Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN HASIL DISKUSI

Modul Organ Alergi Imunologi dan Intoksikasi Pria yang Tidak Menikah dengan Diare Lama

Kelompok 10

Denata Prabhasiwi Puteri Rahmia Yulius Nugroho Hutami Mutiara Adri Permana Utama Anastasia Widha Sylviani Anindya Latona Sidarta Atika Asrianti Taslim Cleine Micheala

030.09.062 030.09.187 030.09.280 030.10.126 030.11.007 030.11.022 030.11.034 030.11.048 030.11.062

Dewi Hanifa 030.09.062 Primanelza Elisa Novianti Febrika Sonia Putri Galang Bagaskara Hanindia 030.11.007 Ayu Kinasih I Nym. Trihanggara 030.11.022 Maha Jiwa Zhaqi 030.11.034 Adiguna Kmg. Ayu Ratnapuri

030.11.073 030.11.085 030.11.098 030.11.111 030.11.121 030.11.135 030.11.148 030.11.158

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI Jakarta, 25 September 2012

BAB I PENDAHULUAN

HIV (Human Immunodefisiensi Virus) merupakan suatu virus RNA bentuk sferis dengan diameter 1000 angstrom yang termasuk retrovirus dari famili Lentivirus. Target utama pada infeksi HIV ini adalah sel limfosit CD4 dimana sel ini berfungsi sentral dalam sel imun. Pada mulanya, sistem imun dapat mengendalikan infeksi HIV namun dengan perjalanan dari waktu ke waktu HIV akan menurunkan jumlah sel limfosit CD4, sehingga menimbulkan terganggunya homeostatis dan fungsi sel-sel lainnya dalam sistem imun tersebut. HIV menimbulkan patologi penyakit melalu beberapa mekanisme diantaranya defisiensi imun yang menimbulkan infeksi oportunistik, reaksi autoimun, reaksi hipersensitivitas dan kecenderungan keganasan. Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama yaitu transmisi melalui mukosa genital, langsung ke peredaran melalui jarum suntik dan transmisi vertikal dari ibu ke janin. Dikenal dua tipe HIV, yaitu HIV-1 yang ditemukan pada tahun 1983 dan HIV-2 yang ditemukan pada tahun 1986 pada pasien AIDS di Afrika Barat. Epidemi secara global terutama disebabkan oleh HIV-1 sedangkan HIV-2 tidak terlalu luas penyebarannya. Baik HIV-1 maupun HIV-2 mempunyai struktur yang hampir sama. HIV-1 mempunyai gen vpu tapi tidak mempunya gen vpx, dan sebaliknya pada HIV-2 mempunyai gen vpx tapi tidak mempunyai gen vpu. Perbedaan struktur genom ini walaupun sedikit, diperkirakan mempunyai peranan dalam menentukan patogenitas dan perbedaan perjalanan penyakit diantara kedua tipe HIV tersebut. Karena HIV-1 yang lebih sering ditemukan maka penelitian-penelitian klinis dan laboratoris lebih sering terhadap HIV-1.1

BAB II LAPORAN KASUS

Pria 35 tahun berobat ke rumah sakit karena diare hilang timbul selama 4 minggu ini. Riwayat Penyakit Sekarang : Dalam 3-4 minggu ini pasien merasa demam ringan, batuk-batuk berdahak, merasa letih dan berat badan turun dalam 3 bulan terakhir ini. Nafsu makan menurun, hingga sejak 2 minggu lalu pasien sering diare hilang timbul, perut mulas, feces terdapat lendir dan darah. Pasien hanya minum obat warung untuk mengobati penyakitnya. Riwayat Penyakit Dahulu : Selama 1 tahun terakhir ini ia sering mengalami batuk, pilek, dan radang tenggorokan yang bila berobat ke dokter sembuh, kemudian terulang kembali. Ia juga sering mengeluh sering sariawan. Pasien belum menikah, pernah memakai jasa pekerja seks komersial. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum Tanda vital : Tampak lemah dan agak pucat, TB 165 cm, BB 50 kg : Suhu 37,5C, nadi lemah, 90x/menit, tensi 100/70 mmHg, nafas 24x/menit. Status Generalis : Mata THT Paru Jantung Abdomen Ekstermitas : konjungtiva pucat-/-, sclera ikterik-/-, mata cekung (-) : oral trush (+), bibir kering : vesikuler +/+, rhonki +/+, basah kasar, wheezing -/: S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-) : supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) meningkat, turgor cukup : akral hangat, edema -/-, CRT (capillary refill time)<2

BAB III PEMBAHASAN 1. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin 2. Anamnesis Keluhan utama : Diare hilang timbul selama 4 minggu. Riwayat Penyakit Sekarang Dalam 3-4 minggu pasien merasa demam ringan, batuk-batuk berdahak, merasa letih, dan berat badan turun dalam 3 bulan terakhir ini. Nafsu makan menurun.Hingga sejak 2 minggu lalu pasien sering diare hilang timbul, perut mulas. Feces terdapat lendir dan darah. Riwayat Penyakit Dahulu Selama 1 tahun terakhir ia sering mengalami batuk, pilek, dan radang tenggorokan yang bila berobat kedokter sembuh, kemudian terulang kembali. Ia juga mengeluh sering sariawan. Pasien belum menikah, pernah memakai jasa pekerja seks komersial. Anamnesis tambahan Adakah penyakit di keluarga Anda yang seperti Anda sebelumnya? Berapa kali diare dalam sehari dan konsistensinya? Apakah disertai muntah? Nyeri dada atau tidak saat batuk dan apakah batuknya berdarah? Apa pekerjaan Anda? Apa Anda sering demam, nyeri buang air kecil? 3. Hipotesis Berdasarkan keluhan utama pasien, hasil anamnesis yang telah dilakukan, kelompok kami menyimpulkan beberapa hipotesis, yaitu: 1) HIV 2) HIV-TB 3) TB Paru 4) Keganasan 5) Diare kronis disertai penurunan berat badan : Tn. X : 35 tahun : Laki-laki

4.

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : tampak lemah dan agak pucat. TB 165 cm, BB 50 kg. Hasil

BMI yang di dapatkan adalah 18,3 yang menandakan dibawah normal, dimana nilai normal BMI adalah 18,5 24,9. Tanda vital 1) Suhu 37,5C. Menandakan suhu tubuh subfebris, dimana nilai normal suhu tubuh adalah 36C. Mengindikasi adanya infeksi.2 2) Nadi lemah, 90x/menit. Denyut nadi berada dalam batas normal, dimana nilai normal denyut nadi adalah 60-100x/menit. 3) Tensi 100/70 mmHg. Menandakan tensi pasien ini adalah hipotensi, dimana nilai normal tensi adalah 120/80 mmHg. 4) Nafas 24x/menit. Menandakan pasien tachypnoe, dimana nilai normal nafas adalah 18-20x/menit. a. Status Generalis : 1) Mata : Konjungtiva pucat-/-, sclera ikterik-/-, mata cekung (-). Menandakan keadaan mata dalam keadaan normal. 2) THT : Oral trush (+), bibir kering. Oral trush (+) menandakan adanya candida di dalam rongga mulut. Hal ini mendukung diagnosis HIV, HIV-TB. 3) Paru : Vesikuler +/+, rhonki +/+, basah kasar, wheezing -/Ronkhi +/+, basah kasar menandakan adanya cairan di dalam rongga paru. Hal ini mendukung diagnosis TB Paru, HIV-TB. 4) Jantung : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Menandakan jantung berada dalam batas normal. 5) Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) meningkat, turgor cukup Bising usus (+) menandakan adanya peningkatan motilitas usus yang disebabkan oleh diare yang diderita pasien. Hal ini mendukung diagnosis HIV, HIV-TB. 6) Ekstremitas : Akral hangat, edema -/-, CRT (capillary refill time)<2 Menandakan ekstremitas berada dalam batas normal.
5

5.

Pemeriksaan Laboratorium 1) Darah: b. Hb 11,5g/dl. Menandakan hemoglobin pasien rendah, dimana nilai normal hemoglobin lakilaki adalah 13-18 gr/dl. c. Ht 40%. Menandakan hematokrit pasien dalam batas normal, dimana nilai normal hematokrit adalah 40-48%. d. Eritrosit 4jt/uL. Menandakan eritrosit pasien rendah, dimana nilai normal eritrosit adalah 5 juta 5,5 juta/L. e. Trombosit 170.000/L. Menandakan trombosit pasien dalam batas normal, dimana nilai normal trombosit adalah 150.000-450.000/L. f. LED 30 mm/jam. LED pasien mengalami peningkatan, dimana nilai normal LED adalah 0-10 mm/jam. Peningkatan LED ini menandakan pasien mengalami penyakit infeksi kronis. 2) Hitung jenis : 0/3/4/70/15/8. Menandakan adanya penurunan limfosit yaitu 15, dimana nilai normal limfosit adalah 20-40. Hal ini mendukung diagnosis HIV. 3) Anti HIV reaktif, CD4 T cell 200/L. Menandakan adanya penurunan kadar CD4 T Cell, dimana nilai normal CD4 T Cell adalah 500-1000/L. hal ini mendukung diagnosis HIV. 4) Rontgen thorax : Infiltrate pada kedua apex pulmo. Hal ini mendukung diagnosis kerja yang mengarah pada HIV TB.

6.

Diagnosis Kerja Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah diperoleh, kelompok kami mendiagnosis pasien ini mengalami HIV Stadium 3 dengan TB Paru.

Patofisiologi HIV-TB3 HIV merupakan suatu virus RNA yang akan menginfeksi sel dengan menggunakan glikoprotein envelop yang disebut gp 120 yang akan berikatan dengan CD4 di permukaan sel. Selain berikatan dengan CD4, gp 120 juga akan berikatan dengan reseptor chemokine. Setelah virus berikatan dengan reseptor sel, membrane virus akan bersatu dengan membrane sel pejamu dan virus masuk ke sitoplasma dengan bantuan gp 41. Di sitoplasma envelop virus dilepas oleh enzim protease virus dan RNA menjadi bebas. Kopi DNA dari RNA virus disintesis oleh enzim transcriptase, dan kopi DNA virus akan bersatu dengan DNA pejamu dengan bantuan enzim integrase.. DNA yang terintegrasi disebut provirus. Provirus diaktifkan dengan cara membuat virus baru, virus yang belum matang akan melepaskan diri dengan enzim protease sehingga virus menjadi aktif. HIV mudah mengalami infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik terjadi oleh karena menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) yang disebabkan rusaknya sistem imun tubuh akibat infeksi HIV tersebut. Dimana kasus yang paling sering terjadi adalah infeksi oportunistik yang bermanifestasi ke paru sehingga dapat terjadi TB pada pasien HIV. 7. Penatalaksanaan4,5 Medikamentosa: Karena CD4 pasien 200/uL dan pasien juga menderita koinfeksi TB, sebaiknya diterapi TB dahulu selama 2 bulan (fase intensif) dengan OAT (2RHZE): Rifampisin dengan dosis 10 mg/kgBB/hari, Isoniazid dengan dosis 5 mg/kgBB/hari, Pirazinamid dengan dosis 25 mg/kgBB/hari, dan Ethambutol dengan dosis 15 mg/kgBB/hari Setelah fase intensif terapi TB selesai baru dimulai 1st line HAART. Biasanya kombinasi obat-obatan yang dipakai Zidovudine, Lamivudine, dan Efavirenz.

Nonmedikamentosa: Yang paling penting dari nonmedikamentosa yaitu edukasi kepada pasien agar teratur dalam minum obat. Perlu juga edukasi kepada keluarga pasien untuk selalu memastikan pasien teratur minum obat. Karena sebagian besar pengobatan tidak efektif karena ketidakteraturan pasien dalam meminum obat, terutama dalam terapi TB jika
7

pasien tidak teratur bisa menjadi multidrug resistance. Dibutuhkan juga dukungan emosional dari orang-orang terdekat pasien dalam terapi ini, agar pasien tidak merasa dikucilkan karena penyakitnya. 8. Prognosis Ad Vitam : Dubia Ad Malam

Ad Functionam : Dubia Ad Malam Ad Sanationam : Dubia Ad Malam Prognosis pasien ini adalah Dubia Ad Malam mengingat pasien menderita HIV Stadium 3 yang berkomplikasi hingga TB Paru.

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA Defisiensi Imunologi Defisiensi imunologi adalah sekumpulan aneka penyakit yang karena memiliki satu atau lebih ketidaknormalan sistem imun, dimana kerentanan terhadap infeksi meningkat. Defisiensi imunologi dibagi menjadi 2 jenis: a. Defisiensi imunologi primer Defisiensi imun yang bersifat bawaan atau kongenital. b. Defisiensi imunologi sekunder Defisiensi imun yang didapat dari luar atau lingkungan. Imunodefisiensi sekunder dapat disebabkan oleh infeksi, obat-obatan, trauma, tindakan kateterisasi, bedah, penyakit kateterisasi, berat, bedah, kehilangan penyakit immunoglobulin, berat, kehilangan

agammaglobulinemia,

immunoglobulin, agammaglobulinemia dengan timoma, serta removal spleen yang akan berakibat pada pengurangan fagositosis mikroba.

Infeksi Intraseluler dan Ekstraseluler Infeksi terdapat dua jenis, yaitu infeksi intraselular dan ekstraselular. a) Infeksi intraselular Infeksi intraseluler akan berdampak pada defeknya T-Cell, Interferon, dan TNF (Tumor Necrosis Factor). Baik infeksi intraseluler maupun ekstraseluler dapat menyebabkan mild immunodefisiensi dan severe immunodefisiensi. Infeksi intraseluler yang menyebabkan mild imunodefisiensi adalah jenis infeksi Herpes Zoster dan Candida sp sedangkan infeksi intraselular yang menyebabkan severe imunodefisiensi adalah jenis infeksi Pneumococcus, dan Meningococcus. b) Infeksi ekstraseluler Infeksi ekstraseluler akan berdampak pada defeknya antibody dan komplemen. Sama dengan infeksi intraseluler, infeksi ekstraseluler dapat menyebabkan mild immunodefisiensi dan severe immunodefisiensi. Infeksi ekstraseluler yang menyebabkan mild imunodefisiensi adalah jenis infeksi PCT, Cytomegalovirus,
9

dan Epstein Bar Virus sedangkan infeksi ekstraseluler yang menyebabkan severe imunodefisiensi adalah jenis infeksi Polio, dsn Mycoplasma.

Oral thrush Oral thrush diartikan sebagai intraselular infection, dimana terdapat candida albicans didalam rongga mulut yang dapat menyebabkan mild imunodefisiensi. Dimana semakin kronis suatu penyakit, semakin mudah pula untuk terkena oral thrush.

Hubungan gaya hidup dengan imunodefisiensi Gaya hidup seseorang dapat berkaitan dengan salah satu bentuk imunodefisiensi. Sebagai contoh HIV terjadi dan menular melalui perantara cairan, baik itu melalui cairan sperma, vagina, darah, maupun cairan suntikan melalui pemakaian suntikan yang bergantian. Oleh karena itu, jelas bahwa HIV dapat menular melalui sexual transmission, transfusi darah, dan pemakaian jarum suntik secara bergantian. Dan sebab itu, gaya hidup yang tidak sepatutnya seperti sering melakukan sex bebas, dapat menyebabkan penyakit imunodefisiensi seperti HIV.

HIV (Human Immunodefisiensi Virus) Struktur HIV6

Gambar 1

Struktur virus HIV terdiri atas 2 untaian RNA identik yang merupakan genom virus yang berhubungan dengan p17 dan p24 berupa inti polipeptida. Semua komponen tersebut diselubungi envelop membrane fosfolipid yang berasal dari sel pejamu. Retrovirus HIV terdiri dari lapisan envelop luar glikoprotein yang
10

mengelilingi suatu lapisan ganda lipi. Protein gp120 dan gp41 yang disandi virus ditemukan didalam envelop. Antigen gp120 adalah glikoprotein permukaan HIV yang mengikat reseptor CD4+ pada sel T dan makrofag, dan juga akan berikatan dengan reseptor chemokine. Sedangakn antigen gp41 merupakan glikoprotein yang akan berfusi dengan sel pejamu. Virus juga mempunyai antigen p24 yang merupakan core antigen virus HIV, yang merupakan tanda dini adanya infeksi HIV, ditemukan beberapa hari-minggu sebelum terjadi serokonversi sisntesis antibody terhadap HIV. RNA-directed DNA polymerase (reverese transcriptase) adalah polimerase DNA dalam retrovirus yang dapat digunakan RNA template untuk memproduksi hybrid DNA. Transverse transcriptase diperlukan dalam teknik rekombinan DNA yang diperlukan dalam sintesis first strand cDNA. Cara Masuk dan Replikasi HIV ke Sel Pejamu3 HIV merupakan suatu virus RNA yang akan menginfeksi sel dengan menggunakan glikoprotein envelop yang disebut gp 120 yang akan berikatan dengan CD4 di permukaan sel. Selain berikatan dengan CD4, gp 120 juga akan berikatan dengan reseptor chemokine. Setelah virus berikatan dengan reseptor sel, membrane virus akan bersatu dengan membrane sel pejamu dan virus masuk ke sitoplasma dengan bantuan gp 41. Di sitoplasma envelop virus dilepas oleh enzim protease virus dan RNA menjadi bebas. Kopi DNA dari RNA virus disintesis oleh enzim transcriptase, dan kopi DNA virus akan bersatu dengan DNA pejamu dengan bantuan enzim integrase. DNA yang terintegrasi disebut provirus. Provirus diaktifkan dengan cara membuat virus baru, virus yang belum matang akan melepaskan diri dengan enzim protease sehingga virus menjadi aktif.
Gambar 2

11

Hubungan Faktor Genetik Mempengaruhi Angka Kejadian dan Perjalanan Penyakit HIV3 Faktor genetik yang mempengaruhi angka kejadian dan perjalanan penyakit HIV adalah akibat polimorfisme di HLA (Human Leucosyte Antigen) dan polimorfisme pada CCR5 sehingga virus HIV tidak dapat masuk.

Mekanisme HIV Menghindari Sistem Imun HIV merupakan retrovirus RNA dari kelompok lentivirus. HIV mengandung nukleolid RNA padat, inti protein, permukaan glikoprotein, dan reverse trancriptase enzyme. Enzim ini adalah polymerase DNA yang mampu bergabung dengan kromosom tubuh. Sekali berintegrasi, ia digunakan sebagai pembawa pesan transkripsi untuk sintesis virus, integrasi membantu virus untuk lolos dari mekanisme pertahanan tubuh. Lentivirus tidak mempunyai potensi teratogenik seperti retrovirus onkogenik, namun mampu menimbulkan lisis sel terinfeksi. Infeksi HIV tampaknya terbatas pada sel yang membawa reseptor permukaan CD4. Populasi limfosit Thelper adalah yang paling kaya akan reseptor CD4, menjelaskan kemampuan tropisme dan lisis oleh HIV terhadap sel ini. Monosit, makrofag, dan mikroglia juga mengandung reseptor permukaan CD4, namun kepadatannya sangat rendah, ini mungkin menjelaskan mengapa makrofag sering mengandung virus, namun jarang lisis, membuat mereka efektif sebagai reservoir viral. Selain itu terjadi mutasi gen envelope dan adanya pengaruh dari antigen HLA, yaitu dengan penghambatan ekspresi HLA kelas 1.

Golongan ARV dan Cara Kerjanya ARV atau Antiretroviral merupakan obat-obatan yang digunakan untuk merawat ODHA atau orang dengan HIV/AIDS. Walaupun ARV tidak bisa membunuh virus HIV, tetapi ARV bisa memperlambat perkembangan atau replikasi virus HIV. Terapi ARV disebut juga ART atau antiretroviral therapy. ARV yang digunakan sebagai ART haruslah yang termasuk dalam HAART atau Highly Active Antiretroviral Therapy (HIV and AIDS treatment). ARV yang digunakan dibagi dalam beberapa golongan atau kelas, yaitu sebagai berikut:

12

a. Reverse Transcriptase Inhibitors dimana golongan ini terbagi menjadi dua, yaitu; Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (Nukes atau NRTIs) bekerja

dengan menghambat atau menghalangi pembentukan enzim reverse transcriptase sehingga tidak terjadi pembentukan yang sempurna dari RNA virus menjadi DNA. Contoh dari NTRIs adalah Zidovudine, Tenofovir, Lamivudine, Abacavir, Didanosine, Stavudine dan Emtricitabine.

Non-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (Non-nukes atau NNRTIs)

bekerja dengan mengikat enzim reverse transcriptase sehingga enzim tersebut tidak berfungsi. Contoh dari NNTRIs adalah Nevirapine, Delavirdine, Efavirenz, Etravirine dan Rilpivirine.

b. Protease Inibitors (PIs) bekerja dengan cara menghalangi kerja enzim protease yang berfungsi memotong polipeptida DNA yang dibentuk oleh virus dengan unkuran benar untuk memproduksi virus baru. Contoh Pis adalah Saquinavir, Indinavir, Ritonavir atau Liponavir, Nelfinavir, L dan Amprenavir.

c. Integrase Inhibitors bekerja dengan cara menghambat enzim integrase sehingga virus tidak bisa mengintegrasikan viral RNA ke dalam sel host. Golonngan ini merupakan ARV terbaru. Contohnya adalah Raltegravir.

d. Attachment (Entry Inhibitors) and Fusion Inhibitor bekerja dengan menghambat HIV melekat dengan sel host dan mencegah penggabungan antara sel dengan membran virus. Contohnya adalah Enfuvirtide dan Maraviroc.7 Untuk penyakit HIV sendiri memiliki vaksin yaitu AntiHIV namun Anti HIV tidak protektif dikarenakan HIV selalu mengalami mutasi pada glikoproteinnya. Ada beberapa faktor yang dapat menambah angka kejadian dan perjalanan penyakit HIV. Contoh beberapa faktor genetik yang mempengaruhi angka kejadian dan perjalan penyakit HIV yaitu: Reseptor : pasien yang mempunyai mutasi atau variasi genetik mungkin mempunyai sel CD4 yang lebih atau kurang rentan atau mempan dengan infecksi HIV.
13

Hal ini mungkin saja terjadi karena pada pasien yang mungkin kekurangan coreseptor CCR5 atau CXCR4. Human Leukocyte Antigens (HLA) : protein HLA ditemukan hampir di semua permukaan luar membran sel di dalam tubuh. Antigen ini terutama di temukan di permukaan sel darah putih dengan konsentrasi yang tinggi. Di dalam individu yang sehat, HLA ini membantu sistem imun tubuh untuk membedakan antara senyawa tubuh dan senyawa luar. Diketahui bahwa beberapa HLA berbeda yang beragam dapat memperlambat perjalanan penyakit HIV.8

Obat-obat ARV yang Digunakan dalam HAART Dalam praktek pengobatan HIV, digunakan dua sampai tiga kombinasi obat-obat ARV. Terapi ini disebut HAART (Highly Active Anti Retroviral Therapy). Prinsip dari terapi HAART ini yaitu menggunakan kombinasi 2 obat golongan NRTI dengan 1 obat golongan NNRTI, dimana ini biasanya menjadi first line therapy. Atau bisa juga menggunakan kombinasi 2 obat golongan NRTI dengan 1 obat golongan PI dimana kombinasi ini menjadi pilihan second line therapy.

Ketidakprotektifan Anti-HIV Anti-HIV dianggap tidak protektif karena menimbulkan infeksi laten, sangat variable, dan melumpuhkan unsur kunci sistem imun, yaitu sel yang

mengekspresikan molekul CD4 di permukaan nya. Selain itu, anti-HIV dianggap Tidak protektif juga karena HIV merupakan suatu virus yang menyerang intrasel sel host. Sedangkan suatu anti-HIV memproduksi antibody atau respon imun humoral yang bekerja di ekstrasel sel host. Oleh karena itu, anti-HIV disini tidak protektif.

Pencegahan Infeksi HIV Cara mencegah penularan HIV/IMS melalui kontak seksual: a. Abstinensia : Bagi yang belum menikah dianjurkan tidak melakukan hubungan seks b. Be faithful c. (use) condom d. (no) drug e. Early treatment : Saling setia pada satu pasangan : gunakan kondom saat melakukan hubungan seks berisiko : jauhi narkoba : Lakukan pengobatan dini apabila termasuk kelompok berisiko
14

Cara mencegah HIV/AIDS melalui kontak darah: a. Kewaspadaan umum (universal precaution) dalam pelayanan kesehatan, contoh sterilisasi alat, mengikuti prosedur medis, dll b. Skrining darah oleh PMI c. Penggunaan jarum steril oleh pemakai narkoba suntik, tindik, tato

Cara mencegah penularan dari ibu ke anak : a. Selama kehamilan trimester III diberi ARV b. Persalinan secara sectio caesaria c. Bayi tidak diberi ASI

Penatalaksanaan Pengobatan a) Pengobatan suportif Pengobatan suportif dapat dilakukan dengan cara pemantauan terhadap status gizi. Hal ini dilakukan agar mencegah gangguan nutrisi yang memperburuk kondisi pasien b) Profilaksis infeksi oportunistik Ditujukan untuk mencegah munculnya komplikasi yang fatal akibat penurunan sistem imun tubuh secara progresif berupa terapi AB/kemoteraupetik c) Terapi antiretroviral Tujuan pengobatan ARV : a. Mengurangi laju penularan di masyarakat b. Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan denganHIV c. Memperbaiki kualitas hidup penderita AIDS d. Memulihkan dan memelihara fungsi kekebalan tubuh e. Menekan replikasi virus secara maksimal dan terus menerus Terapi ARV harus segera diberikan pada penderita yang telah ditegakkan. Infeksi HIV dan disertai dengan salah satu kondisi di bawah ini: Bila tersedia sarana pemeriksaan CD4 Secara klinis sebagai penyakit tahap lanjut dari infeksi HIV.
15

i. ii.

Infeksi HIV stadium IV, tanpa memandang jumlah CD4 Infeksi HIV stadium III dengan jumlah CD4 < 200/mm3

Bila tidak tersedia sarana pemeriksaan CD4 i. ii. iii. Infeksi HIV stad IV, tanpa memandang jumlah limfosit total Infeksi HIV stad III, tanpa memandang jumlah limfosit total Infeksi HIV stadium II, dengan jumlah limfosit total <1200/mm3

Pilihan obat yang dapat digunakan adalah golongan obat ARV : NRTI, NNRTI, PI. Regimen dini yang diberikan adalah 2NRTI + 1NNRTI, sedangkan PI dijadikan sebagai pilihan kedua.

16

BAB V KESIMPULAN

Pasien pada kasus ini di diagnosis menderita HIV Stadium 3 dengan TB Paru, dimana penanganan yang perlu dilakukan pada pasien ini didahulukan terapi TB nya selama 2 bulan (fase intensif) dengan obat RHZE, lalu setelah itu baru dilanjutkan dengan HAART 1 st line yaitu dengan Zidovudine, Lamivudine, dan Evafirenz. Prognosis untuk pasien ini, baik dari segi ad vitam, ad functionam, dan ad sanationam adalah dubia ad malam, karena HIV pada pasien ini sudah memasuki stadium ketiga dan sudah berkomplikasi hingga menyebabkan TB Paru.

17

BAB VI DAFTAR PUSTAKA

1. Merati, Tuti P, editors. Respons Imun Infeks HIV. In: Sudoyo AW, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing: 2009: p.421. 2. Natadidjaja, Hendarto. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Dalam. Jakarta : Binarupa Aksara: 2012: p.30. 3. Price,Wilson. Patofisiologi. In: Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Asih D,Editors. 6th ed. Jakarta: EGC: 2006: p.856-8. 4. Sudoyo AW , Setiyohadi B , et all . Ilmu Penyakit Dalam . 5th ed. Jakarta : Interna Publishing, 2009. 5. Wibisono MJ, Winariani, Hariadi S, editors. Tuberkulosis Paru. In: Helmia Hasan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair; 2010;p.19,21. 6. Merati, Tuti P, editors. Respons Imun Infeks HIV. In: Sudoyo AW, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing: 2009:p.421-7 7. HIV. Available at http://www.aidsinfonet.org/ visited on September, 15th 2012. 8. HIV. Available at http://www.wellness.com/ visited on September, 15th 2012.

18

Anda mungkin juga menyukai