Anda di halaman 1dari 17

BRONCHITIS

PENDAHULUAN
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi ( ektasis ) bronkus
lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan
oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen
elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil
(medium size ), sedangkan bronkus besar jarang terjadi.
Bronchitis kronis dan emfisema paru sering terdapat bersama-sama pada seorang
pasien, dalam keadaan lanjut penyakit ini sering menyebabkan obstruksi saluran nafas
yang menetap yang dinamakan cronik obstructive pulmonary disease ( COPD ).
Dinegara barat, kekerapan bronchitis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Di
Inggris dan Amerika penyakit paru kronik merupakan salah satu penyebab kematian dan
ketidak mampuan pasien untuk bekerja. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami
penurunan yang berarti dengan pengobatan memakai antibiotik.
Di Indonesia belum ada laporan tentang anka-angka yang pasti mengenai penyakit
ini. Kenyataannya penyakit ini sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh lakilaki dan wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai dari anak bahkan dapat merupakan
kelainan congenital.
ETIOLOGI
Penyebab bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada
kenyataannya kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara congenital maupun didapat.
a. Kelainan congenital
Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor genetic atau factor
pertumbuhan dan factor perkembangan fetus memegang peran penting. Bronchitis
yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :
Bronchitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua
paru.

Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainya,


misalnya : mucoviscidosis ( cystic pulmonary fibrosis ), sindrom kartagener
( bronkiektasis konginetal,sinusitis paranasal dan situs inversus ), hipo atau
agamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur ( anak yang
satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita
bronkiektasis ), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital
berikut : tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan,
kifoskoliasis konginetal.
b.

Kelainan didapat
Kelaianan didapat merupakan akibat proses berikut :
Infeksi
Bronchitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang
sering kambuh dan berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi
pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru dan
sebagainya.
Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai
macam sebab : korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar
terhadap bronkus

PERUBAHAN PATOLOGIS ANATOMIK


Terdapat berbagai macam variasi bronchitis, baik engenai jumlah atau luasnya
bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit :
a. Tempat predisposisi bronchitis
Bagian paru yang sering terkena dan merupakan predisposisi bronchitis adalah
lobus tengah paru kanan, bagian lingua paru kiri lobus atas, segmen basal pada
lobus bawah kedua paru.
b.

Bronkus yang terkena


Bronkus yang terkena umumnya yang berukuran sedang, bronkus yang terkena
dapat hanya satu segmen paru saja maupun difus mengenai bronki kedua paru.

c. Perubahan morfologis bronkus yang terkena


Dinding bronkus
Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses
inflamasi yang sifatnya destruktif dan irreversibel. Jaringan bronkus yang
mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen
elastis.
Mukosa bronkus
Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel
menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa,. Apabila terjadi
eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi.
Jaringan paru peribronchiale
Pada keadaan yang hebat, jaringan paru distal akan diganti jaringan
fibrotik dengan kista-kista berisi nanah.
d.

Variasi kelainan anatomis bronchialis


Telah dikenal 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronchitis, yaitu :
Bentuk tabung

Bentuk ini sering ditemukan pada bronchitis yang menyertai bronchitis


kronik.
Bentuk kantong

Ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat


irregular. Bentuk ini berbentuk kista.
Bentuk antara bentuk tabung dan kantong
e. Pseudobronchitis
Pada bentuk ini terdapat pelebaran bronkus yang bersifat sementara dan
bentuknya silindris. Bentuk ini merupakan komplikasi dari pneumonia.
PATOGENESIS
Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat
hubungannya dengan genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam
kandungan. Pada bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga melelui beberapa

mekanisme : factor obstruksi bronkus, factor infeksi pada bronkus atau paru-paru,
fibrosis paru, dan factor intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua mekanisme dasar :
1. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis. Infeksi pada
bronkus atau paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan
kemudian timbul bronchitis.
2. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal obstruksi
dan terjadi infeksi juga destruksi bronkus.
Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya kronik.
Keluhan-keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap . keluhankeluhan yang timbul erat dengan : luas atau banyaknya bronkus yang terkena,
tingkatan beratnya penyakit, lokasi bronkus yang terkena, ada atau tidaknya
komplikasi lanjut.. keluhan-keluhan yang timbul umumnya sebagai akibat adanya
beberapa hal : adanya kerusakan dinding bronkus, akibat komplikasi, adanya
kerusakan fungsi bronkus.
Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronchitis, data dijelaskan
sebagai berikut ;
a. Infeksi pertama ( primer )
Kecuali pada bentuk bronchitis kongenital. Masih menjadi pertanyaan apakah
infeksi yang mendahului terjadinya bronchitis tersebut disebabkan oleh bakteri
atau virus. Infeksi yang mendahului bronchitis adalah infeksi bacterial yaitu
mikroorgansme penyebab pneumonia. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi
bronchitis, sedangkan infeksi virus tidak dapat ( misalnya adenovirus tipe 21,
virus influenza, campak, dan sebagainnya ).
b.

Infeksi sekunder
Tiap pasien bronchitis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi, apabila
sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya
menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi
sekunder oleh kuman anaerob misalnya : fusifomis fusiformis, treponema
vincenti, anaerobic streptococci. Kuman yang erring ditemukan dan menginfeksi

bronkus misalnya : streptococcus pneumonie, haemophilus influenza, klebsiella


ozaena.
GAMBARAN KLINIS
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronchitis tergantung pada luas dan
beratnya penyakit, lokasi kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas pada
penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya haemaptoe dan
pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada penyakit yang
berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.
Bronchitis yang mengenai bronkus pada lobis atas sering dan memberikan gejala :
1. Keluhan-keluhan
a. Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung
kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi,
umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi
tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid,
sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau
yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan
menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada
saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila
ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian
Lapisan teratas agak keruh
Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus
yang rusak ( celluler debris ).
b.

Haemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis

atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul
perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling ringan ( streaks
of blood ) sampai perdarahan yang cukup banyak ( massif ) yaitu apabila nekrosis

yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri
broncialis ( daerah berasal dari peredaran darah sistemik )
Pada dry bronchitis ( bronchitis kering ), haemaptoe justru gejala satu-satunya karena
bronchitis jenis ini letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah
menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa batuk atau batukya
minimal. Pada tuberculosis paru, bronchitis ( sekunder ) ini merupakan penyebab
utama komplikasi haemaptoe.
c. Sesak nafas ( dispnue )
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul
dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang
terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang
terjadi sebagai akibat infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis
paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara
mengi ( wheezing ), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau
tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.
d.

Demam berulang
Bronchitis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi

berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam ( demam
berulang )
2. Kelainan fisis
Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi
klinis komplikasi bronchitis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan
tanda-tanda korpulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Ditemukan ronchi
basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari
waku kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase
postural atau timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat
luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi
dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi
penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi komplikasi

pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering
ditemukan apa bila terjadi obstruksi bronkus.
Sindrom kartagenr. Sindrom ini terdiri atas gejala-gejala berikut :
Bronchitis congenital, sering disertai dengan silia bronkus imotil
Situs inversus pembalikan letak organ-organ dalam dalam hal ini terjadi
dekstrokardia, left sided gall bladder, left-sided liver, right-sided spleen.
Sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya sinus frontalis. Semua elemen gejala
sindrom kartagener ini adalah keleinan congenital. Bagaimana asosiasi tentang
keberadaanya yang demikian ini belum diketahui dengan jelas.
Bronchitis. Kelainan ini merupakan klasifikasi kelenjar limfe yang biasanya
merupakan gejala sisa komleks primer tuberculosis paru primer. Kelainan ini bukan
merupakan tanda klinis bronchitis, kelainan ini sering menimbulkan erosi bronkus
didekatnya dan dapat masuk kedalam bronkus menimbulkan sumbatan dan infeksi,
selanjutnya terjadilah bronchitis. Erosi dinding bronkus oleh bronkolit tadi dapat
mengenai pembuluh darah dan dapat merupakan penyebab timbulnya hemaptoe
hebat.
3. Kelainan laboratorium.
Pada keadaan lanjut dan mulai sudah ada insufisiensi paru dapat ditemukan
polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Seing
ditemukan anemia, yang menunjukan adanya infeksi kronik, atau ditemukan
leukositosis yang menunjukan adanya infeksi supuratif.
Urin umumnya normal kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan
ditemukan proteiuria. Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensivitas terhadap
antibiotic, perlu dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi sekunder.
4. Kelainan radiologist
Gambaran foto dada ( plain film ) yang khas menunjukan adanya kista-kista kecil
dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang terkena,
ditemukan juga bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps. Gambaran bronchitis
akan jelas pada bronkogram.

5. Kelainan faal paru


Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran
udara ekspirasi satu detik pertama ( FEV1 ), terdapat tendensi penurunan, karena
terjadinya obstruksi airan udara pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah berupa
penurunan PaO2 ini menunjukan abnormalitas regional ( maupun difus ) distribusi
ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru.
6. Tingkatan beratnya penyakit
a. Bronchitis ringan
Ciri klinis : batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam,
ada haemaptoe ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru norma, foto dada
normal.
b. Bronchitis sedang
Ciri klinis : batuk produktif terjadi setiap saa, sputum timbul setiap saat,
( umumnya warna hijau dan jarang mukoid, dan bau mulut meyengat ), adanya
haemaptoe, umumnya pasien masih Nampak sehat dan fungsi paru normal. Pada
pemeriksaan paru sering ditemukannya ronchi basah kasar pada daerah paru yag
terkena, gmbaran foto dada masih terlihat normal.
c. Bronchitis berat
Ciri klinis : batuk produktif dengan sputum banyak, berwarna kotor dan berbau.
Sering ditemukannya pneumonia dengan haemaptoe dan nyeri pleura. Bila ada
obstruksi nafas akan ditemukan adany dispnea, sianosis atau tanda kegagalan
paru. Umumny pasien mempunyai keadaan umum kurang baik, sering ditemukan
infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata , pasien mudah timbul pneumonia,
septikemi, abses metastasis, amiloidosis. Pada gambaran foto dada ditemukan
kelianan : bronkovascular marking, multiple cysts containing fluid levels. Dan
pada pemeriksaan fisis ditemukan ronchi basah kasar pada daerah yang terkena.

DIAGNOSIS
Diagnosis pasti bronchitis dapat ditegakan apabila telah ditemukan adanya dilatasi
dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi dan melihat
bronkogram yang didapat.
Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan pada tiap pasien bronchitis, karena terikat
adanya indikasi, kontraindikasi, syarat-syarat kaan elakukannya. Oleh karena pasien
bronchitis umumnya memberikan gambaran klinis yang dapat dkenal, penegakan
diagnosis bronchitis dapat ditempuh melewati proses diagnostik yang lazim dikerjakan
dibidang kedokteran, meliputi:
Anamnesis
Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau kita berhadapan
dengan pasien bronchitis :
Bronchitis kronis ( ingatlah definisi klinis bronchitis kronis )
Tuberculosis paru ( penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa
bronchitis )
Abses paru ( terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar )
Penyakit paru penyebab hemaptomisis misalnya karsinoma paru, adenoma paru )
Fistula bronkopleural dengan empisema
KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
Bronchitis kronik
Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi
berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal
ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang baik.

Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.


Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
Efusi pleura atau empisema
Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif
pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri
pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah.
Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah
gawat darurat.
Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri
dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt,
terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi
hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner
kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang
berat da luas
Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi
klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat
ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinurea.
PENATALAKSANAAN
Pengelolaan pasien bronchitis terdiri atas dua kelompok :
A. Pengobatan konservatif, terdiri atas :
1. Pengelolaan umum
Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :

Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.

Mencegah / menghentikan rokok

Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.

b. Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan


adalah sebagai berikut :

Melakukan drainase postural


Pasien dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga

dapat dicapai drainase sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan


drainase postural dilakukan selama 10 20 menit, tiap hari dilakukan 2
sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan
sputum ( secret bronkus ) dengan bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh saat
dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan
bronchitisnya, dan dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan
pada pada punggung pasien dengan punggung jari.

Mencairkan sputum yang kental


Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas,

mengguanakan obat-obat mukolitik dan sebagainya.

Mengatur posisi tepat tidur pasien


Sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan

drainase sputum.
c. Mengontrol infeksi saluran nafas.
Adanya infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan
jalan mencegah penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu adanya
antibiotic yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan.
2. Pengelolaan khusus.
a. Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan :
secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus ( ISPA )
untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru
atau kedua-duanya digunakan

Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian


antibiotic antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas kuman
terhadap antibiotic secara empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis,
tidak pada setiap pasien harus iberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika
terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic diberikan selama 7-10 hari
dengan therapy tunggal atau dengan beberapa antibiotic, sampai terjadi
konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi
mukoid ( putih jernih ).
Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat mengurangi
gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat terjadi
aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.
b. Drainase secret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan perawatan
pasien. Keperluannya antara lain :
Menentukan dari mana asal secret
Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
Menghilangkan bstruksi bronkus dengan suction drainage daerah
obstruksi.
3. Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau
mebahayakan pasien.
d. Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji
faal paru ( % FEV 1 < 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
e. Pengobatan hipoksia.
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
f. Pengobatan haemaptoe.
Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan
perdarahan. Dari berbagai penelitian pemberian obat-obatan hemostatik

dilaporkan hasilnya memuaskan walau sulit diketahui mekanisme kerja


obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.

g. Pengobatan demam.
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat
demam, lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan
antibiotic perlu juga diberikan obat antipiretik.
B. Pengobatan pembedahan
a. Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang
terkena.
b. Indikasi pembedahan :
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon
yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat.
Pasien perlu dipertimbangkan untuk operasi
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi berulang
atau haemaptoe dari daerakh tersebut. Pasien dengan haemaptoe massif
seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.
c. Kontra indikasi
Pasien bronchitis dengan COPD
Pasien bronchitis berat
Pasien bronchitis dengan koplikasi kor pulmonal kronik dekompensasi.
d. Syarat-ayarat operasi.
Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel
Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada bronchitis atau
bronchitis kronik.
e. Cara operasi.
Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak terdaat
kontra indikasi, yang gagal dalam pengobatan konservatif dipersiapkan

secara baik utuk operasi. Umumnya operasi berhasil baik apabila syarat
dan persiapan operasinya baik.
Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami
keadaan gawat darurat paru, misalnya terjadi haemaptoe masif
( perdarahan arterial ) yang memenuhi syarat-syarat dan tidak terdapat
kontra indikasi operasi.
f. Persiapan operasi :
Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah,
pemeriksaan broncospirometri ( uji fungsi paru regional )
Scanning dan USG
Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien
Memperbaiki keadaan umum pasien
PENCEGAHAN
Timbulnya bronchitis sebenarnya dapat dicegah, kecuali dalam bentuk congenital
tidak dapat dicegah. Menurut beberapa literature untuk mencegah terjadinya bronchitis
ada beberapa cara :
Pengobatan dengan antibiotic atau cara-cara lain secara tepat terhadap semua
bentuk pneumonia yang timbul pada anak akan dapat mencegah ( mengurangi )
timbulnya bronchitis
Tindakan vaksinasi terhadap pertusis ( influenza, pneumonia ) pada anak dapat
pula diartikan sebagai tindakan preventif terhadap timbulnya bronchitis.
PROGNOSIS
Prognosis pasien bronchitis tergantung pada berat ringannya serta luasnya penyakit
waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat ( konservatif atau
pembedahan ) dapat memperbaiki prognosis penyakit.
Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan
lebih dari 5-10 tahun. Kematian pasien karena pneumonia, empiema, payah jantung
kanan, haemaptoe dan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Bagian Farmakologi FKUI ( 1995 ) Farmakologi dan Therapy. Edisi Revisi.
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta
Long, Barbara C ( 1996 ), Perawatan Medical Bedah. Jilid 2 Yayasan IAPR, Padjadjaran.
Bandung
Mansjoer, Arif ( 1999), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Media Aesculapius, FKUI
Jakarta
Price, A Sylvia ( 1995 ), Pathofisiologi Clinical : Concept of Desease Proces. Alih
Bahasa : Peter Anugrah, Edisi 4, EGC, Jakarta
Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam ( 2001 ), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2,
Edisi 3. Balai Penerbit FKUI, Jakarta

LAPORAN PENUGASAN
ARTIKEL ILMIAH BIDANG KESEHATAN
BLOK KBTI
BRONCHITIS

Disusun Oleh:
Nama

: Titin Srimulyani

NIM

: 07711212

Kelompok

:6

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2007

Anda mungkin juga menyukai