Anda di halaman 1dari 5

Muhammad Bimo Saksono (1006711113)

Review The Cutting Edge

What makes a movie a MOVIE, is the editing. Adalah Zach Staenberg, produser dari The Matrix trilogy, yang membuat pernyataan tersebut. Memang benar, editing adalah sebuah proses terpenting pada sebuah produksi pembuatan film. Menurut saya, proses editing adalah proses make or break pada sebuah produksi film. Sebuah film yang dibintangi oleh artis terkenal, script yang bagus, properti dan spesial efek yang sempurna dan diarahkan oleh director yang ciamik, tidak akan menjadi sebuah film yang bagus apabila tidak di edit oleh seorang editor yang bagus pula. Film itu sendiri sudah memasuki kehidupan manusia selama kurang lebih 100 tahun. Dulu, para pembuat film sebenarnya mereka tidak tahu bahwa mereka sedang merekam sebuah film. Mereka hanya merekam gambar sehari-hari hingga kasetnya habis atau merasa bosan. Lalu mereka menampilkan kembali ke orang-orang, agar mereka bisa merasakan bagaimana melihat sebuah kejadian yang terjadi melalui sebuah sudut pandang orang lain. Lalu Edwin Porter, pekerja dari Thomas Edison, menemukan fakta unik bahwa memotong sebuah shot dan menyatukannya dengan shot yang berbeda dapat memunculkan sebuah fakta lain yang membuat sebuah cerita baru. Editing terbukti menghubungkan beberapa gambar pada cerita yang berbeda jauh, menjadi sebuah kesinambungan cerita. Editing dapat menghubungkan sebuah tempat yang jauh, ke tempat yang dekat. Masa lalu, ke masa depan. Sesuatu yang cepat, dan yang lambat. Sedih menjadi senang. Panjang pendeknya suatu shot dampat mengubah persepsi kita akan sebuah kejadian yang kita lihat di layar. Rob Cohen, sutradara dari XXX, mengatakan bahwa editing adalah yang membuat orang suka film. Tentu saja, karena jika kita melihat sebuah film mentah itu sendiri, akan sangat memusingkan. Puluhan ribbu shot yang

diambil dari berbagai macam sudut yang total bila diakumulasi menjadi 200 jam, menjadi sebuah film yang berdurasi 2 jam dan berisikan shot-shot yang smooth dan enak dilihat. Dia juga mengatakan bahwa proses editing itu sendiri adalah seperti kehidupan, dimana kita membuang bagian yang tidak enak, dan menyatukan serta memilih bagian-bagian yang enak. Namun, apakah semua bagian yang enak itu sudah pasti enak? Belum tentu. Sebuah video memainkan 24 frame gambar perdetiknya. Apa yang terjadi apabila kita mengambil 1 frame dari tiap 24 frame yang berjalan perdetiknya, dengan alasan bahwa itu akan memendekkan durasi? Film itu akan kacau, akan terlihat seperti kejang dan tidak akan enak untuk dilihat. Alasan ini lah mengapa tiap frame itu menjadi penting dan proses cutting dari tiap shot menjadi sangat krusial karena proses itu menjadi bridging yang membuat tiap shot masuk akan dan kontinu. Proses yang nantinya akan membangun mood dari tiap shot hingga mencapai sebuah klimaks pada scene yang diinginkan. Proses pemotongan ini pun harus terlihat smooth sehingga penonton akan terbuai hingga mereka pun lupa bahwa mereka sedang menonton film. Editor biasanya bekerja jauh dari depan layar; lebih jauh dari Sutradara. Oleh karena itu, seorang editor itu sendiri sering sekali luput dari perhatian khalayak umum dan kurang mendapat apresiasi karena terkesan invisible dari sosok dan juga hasil pekerjaan. Pada masa awal-awal industri perfilman, seorang editor biasanya merupakan pekerja bayaran yang bertindak seperti buruh; dimana kreatifitas dibatasi. Mereka hanya melihat dan memotong sesuai dengan intruksi, lalu pekerjaan mereka diperiksa melalui proyektor. Namun, ketika memasuki abad teknologi modern, seorang editor dilihat sebagai seorang rekan kerja yang kreatif. Mereka memiliki feel sendiri ingin mereka masukkan kedalam shot-shot yang ingin digarap. Beberapa editor memilih untuk tidak berada pada set agar tetap objektif dalam mengedit film. Beberapa memilih untuk berada di set agar mereka dapat merasakan sendiri bagaimana emosi dan perasaan yang bermain dalam film itu. Proses editing itu sendiri biasanya memakan waktu

5x lebih banyak daripada proses syuting. Editor dewasa ini seringkali bekerja sama dengan Sutradara dalam menggarap shot yang telah diambil. Bisa dikatakan bahwa seorang editor adalah perpanjangan pikiran dari seorang sutradara. Tentu saja, kadang pikiran seorang editor berbeda dengan sutradara. Namun pada akhirnya, 2 pikiran yang berdebat itu akan menghasilkan sebuah kontinuitas shot yang sangat bagus dan menjadikannya scene yang layak untuk dilihat. Satu hal yang pasti adalah, seorang Aktor/Aktris sangat dilarang masuk ke ruang editor karena sudut pandang mereka sangat sering sekali bertentangan dengan sudut pandang Sutradara atau Editor. Hal ini dikarenakan karena situasi di depan dan belakang panggung itu sendiri sangat berbeda dan itu sangat mempengaruhi perspektif seseorang terhadap sebuah shot atau scene. Editing sebuah scene itu sendiri sangat menantang. Kenapa? Karena terkadang, sebuah scene yang kita dapat tidaklah 100% sempurna. Kadang ada momen yang ingin kita satukan, namun pada shot berikutnya, terdapat sebuah kesalahan kecil namun membuat semua planning kita menjadi berantakan. Oleh karena itu, kadang kita harus memaksimalkan shot yang ada hingga dapat menggantikan planning yang sudah kita buat tadi. Mempertahankan flow mood pada sebuah film adalah hal yang tidak mudah, apalagi bila kita mendapatkan shot yang jelek dan kurangnya cover shot. Film, adalah sebuah media yang menggabungkan audio dan video sebagai sebuah media penghantar pesan. Beberapa pihak menggunakan film sebagai media entertaintment, beberapa menggunakan sebagai sebuah dokumen, beberapa menggunakannya sebagai sebuah media propaganda. Sebuah ide yang dituangkan pada sebuah naskah dan di interpretasikan ke media film terbukti menjadi sebuah alat propaganda yang efektif. Beberapa film tahun 20 hingga 40an yang menggunakan militer sebagai ide, terbukti menggugah semangat para remaja untuk mendaftar wajib militer pada waktu itu. Film juga terbukti dapat mengubah beberapa perspektif masyarakat terhadap sesosok figur.

Aside dari fakta-fakta teknis tersebut, editor dan sutradara bekerja sama dalam shot-shot yang diambil dalam film. Sutradara yang mengambil shot memasukkan tipe-tipe shot agar membantu editor mendapatkan berbagai sudut pandang dalam sebuah shot. Teknik-teknik seperti two-shot, long shot, dan shot-shot lain adalah tugas dari sutradara untuk mengambilnya. Sementara dalam proses editing, seorang editor memilih dan memilah serta menggabungkannya dengan proses cutting yang bervariasi seperti cut-to, imposition, fade in/out, etc. Tiap teknik pengambilan gambar dan pengeditan gambar memiliki maknanya masing-masing dan hal ini membentuk sebuah aturan dalam pembuatan film. Namun, beberapa Sutradara yang memiliki jiwa petualang terkadang mencoba membuat film yang tidak mengikuti aturan-aturan tersebut. Sangat sulit apabila sang sutradara dan juga editor memiliki sense of art yang kurang, namun apabila mereka berhasil, film itu akan menjadi film yang unik dan dapat pelajaran yang bisa diambil. Breathless, Easy Rider, Bonnie & Clyde seperti yang ada dalam film ini bisa kita lihat. Meski beberapa dari mereka tidak mendapatkan respon yang baik dari khalayak dan mendapatkan kritik, film itu menjadi sebuah sensasi tersendiri bagi sutradara yang butuh inspirasi atau penikmat film hardcore yang bosan dengan film yang itu-itu saja. Hal ini terbukti ketika tahun 2010 lalu fim The King Speech mendapatkan penghargaan Oscar. Padahal pada film itu, beberapa aturan telah berhasil dilanggar. Sebuah film yang baik dapat membuat penontonnya melupakan ruang dan waktu. Film yang baik harus membuat penontonnya merasakan apa yang sedang terjadi pada karakter yang sedang berada pada situasi yang terjadi di film. Proses editing dan pengambilan gambar bekerja sama dalam membangun suspense dan flow pada sebuah scene. Pukulan menjadi begitu cepat, ledakan menjadi begitu besar. Feeling dari sebuah shot dapat dicapai dengan pengeditan yang tepat. Campuran perpindahan shot dan pengambilan shot dapat membangun tensi atau mengendurkannya sehingga kita bisa memainkan pikiran penonton sesuai dengan kemauan

kita. Tetapi, semua itu tentunya tidak dapat bekerja apabila skript yang tertulis tidak bagus. Sehebat apapun sutradara atau editornya, apabila dari segi cerita tidak baik, akan sangat susah untuk membangunnya menjadi sebuah film yang bagus.

Anda mungkin juga menyukai