Anda di halaman 1dari 24

1

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST OP AMPUTASI
Guna untuk memenuhi tugas Sistem Muskuloskeletal
Dosen Pengampu : Sukarno, S.Kep., Ns



Disusun oleh :
Octavia Nur Aini Wahyudi
(010112a076)



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES NGUDI WALUYO
UNGARAN
2014
2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amputasi adalah hilangnya sebagian alat gerak yang menyebabkan
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan aktivitas dalam derajat yang bervariasi,
tergantung dari bagian mana alat gerak yang hilang, usia, dan penanganan operasi (untuk
kasus kehilangan alat gerak yang disebabkan amputasi). Kehilangan alat gerak tersebut
dapat disebabkan berbagai hal, seperti penyakit, faktor cacat bawaan lahir, ataupun
kecelakaan. Operasi pengangkatan alat gerak pada tubuh manusia ini diebut dengan
amputasi. Menurut Crenshaw, dalam Vitriana (2002), amputasi pada alat gerak bawah
mencapai 85%-90% dari seluruh amputasi, dimana amputasi bawah lutut (transtibial
amputation) merupakan jenis operasi amputasi yang paling sering dilakukan. Angka
kejadian amputasi yang pasti di indonesia saat ini tidak diketahui, tapi menurut Vitriana
(2002) di Amerika Serikat terjadi 43.000kasus per tahun dari jumlah penduduk
280.562.489 jiwa atau sekitar 0,02%, sedangkan dalam Raichle et al. (2009) disebutkan
bahwa terjadi kasus amputasi sekitar 158.000per tahun dari jumlah penduduk
307.212.123 atau sekitar 0,05%. Dengan demikian dapat diketahui bahwa terjadi
peningkatan kasus amputasi di Amerika Serikat, baik secara jumlah, maupun secara
persentase dari jumlah penduduk.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum :
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan post
amputasi.
2. Tujuan khusus :
Mahasiswa dapat menjelaskan :
1. Pengertian dari amputasi.
3

2. Etiologi dari amputasi .
3. Metode dari amputasi.
4. Jenis-jenis dari amputasi.
5. Tingkatan dari amputasi.
6. Penatalaksaan yang diberikan pada amputasi.























4


BAB II
PEMBAHASAN

I. KONSEP DASAR TEORI
A. Pengertian
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan pancung.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau
seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam
kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah
tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi
organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ
tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti
sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler.
Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa
penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

B. Etiologi
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi:
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
6. Deformitas organ.

C. Metode Amputasi
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan dua
metode :

5

1. Metode terbuka (guillotine amputasi).
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya
benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup
setelah tidak terinfeksi.
2. Metode tertutup (flap amputasi)
Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada
daerah yang diamputasi. Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana, klasifikasi
yang lain adalah karena trauma amputasi.

D. Jenis Amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat
penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan
sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi
serta memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan
patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

6

Jenis amputasi yang dikenal adalah :
1) Amputasi terbuka
2) Amputasi tertutup.
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana
pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi tertutup dilakukan
dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka
yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan
tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi
perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah
kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese
( mungkin ).
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami
amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan
kompetensinya.

E. Tingkatan Amputasi
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan
aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-
jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak
amputasi yaitu :


7

a) Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb
dan inschemic limb.
b) Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan
penyakit vaskuler perifer.
3. Nekrosis
Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak
berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur
Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta
melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu
lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma
Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga
melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf
lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom sensation
Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas
tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap
saraf dan juga dengan cara kombinasi.

F. Penatalaksanaan Medis
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.
Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :
1. Rigid dressing, dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus
immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan
memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan
pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini bisa
mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.
8

Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera,
mobilisasi setelah 7 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 3 minggu,
setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini
dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat
yang terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk
melakukan supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 10
post operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau
tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.

2. Soft dressing,yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka
digunakan pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang
bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai
menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki
tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab
akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut
setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan
secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan
dibuka pada hari ke 10 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita
diperingatkan untuk tidak meletakkan
G. Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh
Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan
penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga
menurunkan kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar
dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian
tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber
9

stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan
rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga
terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
a. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi
otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai
inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan
rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan
terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan
sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan
mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin
dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai
pada pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini
mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi
sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana
anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih
panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di
ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke
ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan
10

darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta
dapat juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler
memungkinkan suplai O
2
dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian
pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga
menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya
penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan
paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan
persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan
tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta
penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan
spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam
colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
11

Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada
dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal
banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
a. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu
ginjal.
b. Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya
kuman dan dapat menyebabkan ISK.

8. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan
bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi
ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal
kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

H. Managemen Keperawatan
Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap
yaitu pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap postoperatif.
A. Pre Operatif
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya
untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan
operasi.
Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan dengan kondisi
fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.
1) Pengkajian Riwayat Kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin
dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes
mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga
mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.

12

2) Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh
klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala
tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk
mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/
tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :

SISTEM TUBUH KEGIATAN
Integumen :
Kulit secara umum.
Lokasi amputasi
Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau
tingkat hidrasi.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan
akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau
kerusakan progesif. Kaji kondisi jaringan diatas
lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena
atau gangguan venus return.
Sistem Cardiovaskuler
:
Cardiac reserve
Pembuluh darah
Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat
dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai
salah satu indikator fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui
penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan
menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
13

Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem
motorik dan sensorik daerah yang akan
diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.


3) Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada
kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi
kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan
dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya
hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga
dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang
mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan
memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal
diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah
dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri,
pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran
dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama
dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan
pemilihan koping konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya
14

gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah
klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran
yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan
dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan
intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. Asuhan
keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah
ini.

4) Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara
laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada
klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi
ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung.

B. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi
terbaik klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk
menciptakan kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan,
pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas,
pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus
untuktindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi
yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini
berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif. Makalah ini tidak
membahas secara detail kegiatan intraoperasi.
C. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan
tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah
diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
15

Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar
secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan
oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi
dan mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya
perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat.
Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh
clot darah. Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan
secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi
optimum klien.
Perawat bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien,
khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien
untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka.
Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul
pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri
terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat
menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa
tidak sehat akal karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam
masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan
bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.








16

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Kaji nyeri (sensai phantom limb).
b. Kaji vital sign (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan).
c. Kaji tipe balutan dan plester penekan.
d. Kaji jumlah perdarahan, warna pada drainage, ada atau tidaknya drainage.
e. Kaji posisi stump.
f. Kaji infeksi jaringan, kontraktur dan deformitas abduksi.

B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan menurut (Marilynn E Doeges) adalah sebagai berikut :
1. Gangguan harga diri/ citra diri, penampilan peran, perubahan berhubungan
dengan factor bio fisikal ; kehilangan bagian tubuh, antisipasi perubahan pola
hidup ; takut penolakan/ reaksi orang lain.
2. Nyeri, (akut) berhubungan dengan cedera fisik/ jaringan dan trauma saraf,
dampak psikologi terhadap kehilangan bagian tubuh.
3. Perfusi jaringan, perubahan ; perifer, resiko tinggi terhadap penurunan aliran
darah vena/ arterial ; edema jaringan, pembentukan hematoma.
4. Infeksi, resiko tinggi terhadap ketidak adekuatan pertahanan primer ( kulit
robek, jaringan traumatik) prosedur invasif; terpajan pada lingkungan, penyakit
kronis, perubahan status nutrisi.
5. Mobilitas fisik, kerusakan berhubungan dengan kehilangan tungkai (terutama
ekstremitas bawah) ; nyeri/ ketidaknyamanan, gangguan perceptual ( perubahan
rasa keseimbangan.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/ mengingat, salah
interpretasi informasi.





17


C. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan I :
1. Gangguan harga diri/ citra diri, penampilan peran, perubahan berhubungan
dengan faktor bio fisikal ; kehilangan bagian tubuh, antisipasi perubahan pola hidup ;
takut penolakan/ reaksi orang lain.
Tujuan : Menerima situasi dengan realistis
Kriteria hasil : Mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri
yang akurat tanpa harga diri negative.
Perencanaan/ Penatalaksanaan :
a. Beri penguatan informasi pasca operasi termasuk tipe/lokasi amputasi, tipe
prospese bila tepat ( segera, lambat), harapan tindakan pasca operasi, termasuk
control nyeri dan rehabilitasi
Rasional :Memberikan kesempatan untuk menanyakan dan mengasimilasi
informasi dan mulai menerima perubahan gambaran diri dan fungsi, yang dapat
membantu penyembuhan.
b. Diskusikan persepsi pasien tentang diri dan hubungannya dengan perubahan
dan bagaimana pasien melihat dirinya dalam pola/ peran fungsi yang biasanya.
Rasional :Membantu mengartikan masalah sehubungan dengan pola hidup
sebelumnya dan membantu pemecahan masalah. Sebagai contoh, takut
kehilangan kemandirian, kemampuan bekerja dan sebagainya.
c. Dorong partisipasi dalam aktivitas sehari-hari. Berikan kesempatan untuk
memandang/ merawat puntung menggunakan waktu untuk menunjukan tanda
positif penyembuhan.
Rasional :Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan perasaan harga diri.
Meskipun penyatuan puntung dalam gambaran diri dapat memerlukan waktu
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun melihat puntung dan mendengar
pernyataan positif ( dibuat dengan cara, waktu yang normal).
18

d. Dorong/berikan kunjungan orang-orang yang telah diamputasi, khususnya
seorang yang telah diamputasi.
Rasional :Teman senasib yang telah melalui pengalaman yang sama bertindak
sebagai model peran dan dapat juga memberikan pernyataan juuga harapan
untukpemulihan dan masa depan normal.
Diagnosa Keperawatan II :
2. Nyeri, (akut) berhubungan dengan cedera fisik/ jaringan dan trauma saraf,
dampak psikologi terhadap kehilangan bagian tubuh
Tujuan :Nyeri hilang/terkontrol
Kriteria hasil : Menyatakan nyeri hilang/terkontroldan tampak rileks dan
mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Perencanaan/Pelaksanaan :
a. Catat lokasi dan intesitas nyeri (skala 0-10) selidiki perubahan karakteristik
nyeri, contoh kebas, kesemutan.
Rasional :Membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keektifan intervensi.
Perubahan dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi , contoh
nekrosis/infeksititif.
b. Tinggikan bagian yang sakit dengan meninggikan kaki tempat tidur atau
menggunakan bantal/guling untuk amputasi tungkai atas.
Rasional :Mengurangi terbentuknya edema dengan peningkatan aliran balik
vena, menurunkan kelelahan otot dan tekanan kulit/jaringan.
c. Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan punggung)
dan aktivitas teraupetik.dorong penggunaan teknik manajemen stress (contoh
latihan nafas dalam, visualisasi, pedoman khayalan) dan sentuhan teraupetik.
Rasional :Mengfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi, dapat
meningkatkan kemampuan koping dan dapat menurunkan terjadinya nyeri
fantom tungkai.
19

d. Berikan pijatan lembutan pada puntung sesuai toleransi bila balutan telah
dilepas.
Rasional :Meningkatkan sirkulasi, menurunkan tegangan otot.
e. Berikan obat sesuai indikasi, contoh analgesic, relaksan otot, intruksi pada
APD.
Rasional :Menurunkan nyeri/spasme otot.catatan: APD menentukan obat tepat
waktu yang mencegah feluktuasi nyeri sehubungan denga tegangan/spasme.
Diagnosa Keperwatan III :
3. Perfusi jaringan, perubahan ; perifer, resiko tinggi terhadap penurunan aliran
darah vena/ arterial ; edema jaringan, pembentukan hematoma.
Tujuan :Komplikasi tercegah atau minimal
Kriteria hasil :Mempertahankan perfusi jaringan adekuat dibuktikan dengan
nadi perifer teraba dan kulit hangat/ kering.
Perencanaan / Pelaksanaan :
a. Lakukan pengkajian neuro vaskuler periodic, contoh sensasi, gerakan, nadi,
warna kulit dan suhu.
Rasional :Edema jaringan pasca operasi pembentukan hematoma, atau balutan
terlalu ketat dapat mengganggu sirkulasi pada puntung, mengakibatkan nekrosis
jaringan.
b. berikan tekanan langsung pada sisi pendarahan, bila terjadi pendaran.
Hubungi dokter dengan segera.
Rasional :Tekanan langsung pada pendarahan dapt diteruskan dengan
penggunaan balutan serat pengaman dengan balutan elastis bila pendarahan
terkontrol.


20

c. Evaluasi tungkai bawah yang tak dioperasi untuk adnya inflamasi, tanda
human positif.
Rasional :Peningkatan insiden pembentukan thrombus pada pasien dengan
penyakit vaskuler perifer sebelumnya/ perubahan diabetic.
d. Berikan cairan IV / produk darah sesuai indikasi
Rasional :Mempertahankan volume sirkulasi untuk memaksimalkan perfusi
jaringan
Diagnosa Keperawatan IV :
4. Infeksi, resiko tinggi terhadap ketidak adekuatan pertahanan primer ( kulit
robek, jaringan traumatik) prosedur invasif ; terpajan pada lingkungan, penyakit
kronis, perubahan status nutrisi.
Tujuan :Mobilitas/ fungsi ditingkatkan kembali atau dikompensasi.
Kriteria hasil :Mencapai penyembuhan tepat pada waktunya, bebas drainase
purulen atau eritema, dan tidak demam. Menunjukkan keinginan berpartisipasi
dalam aktivitas
Perancanaan/ Pelaksanaan :
a. Pertahankan teknik antiseptic bila mengganti balutan/ merawat luka.
Rasional :Meminimalkan kesempatan introduksi bakteri
b. Infeksi balutan dan luka, perhatikan karateristik drainase.
Rasional :Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan kesempatan untuk
intervensi tepat waktu dan mencegah kuomplikasi lebih serius (contoh,
osteomielitis)
c. Pertahankan potensi dan pengosongan alat drainase secara rutin.
Rasional :Hemovac, drain jakson-pratt membantu membuang drainase,
meningkatkan penyebuhan luka dan mnurunkan resiko infeksi.

21

d. Tutup balutan dengan plastic bila menggunakan pispot atau bila inkontinensia
Rasional :Mencegah kontaminasi pada amputasi tungkai bawah
e. Berikan antibiotic sesuai indikasi
Rasional :Antibiotic spectrum luas dapat digunakan secara profilaktif atau terapi
antibiotic mungkin disesuaikan terhadap organisme khusus.
Diagnosa Keperawatan V :
5. Mobilitas fisik, kerusakan berhubungan dengan kehilangan tungkai (terutama
ekstremitas bawah) ; nyeri/ ketidaknyamanan, gangguan perceptual ( perubahan rasa
keseimbangan.
Tujuan :Mempertahankan posisi fungsi.
Kriteria hasil :Menunjukkan teknik atau prilaku yang memampukan tindakan
aktivitas. Menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan
tindakan keamanan.
Perancanaan /Pelaksanaan :
a. Bantu latihan rentang gerak khusus untuk area yang sakit dan yang tak sakit
mulai secara dini pada tahap pasca operasi.
Rasional :Mencegah kontraktur, perubahan bentuk, yang dapat terjadi dengan
cepat dan dapat memperlambat penggunaan prostese.
b. Dorong latihan aktif/ isometric untuk paha atas dan lengan atas.
Rasional :Meningkatkan kekuatan otot untuk membantu pemindahan/ ambulasi.
c. Intruksikan pasien untuk berbaring dengan posisi tengkurap sesuai toleransi
sedikitnya dua kali sehari dengan bantal dibawah abdomen dan puntung
ekstremitas bawah.
Rasional :Menguatkan otot ekstensor dan mencegah kontrakrur fleksi pada
panggul

22

d. Berikan gulungan untuk paha sesuai indikasi
Rasional :Mencegah rotasi eksternal puntung tungkai bawah
e. Tunjukkan atau Bantu teknik pemindahan dan penggunaan alat mobilitas,
contoh trapeze, kruk atau walker.
Rasional :Membantu perawatan diri dan kemandirian pasien. Teknik
pemindahan yang dapat mencegah cedera abrasi dari kulit karena lari cepat.
Diagnosa Keperawatan VI :
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/ mengingat, salah
interpretasi informasi.
Tujuan :Prosedur bedah, prognosis, dan program terapetik dipahami.
Kriteria hasil :Melakukan dengan benar prosedur tertentu dan menjelaskan alas
an tindakan. Menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit dan pengobatan.
Perencanaan /pelaksanaan :
a. Intruksikan perawatan balutan/luka, inspeksi puntung menggunakan cermin
untuk semua semua area, pijat kulit, dan tutup puntung dengan tepat.
Rasional :Meningkatkan perawatan diri kompeten ; membantu penyembuhan
dan pemasangan prostese dan menurunkan potensial untuk komplikasi.
b. Tunjukkan perawatan alat prostesi. Tekankan pentingnya pemeliharaan rutin/
pemasangan ulang periodic.
Rasional :Dorong pemasangan tepat, menurunkan resiko komplikasi dan
memperpanjang hidup prostese.
c. Tekankan pentingnya diet seimbang dan pemasukan cairan adekuat.
Rasional :Memenuhi kebutuhan nutrient untuk regerasi jaringan/ penyembuhan,
membantu dalam mempertahankan volume sirkulasi dan fungsi organ normal,
dan mempertahankan berat tepat (berat badan mengubah pengaruh pemasangan
prostese).
23

d. Anjurkan penghentian merokok.
Rasional :Merokok berpotansi untuk vasokonstriksi verifier, gangguan sirkulasi
juga oksigenasi jaringan.



























24


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Bedah Medikal Bedah. Vol 3. Penerbit Buku
Kedokteran.
EGC. Jakarta.
Doengoes E Marlyin, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan.
Yakarta: EGC
Wikinson, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7

Anda mungkin juga menyukai