 9

SERPIHAN KENANGAN BANGKU PANJANG Adegan 1 Setting sebuah bangku panjang di taman, ada seseorang berbaju putih dari

atas sampai bawah berdiri di depan bangku itu, menatap kosong ke depan. Panggung gelap, hanya ada spotlight ke arah orang itu. Takdir Penghubung Sebuah bangku panjang, secerah harapan diantara kabut keji. Ketika manusia kehilangan rasa kemanusiaan, sebuah bangku panjang harus menanggung beban harapan. Yang perlahan sirna, menuju kegelapan hati. Ketika harapan berubah menjadi kehampaan, kawan bukanlah teman, lawan bukanlah halangan, hanya kebencian menari di depan mata. (Banyak orang masuk ke dalam panggung, berjalan lalu lalang di hadapan Takdir Penghubung, suasana lampu chaos, orang-orang itu menggumamkan sesuatu, cepat namun pelan. Spotlight ke arah bangku) Namun di antara gejolak takdir, segelintir insan berjuang. Mempertahankan setitik cahaya kemanusiaan, yang perlahan sirna di telan logika. (Lampu perlahan fade out) Ketika dunia ini berubah, masih dapatkah kau mencintai segalanya? Surya Dunia selalu berubah Rina Takkan pernah abadi Surya Namun janji Rina Kenangan kita Surya & Rina Akan selalu tinggal di hati Panggung gelap gulita, hanya terlihat spotlight ke Takdir Penghubung, ia berjalan pelan melalui panggung, lampu mulai menyala, memperlihatkan Rina yang duduk sendirian di bangku panjang, membaca buku. Setelah beberapa saat, Surya masuk ke panggung dengan wajah cemas, ia berjalan sambil celingak celinguk seperti mencari sesuatu, sesekali melihat ke arah tempat ia datang. Surya (Setelah beberapa saat celingak-celinguk, lalu melihat Rina, sedikit girang ia bicara sambil menunjuk Rina) Ah! Lo! Cewek yang disitu! (Rina celingak celinguk, ngeliat Surya nunjuk dia, Rina juga nunjuk dirinya, Surya mulai

berjalan ke arah Rina). Iya lo! Lo lagi gak sibuk kan? Bisa tolong gue gak? Gue mohon tolongin gue! (Surya berlutut memohon) Rina Bantu? Bantu apa? Surya (Bangun, megang tangan Rina, sedikit menariknya) Nanti gue jelasin sampe lo puas pokoknya sekarang tolong bantuin gue! Rina bengong ngeliatin tangannya yang dipegang Surya Surya (Narik Rina mendekati wing panggung) Oke.. pokoknya mulai sekarang kalo ada yang nanya lo siapa, jawab aja lo pacar gue, oke? Bilang aja kita janjian disini buat date kita nanti, oke? Rina (Sewot) Hah? Maksud lo apa gue. (Rina di tarik lagi ke pinggir panggung) Surya (Bicara ke luar panggung) Ahahahah ternyata emang bener dia, bung! Maaf ya, kayaknya gue gak bisa bantuin lo Rina (Memotong) Iya, gue pacarnya, maaf ya, kita mau ngedate dulu (Narik Surya ke tengah panggung) Surya (Ngeliat kebelakang sebentar) Huft Makasih ya. Rina Jadi? Apa maksudnya itu, hah? Surya Oh.. yang barusan? Tadi sih gue lagi nunggu orang, tau-tau orang barusan nyamperin gue, katanya lagi nyari anak-anak badung yang ngejailin adeknya yang berkerudung. Entah kenapa dia curiga sama gue, alhasil gue di interogasi sama dia, gak mau asal pukul katanya. Gue berhasil ngeyakinin dia sih kalo gue gak bersalah, trus tiba-tiba gue liat lo dan gue dapet ide.. selanjutnya lo tau lah.. Rina Maksud gue.. apa maksud gelandangan kayak lo bisa-bisanya ngaku jadi pacar gue?

Surya Gelandangan? Apa maksud lo? Gue emang gak berduit, tapi bukan berarti gue gelandangan! Rina Gue sekalipun bisa bedain yang mana orang kaya sama yang mana gelandangan! Surya Oh jadi maksudnya karena lo orang kaya, lo bebas ngecap orang gelandangan? Rina Emang kenapa kalo iya? Surya Mulut orang-orang kaya emang gak ada yang bisa di jaga ya? Ngajak berantem!? (Narik kerah baju Rina) Rina Gue gak takut! (Balas narik kerah baju Surya) Tiba-tiba mereka berdua melepas cengkramannya, Surya menahan sakit di bahunya, Rina terbatuk-batuk. Rina (melihat surya yang masih kesakitan) Lo gak apa-apa? Sesakit itukah cengkraman gue? Surya (Jatuh terduduk di bangku) Sembarangan, bukan urusan lo Rina (Duduk di sebelah kanan Surya, ngebuang muka, nunjuk ke arah celana Surya) Buka! Surya Hah?? Rina Udah buka aja! Surya Lo serius? Rina

Ya serius gue Surya Di tempat umum gini? Malu lah gue! Rina Lo pikir gue gak malu? Jarang-jarang gue bersedia sama orang asing! Surya terdiam sebentar, Rina masih memaksa, Surya membuka resleting celananya Rina (Kaget) Lo mikir apa sih?? Mesum!! Gw minta buka sebagian baju lo! Mau gue periksa lengan lo, lo malah mikir yang aneh-aneh! Surya Lah? Tapi kan lo sendiri yang.. Rina Gak usah banyak ngomong! Buruan! Surya menurut, Rina mengobati bahu Surya yang berdarah. Rina (Bengong melihat bahu Surya) Ini kenapa? Surya (Terdiam sebentar) Bukan urusan lo (Terdiam lagi, ngeliatin Rina yang sibuk masang perban) Surya, nama gue. Rina (Bengong sebentar) Rina Surya menatap Rina, setelah beberapa saat pandangan mereka bertemu, keduanya membuang muka. Lalu Niken masuk ke dalam panggung Niken (Sedikit berlari ke arah Surya) Sori Surya, lama nunggu ya? Maaf banget orang tua gue banyak mintanya, jadinya gue (Ngeliat Rina) Surya..? Dia siapa? Surya Oh.. Dia.. erh Lo bilang lo siapa tadi? Rina (Nunjuk Surya) Gue pacarnya

Surya & Niken (Kaget) Hah????? Surya Oi gak perlu gitu lagi! Orangnya udah pergi! Niken Surya sejak kapan? Surya Bohong.. bohong! Itu cuma buat pura-pura tadi Rina Ya, supaya kita bisa ngedate disini Niken Oh gitu ya, maaf gue ganggu. Gak apa-apa kok Ya, gue bisa ke kantor pos sendiri.. (pergi ke luar panggung) Surya Niken..! Nanti lo nyasar! Lo kan baru pindah kemaren...! Niken! Dina (Bangun) Yak.. udah waktunya juga gue pergi, daaah gelandangan. Surya kebingungan, celingak celingukan sebentar. Setelah beberapa saat, ia terduduk di bangku panjang, terlihat lelah Surya Hhh Ulah siapa sih ini? Takdir penghubung tertawa kecil Adegan 2 Lampu di background berubah, menggambarkan perubahan hari, dari sore, malam, lalu pagi menjelang, lamput spot light tetap ke arah Takdir Penghubung Takdir Penghubung Takdir terkadang hanyalah sebuah pilihan, satu di antara dua, dua diantara empat, empat di antara delapan, terus bercabang sampai akhir khayat manusia. Namun, bila datang waktu Takdir mengulurkan tangannya, mampukah manusia menerimanya? Ketika dua anak sungai bergabung menjadi satu, empat menjadi dua, delapan menjadi empat, dan akhirnya bermuara di laut yang tak pernah tenang. Mampukah kau memilih untuk menerima takdir?

Rina dan Surya memasuki panggung dari kedua sisi panggung, berjalan menuju tengah panggung, Rina berjalan sambil membaca buku, Surya berjalan sambil membaca sebuah kertas. Ketika keduanya mendekati Takdir Penghubung, Takdir penghubung melangkah kedepan, Rina dan Surya bertabrakan. Rina & Surya (Sewot) Kalo jalan pake mata dong!! Rina Lho? Lo yang kemaren? Si. Gelandangan kan? Surya (Sambil berdiri) Gue Surya, bukan gelandangan, dan lo Rina si orang kaya yang gak bisa jaga mulut. (ngulurin tangan ke Rina yang masih terjatuh) Rina Apaan ini maksudnya? (Nunjuk tangan Surya) Surya Keliatannya gimana? Gue mau bantuin lo bangun Rina bangun tanpa mempedulikan Surya, lalu duduk di bangku panjang. Surya (Kesel, ikut duduk di samping Rina) Jadi ngapain lo kesini? Rina (Ngeluarin buku lain dari tas, mulai ngebaca) Asal tau aja, gue selalu dateng kesini setiap hari, kalo gak sore ya malem. Surya Ngapain? Masa iya cuma baca buku? Rina Rahasia Cewek yang misterius itu menarik, kan? (Tertawa kecil) Surya (Bengong sebentar, bicara dengan suara pelan) Iya juga sih Rina Hm..?

Surya Ah engga (Diam beberapa saat) Lagi baca apa lo? Rina Tentang orang asing yang mau tau aja urusan orang lain Surya tersentak sedikit lalu membuang muka. Rina (Tertawa) Cerita tentang kenangan di negeri Sakura. Surya (Nengok sedikit) Oh? Gimana ceritanya? Mereka berdua ngobrol tanpa suara Takdir Penghubung Takdir telah berbicara, pilihan sudah di terima. Menapaki jalan tak berarah tanpa melihat apa yang telah di tinggalkan. Ketika pilihan sudah dipilih sampai kapan kau bisa memegang teguh pilihan itu? Musik situasional melantun, lampu berubah menggambarkan pergantian waktu, hari telah sore. Rina dan Surya tetap bersenda gurau tanpa suara selama beberapa waktu. Setelah beberapa saat, Surya melihat jam tangannya, Surya pun pamit, mereka berpisah. Rina melihat kepergian Surya sebentar sebelum ia kembali duduk di bangku panjang, ia mengambil bukunya, namun sesaat kemudian dia menutupnya, lalu menengadah menatap langit. Lampu spotlight hanya pada Rina, perlahan redup, sedikit demi sedikit, hingga tak ada lagi yang terlihat. Takdir penghubung menggumamkan narasi puisi tentang takdir, Surya dan Rina terlihat ngobrol di Bangku Panjang tanpa suara, lalu pergi, beberapa saat kembali lagi, ngobrol lagi, lalu pergi lagi, kepergian dan kedatangan mereka di tandai perubahan lampu yang menggambarkan perbedaan hari setiap mereka bertemu. Pertemuan ke tiga, Rina sendirian di bangku, hari sudah sore. (Narasi Takdir Penghubung) Takdir Penghubung Mereka bilang waktu dan takdir bagaikan air yang mengalir di sungai yang tenang, tanpa gejolak, hanya diiringi riak kecil nan riang. (Tertawa kecil) Andai saja benar, keberadaanku disini takkan berarti. Keberadaanku disini, karena takdir bagaikan Laut yang di terpa badai abadi, bertabrakan satu sama lain tanpa henti. Menyakitkan namun, mengagumkan.. Rina melihat jam, terlihat gelisah. Surya datang dari sisi panggung, melihat Rina yang gelisah, serta bujukan tanpa kata Takdir Penghubung, ia

membeli segelas coklat panas. Rina berdiri, sedikit ragu untuk meninggalkan bangku itu. Surya memanggil Rina, menyodorkan gelas yang ia pegang, Rina bengong memandang gelas itu, lalu mengambilnya, mereka berdua duduk di Bangku Panjang. Rina termenung memandang gelasnya Surya (Melihat Rina sebentar) Gak suka Coklat panas ya? Maaf gue asal beli.. Rina Ah engga kok, gue suka banget minuman ini (Termenung sebentar) Gue cuma inget.. Dulu banget, gue dan ibu gue pernah kena kecelakaan yang fatal, ninggalin bekas yang gak akan pernah sembuh. Dari tempat itu.. gue jalan.. jalan dan terus jalan tanpa merhatiin apa yang ada di depan. Gue merasa ada tangan yang membimbing gue dari tempat itu, tangan yang hangat, persis ibu gue, tangan yang gak akan pernah gue rasain lagi. Waktu gue sadar, tau-tau gue udah di depan bangku ini. Disini gue duduk, mikirin masa depan yang gue takuti sejak kejadian itu. Tiba-tiba ada bapak-bapak pedagang minuman keliling nawarin gue coklat panas, di gelas plastik bekas aqua gelas, persis kayak lo barusan. Gue bilang gue gak punya uang, tapi dia cuma senyum dan bilang kalo itu gratis. Setelah itu dia duduk di samping gue, diem, sambil ngeliat bintang. Waktu gue tanya kenapa dia kesini malem-malem, waktu yang susah buat jualan, dia bilang kalo dia merasa ada yang ngasih tau kalau dia harus kesini, buat ngebantu kucing yang kesasar (Rina tertawa kecil). Terus dia bilang kalo dia nyesel, saat dia sadar kalau waktu itu singkat banget, dia cuma bisa ngebantu orang dengan secangkir coklat. (Rina termenung, meneguk sedikit coklatnya) Sejak saat itu, gue selalu kesini, tapi gue gak pernah ketemu dia lagi. Dan hari ini, perasaan yang gue rasain sebelum gue dateng kesini, sama kayak waktu gue pertama kali kesini bertahun-tahun lalu (Rina memandang wajah Surya) Hari ini, apa yang lo rasain sebelum dateng kesini, Surya? Miripkah sama perasaan bapak-bapak yang tadi gue certain? Surya termenung sebentar, lalu mengangguk Rina Berarti mungkin lo bakal ngilang juga ya? Surya Kalo gitu, kita buat janji (Surya berdiri) Waktu lo bisa ngelepas semua penyesalan lo, gue dan bangku ini jadi saksi Rina Gimana kalo KITA bisa ngelepas semua penyesalan kita, kita dan bangku ini jadi saksi? Surya (Menyodorkan tangan) Janji?

Rina Janji! Takdir penghubung berjalan melintasi panggung, melewati mereka berdua yang terpatung memandang satu sama lain, seolah waktu berhenti. Lampu perlahan meredup,

Anda mungkin juga menyukai