Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
Myasthenia Gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah. Penyakit ini
merupakan penyakit neuromuskular yang merupakan gabungan antara cepatnya terjadi
kelelahan otot-otot volunteer dan lambatnya pemulihan. Pada masa lalu kematian akibat dari
penyakit ini bisa mencapai 90%, tetapi setelah ditemukan obat-obatan dan tersedianya unit-
unit peraatan perna!asan, maka sejak itulah jumlah kematian akibat penyakit ini dapat
berkurang.
"yndrome klinis ini ditemukan pertama kali pada tahun #$00. Pada tahun #9%0
seorang dokter yang menderita penyakit myasthenia gravis merasa lebih baik setelah
meminum obat e!edrin yang sebenarnya obat ini ditujukan untuk mengatasi kram menstruasi.
&ahun #9'( seorang dokter dari inggris bernama Mary )alker melihat adanya gejala-gejala
yang serupa antara myasthenia gravis dengan keracunan kurare. Mary )alker menggunakan
antagonis kurare yaitu !isiotigmin untuk mengobati myasthenia gravis dan ternyata ada
kemajuan nyata dalam penyembuhan penyakit ini.
Myasthenia gravis banyak timbul pada usia %0 tahun, perbandingan antara anita dan
pria yang menderita penyakit ini adalah '*#. &ingkatan usia yang kedua yang paling sering
terkena penyakit ini adalah pria deasa yang lebih tua. +ematian dari penyakit Myasthenia
gravis biasanya disebabkan karena insu!isiensi pernapasan, tetapi dapat dilakukan perbaikan
dalam peraatan intensi! untuk pertahan sehingga komplikasi yang timbul dapat ditangani
dengan lebih baik. Penyembuhan dapat terjadi pada #0-%0% pasien dengan melakukan
timektomi elekti! pada pasien-pasien tertentu dan yang paling cocok dengan cara
penyembuhan seperti ini adalah golongan anita muda, yaitu pada usia %0-'- tahun dan (0-
$0 tahun untuk pria.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Myasthenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresi! pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus
dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas.
,ila penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih
kembali. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada
neuromuscular junction.
2.2 Epidemiologi
Myasthenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat terjadi pada berbagai
usia. ,iasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia %0--0 tahun. )anita lebih sering
menderita penyakit ini dibandingkan pria. .asio perbandingan anita dan pria yang
menderita myasthenia gravis adalah $*(. Pada anita, penyakit ini tampak pada usia yang
lebih muda, yaitu sekitar %/ tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia
(% tahun.
2.3 Anatomi, isiologi, dan Bio!imia Neuromuskular Junction
a. Anatomi Neuromuskular Junction
"ebelum memahami tentang myasthenia gravis, pengetahuan tentang anatomi
dan !ungsi normal dari Neuromuscular junction sangatlah penting. &iap-tiap serat
sara! secara normal bercabang beberapa kali dan merangsang tiga hingga beberapa
ratus serat otot rangka. 0jung-ujung sara! membuat suatu sambungan yang disebut
neuromuscular junction atau sambungan neuromuscular.
2
,agian terminal dari sara! motorik melebar pada bagian akhirnya yang disebut
terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat disepanjang serat
sara!. Membran presinaptik 1membran sara!2, membran post sinaptik 1membran otot2,
dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction.
". isiologi dan Bio!imia Neuromuskular Junction
3elah sinaps merupakan jarak antara membran presinaptik dan membran post
sinaptik. 4ebarnya berkisar antara %0-'0 nanometer dan terisi oleh suatu lamina
basalis, yang merupakan lapisan tipis dengan serat retikuler seperti busa yang dapat
dilalui oleh cairan ekstraseluler secara di!usi.
&erminal pre sinaptik mengandung vesikel yang didalamnya berisi asetilkolin
153h2. 5setilkolin disintesis dalam sitoplasma bagian terminal namun dengan cepat
diabsorpsi kedalam sejumlah vesikel sinaps yang kecil, yang dalam keadaan normal
terdapat dibagian terminal suatu lempeng akhir motorik 1motor end plate2.
,ila suatu impuls sara! tiba di neuromuscular junction, kira-kira #%- kantong
asetilkolin dilepaskan dari terminal masuk kedalam celah sinaps. ,ila potensial aksi
menyebar keseluruh terminal, maka akan terjadi di!usi dari ion-ion kalsium kedalam
terminal. 6on-ion kalsium ini kemudian diduga mempunyai pengaruh tarikan terhadap
3
vesikel asetilkolin. ,eberapa vesikel akan bersatu ke membran sara! dan mngeluarkan
asetilkolinnya ke dalam celah sinaps. 5setilkolin yang dilepaskan berdi!usi sepanjang
sinaps dan berikatan dengan reseptor asetilkolin 153h.s2 pada membran post
sinaptik.
"ecara biokimiai keseluruhan proses pada neuromuscular junction dianggap
berlangsung dalam $ tahap, yaitu*
#. "istesis asetilkolin terjadi dalam sitosol terminal sara! dengan
menggunakan en7im kolin asetiltransferase yang mengkatalisasi reaksi
berikut ini* asetilkolin- +o58kolin 9 asetilkolin8+o5.
%. 5setikolin kemudian disatuka kedalam partikel kecil terikat membran yang
disebut vesikel sinaps dan disimpan didalam vesikel ini.
'. Pelepasan asetilkolin dari vesikel ke dalam celah sinaps merupakan
tahapan berikutnya. Peristia ini terjadi melalui eksositosis yang
melibatkan !ungsi vesikel dengan membran pre sinaptik. :alam keadaan
istirahat, kuanta tunggal 1sekitar #0.000 molekul transmitter yang mungkin
sesuai dengan isi satu vesikel sinaps2 akan dilepaskan secara spontan
sehingga mnghasilkan potensial end plate miniature yang kecil. +alau
sebuah akhir sara! mengalami depolarisasi akibat transmisi sebuah impuls
4
sara! prose ini akan membuka saluran 3a%8 yang sensiti! terhadap voltase
listrik sehingga memungkinkan aliran masuknya 3a%8 dari ruang sinaps
ke terminal sara!. 6ni memerankan peranan yang essensial dalam
eksositosis yang melepaskan asetilkolin 1isi kurang lebih #%- vesikel2
kerongga sinaps.
(. 5setilkolin yang dilepaskan dan berdi!usi dengan cepat melintasi celah
sinaps ke dalam reseptor didalam lipatan taut 1junction fold2, merupakan
bagian yang menonjol dari motor end plate yang mengandung reseptor
asetilkolin 153h.2 dengan kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan
terminal sara!. +alau % molekul asetilkolin terikat pada sebuah reseptor,
maka reseptor ini akan mengalami perubahan bentuk dengan membuka
saluran dalam reseptor yang memungkinkan aliran kation melintasi
membran. Masuknya ion natrium ;a8 akan menimbulkan depolarisasi
membran otot sehingga terbentuk potensial end plate. +eadaan ini
selanjutnya akan menimbulkan depolarisasi membran otot didekatnya dan
terjadi potensial aksi yang ditransmisikan disepanjang serabut sara!
sehingga timbul kontraksi otot.
-. +alau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisis
oleh en7im asetilkonesterase yang mengkatalisasi reaksi berikut*
asetilkolin8<%=9 asetat8kolin. >n7im yang penting ini terdapat dengan
jumlah ynag besar dalam lamina basalis rongga sinaps.
$. +olin didaur ulang kedalam terminal sara! melalui mekanisme trans!er
akti! dimana protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis
asetilkolin. "etiap reseptor asetilkolin merupakan kompleks protein besar
dengan saluran yang akan segera terbuka setelah melekatnya asetilkolin.
+ompleks ini terdiri dari - protein submit, yaitu % protein al!a, dan
masing-masing # protein beta, delta, dan gamma. Melekatnya asetilkolin
memungkinkan natrium dapat bergerak secara mudah meleati saluran
tersebut, sehingga akan terjadi depolarisasi parsial dari membrane post
sinaptik. Peristia ini akan menyebabkan suatu perubahan potensial
setempat pada membran serat otot yang disebut eksitatori post sinaptik
potensial 1potensial lempeng akhir2. 5pabila pembukaan gerbang telah
5
tercukupi, maka akan terjadi suatu potensial aksi pada membran otot yang
selanjutnya menyebabkan kontraksi otot.
,eberapa si!at dari reseptor asetilkolin di neuromuscular junction adalah
sebagai berikut*
- Merupakan reseptor nikotinik 1agonis terhadap reseptor2
- Merupakan glikoprotein membran dengan berat molekul sekitar %?- k:a.
- :ua molekul asetilkolin harus berikatan untuk membuka saluran ion, yang
memungkinkan aliran baik ;a8 maupun +8.
- 5utoantibodi terhadap reseptor termasuk penyebab myasthenia gravis.
2.# Patofisiologi
Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada pato!isiologi
myasthenia gravis. =bservasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan
autoimun yang terkait dengan pasien yang menderita myasthenia gravis, misalnya autoimun
tiroiditis, "4>, arthritis rheumatoid dan lain-lain.
6
"ejak tahun #9$0, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi pada serum
penderita myasthenia gravis secara langsung melaan konstituen pada otot. <al inilah yang
memegang peranan penting pada melemahnya otot penderita dengan myasthenia gravis.
&idak diragukan lagi, baha antibody pada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan
penyebab utama kelemahan otot pada myasthenia gravis. 5utoantibodi terhadap asetilkolin
reseptor 1anti-53h.s2, telah dideteksi pada serum 90% pasien yang menderita acquired
myasthenia gravis generalisata.
Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik terhadap reseptor asetilkolin
pada penderita myasthenia gravis belum sepenuhnya dapat dimengerti. Myasthenia gravis
dapat dikatakan sebagai @penyakit terkait sel ,A, dimana antibodi yang merupakan produk
dari sel , justru melaan reseptor asetilkolin. Peranan sel & pada pathogenesis myasthenia
gravis mulai semakin menonjol. &imus merupakan organ sentral terhadap imunitas yang
terkait dengan sel &. abnormalitas pada timus seperti hyperplasia timus atau thymoma,
biasanya muncul lebih aal pada pasien dengan gejala myastenik.
Pada pasien myasthenia gravis, antibodi igG dikomposisikan dalam berbagai subclass
yang berbeda, dimana satu antibodi secara langsung melaan area imunogenik utama pada
subunit al!a. "ubunit al!a juga merupakan binding site dari asetilkolin. 6katan antibodi
reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan terhalangnya trasmisi
neuromuscular melalui beberapa cara, antara lain* ikatan silang resptor asetilkolin terhadap
antibodi anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah reseptor asetilkolin pada
7
neuromuscular junction dengan cara menghancurkan sambungan ikatan pada membran post
sinaptik, sehingga mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-
reseptor asetikolin yang baru disintesis.
2.$ %am"a&an !linis
Myasthenia gravis dikarakteristikkan melalui adanya kelemahan yang ber!luktuasi
pada otot rangka dan kelemahan ini akan meningkat apabila sedang beraktivitas. Penderita
akan merasa ototnya sangat lemah pada siang hari dan kelemahan ini akan berkurang apabila
penderita beristirahat. Gejala klinis myasthenia gravis antara lain*
- +elemahan pada otot ekstraokular atau ptosis, ptosis merupakan salah satu gejala
kelumpuhan n. okulomotorius, sering menjadi keluhan utama penderita
myasthenia gravis. )alaupun pada myasthenia gravis otot levator palpebra jelas
lumpuh, namun adakalanya otot-otot ocular masih bergerak normal. &etapi pada
tahap lanjut kelumpuhan otot ocular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis
myasthenia gravis. +elemahan otot bulbar juga sering terjadi, diikuti dengan
kelemahan pada !leksi dan ekstensi kepala.
- +elemahan otot penderita semakin lama semakin memburuk. +elemahan tersebut
akan menyebar mulai dari otot ocular, otot ajah, otot leher, hingga ke otot
ekstremitas.
- "eaktu-aktu dapat pula timbul kelemahan dari otot masseter sehingga mulut
penderita sukar untuk ditutup. "elain itu dapat pula timbul kelemahan dari otot
!aring, lidah, pallatum molle dan laring sehingga timbullah kesukaran menelan
dan berbicara.
- Paresis dari palatum molle akan menimbulkan suara sengau. "elain itu bila
penderita minum air, mungkin air itu akan keluar dari hidungnya.
8
'&isis Dalam M(astenia %&a)is
Pasien myastenik dikatakan berada dalam krisis bila sudah tidak mampu menelan,
membersihkan secret, atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan alat. :ua jenis krisis
adalah*
#. +risis miastenik yaitu keadaan ketika pasien membutuhkan lebih banyak obat
antikolinesterase
%. +risis kolinergik yaitu keadaan yang terjadi akibat kelebihan obat antikolinesterase.
Pada keadaan lain, ventilasi dan jalan napas yang adekuat harus dipertahankan.
>ndro!onium klorida 1tensilon2 1% hingga - mg2 diberikan secara intravena sebagai test utnuk
membedakan jenis krisis. =bat tersebut menghasilkan perbaikan sementara dalam krisis
miastenik namun tidak memperbaiki atau memperburuk gejala pada krisis kolinergik.
,ila terjadi krisis miastenik, pasien dipertahankan dengan respirator. =bat
kolinesterase tidak dapat diberikan karena obat itu meningkatkan sekresi pernapasan dan
dapat mencetuskan krisis kolinergik. Pemberian obat dimulai lagi secara bertahap dan sering
kali dosis dapat diturunkan setelah krisis. Pada krisis kolinergik, pasien mungkin telah
meminum obat secara berlebihan karena kesalahan atau dosis mungkin berlebihan karena
terjadi remisi spontan. ,anyak pasien yang mengalami krisis ini disebut sebagai miastenik
rapuh. >pisode ini sulit dikendalikan dengan pengobatan dengan kisaran terapetik yang
sempit antara kekurangan dosis dan kelebihan dosis.
9
.espon terhadap pengobatan ini seringkali hanya sebagian. Pada krisis kolinergik,
pasien dipertahankan dengan ventilasi buatan. =bat anti kolinergik tidak dapat diberikan, dan
# mg atropine diberikan secara intravena dan dapat diulang bila perlu. +etika diberikan
atropine, pasien harus diaasi dengan hati-hati karena secret pernapasan dapat mengental
sehingga terjadi kesulitan mengisap, atau sumbatan mucus dapat menghambat bronchus
sehingga terjadi atelectasis.
2.* 'lasifi!asi
Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America 1MGB52, myasthenia gravis
dapat diklasi!ikasikan sebagai berikut*
#. 3lassCgolongan 6* adanya kelemahan otot-otot ocular, kelemahan pada saat menutup
mata, dan kekuatan otot-otot lain normal.
%. 3lassCgolongan 66* terdapat kelemahan otot ocular yang semakin parah, serta adanya
kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot ocular.
'. 3lassCgolongan 66a* Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya.
Duga terdapat kelemahan otot-otot oro!aringeal yang ringan.
(. 3lassCgolongan 66b* Mempengaruhi otot-otot oro!aringeal, otot pernapasan atau
keduanya. +elemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan
dibandingkan kelas 66a.
-. 3lassCGolongan 666* &erdapat kelemahan yang berat pada otot-otot ocular, sedangkan
otot-otot lain memgalami kelemahan tingkat sedang
$. 3lassCGolongan 666a* Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau
keduanya secara predominan. &erdapat kelemahan otot oro!aringeal yang ringan.
?. 3lassCGolongan 666b* Mempengaruhi otot oro!aringeal, otot pernapasan, atau
keduanya secara predominan. &erdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot
aksial atau keduanya dalam derajat ringan.
10
/. 3lassCGolongan 6E* =tot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan
dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot ocular mengalami kelemahan dalam
berbagai derajat.
9. 3lassCGolongan 6Ea* "ecara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan
atau otot-otot aksial. =tot oro!aringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan.
#0. 3lassCGolongan 6Eb* memepengaruhi otot oro!aringeal, otot pernapasan atau
keduanya secara predominan. "elain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot
anggota tubuh, otot aksial atau keduanya dengan derajat ringan, penderita
menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.
##. 3lassCGolongan E* Penderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik
,iasanya gejala-gejala myasthenia gravis seperti ptosis dan strabismus tidak akan
tampak pada aktu pagi hari. :i aktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-gejala itu
akan tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak menurun.
Myasthenia gravis juga dapat dikelompokkan secara lebih sederhana seperti*
- Myasthenia gravis dengan ptosis atau diplopia ringan
- Myasthenia gravis dengan ptosis, diplopia, dan kelemahan otot-otot untuk
mengunyah, menelan dan berbicara. =tot-otot anggota tubuh pun dapat
ikut menjadi lemah. Pernapasan tidak terganggu.
- Myasthenia gravis yang berlangsung secara cepat dengan kelemahan otot-
otot okulobulbar, pernapasan tidak terganggu, namun pada kondisi ini
penderita dapat meninggal dunia.
2.+ Diagnosis
Pemeriksaan !isik yang cermat harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis suatu
myasthenia gravis. +elemahan otot dapat muncul dalam berbagai derajat yang berbeda,
biasanya mengenai bagian proksimal dari tubuh serta simetris di kedua anggota gerak kanan
dan kiri. .e!leF tendon biasanya masih ada dalam batas normal.
11
+elemahan otot ajah bilateral akan menyebabkan timbulnya myasthenic sneer
dengan adanya ptosis dan senyum yang hori7ontal dan miastenia gravis biasanya selalu
disertai dengan adanya kelemahan pada otot ajah. Pada pemeriksaan !isik, terdapat
kelemahan otot-otot palatum, yang menyebabkan suara penderita seperti berada di hidung
1nasal tang to the voice2 serta regurgitasi makanan terutama yang bersi!at cair ke hidung
penderita. "elain itu, penderita miastenia gravis akan mengalami kesulitan dalam mengunyah
serta menelan makanan, sehingga dapat terjadi aspirasi cairan yang menyebabkan penderita
batuk dan tersedak saat minum.
+elemahan otot bulbar juga sering terjadi pada penderita dengan miastenia gravis.
:itandai dengan kelemahan otot-otot rahang pada miastenia gravis yang menyebakan
penderita sulit untuk menutup mulutnya, sehingga dagu penderita harus terus ditopang
dengan tangan. =tot-otot leher juga mengalami kelemahan, sehingga terjadi gangguan pada
saat !leksi serta ekstensi dari leher.
=tot-otot anggota tubuh atas lebih sering mengalami kelemahan dibandingkan otot-
otot anggota tubuh baah. Musculus deltoid serta !ungsi ekstensi dari otot-otot pergelangan
tangan serta jari-jari tangan sering kali mengalami kelemahan.=tot trisep lebih sering
terpengaruh dibandingkan otot bisep.Pada ekstremitas baah, sering kali terjadi kelemahan
melakukan dorso!leksi jari-jari kaki dibandingkan dengan melakukan plantar!leksi jari-jari
kaki dan saat melakukan !leksi panggul.
<al yang paling membahayakan adalah kelemahan otot-otot pernapasan yang dapat
menyebabkan gagal napas akut, dimana hal ini merupakan suatu keadaan gaat darurat dan
tindakan intubasi cepat sangat diperlukan. +elemahan otot-otot !aring dapat menyebabkan
kolapsnya saluran napas atas dan kelemahan otot-otot interkostal serta dia!ragma dapat
menyebabkan retensi karbondioksida sehingga akan berakibat terjadinya hipoventilasi.
"ehinggga pengaasan yang ketat terhadap !ungsi respirasi pada pasien miastenia
gravis !ase akut sangat diperlukan. +elemahan sering kali mempengaruhi lebih dari satu otot
ekstraokular, dan tidak hanya terbatas pada otot yang diinervasi oleh satu nervus kranialis.
"erta biasanya kelemahan otot-otot ekstraokular terjadi secara asimetris. <al ini merupakan
tanda yang sangat penting untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis. +elemahan pada
muskulus rektus lateralis dan medialis akan menyebabkan terjadinya suatu
pseudointernuclear ophthalmoplegia, yang ditandai dengan terbatasnya kemampuan adduksi
salah satu mata yang disertai nistagmus pada mata yang melakukan abduksi.
12
0ntuk penegakan diagnosis myasthenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai
berikut*
#. Penderita di tugaskan utnuk menghitung dengan suara yang keras. 4ama kelamaan
akan terdengar baha suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang.
Penderita menjadi anartris dan a!onis.
%. Penderita disuruh utnuk mengedipkan matanya secara terus menerus, lama
kelamaan akan timbul ptosis. "etelah suara penderita menjadi parau atau tampak
ada ptosis, maka penederita disuruh beristirahat, dan kemudian akan tampak
baha suara akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi.
0ntuk memastikan diagnosis myasthenia gravis, dapat dilakukan beberapa tes antara
lain*
#. 0ji &ensilon 1>ndrophonium 3hloride2. 0ntuk uji tensilon, disuntikkan % mg
tensilon secara intravena, bila tidak terdapat reaksi maka disuntikkan lagi
sebanyak / mg. segera setelah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan otot-
otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan ptosis. ,ila
kelemahan itu benar disebabkan oleh myasthenia gravis, maka ptosis itu akan
segera hilang. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan
seksama, karena e!ekti!itas tensilon sangat singkat.
%. 0ji Prostigmin 1;eostigmin2. Pada tes ini disuntikkan ' mg atau #.- mg
prostigmin merhylsul!at secara intramuskular 1bila perlu, diberikan pula atropine
G atau H mg2. bila kelemahan itu benar disebabkan oleh myasthenia gravis maka
gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismus dan kelemahan lain tidak lama
kemudian akan menghilang.
'. 0ji kinin. :iberikan ' tablet kinina masing-masing %00 mg. ' jam kemudian
diberikan ' tablet lagi, bila kelemahan itu benar disebabkan oleh myasthenia
gravis maka gejala kan memberat. 0ntuk uji ini sebaiknya disiapkan injeksi
prostigmin agar gejala myasthenia gravis tidak semakin memberat.
2., Peme&i!saan Pen-n.ang Unt-! Diagnosis Pasti
13
a. Peme&i!saan La"o&ato&i-m
- 5nti-asetilkolin reseptor antibodi, dari hasil pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk mendiagnosis suatu myasthenia gravis, dimana terdapat
hasil yang positi! ?(% paien. /0% dari penderita myasthenia gravis
generalisata dan -0% dari penderita dengan myasthenia gravis ocular
murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibody yang
positi!. Pada pasien thymoma tanpa myasthenia gravis sering kali terjadi
!alse positive anti 53h. antibody. .ata-rata titer antibody pada
pemeriksaan anti-asetilkolin reseptor antibody, yang dilakukan oleh tidall,
disampaikan pada tabel berikut
=sserman class Mean antibody titer Percent positive
. 0.?9 %(
6 %.#? --
665 (9./% /0
66, -?.9 #00
666 ?/.- #00
6E %0.- /9
+lsi!ikasi* .I .emissio, 6I ocular, 665I mild generali7ed, 66,I moderate
generali7ed, 666I acute severe, 6EI chronic severe
Pada tabel diatas menunjukkan baha titer antibody lebih tinggi pada
penderita myasthenia gravis dalam kondisi yang parah, alaupun titer
tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksikan derajat penyakit
myasthenia gravis.
- Antistriated muscle (abti!M" antibody. <ampir -0% penderita miastenia
gravis yang menunjukkan hasil anti-53h. 5b negative 1miastenia gravis
seronegari!2, menunjukkan hasil yang positi! untuk anti-Mu"+ 5b.
14
- Antistriational antibodies. 5ntibodi ini bereaksi dengan epitop pada
reseptor protein titin dan ryanodine 1.y.2. 5ntibodi ini selalu dikaitkan
dengan pasien thymoma dengan miastenia gravis pada usia muda.
&erdeteksinya titinC.y. antibody merupakan suatu kecurigaaan yang kuat
akan adanya timoma pada pasien muda dengan miastenia gravis. <al ini
disebabkan dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis
menunjukkan adanya antibody yang berikatan dalam pola cross-striational
pada otot rangka dan otot jantung penderita.
". Peme&i!saan Pende!atan Ele!t&odiagnosti!
Pemeriksaan elektrodiagnostik dapat memperlihatkan de!ek pada transmisi
neuromuscular melalui % teknik *
- Single-fiber Electromyography 1"B>MG2. "B>MG mendeteksi adanya
de!ek transmisi pada neuromuscular !iber berupa peningkatan titer dan
!iber density yang normal. +arena menggunakan jarum single-!iber, yang
memiliki permukaan kecil untuk merekam serat otot penderita. "ehingga
"B>MG dapat mendeteksi suatu &iter 1variabilitas pada interval
interpotensial diantara % atau lebih serat otot tunggal pada motor unit yang
sama2 dan suatu !iber density 1jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal
yang dapat direkam oleh jarum perekam2.
'i&i/ No&mal, !anan/ M(astenia g&a)is
15
- Repetitive Nerve Stimulation 1.;"2. Pada penderita miastenia gravis
terdapat penurunan jumlah reseptor asetilkolin, sehingga pada .;"
terdapat adanya penurunan suatu potensial aksi.
0. Peme&i!asaan 1adiologi!
Boto thoraF dilakukan jika di curigai adanya thymoma, juga pada penderita
yang mendapatkan steroid jangka lama karena dapat menyebabkan pembesaran
mediastinum.

2.2 Diagnosis "anding
1. Bernard-orner Syndrome
16
- Gangguan pada sara! simpatis ke mata
- &rias klasik berupa * ptosis, miosis dan anhidrosis pada hemi!asial
- Penyebabnya iskemik batang otak, syringomyelia, tumor otak dan lesi
peri!er seperti Pancoast tumor, adenopati servical, trauma leher dan
servical, serta aneurisma thoracic aortic
- Myasthenia gravis tidak didapatkan miosis, maupun anhidrosis karena
tidak ada gangguan otonom
2. Masa int&a0&anial
- :iplopia yang terjadi karena masa intracranial menyerupai myasthenia
gravis
- Masa intracranial dapat menekan n. okulomotorius maupun muskulus dari
ekstraokular
- 0ntuk membedakan dari myasthenia gravis dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang 3&-"can atau M.6 cranial
!. "hronic #rogressive e$ternal opthalmoplegia %"#E&'
- :itandai paralisis progresiv lambat dari otot ekstraokular
- Gejala* ptosis bilateral, simetris dan progressive, ophtalmoparesis
beberapa bulan atau tahun kemudian
- 6ris dan muskulus siliaris tidak ikut terlibat
2.13Penatala!sanaan
Myastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang paling dapat diobati.
5ntikolinesterase 1asetilkolinesterase inhibitor2 dan terapi imunomudulasi merupakan
penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. 5ntikolinesterase biasanya digunakan pada
miastenia gravis yang ringan."edangkan pada pasien dengan miastenia gravis generalisata,
perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang rutin. Penatalaksanaan miastenia gravis dapat
dilakukan dengan obat-obatan, timomektomi ataupun dengan imunomodulasi dan
17
imunosupresi! terapi yang dapat memberikan prognosis yang baik pada kesembuhan
miastenia gravis.
&erapi pemberian antibiotikyang dikombainasikan dengan imunosupresi! dan
imunomodulasi yang ditunjangdengan penunjang ventilasi, mampu menghambat terjadinya
mortalitas dan menurunkan morbiditas. Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi
yang dapat memulihkan kekuatan otot secara cepat dan tepat yang memiliki onset lebih
lambat tetapi memiliki e!ek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya
kekambuhan.
4e&api 5ang!a Pende! Unt-! Inte&)ensi 'eadaan A!-t
#. Plasma E607ange 8PE9.
P> paling e!ekti! digunakan pada situasi dimana terapi jangka pendek yang
menguntungkan menjadi prioritas.:asar terapi dengan P> adalah pemindahan anti-
asetilkolin secara e!ekti!..espon dari terapi ini adalah menurunnya titer antibodi.
:imana pasien yang mendapat tindakan berupa hospitalisasi dan intubasi dalam
aktu yang lama serta trakeostomi, dapat diminimalisasikan karena e!ek dramatis dari
P>.
&erapi ini digunakan pada pasien yang akan memasuki atau sedang mengalami
masa krisis. P> dapat memaksimalkan tenaga pasien yang akan menjalani timektomi
atau pasien yang kesulitan menjalani periode pasca operasi. ,elum ada regimen
standar untuk terapi ini, tetapi banyak pusat kesehatan yang mengganti sekitar satu
volume plasma tiap kali terapi untuk - atau $ kali terapi setiap hari.5lbumin 1-%2
dengan larutan salin yang disuplementasikan dengan kalsium dan natrium dapat
digunakan untuk replacement. >!ek P> akan muncul pada %( jam pertama dan dapat
bertahan hingga lebih dari #0 minggu.
>!ek samping utama dari terapi P> adalah terjadi retensi kalsium, magnesium,
dan natrium yang dapat menimbulkan terjadinya hipotensi. 6ni diakibatkan terjadinya
pergeseran cairan selama pertukaran berlangsung.&rombositopenia dan perubahan
pada berbagai !aktor pembekuan darah dapat terjadi pada terapi P> berulang.&etapi
hal itu bukan merupakan suatu keadaan yang dapat dihubungkan dengan terjadinya
perdarahan, dan pemberian !resh-!ro7en plasma tidak diperlukan.
%. (ntravena (mmunoglobulin %()(*'.
18
Mekanisme kerja dari 6E6G belum diketahui secara pasti, tetapi 6E6G
diperkirakan mampu memodulasi respon imun. .eduksi dari titer antibody tidak dapat
dibuktikan secara klinis, karena pada sebagian besar pasien tidak terdapat penurunan
dari titer antibodi. Produk tertentu dimana 99% merupakan 6gG adalah complement-
activating aggregates yang relative aman untuk diberikan secara intravena.>!ek dari
terapi dengan 6E6G dapat muncul sekitar '-( hari setelah memulai terapi. &etapi
berdasarkan pengalaman dan beberapa data, tidak terdapat respon yang sama antara
terapi P> dengan 6E6G, sehingga banyak pusat kesehatan yang tidak menggunakan
6E6G sebagai terapi aal untuk pasien dalam kondisi krisis.
"ehingga 6E6G diindikasikan pada pasien yang juga menggunakan terapi P>,
karena kedua terapi ini memiliki onset yang cepat dengan durasi yang hanya beberapa
minggu. :osis standar 6E6G adalah (00 mgCkgbbChari pada - hari pertama,
dilanjutkan # gramCkgbbChari selama % hari. 6E6G dilaporkan memiliki keuntungan
klinis berupa penurunan level anti-asetilkolin reseptor yang dimulai sejak #0 hingga
#- hari sejak dilakukan pemasangan in!us.
>!ek samping dari terapi dengan menggunakan 6E6G adalah !lu like syndrome
seperti demam, menggigil, mual, muntah, sakit kepala, dan malaise dapat terjadi pada
%( jam pertama. ;yeri kepala yang hebat, serta rasa mual selama pemasangan in!us,
sehingga tetesan in!us menjadi lebih lambat.
'. Int&a)ena Metilp&ednisolone 8I:Mp9.
6EMp diberikan dengan dosis % gram dalam aktu #% jam.,ila tidak ada
respon, maka pemberian dapat diulangi - hari kemudian.Dika respon masih juga tidak
ada, maka pemberian dapat diulangi - hari kemudian. "ekitar #0 dari #- pasien
menunjukkan respon terhadap 6EMp pada terapi kedua, sedangkan % pasien lainnya
menunjukkan respon pada terapi ketiga. >!ek maksimal tercapai dalam aktu sekitar
# minggu setelah terapi. Penggunaan 6EMp pada keadaan krisisakan dipertimbangkan
apabila terpai lain gagal atau tidak dapat digunakan.
Pengo"atan a&ma!ologi 5ang!a Pan.ang
#. 'o&ti!oste&oid.
+ortikosteroid adalah terapi yang paling lama digunakan dan paling murah
untuk pengobatan miastenia gravis. +ortikosteroid memiliki e!ek yang kompleks
terhadap system imun dan e!ek terapi yang pasti terhadap miastenia gravis masih
19
belum diketahui. :urasi kerja kortikosteroid dapat berlangsung hingga #/ bulan,
dengan rata-rata selama ' bulan.
:imana respon terhadap pengobatan kortikosteroid akan mulai tampak dalam
aktu %-' minggu setelah inisiasi terapi. Pasien yang berespon terhadap
kortikosteroid akan mengalami penurunan dari titer antibodinya. +arena
kortikosteroid diperkirakan memiliki e!ek pada aktivasi sel & helper dan pada !ase
proli!erasi dari sel ,. "el t serta antigen-presenting cell yang teraktivasi diperkirakan
memiliki peran yang menguntungkan dalam memposisikan kortikosteroid di tempat
kelainan imun pada miastenia gravis.
+ortikosteroid diindikasikan pada penderita dengan gejala klinis yang sangat
menggangu, yang tidak dapat di kontrol dengan antikolinesterase.:osis maksimal
penggunaan kortikosteroid adalah $0 mgChari kemudian dilakukan tapering pada
pemberiannya.Pada penggunaan dengan dosis diatas '0 mg setiap harinya, aka timbul
e!ek samping berupa osteoporosis, diabetes, dan komplikasi obesitas serta hipertensi.
%. A;at7iop&ine.
57athioprine dapat dikonversi menjadi merkaptopurin, suatu analog dari purin
yang memiliki e!ek terhadap penghambatan sintesis nukleotida pada :;5 dan .;5.
57athioprine merupakan obat yang secara relati! dapat ditoleransi dengan baik oleh
tubuh dan secara umum memiliki e!ek samping yang lebih sedikit dibandingkan
dengan obat imunosupresi! lainnya. 57athioprine biasanya digunakan pada pasien
miastenia gravis yang secara relati! terkontrol tetapi menggunakan kortikosteroid
dengan dosis tinggi.
57athioprine diberikan secara oral dengan dosis pemeliharaan %-'
mgCkgbbChari. Pasien diberikan dosis aal sebesar %---0 mgChari hingga dosis
optimal tercapai. .espon 57athioprine sangat lambat, dengan respon maksimal
didapatkan dalam #%-'$ bulan. +ekambuhan dilaporkan terjadi pada sekitar -0%
kasus, kecuali penggunaannya juga dikombinasikan dengan obat imunomodulasi yang
lain.
'. <(0lospo&ine.
.espon terhadap 3yclosporine lebih cepat dibandingkan a7athioprine. :osis
aal pemberian 3yclosporine sekitar - mgCkgbbChari terbagi dalam dua atau tiga
dosis. 3yclosporine berpengaruh pada produksi dan pelepasan interleukin-% dari sel
&-helper. "upresi terhadap aktivasi sel &-helper, menimbulkan e!ek pada produksi
20
antibodi.3yclosporine dapat menimbulkan e!ek samping berupa ne!rotoksisitas dan
hipertensi.
(. <(0lop7osp7amide 8<PM9.
"ecara teori 3PM memiliki e!ek langsung terhadap produksi antibodi
dibandingkan obat lainnya.3PM adalah suatu alkilating agent yang bere!ek pada
proli!erasi sel ,, dan secara tidak langsung dapat menekan sintesis imunoglobulin.
47(me0tom( 8S-&gi0al <a&e9
&elah banyak dilakukan penelitian tentang hubungan antara kelenjar timus dengan
kejadian miastenia gravis. Germinal center hiperplasia timus dianggap sebagai penyebab
yang mungkin bertanggungjaab terhadap kejadian miastenia gravis. ,anyak ahli sara!
memiliki pengalaman meyakinkan baha timektomi memiliki peranan yang penting untuk
terapi miastenia gravis, alaupun kentungannya bervariasi, sulit untuk dijelaskan dan masih
tidak dapat dibuktikan oleh standar yang seksama.
&imektomi telah digunakan untuk mengobati pasien dengan miastenia gravis sejak
tahun #9(0 dan untuk pengobatan timoma dengan atau tanpa miastenia gravis sejak aal
tahun #900. &ujuan utama dari timektomi ini adalah tercapainya perbaikan signi!ikan dari
kelemahan pasien, mengurangi dosis obat yang harus dikonsumsi pasien,dimana beberapa
ahli percaya besarnya angka remisi setelah pembedahan adalah antara %0-(0% tergantung
dari jenis timektomi yang dilakukan. 5hli lainnya percaya baha remisi yang tergantung dari
semakin banyaknya prosedur ekstensi! adalah antara (0-$0% pada lima hingga sepuluh tahun
setelah pembedahan adalah kesembuhan yang permanen dari pasien.
"ecara umum, kebanyakan pasien mulai mengalami perbaikan dalam aktu satu
tahun setelah timektomi dan tidak sedikit yang menunjukkan remisi yang permanen 1tidak
ada lagi kelemahan serta obat-obatan2.
21
2.11P&ognosis
- Perjalanan penyakit bervariasi
- .emisi dapat terjadi pada -0 % kasus, tetapi hanya kurang lebih#-% bulan. ,ila
mengalami remisi sampai # tahun, kmdn rekuren biasanya akan menjadi progresi!.
- Menurut "impson, ancaman kematian terutama thn pertama setelah aitan, periode
kedua yg berbahaya pada kasus progresi! adalah thn ke (-? setelah aitan.
- +ematian lebih diakibatkan komplikasi respiratorik
22
BAB III
PENU4UP
'ESIMPULAN
Myastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan
abnormal dan progresi! pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan
disertai dengan kelelahan saat beraktivitas.
)alaupun terdapat banyak penelitian tentang terapi miastenia gravis yang berbeda-
beda, tetapi tidak dapat diragukan baha terapi imunomodulasi dan imunosupresi! dapat
memberikan prognosis yang baik pada penyakit ini.Pada pasien miastenia gravis, antibodi
6gG dikomposisikan dalam berbagai subklas yang berbeda, dimana satu antibodi secara
langsung melaan area imunogenik utama pada subunit al!a."ubunit al!a juga merupakan
binding site dari asetilkolin.
6katan antibody reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan
terhalangnya transmisi neuromuscular. Miastenia gravis biasanya selalu disertai dengan
adanya kelemahan pada otot ajah. +elemahan otot ajah bilateral akan menyebabkan
timbulnya ptosis dan senyum yang hori7ontal.
23
DA4A1 PUS4A'A
#. "ylvia 5. Price. Pato!isiologi, +onsep +linis Proses-Proses Penyakit.vol %. Penerbit
>G3. Dakarta.%00$.h* ##(/-##-#
%. >ngel, 5. G. M:. Myasthenia Gravis and Myasthenic "yndromes. :alam 5nnals o!
;eurology. Eolume #$* Page* -#9--'(. %00(
'. Dames B.<. >pidemilogy and Pathophysiology. :alam Dr.M.:,penyunting.Myasthenia
Gravis 5 Manual Bor <ealth 3are Provider. >disi ke#.5merika,%00/J/-#(.
(. Paul ), )irt7 MG,dkk.&he epidemiology o! myasthenia gravis,4ambert->aton
myasthenic syndrome and their associated tumours in the northern part o! the
province o! "outh <olland.%00'J%-0J#-(.
-. .omi B, Gilhus ; >.Myasthenia gravis clinical, immunological,and therapeutic
advances. %00-J###*#'(-#(#.
$. Matthe, ;. Meriggioli, M.:, 3hie!,+aren 4,editors. Myasthenia
Gravis.:iagnosis."eminars in ;eurologyJ%00( # novemberJ:epartment o!
;eurological "ciences, .ush 0niversity. 3hicago*%00(
?. Dohn 3. +eesey, M:. 3linical >valuation and Management o! Myasthenia Gravis.
:alam*)iley,penyunting. Muscle and ;erve.>disi ke-%9. 0"5*:epartment o!
;eurology, 0345 "chool o! Medicine, 4os 5ngeles. 3ali!ornia, 0"5,%00(Jh.(/(-
-0-.
24

Anda mungkin juga menyukai