Anda di halaman 1dari 32

BAB 2 2.

1 Tinjauan Pustaka Pertumbuhan merupakan bertambahnya jumlah dan besarnya sel diseluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur atau suatu peningkatan dalam berat atau ukuran dari seluruh atau sebagian dari organisme. Perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh, kematangan dan belajar atau peningkatan kemahiran dalam penggunaan tubuh (Sacharin, 1986). Masa postnatal atau masa setelah lahir, terdiri dari beberapa periode: (1) Masa neonatal (0 28 hari) (2) Masa bayi: 1. Masa bayi dini (1 12 bulan) 2. Masa bayi akhir (1 2 tahun) (3) Masa prasekolah (2 6 tahun) (4) Masa sekolah/ prapubertas (wanita: 6 10 tahun; laki laki: 8 12 tahun) (5) Masa adolesensi/ remaja (wanita: 10 18 tahun; laki laki: 12 20 tahun) Pertumbuhan otak dan kepala terjadi paling cepat dibanding bagian tubuh lain sejak kehidupan intrauterin, bahkan berlanjut sampai tahun tahun pertama kehidupan sehingga pada usia 6 tahun pertumbuhannya telah mencapai hampir 90% otak orang dewasa (Moersintowati, 2002).

3.1 Kelainan dan gangguan kraniofasial dan penyembuhannya 1. Mikrosefali adalah cacat pertumbuhan otak secara menyeluruh akibat abnormalitas perkembangan dan proses destruksi otak selama masa janin dan awal masa bayi. Ukuran kepala lebih dari 3 standart deviasi di bawah rata-rata. Mikrosefali adalah kasus malformasi kongenital otak yang paling sering dijumpai. Ukuran otak pada kasus ini relatif amat kecil, dan karena pertumbuhannya terhenti maka ukuran tengkorak sebagai wadahnya pun juga kecil (sebenarnya nama yang lebih tepat adalah mikroensefalus). Perbandingan berat otak terhadap badan yang normal adalah 1 : 30, sedangkan pada kasus mikrosefalus, perbandingannya dapat menjadi 1 : 100. Bila kasus bisa hidup sampai usia dewasa, biasanya berat otaknya hanya kurang dari 900 gram (bahkan ada yang hanya 300 gram). Otak mikrosefalik selalu lebih ringan, dapat serendah 25 % otak normal. Jumlah dan kompleksitas girus korteks mungkin berkurang. Lobus frontalis adalah yang paling parah, serebelum sering kali membesar tak seimbang. Pada mikrosefali akibat penyakit perinatal dan postnatal dapat terjadi kehilangan neuron dan gliosis korteks serebri. Mikrosefali yang paling parah cenderung terjadi pada bentuk yang diwariskan resesif. Penderita anak memperlihatkan dahi yang landai ke belakang dan telinga yang besar tak sebanding. Perkembangan motorik sering kali baik, tetapi retardasi mental secara progresif makin nyata dan sering kali berat. Dahi yang landai ke belekang, telinga yangbesar, dan pertalian darah pada orang tua, mengarah pada diagnosis mikrosefali herediter. Kemungkinan mikrosefali akibat

fenilkeonuria maternal harus selalu diteliti dengan pemeriksaan kemih ibu yang tepat. Radiogram kranium, pungsi lumbal, tes serologis berguna dalam diagnosis mikrosefali akibat infeksi intrauterin. Kalsifikasi serebrum difus sering kali ditemukan pada toksoplasma kongenital, kalsifikasi periventrikular lebih sering pada penyakit virus sitomegalo. Sindroma alkohol janin harus dipertimbangkan pada anak mikrosefalik dari ibu dengan riwayat alkoholisme.

Tabel I. Sebab-sebab Mikrosefali Cacat Perkembangan Otak Infeksi Intrauterin Penyakit Postnatal

dan Perinatal Mikrosefali herediter (resesif) Rubela kongenital Anoksia intra uterin

atau neonatal Mongolisme dan sindroma trisoma lainnya Paparan radiasi ionisasi pada janin Feniketonuria maternal Cebol seckel Sindroma cornelia de lange Sindroma rubinstein-taybi Sindroma smith-lemli-opitz Sindroma alkohol janin Infeksi sitomegali Toksoplasma kongenital Sifilis kongenital virus Malnutrisi berat pada awal masa bayi Infeksi neonatal virus herpes

Ada yang membedakan etiologi mikro-sefali sebagai berikut : a. Genetik b. Didapat, yaitu disebabkan : 1. Antenatal pada morbili, penyinaran, sifilis, toksoplasmosis, kelainan sirkulasi darah janin atau tidak diketahui penyebabnya. 2. Intranatal akibat perdarahan atau anoksia. 3. Pascanatal dan setelah ensefalitis, trauma kepala dan sebagainya. Bakal serebrum mulai terlihat sebagai struktur yang dapat dikenali pada embrio kehamilan 28 hari, saat ujung anterior tuba neuralis mengalami suatu ekspansi globular, prosensefalon. Dalam beberapa hari berikutnya, prosensefalon membelah menjadi 2

perluasan lateral yang merupakan asal hemisferium serebri dan ventrikel lateralis. Dinding ventrikel pada stadium ini dibentuk oleh lapisan benih neuroblas yang aktif membelah. Neuroblas yang baru terbentuk bermigrasi dari dinding ventrikel ke permukaan hemisferium primitif, berakumulasi dan membentuk korteks serebri. Pendatang pertama membentuk lapisan bawah korteks, dan pendatang selanjutnya melewati lapisan ini, membentuk lapisanlapisan atas. Diferensiasi neuroblas membentuk neuron ekstensi sel yang bertambah panjang dan akhirnya membentuk akson dengan lumen ventrikel melalui ekstensi sel yang bertambah panjang dan akhirnya membentuk akson substansi alba subkortikal. Akson yang menyeberang dari 1 hemisferium ke hemisferium lainnya untuk membentuk korpus kalosum, pertama kali aterlihat pada kehamilan bulan ketiga, korpus kalosum terbentu lengkap pada bulan ke-5. Pada saat inilah permukaan akorteks mulai memperlihatkan identasi yang terbentuk progresif selama trimester terakhir, sehingga pada aterm, sulkus dan girus utama telah berbatas tegas. Otak bayi aterm memiliki seluruh komplemen neuron dewasa, tetapi beratnya hanya sekitar sepertiga otak dewasa. Peningkatan berat postnatal adalah akibat mielinisasi substansia alba subkortikal, perkembangan penuh prosesus saraf, baik dendrit maupun akson serta peningkatan selb glia. Secara umum pengaruh abnormal sebelum kehamilan bulan ke-6 cenderung mempengaruhi pertumbuhan struktur makroskopik otak dan mengurangi jumlah neuron total. Pengaruh perubahan patologik pada periode perinatal cenderung lebih ringan, seperti keterlambatan mielinisasi dan berkurangnya pembentukan dendrit. Hilangnya substansi otak akibat lesi destruktif dapat terjadi pada akhir masa janin dan awal masa bayi, baik secara terpisah ataupun bersama cacat perkembangan lain. Secara patologis terdapat kelainan seperti hipoplasia serebri, pakigiria, mikrogiria, porensefali, atrofi serebri. Biasanya ditemukan penutupan fontanel dan sutura-sutura tengkorak sebelum waktunya (premature closure). Anak dengan microgyria dapat hidup sampai dewasa. Yang berukuran kecil biasanya tidak menutupi serebelum dan corak girusgirus kortikalnya abnormal. Arsitektur korteks menunjukkan sel-sel primitif. Sistem ventrikel biasanya membesar serta biasanya dibarengi oleh porensefalus, lissensefalus, tidak adanya korpus kalosum sertaheterotropia.

Kepala lebih kecil dari pada normal, sekunder akibat jaringan otak yang tidak tumbuh. Kadang-kadang ubun-ubun besar terbuka dan kecil. Didapatkan retardasi mental. Mungkin didapatkan pula gejala motorik berupa diplegia spastik, hemiplegia dan sebagainya. Terlambat bicara dan kadang-kadang didapatkan kejang. Tampilan kasus mikrosefallus yang khas adalah tulang frontal dan fosa anterior yang kecil. Diagnosis berdasarkan dari manifestasi klinis dan radiologis. Tabel 2 menunjukkan diameter biparietal standar dari rata-rata diameter biparietal pada USG.

Tabel 2. BPD vs Age (and Standar Deviations The Mean) Age 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Mean 48 51 54 57 61 64 67 69 72 75 -1SD 45 48 52 55 58 61 64 67 70 72 -2SD 42 46 49 52 55 58 91 64 67 69 -3SD 40 43 46 49 52 55 58 61 64 67 -4SD 37 40 43 46 49 53 56 58 61 64 -5SD 34 37 41 44 47 50 53 56 59 61

30 31 32 33 34 35 36

78 80 82 84 86 87 89

75 77 79 81 83 85 86

72 74 77 79 80 82 83

69 72 74 76 73 79 80

67 69 71 73 75 76 78

64 66 68 70 72 74 75

37 38 39 40

90 91 92 92

87 88 89 89

84 85 86 87

82 83 83 84

79 80 81 81

76 77 78 78

Untuk menegakkan etiologinya dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium misalnya TORCH, VORL, CT, MRI. Mikrosefali harus dibedakan dari ukuran kepala yang kecil sekunder dari sinostosis sutura sagitalis dan koronarius. Sinostosis biasanya terjadi pranatal dan diketahui setelah dilahirkan. Perubahan bentuk tengkorak disebabkan ekspansi jaringan otak yang tumbuh terhalang oleh penutupan sutura. Pada stadium permulaan perubahan bentuk tengkorak merupakan kompensasi untuk mencegah tekanan intrakranial yang meninggi. Pada brakisefali dan skafosefali keadaan kompensasi ini bisa berlangsung lama sampai berbulan-bulan, namun pada oksisefalitekanan intrakranial sudah meninggi dalam minggu pertama sesudah lahir. Akibat tekanan intrakranial yang meninggi akan terlihat iritabilitas, muntah, eksoftalmus akibat tekanan pada orbita, retardasi mental dan motorik, kejang. Gangguan visus dapat terjadi akibat tertariknya N II atau sebagai akibat papil N II karena tekanan intrakranial yang meninggi. Bayi yang dilahirkan dengan mikrosefali biasanya tidak bisa hidup lama, beberapa langsung meninggal setelah lahir, dan kebanyakan dari mereka yang masih bisa hidup mengalami retardasi mental dan kelainan motorik seperti hemiplegia, diplegia

spastik. Mikrosefali biasanya disertai dengan kelainan-kelainan lain sebagai suatu sindrom. Terapi Tak satupun bentuk mikrosefali dapat diobati, sehingga pencegahan sangat penting. pengobatan yang dilakukan yaitu simptomatik. Untuk kejang diberi antikonvulsan. Selanjutnya dilakukan fisioterapi, speech therapy dan sebagainya. Pencegahan meliputi bimbingan dan penyuluhan genetika, pencegahan bahaya infeksi terutama selama kehamilan, obat-obatan.

2. Perdarahan intrakanial pada neonatus(PIN)

PIN ialah perdarahan dalam rongga kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu. Sering PIN tak dikenal/dipikirkan karena gejala gejalanya tidak khas. PIN meliputi perdarahan epidural, subdural, subaraknoid, intraserebral/parenkim dan

intraventrikuler. Penatalaksanaan dan penanggulangan PIN masih kurang memuaskan. Untuk menurunkan angka kejadian PIN, usaha yang lebih penting ialah profilaksis seperti perawatan prenatal, pertolongan persalinan dan perawatan postnatal yang sebaik-baiknya. Pada umumnya prognosis PIN tidak terlalu menggembirakan. Dilaporkan angka berbeda-beda tentang insidensi PIN. Holt 3 menemukan pada otopsi bayi-bayi lahir mati dan yang meninggal dalam 2 minggu pertama, 30% PI. Menurut Saxena 4 13,1% kematian perinatal oleh PI. Angka kematian PI pada bayi prematur 5x lebih tinggi daripada bayi cukup bulan (BCB). Laki-laki : perempuan = 5 : 2,7 (Saxena), 1,9 : 1 (Banerjee) 4 , 6 Penyebab timbulnya PIN antara lain Trauma kelahiran 1. partus biasa. pemutaran/penarikan kepala yang berlebihan. disproporsi antara kepala anak dan jalan lahir sehingga terjadi mulase 6 .

2. partus buatan (ekstraksi vakum, cunam). 3. partus presipitatus. Bukan trauma kelahiran: Umumnya ditemukan pada bayi kurang bulan (BKB). Faktor dasar ialah prematuritas dan faktor pencetus PIN seperti hipoksia dan iskemia otak yang dapat timbul pada syok, infeksi intrauterin, asfiksia, kejang - kejang, kelainan jantung bawaan, hipotermi, juga hiperosmolaritas/hipernatremia. Ada pula PIN yang disebabkan oleh penyakit perdarahan/gangguan pembekuan darah.
Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/ robekan pembuluh - pembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena trauma kelahiran, faktor dasar ialah prematuritas; pada bayi-bayi tersebut, pembuluh darah otak masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan pada beberapa tempat tertentu jalannya berkelok kelok,

kadang - kadang membentuk huruf U sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor - faktor pencetus (hipoksia/iskemia). Keadaan ini terutama terjadi pada perdarahan

intraventrikuler/periventrikuler. Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena meningika media antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini jarang ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis PIN yang banyak dijumpai pada BCB. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena kortikal yang menghubungkan rongga subdural dengan sinus-sinus pada duramater. Perdarahan subdural lebih sering pada BCB daripada BKB sebab pada BKB vena-vena superfisial belum berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi. Perdarahan dapat berlangsung perlahan-lahan dan membentuk hematoma subdural. Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma retroserebeler. Gejala-gejala dapat timbul segera dapat sampai berminggu-minggu, memberikan gejala - gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah sangat menurun.

Pada perdarahan subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga subaraknoid yang biasanya ditemukan pada persalinan sulit. Adanya perdarahan subaraknoid dapat dibuktikan dengan fungsi likuor. Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala yang sangat hebat (kecelakaan). Perdarahan intraventrikuler dalam kepustakaan ada yang gabungkan bersama perdarahan intraserebral yang disebut perdarahan periventrikuler. Dari semua jenis PIN, perdarahan periventrikuler meme- gang peranan penting, karena frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 75--90% perdarahan peri ventrikuler berasal dari jaringan subependimal germinal matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral.

Pada perdarahan intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah ini, meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman kapiler sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan perdarahan intraventrikuler. Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat meninggikantekanan darah otak yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah. Gejala-gejala PIN tidak khas, dan umumnya sukar didiagnosis jika tidak didukung, oleh riwayat persalinan yang jelas. Gejala-gejala berikut dapat ditemukan :

Fontanel tegang dan menonjol oleh kenaikan tekanan intrakranial, misalnya pada perdarahan subaraknoid. Iritasi korteks serebri berupa kejang-kejang, irritable, twitching, opistotonus. Gejala-gejala ini baru timbul beberapa jam setelah lahir dan menunjukkan adanya perdarahan subdural , kadang-kadang juga perdarahan subaraknoid oleh robekan tentorium yang luas. Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil melebar, refleks cahaya lambat sampai negatif. Kadang-kadang ada perdarahan retina, nistagmus dan eksoftalmus. Apnea: berat dan lamanya apnea bergantung pada derajat perdarahan dan kerusakan susunan saraf pusat. Apnea dapat berupa serangan diselingi pernapasan normal/takipnea dan sianosis intermiten. Cephalic cry (menangis merintih). Gejala gerakan lidah yang menjulur ke luar di sekitar bibir seperti lidah ular (snake like flicking of the tongue) menunjuk- kan perdarahan yang luas dengan kerusakan pada korteks. Tonus otot lemah atau spastis umum. Hipotonia dapat berakhir dengan kematian bila perdarahan hebat dan luas. Jika perdarahan dan asfiksia tidak berlangsung lama, tonus otot akan segera pulih kembali. Tetapi bila perdarahan berlangsung lebih lama, flaksiditas akan berubah menjadi spastis yang menetap. Kelumpuhan lokal dapat terjadi misalnya kelumpuhan otot-otot pergerakan mata, otot-otot muka/anggota gerak (monoplegi/hemiplegi) menunjukkan perdarahan subdural/ parenkim. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan ialah gangguan kesadaran (apati, somnolen, sopor atau koma), tidak mau minum, menangis lemah, nadi lambat/cepat, kadang-kadang ada hipotermi yang menetap. Apabila gejala-gejala tersebut di atas ditemukan pada bayi prematur yang 24--48 jam sebelumnya menderita asfiksia, maka PI dapat dipikirkan. Berdasarkan perjalanan klinik, PIN dapat dibedakan 2 sindrom : 1. saltatory syndrome: gejala klinik dapat berlangsung berjam- jam/berhari-hari yang kemudian berangsur-angsur menjadi baik. Dapat serabuh sempurna tetapi biasanya dengan gejala sisa. 2. catastrophic syndrome. gejala klinik makin lama makin berat, berlangsung beberapa menit sampai berjam-jam dan akhirnya meninggal.

pemeriksaan

likuor

terutama

untuk

perdarahan

subaraknoid

dan

intraventrikuler/periventrikuler. Tujuan fungsi lumbal pada PIN untuk diagnostik, sebagai pengobatan (mengurangi tekanan intrakranial) dan untuk mencegah komplikasi hidrosefalus (fungsi lumbal berulang-ulang). Pada pemeriksaan likuor dapat dijumpai tekanan yang meninggi, warna merah/santokrom, kadar protein meninggi, kadar glukose menurun. Bila cairan likuor berdarah, dianjurkan CT Scan untuk mengetahui lokalisasi dan

luasnyaperdarahan. pada pemeriksaan darah dapat ditemukan: -- tanda-tanda anemi posthemoragik -- analisa gas darah (0 2 dan CO 2 ) --gangguan pembekuan darah terutama pada PIN yang non traumatik. mendapat kadar rendah fibrinogen, trombosit, antitrombin III faktor VIII. Faktor-faktor ini menjadi normal bila keadaan bayi membaik. Foto kepala tidak dapat menunjukkan adanya perdarahan, hanya fraktur yang sukar dibedakan dengan sutura, lipatan- lipatan kulit kepala dan mulase. Pemeriksaan ultrasonografi banyak digunakan. Berdasarkan USG, Burstein dkk menentukan derajat perdarahan intraven- trikuler sebagai berikut l1 derajat 0 : tidak ada perdarahan intrakranial. derajat I : perdarahan hanya terbatas pada daerah sub- ependimal. derajat II : perdarahan intraventrikuler. derajat III : perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel. derajat IV : perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel dengan perluasan ke parenkim otak. Derajat I, II umumnya ringan, pada pemeriksaan ulangan 3--4 minggu kemudian biasanya tidak ditemukan kelainan lagi. Derajat III ,IV umumnya berprognosis buruk, bila tidak meninggal akan disertai komplikasi berat seperti hidrosefalus. Dengan computerized tomography (CT Scan) semua jenis PIN dapat diketahui 12. Cara ini tidak secara rutin karena biayanya sangat mahal. Diagnosis PIN sangat sukar, terutama bila tidak ada hubungan dengan trauma kelahiran karena gejala-gejalanya tidak khas. Khusus pada neonatus/BKB, sekitar 20% kasus dengan gejala- gejala yang diduga PIN, ternyata bukan. Oleh karena itu, PIN harus didiagnosis banding dengan beberapa penyakit pada neonatus yang memberikan gejala gejala yang hampir sama, misalnya

Infeksi pada bayi baru lahir/neonatus yang dapat memberikan gejala - gejala kesukaran bernapas (apnea, takipnea, siano- sis), lemah (letargi), kejang - kejang, muntah dan lain-lain. Untuk membedakan dengan PIN yaitu riwayat persalinan seperti ketuban pecah dini, infeksi perinatal pada ibu, ketuban keruh/berbau. Yang agak khas pada infeksi ialah hepato splenomegali, ikterus, pneumoni dan lekositosis. Tetanus neonatorum dengan kejang - kejang, dibedakan dengan PIN karena partus tetanus neonatorum umumnya oleh dukun. TN hampir selalu terjadi pada akhir minggu pertama, bayi mula-mula minum baik dan tiba-tiba sukar minum karena trismus dan gejala lain. Penyakit metabolisme (hipoglikemi) yang dapat memberikan kejang letargi. Ibunya penderita DM dan perlu pemeriksaan kadar glukosa darah bayi. Kecanduan obat dari ibu, antara lain bayi kejang - kejang akibat ketergantungan vitamin B6 karena ibunya sebelumnya mendapat pengobatan vitamin B6 dosis tinggi. Dibedakan dengan PIN berdasarkan anamnesis dan pengobatan ex juvantibus pada bayi. Kelainan kongetinal saraf pusat memberikan gejala kejang dan letargi. Biasanya disertai kelainan kongenital lain, fungsi lumbal pada PIN kadang-kadang ada perdarahan. Respiratory distress of the newborn dengan apnea, sianosis, retraksi sternum dan kosta, merintih (expiratory grunting), bradikardi, hipotermi, kejang - kejang, hipotoni. Dibedakan dengan PIN yaitu gejala gangguan pernapasan dan riwayat persalinan (ibu toksemia, seksio sesar, perdarahan antepartum dan lain-lain). Lebih jelas, diagnosis PIN ditegakkan berdasarkan : anamnesis: riwayat kehamilan, persalinan, prematuritas, keadaan bayi sesudah lahir dan gejalacurigakan. pemeriksaan fisik: adanya tanda-tanda PI, gejala- gejala nerologik, fraktur tulang kepala dan tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial. pemeriksaan laboratorium: likuor dan darah. pemeriksaan penunjang: CT Scan USG dan foto kepala. gejala yang men-

Diusahakan Bayi

tindakan dirawat dalam

dibatasi inkubator

untuk yang

mencegah memudahkan

terjadinya observasi

kerusakan/kelainan yang lebih parah.

kontinu dan pemberian O2. Perlu diobservasi secara cermat: suhu tubuh, derajat kesadaran, besarnya dan reaksi pupil, aktivitas motorik, frekuensi pernapasan, frekuensi jantung (bradikardi/takikardi), denyut nadi dan diuresis. Diuresis kurang dari 1 ml/kgBB/jam berarti

perfusi ke ginjal berkurang, diuresis lebih dari 1 ml/kgBB/jam menunjukkan fungsi ginjal baik. Menjaga jalan napas tetap bebas, apalagi kalau penderita dalam koma diberikan 02. Bayi letak dalam posisi miring untuk mencegah aspirasi serta penyumbatan larings oleh lidah dan kepala agak ditinggikan vitamin K untuk serta mengurangi transfusi darah tekanan dapat vena dipertimserebral. bangkan. Pemberian

Infus untuk pemberian elektrolit dan nutrisi yang adekuat berupa larutan glukosa (5 --10%) dan NaCl 0,9% 4:1 atau glukosa 5--10%dan Nabik 1,5% 4:1. Pemberian obat - obatan : -- valium/luminal bila ada kejang - kejang. dosis valium 0,3--0,5 mg/kgBB, tunggu 15 menit, kalau belum berhenti diulangi dosis yang sama; kalau berhenti diberikan luminal 10 mg/kgBB (neonatus 30 mg), 4 jam kemudian luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari, selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sambil perhatikan keadaan umum seterusnya. -- kortikosteroid berupa deksametason 0,5--1 mg/kgBB/24 jam yang mempunyai efek baik terhadap hipoksia dan edema otak. -- antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama bila ada manipulasi yang berlebihan. Fungsi lumbal untuk menurunkan tekanan intrakranial, mengeluarkan darah, mencegah terjadinya obstruksi aliran likuor dan mengurangi efek iritasi pada permukaan korteks. Tindakan bedah darurat: Bila perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang dilakukan explorative burrhole dan bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi, evakuasi hematoma dan hemostasis yang cermat. Pada perdarahan/hematoma subdural, tindakan explorative burrhole lanjutkan dengan kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi hematoma dengan irigasi menggunakan cairan garam fisiologik. Pada perdarahan intraventrikuler karena sering terdapat obstruksi aliran likuor, dilakukan shunt antara ventrikel lateral dan atrium kanan. Karena kemajuan obstetri, PIN oleh trauma kelahiran sudah sangat berkurang. Mortalitas PIN non traumatik 50--70%. Prognosis PIN bergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan, umur kehamilan, cepatnya didiagnosis dan pertolongan. Pada perdarahan epidural terjadi penekanan pada jaringan otak ke arah sisi yang berlawanan, dapat terjadi herniasi unkus dan kerusakan batang otak. Keadaan ini dapat fatal bila tidak men- dapat pertolongan segera. Pada penderita yang tidak meninggal, dapat disertai spastisitas, gangguan bicara atau strabismus. Kalau ada gangguan serebelum dapat terjadi ataksi serebeler. perdarahan yang me- liputi batang otak pada bagian formasi retikuler, memberikan sindrom

hiperaktivitet. Pada perdarahan subdural akibat trauma, menurut Rabe dkk, hanya 40% dapat sembuh sempurna setelah dilakukan fungsi subdural berulang-ulang atau tindakan bedah. Perdarahan subdural dengan hilangnya kesadaran yang lama, nadi cepat, pernapasan tidak teratur dan demam tinggi, mempunyai prognosis jelek. Pada perdarahan intraventrikuler, mortalitas bergantung pada derajat perdarahan 17. Pada derajat 1--2 (ringan-sedang), angka kematian 10--25%, sebagian besar sembuh sempurna, sebagian kecil dengan sekuele ringan. Pada derajat 3--4 (sedang- berat), mortalitas 50--70% dan sekitar 30% sembuh dengan sekuele berat. Sekuele dapat berupa cerebral palsy, gangguan bicara, epilepsi, retardasi mental dan hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan komplikasi paling sering (44%) dari perdarahan periventrikuler 7. Untuk mengurangi terjadinya PIN, yang paling penting ialah pencegahan, yang meliputi pemeriksaan ibu-ibu hamil secara teratur, memberikan pertolongan dan perawatan yang sebaik- baiknya, baik waktu persalinan maupun sesudah anak lahir. Perhatian khusus harus diberikan kepada bayi-bayi prematur (BKB) yaitu mencegah episode asfiksia sebelum dan sesudah persalinan. Dalam hal ini perlu monitoring keadaan bayi intrapartum, resusitasi segera sesudah lahir dan mencegah kemungkinan hipoksia oleh sebab-sebab lain. Pemberian koagulans sebagai usaha untuk mencegah timbulnya PIN sampai saat ini belum ada persesuaian paham, tetapi pemberian vitamin K secara rutin pada BKB dapat dianjurkan. Telah dilaporkan tinjauan kepustakaan perdarahan intra krakranial pada neonatus yang berkaitan dengan persalinan. Menurut etiologi dapat dibedakan PIN yang traumatik/trauma kelahiran dan non-traumatik. Berkat kemajuan obstetri, PIN oleh trauma kelahiran sudah sangat berkurang. PIN non-traumatik yang ditemukan pada BKB merupakan masalah pediatrik, baik menyangkut diagnosis maupun penatalaksanaan dan pencegahannya 2. TETANUS NEONATORUM TETANUS NEONATORUM adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh Clastridium Tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun yang menyerang sistem saraf pusat).

Tetanus Neonatorum merupakan penyebab radang yang sering dijumpai pada BBLR bukan karena trauma kelahiran atau afiksia tetapi disebabkan oleh infeksi mana neonatal antara lain: 1.Infeksi melalui tali pusat 2. Akibat pemotongan tali pusat yang kurang steril

3. Pemberian imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil tidak dilakukan, atau tidak lengkap, atau tidak sesuai dengan ketentuan program 4. Pertolongan persalinan tidak memenuhi persyaratan kesehatan Clostridium tetani terdapat di tanah, dan traktus digestivus manusia dan hewan. Kuman ini dapat membuat spora yang tahan lama dan dapat berkembang biak dalam luka yang kotor atau jaringan nekrotik yang mempunyai suasana anaerob. Angka kematian kasus (Case Fatality Rate atau CFR) sangat tinggi pada kasus Tetanus Neonatorum yang tidak dirawat, angka mendekati 100%. Angka kematian kasus Tetanus Neonatorum yang dirawat di rumah sakit di Indonesia bervariasi dengan kisaran 10,8 55%. Tetanus Neonatorum ini terjadi selama 5-14 hari. Pada umumnya Tetanus Neonatorum ini lebih cepat dan penyakit berlangsung lebih berat daripada Tetanus pada anak. Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak, sumsum tulang belakang, dan terutama pada nukleus motorik kematian disebabkan oleh Asfiksia akibat spasmus laring pada kejang yang lama. Selain itu, dapat disebabkan oleh pengaruh langsung pada pusat pernapasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah Pnemunia Aspirasi dan Sepsis. Kedua sebab yang terakhir ini mungkin sekali merupakan sebab utama kematian Tetanus Neonatorum di Indonesia. Pada bayi, penyakit ini ditularkan biasanya melalui tali pusat, yaitu karena pemotongan tali pusat dengan alat tidak steril. Selain itu infeksi dapat juga melalui pemakaian obat (dermatol), bubuk daun-daunan yang digunakan dalam perawatan tali pusat. Penanganan secara umum pada Tetanus Neonatorum: 1. Mengatasi kejang a) Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan, penderita/bayi ditempatkan di kamar yang tenang dengan sedikit sinar mengingat penderita sangat peka akan suara dan cahaya. b) Memberikan suntikan anti kejang, obat yang dipakai ialah kombinasi fenobarbital dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikan mula-mula 30-60 mg parenteral, kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari.

Kombinasi

yang

lain

ialah

Kloralhidrat

yang

diberikan

lewat

anus.

2. Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan nafas. Pemasangan spatel bila lidah tergigit. 3. Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat atau di telinga 4. Pemberian antitoksin. Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi ATS dengan dosis 10.000 satuan setiap hari selama 2 hari berturut-turut dengan IM, kalau per infuse diberikan ATS 20.000 UI sekaligus. 5. Pemberian antibiotic Untuk mengatasi infeksi dapat digunakan penisilin 200.000 UI setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari sesudah panas turun atau ampisilin 100 mg/kgBB per hari dibagi dalam 4 dosis secara intravena selama 10 hari. 6. Perawatan yang adekuat, meliputi: a) Kebutuhan oksigen b) Makanan (harus hati-hati dengan memakai pipa yang dibuat dari polietilen atau karet) c) Keseimbangan cairan dan elektrolit, kalau pemberian makanan peros tidak mungkin maka diberikan makanan dan cairan intravena. Cairan intravena berupa larutan glukosa 5% : NaCI fisiologik 4:1 selama 48-70 jam sesuai dengan kebutuhan, sedangkan untuk selanjutnya untuk memasukkan obat. Bila sakit penderita lebih dari 24 jam atau sering terjadi kejang atau apnue, berikan larutan glukosa 10% : natrium bikarbonat 4:1 (sebaiknya jenis cairan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan analisa gas darah) bila setelah 72 jam belum mungkin diberikan minuman per oral, maka melalui cairan infus perlu ditambahkan protein dan kalium. d) Tali pusat dirawat dengan kasa bersih dan kering. Diagnosa atau masalah terjadinya Tetanus Neonatorum: 1. Terjadinya Gangguan Fungsi Pernapasan 2. Pada masalah ini dapat disebabkan kuman yang menyerang otot-otot pernapasan sehingga otot pernapasan tidak berfungsi. Adanya spasme mulut dan tenggorokan

sehingga

mengganggu

jalan

nafas.

Intervensinya

yang

dapat

dilakukan:

a) Atur posisi bayi dengan kepala ekstensi b) Berikan oksigan 1-2 liter/menit. Jika sedang terjadi kejang karena sianosis bertambah berat O2 diberikan lebih tinggi dapat sampai 4 liter/menit (jika kejang berhenti turunkan lagi) c) Bila terjadi kejang, pasang sudip lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang dan juga memudahkan penghisapan lendir bila ada, lebih baik dipasang guedel (selama masih banyak kejang guedel atau sudip lidah dipasang terus)

d) Sering isap lendir yakni pada saat kejang, jika akan melakukan nafas buatan pada saat apnea dan sewaktu-waktu terlihat lendir pada mulut bayi

e) Observasi tanda vital secara kontinu setiap jam dan catat secara cermat, pasien Tetanus Neonatorum karena mendapatkan anti Konvulsan terus kemungkinan sewaktu-waktu dapat terjadi apnea f) Usahakan agar tempat tidur bayi dalam keadaan hangat (pasang selubung tempat tidur/kain di sekeliling tempat tidur karena selama payah bayi sering dalam keadaan telanjang, maksudnya agar memudahkan pengawasan pernapasannya). Bila bayi kedinginan juga dapat menyebabkan apnea 2. Pemenuhan Nutrisi atau Cairan Akibat bayi tidak mau menetek dan untuk memenuhi kebutuhan makanannya perlu diberi infus dengan cairan glukosa 10%. Tetapi karena bayi juga sering sianosis maka cairan ditambahkan natrikus 11/2% dengan perbandingan 4:1. 3. Kurangnya Pengetahuan Orang Tua Pada orang tua pasien yang bayinya menderita Tetanus perlu diberikan penjelasan bahwa bayinya menderita sakit berat atau bahaya maka memerlukan tindakan dan pengobatan khusus. Selain itu, yang perlu dijelaskan ialah bila ibunya hamil lagi agar minta suntikan pencegahan tetanus.

2.2 TUMBUH KEMBANG WAJAH POSTNATAL

Lebar wajah ketika bayi lahir adalah duapertiga besar wajah dewasa , tinggi wajah adalah setengahnya dan kedalaman wajah adalah sepertiga kedalaman dewasa. Bagian rangka wajah yg terletak di bawah bidang Frankfort adalah kira-kira seperdelapan besar cranium ketika bayi lahir. Pd saat dewasa besarnya meningkat menjadi sepertiga besar cranium. Atau dgn kata lain regio infraorbitalis atau bagian rangka wajah yg berhubungan dengan mastikasi, tumbuh lebih besar setelah bayi lahir drpd cranium, regio olfactoris dan regio orbitalis dari wajah. Kecepatan pertumbuhan dari lahir hingga dewasa Sewaktu lahir, kepala membentuk sekitar seperempat dr tinggi total tubuh. Pd orang dewasa, kepala membentuk seperdelapan dr tinggi total tubuh. Oleh karena itu antara lahir sampai maturitas, tubuh tentunya tumbuh lebih pesat baik pd proporsi maupun ukuran, dibandingkan kepala. Pd waktu lahir, lengan terlihat sepertiga dr panjang badan, namun setelah dewasa hampir setengahnya. Terlihat ada pertumbuhan yang lebih pada tungkai bawah drpd yg atas selama kehidupan postnatal. Perubahan ini merupakan pola pertumbuhan normal, yang menunjukkan pertumbuhan sefalokaudal. Pada wajah dan kepala, tingkat pertumbuhan sefalokaudal sangat mempengaruhi proporsi dan menyebabkan perubahan proporsi melalui pertumbuhan.

Proffit dan Fields (1993, 2007) membagi kraniofasial menjadi empat daerah pertumbuhan karena cara pertumbuhan masing-masing daerah berbeda yaitu : a. Kranial vault b. Basis kranium c. Maksila d. Mandibula

Pertumbuhan

kranium

terjadi

sangat

cepat

pd

thn

pertama

dan

kedua stlh lahir dan lambat laun akan menurun kecepatannya. Pd anak usia 4-5 thn, besar ranium sdh mencapai 90% kranium dewasa. Kranium terbagi dua yaitu : Ruang kranial (kranial vault) Ruang kranial adalah bagian kranium yg membentuk tutup kepala atau menutupi otak terdiri dari sejumlah tl pipih yg terbtk langsung melalui pembtkan tl intramembranus, tanpa

didahului pembentukan cartilago (Proffit dan Fields, 2007). Fungsi utama ruang kranial adalah melindungi otak. Pertumbuhan kranial vaultakan sejln dan seiring dengan pertumbuhan otak itu sendiri. Kebanyakan pertumbuhan pd daerah ini sudah selesei seluruhnya pada usia 7 thn. Basis kranium Merupakan dasar kranium terletak dibwh otak dan merupakan batas antara kranium dan wajah. Fungsinya selain mendukung dan melindungi otak dan tl spinal, juga berguna untuk menegakan tubuh, melindungi persendian tengkorak, kolumna vertebra, mandibula dan sebagian maksila.Fungsi terpenting lainya adalah sebagai daerah penyangga diantara otak, wajah dan regio faringeal, dimana pertumbuhan berjalan dengan cara berlainan (Moyers,1988). Pertumbuhan basis kranium dipengaruhi oleh suatu keseimbangan yg kompleks antara pertumbuhan sutura, perpanjangan sinkondrosis, pergerakan kortikal yg luas serta remodeling. Basis kranium terbagi dua yaitu : basis kranium anterior dan basis kranium posterior. Basis kranium anterior dimulai dari sela tursika sampai nasion, sedangkan basis kranial posterior dimulai dari basis osipital sampai sela tursika (Ranly, 1980). Pertumbuhan basis kranium anterior lebih cepat selesei dibandingkan basis kranium posterior. Basis kranium posterior akan terus meluas karena adanya spenoosipital sinkondrosis. Spenoosipital sinkondrosis adalah suatu kartilago yg menghubungkan tl spenoid dgn tl osipital. Pertumbuhan basis cranial ke arah antero - posterior terjadi dengan adanya pertumbuhan endokondral pada speno-osipital sinkondrosis, pertumbuhan sutura spheno ethmoidalis dan sutura fronto ethmoidalis. Pertumbuhan basis kranium mempunyai efek langsung terhadap pertumbuhan muka bagian tengah dan mandibula. Kranium, yg tumbuh dengan cepat sebelum lahir, akan terus tumbuh dengan cepat sampai usia 1 thn, utk tempat otak. Setelah itu laju pertumbuhan menurun dan pd usia 7 thn, kranium sudah mencapai 90% . Sejak usia ini, kranium akan membesar dengan perlahan sampai maturitas. Wajah berkembang ke arah depan dan bawah dalam kaitanya dengan kranium. Bertambah lebarnya rangka wajah postnatal terutama dipengaruhi oleh deposisi permukaan dan resorpsi internal pada cavitas orbitalis, cavum nasi, cavitas paranasalis dan cavum oris.. Maksila

Pertumbuhan postnatal maksila seluruhnya terjadi dengan osifikasi intramembran karena tidak terdapat cartilago. Pertumbuhan maksila terjadi melalui 2 cara yaitu aposisi suturasutura yg menghubungkan maksila dengan kranium dan basis kranial serta remodeling tulang. Sementara maksila tumbuh ke bawah dan depan, permukaan anteriornya mengalami remodeling. Hampir seluruh permukaan anterior maksila mengalami resorpsi, kecuali daerah kecil di - sekitar spina nasalis anterior. Sementara terjadi pertumbuhan maksila ke bawah dan depan , ruangan antara sutura yg terbuka diisi oleh proliferasi tulang. Aposisi terjadi pada kedua sisi sutura sehingga tulang - tulang tempat perlekatan maksila bertambah besar. Tepi posterior maksila yg merupakan daerah tuberositas mengalami aposisi shg menambah ruangan untuk tempat erupsi gigi molar tetap. Panjang maksila bertambah setelah umur dua tahun yg terjadi akibat dari tuberositas maksila dan dengan pertumbuhan sutura sepanjang tulang palatal. Aposisi permukaan terjadi sebelah anterior lengkung tl maksila. Mandibula Mandibula merupakan tl kraniofasial yg sangat mobil dan merupakan tulang yg sangat penting karena terlibat dlm fungsi fungsi vital antara lain : pengunyahan, pemeliharaan jalan udara, berbicara dan ekspresi wajah (Moyers, 1988). Mandibula adalah tulang pipih berbentuk U dengan mekanisme pertumbuhan melalui proses osifikasi endokondral dan aposisi periosteal (osifikasi intramembranous ) dan padanya melekat otot-otot dan gigi. Menurut Proffit dan Fields (2007), pertumbuhan mandibula ada dua macam : 1. Pola pertama, bagian posterior mandibula dan basis kranium tetap, sementara dagu bergerak ke bawah dan depan. 2. Pola kedua, dagu dan korpus mandibula hanya berubah sedikit sementara pertumbuhan sebagian besar terjadi pd tepi posterior ramus, koronoid dan kondilus mandibula. Gerakan pertumbuhan mandibula pada umumnya dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yg terjadi di maksila.

Dagu bergerak ke bawah dan depan hanya sebagai akibat pertumbuhan kondilus dan tepi posterior ramus mandibula. Korpus mandibula bertambah panjang melalui aposisi tepi posteriornya, sementara ramus bertambah tinggi melalui osifikasi endokondral pada kondilus dan remodeling tulang. Selain tumbuh ke bawah dan ke depan, mandibula juga

tumbuh ke lateral melalui aposisi permukaan lateral korpus, ramus dan alveolaris mandibula. Untuk mengimbangi aposisi lateral, terjadi resorpsi pada permukaan lingualnya.

Proc alveolaris pembentukannya dikontrol oleh erupsi gigi dan diresorpsi bila gigi tanggal dan diekstraksi. Gigi pada kedua lengkung tidak menjadi protrusif ketika maksila dan mandibula tumbuh dan berpindah tempat, karena adanya relasi intercuspal gigi. Pertumbuhan proc alveolaris sangat aktif selama erupsi dan berperan sangat penting selama erupsi dan awal hubungan antar bonjol dan terus memelihara hubungan oklusal selama

pertumbuhan vertikal maksila dan mandibula. PERTUMBUHAN Labium oris Menurut penelitian dari Frazer, labium oris terbentuk seluruhnya dari proc maksilaris. Mesoderma maksilaris tampak meluas ke bagian bawah proc frontonasalis sampai kedua perluasan dari setiap sisi saling bertemu pd garis median. Pipi Pipi terbentuk dari jaringan yg berasal baik dari proc mandibularis maupun proc maksilaris. Pd kedua sisi cavum oris pd regio pipi terlihat adanya kantung kecil dari cavum oris yang meluas keluar, terletak tidak terlalu jauh antara proc maksilaris di bagian atas dan proc mandibularis di bagian bawah. Batas luar dari kantung tsb terletak pd epitelium cavum oris, meluas dari proc maksilaris ke proc mandibularis dan mengelilingi permukaan dalam pipi. Lingua Lingua yang terlihat pada cavum oris adalah permukaan atas atau dorsum lingua, terutama bagian duapertiga anterior dan facies ventral atau inferior. Selama masa kehidupan fetus dan tahun pertama kelahiran, lingua umumnya relatif besar dalam cavum oris dan sering meluas di antara gingiva, terutama di bagian depan sehingga berkontak dengan labium oris dan pipi. Lingua berperan penting dalam proses pengunyahan, menelan, mengisap dan bicara. Pada keadaan istirahat dan ketika cavum oris tertutup, lingua akan mengisi cavum oris, terletak bersandar terhadap permukaan lingual gigi geligi di balik permukaan inferior palatum molle dan palatum durum. Ujung lingua biasanya berkontak dengan palatum durum di balik incisivus atas. Mandibula Pada saat lahir mandibula walaupun terdeteksi dengan jelas, sangat berbeda pada berbagai DAN PERKEMBANGAN CAVUM ORIS POSTNATAL

aspek dari tulang dewasa. Perbedaan utamanya terletak pd sudut mandibula yang tumpul , ramus yg < bila dibandingkan dengan corpus. Pada saat organ-organ benih gigi susu mulai berdiferensiasi, mandibula akan mulai membtk hubungan dengan benih gigi tsb. Keadaan ini dapat berlangsung melalui perluasan ke atas pada kedua sisi benih gigi, dari lamina lateralis dan lamina medialis mandibula, setinggi n. incisicus dan n. alveolaris inferior, untuk membentuk lamina alveolaris lateral dan medial. Melalui proses pertumbuhan ini gigi - gigi yang sedang berkembang akan terletak di dalam saluran tulang. Maksila terbentuk pada pertengahan masa kehamilan akan menunjukan semua elemen dewasa, berbeda dalam berbagai aspek dengan tulang dewasa. Perbedaan utama terletak pada ukuran proc alveolaris yg kecil, kurangnya kedalaman sinus maksilaris. Proc alveolaris mandibula dan maksila berkembang di sekitar benih gigi yg sedang tumbuh semasa fetus. Bila pembentukan gigi terganggu dan gigi gagal bererupsi, processus alveolaris tidak dapat berkembang. Bersama dengan erupsi gigi geligi, alveolus dan cryptus tempat berkembangnya gigi di dalam processus alveolaris akan digantikan dengan socket. Perubahan tinggi vertikal mandibula, maksila dan tinggi wajah secara keseluruhan terutama disebabkan karena pertumbuhan proc alveolaris yg berlangsung setelah usia 3 thn dan hampir seluruhnya merupakan hasil dari proses tsb setelah dekade pertama kehidupan. Pertumbuhan selanjutnya dari cavum oris umumnya disebabkan deposisi tulang disepanjang regio alveolaris, pada permukaan bawah palatum dan pada fasies facialis mandibula serta maksila. Fasies lingualis proc alveolaris umumnya teresorpsi dlm batasan tertentu tetapi penambahan lebar palatum biasanya diakibatkan karena pertumbuhan proc alveolaris ke arah bawah dan keluar. Setelah bayi lahir proc alveolaris dan rangka wajah pendukung akan tumbuh dengan cepat dan pada saat gigi geligi susu sudah tumbuh sempurna, lingua tentunya sudah mempunyai ruangan yg cukup di dalam arcus dentalis. Gigi geligi dan gingiva Gigi geligi atas dan bawah, didukung oleh proc alveolaris tempat terletaknya soket gigi, umumnya membentuk arcus yg sesuai dgn bentuk lengkung. Tiap gigi terbentuk dari jaringan kalsifikasi , enamel, dentin, cementum dan cavum pulpa yg terdiri dari jaringan ikat, pembuluh darah, dan saraf. Tiap gigi melekat pada proc alveolaris melalui ligamentum periodontal. Gingiva

Membentuk regio membrana mukosa cavum oris dan pada tepi bebasnya membentuk penggabungan antara epitel cavum oris dgn epitel yg menutupi sebagian enamel gigi yg tidak terlihat dalam cavum oris. Gingiva melekat erat pada leher masing - masing gigi. Perlekatan gusi ini mempunyai sifat ganda : Epithelial attachment, terdiri dari penggabungan epitelium gingiva dan epitelium enamel dari mahkota gigi. Berperan penting dalam proses pembentukan penyakit penyakit gingiva. Subepithelial attachment, di bawah epitelium gingiva terdapat serabut kolagen yg melintas dari cementum gigi didekat pertemuan enamel cementum dan dari proc alveolaris ke gusi , membentuk mucoperiosteum yg melekat erat di sekitar leher gigi.

TUMBUH KEMBANG WAJAH POSTNATAL Lebar wajah ketika bayi lahir adalah dua pertiga besar wajah dewasa, tinggi wajah adalah setengahnya dan kedalaman wajah adalah sepertiga kedalaman dewasa. Bagian rangka wajah yang terletak di bawah bidang Frankfort adalah kira-kira seperdelapan besar cranium ketika bayi lahir. Pada saat dewasa besarnya meningkat menjadi sepertiga besar cranium. Dengan kata lain, regio infraorbitalis atau bagian rangka wajah yang berhubungan dengan mastikasi, tumbuh lebih besar setelah bayi lahir drpd cranium, regio olfactoris dan regio orbitalis dari wajah. Kecepatan pertumbuhan dari lahir hingga dewasa Sewaktu lahir, kepala membentuk sekitar seperempat dari tinggi total tubuh. Pada orang dewasa, kepala membentuk seperdelapan dari tinggi total tubuh. Oleh karena itu antara lahir sampai maturitas, tubuh tentunya tumbuh lebih pesat baik pada proporsi maupun ukuran, dibandingkan kepala. Pada waktu lahir, lengan terlihat sepertiga dr panjang badan, namun setelah dewasa hampir setengahnya. Terlihat ada pertumbuhan yang lebih pada tungkai bawah daripada yang atas selama kehidupan postnatal. Perubahan ini merupakan pola pertumbuhan normal, yang menunjukkan pertumbuhan sefalokaudal. Pada wajah dan kepala, tingkat pertumbuhan sefalokaudal sangat mempengaruhi proporsi dan menyebabkan perubahan proporsi melalui pertumbuhan. Proffit dan Fields (1993, 2007) membagi kraniofasial menjadi empat daerah pertumbuhan karena cara pertumbuhan masing-masing daerah berbeda yaitu: Kranial vault, basis kranium, maksila, dan mandibula. Pertumbuhan kranium terjadi sangat cepat pada tahun pertama dan

kedua setelah lahir dan lambat laun akan menurun kecepatannya. Pada anak usia 4-5 tahun, besar kranium sudah mencapai 90% kranium dewasa. Kranium terbagi dua yaitu : Ruang kranial (kranial vault) dan basis kranium. a. Ruang kranial (kranial vault) adalah bagian kranium yang membentuk tutup kepala atau menutupi otak terdiri dari sejumlah tulang pipih yang terbentuk

langsung melalui pembentukan tulang intra membranus, tanpa didahului pembentukan cartilago (Proffit dan Fields, 2007). Fungsi utama ruang kranial adalah melindungi otak. Pertumbuhan kranial vault akan sejalan dan seiring dengan pertumbuhan otak itu

sendiri. Kebanyakan pertumbuhan pada daerah ini sudah selesei seluruhnya pada usia 7 thn. b. Basis kranium, merupakan dasar kranium terletak dibwh otak dan merupakan batas antara kranium dan wajah. Fungsinya selain mendukung dan melindungi otak dan tulang spinal, juga berguna untuk menegakkan tubuh, melindungi persendian tengkorak, kolumna vertebra, mandibula dan sebagian maksila. Fungsi terpenting lainya adalah sebagai daerah penyangga di antara otak, wajah dan regio faringeal, dimana pertumbuhan berjalan dengan cara berlainan (Moyers,1988). Pertumbuhan basis kranium dipengaruhi oleh suatu keseimbangan yang kompleks antara pertumbuhan sutura, perpanjangan sinkondrosis, pergerakan kortikal yang luas serta remodeling. Basis kranium terbagi dua yaitu: basis kranium anterior dan basis kranium posterior. Basis kranium anterior dimulai dari sela tursika sampai nasion, sedangkan basis kranial posterior dimulai dari basis osipital sampai sela tursika (Ranly, 1980). Pertumbuhan basis kranium anterior lebih cepat selesai dibandingkan basis kranium posterior. Basis kranium posterior akan terus meluas karena adanya spenoosipital sinkondrosis. Spenoosipital sinkondrosis adalah suatu kartilago yang menghubungkan tulang spenoid dengan tulang osipital. Pertumbuhan basis kranial ke arah antero-posterior terjadi dengan adanya pertumbuhan endokondral pada speno-osipital sinkondrosis, pertumbuhan sutura spheno ethmoidalis dan sutura fronto ethmoidalis. Pertumbuhan basis kranium mempunyai efek langsung terhadap pertumbuhan muka bagian tengah dan mandibula. Kranium, yang tumbuh dengan cepat sebelum lahir, akan terus tumbuh dengan cepat sampai usia 1 tahun, untuk tempat otak. Setelah itu laju pertumbuhan menurun dan pada usia 7 thn, kranium sudah mencapai 90%. Sejak usia ini, kranium akan membesar dengan perlahan sampai maturitas. Wajah berkembang ke arah depan dan bawah dalam kaitannya dengan kranium. Bertambah lebarnya rangka wajah postnatal terutama dipengaruhi oleh deposisi permukaan dan resorpsi internal pada cavitas orbitalis, cavum nasi, cavitas paranasalis dan cavum oris. Maksila Pertumbuhan postnatal maksila seluruhnya terjadi dengan osifikasi intramembran karena tidak terdapat cartilago. Pertumbuhan maksila terjadi melalui 2 cara yaitu aposisi suturasutura yang menghubungkan maksila dengan kranium dan basis kranial serta remodeling tulang. Sementara maksila tumbuh ke bawah dan depan, permukaan anteriornya mengalami

remodeling. Hampir seluruh permukaan anterior maksila mengalami resorpsi, kecuali daerah kecil di sekitar spina nasalis anterior. Sementara terjadi pertumbuhan maksila ke bawah dan depan, ruangan antara sutura yang terbuka diisi oleh proliferasi tulang. Aposisi terjadi pada kedua sisi sutura sehingga tulang-tulang tempat perlekatan maksila bertambah besar. Tepi posterior maksila yang merupakan daerah tuberositas mengalami aposisi sehingga menambah ruangan untuk tempat erupsi gigi molar tetap. Panjang maksila bertambah setelah umur dua tahun yang terjadi akibat dari tuberositas maksila dan dengan pertumbuhan sutura sepanjang tulang palatal. Aposisi permukaan terjadi sebelah anterior lengkung tulang maksila. Mandibula Mandibula merupakan tulang kraniofasial yang sangat sangat penting karena terlibat dalam fungsi vital antara lain: pengunyahan, pemeliharaan jalan udara, berbicara dan ekspresi wajah (Moyers, 1988). Mandibula adalah tulang pipih berbentuk U dengan mekanisme pertumbuhan melalui proses osifikasi endokondral dan aposisi periosteal (osifikasi intramembranous) dan padanya melekat otot-otot dan gigi. Menurut Proffit dan Fields (2007), pertumbuhan mandibula ada dua macam : 1. Pola pertama, bagian posterior mandibula dan basis kranium tetap, sementara dagu bergerak ke bawah dan depan. 2. Pola kedua, dagu dan korpus mandibula hanya berubah sedikit sementara pertumbuhan sebagian besar terjadi pd tepi posterior ramus, koronoid dan kondilus mandibula. Gerakan pertumbuhan mandibula pada umumnya dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi di maksila. Dagu bergerak ke bawah dan depan hanya sebagai akibat pertumbuhan kondilus dan tepi posterior ramus mandibula.Korpus mandibula bertambah panjang melalui aposisi tepi posteriornya, sementara ramus bertambah tinggi melalui osifikasi endokondral pada kondilus dan remodeling tulang. Selain tumbuh ke bawah dan ke depan, mandibula juga tumbuh ke lateral melalui aposisi permukaan lateral korpus, ramus dan alveolaris mandibula. Untuk mengimbangi aposisi lateral, terjadi resorpsi pada permukaan lingualnya. Proccessus alveolaris pembentukannya dikontrol oleh erupsi gigi dan diresorpsi bila gigi tanggal dan diekstraksi. Gigi pada kedua lengkung tidak menjadi protrusif ketika maksila dan mandibula tumbuh dan berpindah tempat, karena adanya relasi

intercuspal gigi. Pertumbuhan proc alveolaris sangat aktif selama erupsi dan berperan sangat penting selama erupsi dan awal hubungan antar bonjol dan terus memelihara hubungan oklusal selama pertumbuhan vertikal maksila dan mandibula.

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN CAVUM ORIS POSTNATAL Labium oris Menurut penelitian dari Frazer, labium oris terbentuk seluruhnya dari proc maksilaris. Mesoderma maksilaris tampak meluas ke bagian bawah proc frontonasalis sampai kedua perluasan dari setiap sisi saling bertemu pada garis median. Pipi Pipi terbentuk dari jaringan yang berasal baik dari proc mandibularis maupun proc maksilaris. Pada kedua sisi cavum oris pada regio pipi terlihat adanya kantung kecil dari cavum oris yang meluas keluar, terletak tidak terlalu jauh antara proc maksilaris di bagian atas dan proc mandibularis di bagian bawah. Batas luar dari kantung tersebut terletak pada epitelium cavum oris, meluas dari proc maksilaris ke proc mandibularis dan mengelilingi permukaan dalam pipi. Lingua Lingua yang terlihat pada cavum oris adalah permukaan atas atau dorsum lingua, terutama bagian dua pertiga anterior dan facies ventral atau inferior. Selama masa kehidupan fetus dan tahun pertama kelahiran, lingua umumnya relatif besar dalam cavum oris dan sering meluas di antara gingiva, terutama di bagian depan sehingga berkontak dengan labium oris dan pipi. Lingua berperan penting dalam proses pengunyahan, menelan, mengisap dan bicara. Pada keadaan istirahat dan ketika cavum oris tertutup, lingua akan mengisi cavum oris, terletak bersandar terhadap permukaan lingual gigi geligi di balik permukaan inferior palatum molle dan palatum durum. Ujung lingua biasanya berkontak dengan palatum durum di balik incisivus atas. Mandibula Pada saat lahir mandibula walaupun terdeteksi dengan jelas, sangat berbeda pada berbagai aspek dari tulang dewasa. Perbedaan utamanya terletak pada sudut mandibula yang tumpul, ramus yang lebih kecil bila dibandingkan dengan corpus. Pada saat organ-organ benih gigi susu mulai berdiferensiasi, mandibula akan mulai membentuk hubungan dengan benih gigi tersebut. Keadaan ini dapat berlangsung melalui perluasan ke atas pada kedua sisi benih gigi, dari lamina lateralis dan lamina medialis mandibula, setinggi n.incisicus dan n.alveolaris

inferior, untuk membentuk lamina alveolaris lateral dan medial. Melalui proses pertumbuhan ini gigi-gigi yang sedang berkembang akan terletak di dalam saluran tulang. Maksila Terbentuk pada pertengahan masa kehamilan akan menunjukan semua elemen dewasa, berbeda dalam berbagai aspek dengan tulang dewasa. Perbedaan utama terletak pada ukuran proc alveolaris yang kecil, kurangnya kedalaman sinus maksilaris. Proc alveolaris mandibula dan maksila berkembang di sekitar benih gigi yang sedang tumbuh semasa fetus. Bila pembentukan gigi terganggu dan gigi gagal bererupsi, processus alveolaris tidak dapat berkembang. Bersama dengan erupsi gigi geligi, alveolus dan cryptus tempat berkembangnya gigi di dalam processus alveolaris akan digantikan dengan socket. Perubahan tinggi vertikal mandibula, maksila dan tinggi wajah secara keseluruhan terutama disebabkan karena pertumbuhan proc alveolaris yang berlangsung setelah usia 3 tahun dan hampir seluruhnya merupakan hasil dari proses tersebut setelah dekade pertama kehidupan. Pertumbuhan selanjutnya dari cavum oris umumnya disebabkan deposisi tulang disepanjang regio alveolaris, pada permukaan bawah palatum dan pada fasies facialis mandibula serta maksila. Fasies lingualis proc alveolaris umumnya teresorpsi dalam batasan tertentu tetapi penambahan lebar palatum biasanya diakibatkan karena pertumbuhan proc alveolaris ke arah bawah dan keluar. Setelah bayi lahir proc alveolaris dan rangka wajah pendukung akan tumbuh dengan cepat dan pada saat gigi geligi susu sudah tumbuh sempurna, lingua tentunya sudah mempunyai ruangan yg cukup di dalam arcus dentalis. Gigi geligi dan gingiva Gigi geligi atas dan bawah, didukung oleh proc alveolaris tempat terletaknya soket gigi, umumnya membentuk arcus yg sesuai dgn bentuk lengkung. Tiap gigi terbentuk dari jaringan kalsifikasi, enamel, dentin, cementum dan cavum pulpa yang terdiri dari jaringan ikat, pembuluh darah, dan saraf. Tiap gigi melekat pada proc alveolaris melalui ligamentum periodontal. Gingiva Membentuk regio membrana mukosa cavum oris dan pada tepi bebasnya membentuk penggabungan antara epitel cavum oris dengan epitel yang menutupi sebagian enamel gigi yang tidak terlihat dalam cavum oris. Gingiva melekat erat pada leher masing-masing gigi. Perlekatan gusi ini mempunyai sifat ganda : Epithelial attachment, terdiri dari penggabungan epitelium gingiva dan epitelium enamel dari mahkota gigi. Berperan penting dalam proses pembentukan penyakitpenyakit gingiva. Subepithelial attachment, di bawah epitelium

gingiva terdapat serabut kolagen yang melintas dari cementum gigi di dekat pertemuan enamel cementum dan dari proc alveolaris ke gusi, membentuk mucoperiosteum yang melekat erat di sekitar leher gigi. Teknik untuk sungsang Webster Teknik chiropractic adalah teknik yang sangat membantu bayi dalam mendapatkan posisi yang tepat di dalam rahim. Banyak orang yang tahu tentang ini sebagai teknik membalikan sungsang . Webster Teknik chiropractic adalah teknik

menyeimbangkan sendi dan ligamen panggul untuk memungkinkan rahim dalam menerima bayi berada pada posisi yang tepat. Seorang chiropractor yang bersertifikat di Teknik Webster akan mengamati sakrum wanita untuk subluksasi dan menyesuaikan apa yang diperlukan. Selanjutnya, chiropractor secara lembut melepaskan ketegangan yang berada di ligamen rahim dengan tekanan lembut di area yang ketat. Teknik ini sangat lembut dan biasanya sangat nyaman. Akupunktur adalah pilihan lain untuk membantu mengubah bayi sungsang. Jarum kecil, tipis ditempatkan di daerah tertentu untuk mengubah posisi bayi seperti semula. Akupunktur dalam pengobatan untuk bayi sungsang biasanya dimulai antara minggu 32 dan 34 dari kehamilan. Penelitian telah menunjukkan bahwa akupunktur memiliki sekitar 70% tingkat keberhasilan dalam merubah bayi sungsang. Moksibusi (sundut api) adalah pilihan ketiga dan sering digunakan bersamaan dengan akupunktur. Moksibusi adalah praktik pengobatan tradisional Cina yang menggunakan daun daunan yang dibakar di titik akupunktur tertentu. Pada wanita hamil, penggunaan moksa untuk bayi sungsang berada di jari kelingking kaki. Moksibusi di titik Zhiyin (Kandung Kemih 67) membantu untuk merilekskan dinding rahim dan meningkatkan aktivitas janin. Penelitian telah menunjukkan moksibusi di titik Zhiyin tersebut memiliki tingkat keberhasilan antara 69% dan 85%. Pasien sering diberikan moksa ini untuk melanjutkan perawatan di rumah beberapa kali per hari. Terapi alami pilihan untuk memutar bayi sungsang termasuk senam kehamilan, menempatkan kompres dingin di bagian atas perut (janin sangat sensitif terhadap dingin), berenang dll.

TERAPI JANIN Transfusi Janin Pada kasus anemia janin akibat antibodi ibu atau kausa lain, dapat dilakukan transfusi darah untuk janin. Ultrasosografi digunakan untuk menuntun insersi jarum ke dalam vena umbilikalis dan darah ditransfusikan langsung ke janin. Terapi Medis Janin Terapi untuk infeksi, aritmia jantung, gangguan tyroid, dan masalah medis janin lain biasanya diberikan melalui ibu dan mencapai janin setelah melewati plasenta. Namun, pada sebagian kasus obat dapat diberikan langsung kepada janin melalui penyuntikan intramuskuler ke dalam regio gluteus atau melalui vena umbilikalis. Pembedahan Janin Pengoperasian janin kini dapat dilakukan. Namun, karena resiko bagi ibu, janin, dan kehamilan, tindakan ini hanya dilakukan di pusat pelayanan dengan tim terlatih. Dapat dilakukan beberapa jenis pembedahan, termasuk pemasangan pirau (shunt)untuk

mengeluarkan cairan dari organ dan rongga. Sebagai contoh, pada obstruksi uretra dapat dipasang pirau pigtail ke dalam kantung kemih janin. Salah satu masalah adalah mendiagnosis kelainan sedini mungkin untuk mencegah kerusakan ginjal. Pembedahan eks utero, yaitu dengan membuka uterus dan mengoperasi janin secara langsung, pernah untuk memperbaiki hernia diafragmatika kongenital, mengangkat lesi kristik (adenomatoid) di paru, dan memperbaiki cacat spina bifida. Transplantasi Sel Tunas dan Terapi Gen Karena janin belum memiliki imunokompetensi sebelum usia kehamilan 18 minggu, jaringan atau sel dapat ditransplantasikan sebelum waktu ini tanpa ditolak. Riset dalam bidang ini berfokus pada sel tunas hematopoietik untuk mengobati imunodefisiensi dan kelainan hematologi. Terapi gen untuk penyakit metabolik herediter, misalnya Tay-Sachs dan fibrosis kistik, juga sedang diteliti.

KESIMPULAN

1. Mikrosefali adalah cacat pertumbuhan otak secara menyeluruh akibat abnormalitas perkembangan dan proses destraksi otak selama masa janin dan awal masa bayi. Ukuran kepala lebih dari 3 standar deviasi di bawah rata-rata. 2. Etiologi mikrosefali yaitu cacat perkembangan otak, infeksi intrauteri, anoxia intrauterin atau neonatal, malnutrisi berat pada awal masa bayi, infeksi virus herpes neonatal. 3. Patologi didapatkan mikrogiria, pakigiria, porensefali, atrofi serebri. Biasanya ditemukan premature closure, corak giras-giras kortikalnya. Abnormal. Arsitektur kortek menunjukkan sel-sel yang besar dan didominasi oleh sel-sel primitif. Sistem ventrikel biasanya membesar, serta biasanya dibarengi oleh porensefalus,

lissencefalus, tidak adanya corpus collosum serta heterotropia. 4. Diagnosis berdasarkan manifestasi klinis dan radiologis. Manifestasi klinis kepala lebih kecil dari normal, premature closure. Ubun-ubun besar terbuka dan kecil, retardasi mental, hemiplegia, diplegia, terlambat bicara dan kejang. 5. Diagnosis bandingnya yaitu kraniosinostosis. 6. Terapi. Terapi bersifat simptomatik yaitu antikonvulsan, fisio terapi, speech terapi. 7. Prognosa. Ada yang langsung meninggal, sedangkan yang hidup biasanya mengalami retardasi mental, kelainan motorik dan kelainan-kelainan sebagai suatu sindrom. 8. Pencegahan sangat penting. Meliputi bimbingan dan penyuluhan genetika, mencegah penyakit infeksi selama kehamilan, obat-obatan dan radiasi.

DAFTAR PUSTAKA

Satyanagara; Cacat Otak Bawaan Dalam Ilmu Bedah Syaraf, ed III, Jakarta, 1998, Gramedia Pustaka Utama, 253-270. Wiknyosastro, Gulardi Hanifa. 2002. PELAYANAN KESEHATAN MATERIAL DAN NEONATAL. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta.
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 43

Anda mungkin juga menyukai