PENDAHULUAN
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga orang di seluruh dunia
pada tahun 2001, meninggal karena penyakit kardiovaskular. Sementara, sepertiga dari
seluruh populasi dunia saat ini berisiko tinggi untuk mengalami major cardiovascular events.
Pada tahun yang sama, WHO mencatat sekitar 17 juta orang meninggal karena penyakit ini
dan melaporkan bahwa sekitar 32 juta orang mengalami serangan jantung dan stroke setiap
tahunnya. Di Amerika setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina pectoris
tak stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang tak
fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan.1
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan
salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk
Indonesia. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem
sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar
26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker
(6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia
adalah akibat PJK.
Sindrom koroner akut merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis
rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. Mekanisme
terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena proses pengurangan pasokan oksigen akut atau
subakut dari miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan
dengan adanya proses inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Manifestasi
klinis SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil/APTS, Non-ST elevation myocardial
infarction / NSTEMI, atau ST elevation myocardial infarction / STEMI sampai kematian
jantung mendadak.
Paradigma pengobatan atau strategi terapi medis penderita SKA berubah dan
mengalami kemajuan pesat dengan adanya hasil-hasil penelitian mengenai patogenesis SKA
dan petunjuk-petunjuk penatalaksanaan baru. Kemajuan pesat dalam terapi medis tersebut
mencakup terapi untuk mengendalikan faktor risiko (terpenting statin untuk dislipidemia, obat
antihipertensi terutama obat ACE-I, obat penghambat reseptor A-II), obat-obat baru
antitrombotik, gagal jantung, dan aritmia.
.
1
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG
ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG3,5
Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada, yaitu diantara kedua paru paru.
Pericardium yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan: lapisan dalam disebut pericardium
viseralis dan lapisan luar disebut pericardium parietalis. Perikardium parietalis melekat pada
tulang dada di sebelah depan, dan pada kolumna vertebralis di sebelah belakang, sedangkan
kebawah pada diafragma. Perikardium viseralis langsung melekat pada permukaan jantung.
Jantung sendiri terdiri dari tiga lapisan. Lapisan terluar disebut epikardium, lapisan tengah
merupakan lapisan otot yang disebut miokardium, sedangkan lapisan terdalam yaitu lapisan
endotel disebut endokardium.
Atrium Kanan
Darah yang berasal dari pembuluh vena ini masuk kedalam atrium kanan melalui vena
kava superior, inferior dan sinus koronarius. Dalam muara vena kava tidak ada katup katup
sejati. Yang memisahkan vena kava dari atrium jantung ini hanyalah lipatan katup atau pita
otot yang rudimenter. Karena itu peningkatan tekanan atrium kanan akibat bendungan darah
di bagian kanan jantung akan di balikkan kembali ke dalam vena sirkulasi sistemik.
Sekitar 80% alir balik vena ke dalam atrium kanan akan mengalir secara pasif ke
daalam ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. Dua persen sisanya akan mengisi
ventrikel secara aktif ini dinamakan atrial kick.
Ventrikel Kanan
Sirkulasi pulmonal merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah, dengan
resistensi yang jauh lebih kecil terhadap aliran darah dari ventrikel kanan, dibandingkan
tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap aliran darah dari ventrikel kiri. Akibatnya tebal
dinding ventrikel kanan hanya sepertiga dari tebal dinding ventrikel kiri.
Atrium Kiri
Atrium kiri menerima darah dari yang sudah dioksigenasi dari paru paru melalui
keempat vena pulmonalis. Antara vena pulmonalis dan atrium kiri tidak ada katup sejati.
Karena itu, perubahan tekanan dalam atrium kiri mudah sekali membalik retrograd ke dalam
2
pembuluh paru paru. Peningkatan tekanan atrium kiri berdinding tipis dan bertekanan
rendah. Darah mengalir dari atrium kiri ke dalam ventrikel kiri melalui katup mitralis.
Ventrikel Kiri
Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan
sirkulasi sistemik, dan mempertahankan aliran darah ke jaringan jaringan perifer.
Pada kontraksi, tekanan ventrikel kiri meningkat sekitar lima kali lebih tinggi daripada
tekanan ventrikel kanan; bila ada hubungan abnormal antara kedua ventrikel maka darah akan
mengalir dari kiri ke kanan melalui robekan tersebut. Akibatnya jumlah jumlah aliran darah
dari ventrikel kiri melalui katup aorta ke dalam aorta akan berkurang.
Vaskularisasi jantung
Jantung mendapat vaskularisasi dari arterie coronaria dextra dan sinistra, yang berasal dari
aorta ascendens tepat diatas valva aortae. Arteri coronaria dan percabangan utama terdapat
dipermukaan jantung, terrletak di dalam jaring ikat subepicardial
Arteria coronaria dextra berasal dari sinus anterior aorta dan berjalan ke depan di antara
trunkus pulmonalis dan auricula dextra. Arteri ini berjalan turun hampir ventrikel di dalam
sulcus atrio-ventrikulare dextra. Cabangcabangnya
1. Ramus coni arteriosis, mendarahi facies anterior conus pulmonalis (infundibulum
ventrikulare dexter) dan bagian atas dinding anterrior ventrikulare dexter.
2. Ramus ventriculare anteriores, mendarahi fasies anterior ventrikulus dexter. Ramus
marginalis dexterr adalah cabang yang terbesar dan berjalan sepanjang pinggir
bawah fasies kostalis untuk mencapai apex cordis.
3. Ramus ventrikulare posterrior mendarahi facies diaphragmatica
ventrikulus dexter.
4. Ramus Interventrikulare posterior(desendens), berjalan menuju apeks pada sulkus
interventrikulare posterior. Memberikan cabang cabang ke ventrikulus dexter dan
sinister termasuk dinding inferiornya. Memberikan percabangan untuk bagian
posterior septum ventrikulare tetapi tidak untuk baagian apeks yang menerima
BAB III
SINDROM KORONER AKUT
III.1
DEFINISI
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi
klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA adalah
suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau
kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable
angina/UA), infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial
infarction/ NSTEMI), dan infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation
myocardial infarction/STEMI).
III.2
ETIOLOGI
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia dalam Pedoman tentang Tata
Laksana Sindrom Koroner Akut Tanpa ST-ELEVASI (2004) menjelaskan tentang patogenesis
SKA, secara garis besar ada lima penyebab yang tidak terpisah satu sama lain. Dengan kata
lain penyebabpenyebab tersebut tidak berdiri sendiri, beberapa pasien mempunyai lebih dari
dua penyebab. Antara lain:
1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan
arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang
robek/pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari
agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan
infark kecil di distal, merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada
banyak pasien.
2. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh
spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina
prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah
dan/atau akibat disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh
konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau
trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau
dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan infeksi,
yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan
trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim
seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga
selanjutnya dapat mengakibatkan SKA.
5. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus
diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa penyempitan arteri koroner
yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina
stabil yang kronik. SKA jenis ini antara lain karena :
o Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan
tirotoksikosis
o Berkurangnya aliran darah koroner
o Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyak terjadi
tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari satu penyebab dan
saling terkait.
III.3
PATOGENESIS3,4,7,10
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dari proses
aterotrombosis selain stroke iskemik serta peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis
merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat komplek dan multifaktor serta
saling terkait. Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis
merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan
seperti lipid-filled macrophages (foam cells), massive extracellular lipid dan plak fibrous
yang mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan
aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi/infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya
kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streks, pembentukan
fibrous cups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil.
Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang peranan
penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit jantung koroner inflamasi
7
dimulai dari pembentukan awal plak hingga terjadinya ketidakstabilan plak yang akhirnya
mengakibatkan terjadinya ruptur plak dan trombosis pada SKA. Perjalanan proses
aterosklerosis (initiation, progression dan complication pada plak aterosklerotik), secara
bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah
terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh
darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau
kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan/atau penyumbatan
pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah
proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh koroner.
Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses
aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang
dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil /progresif
yang dikenal juga dengan SKA.
Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya darah beku yang
terdapat di dalam pembuluh darah atau kavitas jantung. Ada dua macam trombosis, yaitu
trombosis arterial (trombus putih) yang ditemukan pada arteri, dimana pada trombus tersebut
ditemukan lebih banyak platelet, dan trombosis vena (trombus merah) yang ditemukan pada
pembuluh darah vena dan mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih sedikit
platelet. Komponen-komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah dinding
pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem koagulasi,
sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah.
Patogenesis terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi dan oklusi
trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis yang vulnerable
mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama SKA yang dipicu oleh erosi, fisur, atau
rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang tidak
stabil (vulnerable atherosclerotic plaques) dengan karakteristik; lipid core besar, fibrous cups
tipis, dan bahu plak (shoulder region of the plague) penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi
seperti sel limfosit T dan lain-lain (Gambar 3). Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan
persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti
apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur
pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi
oleh kerentanan (vulnerability) plak.
Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri
koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan tissue factor) ke
dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta pembentukan fibrin,
membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan
oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur
pada plak aterosklerosis yang relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan
tidak sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya transien/labil dan
menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 1020 menit (Tabel 1). Bila oklusi
menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau lisis trombus yang
cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak
seluruh lapisan miokard). Trombus yang terjadi lebih persisten dan berlangsung sampai lebih
dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompesasi oleh kolateral maka keseluruhan
lapisan miokard mengalami nekrosis dikenal dengan STEMI. Trombus yang terbentuk bersifat
fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang
berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural.
Sekarang semakin diyakini dan lebih jelas bahwa trombosis adalah sebagai dasar
mekanisme terjadinya SKA, trombosis pada pembuluh koroner terutama disebabkan oleh
pecahnya vulnerable plak aterosklerotik akibat fibrous cups yang tadinya bersifat protektif
menjadi tipis, retak dan pecah. Fibrous cups bukan merupakan lapisan yang statik, tetapi
selalu mengalami remodeling akibat aktivitas-aktivitas metabolik, disfungsi endotel, peran
sel-sel inflamasi, gangguan matriks ekstraselular atau extra-cellular matrix (ECM) akibat
aktivitas matrix metallo proteinases (MMPs) yang menghambat pembentukan kolagen dan
aktivitas inflammatory cytokines. Perkembangan terkini menjelaskan dan menetapkan bahwa
proses inflamasi memegang peran yang sangat menentukan dalam proses poto-biologis SKA,
dimana vulnerabilitas plak sangat ditentukan oleh proses inflamasi. Inflamasi dapat bersifat
10
lokal (pada plak itu sendiri) dan dapat bersifat sistemik. Inflamasi juga dapat mengganggu
keseimbangan homeostatik.
Pada keadaan inflamasi terdapat peninggian konsentrasi fibrinogen dan inhibitor
aktivator plasminogen di dalam sirkulasi. Inflamasi juga dapat menyebabkan vasospasme
pada pembuluh darah karena tergganggunya aliran darah. Vasokonstriksi pembuluh darah
koroner juga ikut berperan pada patogenesis SKA. Vasokonstriksi terjadi sebagai respon
terhadap disfungsi endotel ringan dekat lesi atau sebagai respon terhadap disrupsi plak dari
lesi itu sendiri. Endotel berfungsi mengatur tonus vaskular dengan mengeluarkan faktor
relaksasi yaitu nitrit oksida (NO) yang dikenal sebagai Endothelium Derived Relaxing Factor
(EDRF), prostasiklin, dan faktor kontraksi seperti endotelin-1, tromboksan A2, prostaglandin
H2. Pada disfungsi endotel, faktor kontraksi lebih dominan dari pada faktor relaksasi. Pada
plak yang mengalami disrupsi terjadi platelet dependent vasocontriction yang diperantarai
oleh serotonin dan tromboksan A2, dan thrombin dependent vasoconstriction diduga akibat
interaksi langsung antara zat tersebut dengan sel otot polos pembuluh darah.
III.4
FAKTOR RESIKO
Faktor risiko utama yang tidak dapat dimodifikasi antara lain adalah umur, jenis
kelamin laki-laki, dan riwayat penyakit penyakit jantung koroner pada anggota keluarga
diusia muda (anggota keluarga laki-laki muda dari usia 55 tahun atau anggota keluarga
perempuan yang lebih muda dari usia 65). Faktor risiko tambahan yang dapat diubah antara
lain obesitas dan jumlah aktivitas fisik. Baru-baru ini marker penentu yang berhubungan
dengan perkembangan arterosklerosis dan sedang dievaluasi sebagai factor risiko baru adalah
naiknya jumlah hal-hal berikut dalam sirkulasi : 1) Metabolisme asam amino homocysteine,
2) pertikel lipoprotein khusus, dan 3) marker inflamasi tertentu yang terdiri atas reaktan fase
akut dar C-reaktif protein.4
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
1. Dislipidemia
Jumlah lipid yang abnormal dalam sirkulasi menjadi bukti tetap dan terbesar sebagai
faktor risiko utama terhadap perkembangan arterosklerosis. Studi observasional telah
menunjukkan hubungan antara negara dengan konsumsi asam lemak jenuh rendah dengan
jumlah kolesterol serum yang rendah (contohnya Jepang dan Negara-negara di Mediterania),
Amerika serikat dan Negara lainnya dengan konsumsi lemak jenuh dan kolesterolnya tertinggi
memiliki angka kematian yang tinggi terhadap penyakit jantung koroner.4,7,8
11
Data yang sama dari studi Framingham menunjukkan bahwa risiko penyakit jantung
iskemik meningkat seiring dengan total kolesterol serum yang tinggi. Risiko penyakit jantung
koroner meningkat kira-kira dua kali lipat pada individu yang level total kolesterolnya 240
mg/dL dari pada individu yang level kolesterolnya 200 mg/dL.4
Normalnya, kandungan kolesterol intraseluler dipertahankan dengan memperketat
regulasi asupan kolesterol, sintesis de novo, penyimpanan, dan membuangnya dari sel. Enzim
HMG CoA reductase adalah langkah untuk membatasi biosintesis kolesterol intraseluler dan
dikontrol oleh reseptor terkait endositosis dari partikel LDL sirkulasi. Level kolesterol yang
tinggi dapat menghambat enzim HMG CoA reduktase dan sinyal sel untuk mengurangi
produksi reseptor LDL. Jumlah kolesterol intraseluler yang cukup pada sel perifer selalu
dipicu oleh peningkatan produksi Cholesterol efflux regulatory protein (CERP), produk yang
baru-baru ini teridentifikasi adalah gen ATP binding Cassette 1 (ABC A-1). CERP memediasi
transfer kolesterol membran ke partikel HDL, yang mengirim kolesterol berlebih kembali ke
hati dalam proses yang dikenal sebagai transport balik kolesterol. Dengan kemampuan ini
dapat membuang lipid intraseluler, HDL melindungi lagi akumulasi lipid, dan level HDL
serum berbanding terbalik dengan kejadian penyakit arterosklerotik. HDL sering juga disebut
sebagai kolesterol baik.4
Sebaliknya, jumlah LDL yang tinggi berhubungan dengan meningkatnya kejadian
arterosklerosis dan penyakit kardiovaskuler. Saat jumlahnya berlebihan, LDL dapat
terakumulasi di rongga subendothelial dan mengalami modifikasi kimia dan merusak tunika
intima mengakibatkan perkembangan arterosklerosis. LDL sering disebut juga Lemak
Jahat.4
Kenaikan LDL serum dapat disebabkan berbagai alas an, termasuk diet tinggi lemak
atau dikarenakan kerusakan pada mekanisme penghambatan reseptor LDL. Pasien dengan
kerusakan genetic reseptor LDL (biasanya heterozigot dengan satu normal dan satu kerusakan
gen yang mengkode reseptor) tidak dapat membuang LDL dari sirkulasi dengan efisien.
Keadaan ini disebut familial hiperkolesterolemia, dan begitu juga dengan individu yang
memiliki LDL plasma tinggi dan berkembang menjadi arterosklerosis premature. Homozigot
yang kekurangan reseptor LDL total dapat bertahan selama decade pertama kehidupan.4
Meningkatkan bukti keterkaitan trigliserida kaya lipoprotein, seperti VLDL dan IDL,
dalam perkembangan arterosklerosis. Belum sepenuhnya jelas jika partikel ini ikut andil
secara langsung dalam aterogenesis atau secara sederhana ikut serta bersama dengan
rendahnya level kolesterol HDL. Untuk catatan, lemahnya kontrol diabetes mellitus tipe II
12
sering berhubungan dengan hipertrigliseridemia rendahnya level HDL, sering diikuti dengan
obesitas sentral (meningkatnya ukuran lingkar abdomen) dan hipertensi. Gabungan dari factor
risiko tersebut dapat berhubungan dengan ketahanan insulin dan khususnya atherogenik.
Penyebab sekunder dari rendahnya level lipid serum terkait dengan penyakit tiroid, ginjal, dan
hati.4
2. Merokok
Merokok dapat memicu terjadinya aterosclerosis, melingkupi meningkatnya proses
oksidasi modifikasi dari LDL dan menurunkan HDL dalam sirkulasi. Kelainan disfungsi
endotel pembuluh darah disebabkan karena jaringan tersebut mengalami hipoksia dan
peningkatan adhesi dari trombosit, peningkatan molekul leukosit dan respon inflamasi
stimulasi yang tidak sesuai dari nervus simpotikus oleh nikotin dan perpindahan dari oksigen
menjadi karbon monoksida pada hemoglobin. Dari percobaan yang dilakukan pada hewan
merokok mempunyai konstribusi dalam terjadinya aterosklerosis.4,7,8
Secara kebetulan penghentian terhadap kebiasaan merokok bisa merubah efek
buruknya. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa seseorang yang sudah berhenti merokok
dapat mengurangi terjadinya aterosklerosis dari pada orang yang merokok. Salah satu studi
mengatakan bahwa, setelah 3 tahun berhenti merokok resiko terkena penyakit jantung koroner
menjadi sama dengan orang yang tidak pernah merokok.4
3. Diabetes melitus
Diabetes meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis dan orang dengan diabetes
melitus memiliki 2-3 kali peningkatan kemungkinan terjadi gangguan pada kardiovaskular.
Mekanismenya bisa berhubungan dengan non-enzim glycation dari lipoprotein pada pasien
diabetes (hal tersebut berhubungan dengan besarnya ambilan kolesterol oleh makrofag
scavenger) atau kecenderungan protrombotik dan anti fibrinolitik. Keadaan tersebut mungkin
banyak terjadi pada pasien dengan kondisi ini.4,7
Seseorang dengan diabetes seringkali memiliki fungsi endotel yang lemah ini dapat
diukur dari menurunnya bioavailabilitas dari NO dan meningkatnya perlekatan leukosit.
Contoh : kadar serum glukosa yang terjaga pada pasien diabetes mengurangi resiko
komplikasi mikrovaskuler antaralain seperti retinophati dan neprophaty.4
Diabetes tipe- II adalah bagian tersering dalam syndrom metabolik dalam hal ini
berhubungan dengan hipertensi, kadar lemak yang abnormal (hipertrigliserida, HDL rendah,
partikel LDL padat) dan bertambahnya ukuran lingkar perut.4
13
Kunci pada sindrom adalah adanya resistensi insulin pada sel-sel peripheral. Faktanya
ada resistensi insulin ini muncul untuk mendorong terjadinya aterosklerosis, lama sebelum
berdampak pasien yang didapati dengan diabetes.4
4. Hipertensi
Kenaikan tekanan darah (sistolik atau diastolik) memperbesar kemungkinan untuk
beresiko aterosklerosis, peyakit jantung koroner dan stroke. Hubungan kenaikan darah dengan
penyakit kardiovaskular tidak memperlihatkan hasil akhir yang baik. Lebih dari itu resiko
akan terus naik dengan nilai progresif yang tinggi. Tekanan sistolik diprediksi menurunkan
out come lebih nyata dari pada tekanan diastolik terutama pada usia tua.4,7,8
Hipertensi mungkin memicu aterosklerosis dengan berbagai cara. Penelitian yang
dilakukan pada bintang memperlihatkan kenaikan tekanan darah dapat melukai endotel dan
meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga lipoprotein menjadi lebih
mudah untuk masuk ke dinding pembuluh darah tersebut. Peningkatan hemodinamik stress
dapat juga meningkatkan jumlah reseptor scanvanger di makrofag, juga meningkatkan foam
sel. Siklus rantai circum ferential, dapat meningkatkan tekanan arteri yang dapat
meningkatkan produksi sel otot polos yang mengikat proteoglikan dan menahan partikel LDL,
memacu akumulasi di tunika intima dan memfasilitasi perubahan oksidatif. Angiotensin II
adalah sebuah mediator hipertensi tidak hanya sebagai vasokontriktor tetapi juga sebagai
sitokin pro-inflamasi. Dengan demikian hipertensi juga dapat menimbulkan proses
aterogenesis yang melibatkan proses inflamasi.4
III.5
KLASIFIKASI
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan
karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEACS dapat segera mendapat terapi
reperfusi sebelum hasil pemriksaan marker jantung tersedia.
III.6
DIAGNOSIS
III.6.1 Anamnesis
Diagnosa adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan
pada tiga kriteria, yaitu; gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram)
dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala
kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari
sebagian besar pasien dengan SKA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina
dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan petanda
awal dalam pengelolaan pasien SKA.
Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut :
Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan
Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.
Berat
ringannya
nyeri
bervariasi.
Sulit
untuk
membedakan
antara
gejala
APTS/NSTEMI dan STEMI. Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal
ventrikel kiri akut. Gejala yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek,
rasa tidak nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita,
penderita diabetes dan pasien lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan
faktor risiko kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis.
III.6.2 Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan
kondisi lain sebagai konsekuensi dari APTS/NSTEMI. Hipertensi tak terkontrol, anemia,
16
tirotoksikosis, stenosis aorta berat, kardiomiopati hipertropik dan kondisi lain, seperti
penyakit paru. Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan
prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan
bahwa pasien memiliki kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK).
III.6.3 Elektrokardiografi
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat
sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :
1) Depresi segmen ST > 0,05 mV
2) Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang T yang simetris di
sandapan prekordial
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama
Sustained VT. Serial EKG 12 lead harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST.
Namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI.
Berdasarkan kelainan EKG IMA dibagi atas 2 yaitu :
IMA dengan gelombang Q
i. Mula-mula terjadi elevasi segmen ST yang konveks pada hantaran yang
mencerminkan daerah IMA. Kadang baru terjadi beberapa jam setelah
serangan. Depresi segmen ST yang resiprokal terjadi [ada hantaran yang
berlawanan.
ii. Diikuti terbentuknya gelombang Q patologis yang menunjukkan IMA
transmural (terjadi 24 jam pertama IMA).
iii. setelah elevasi segmen ST berkurang, gelombang T terbalik (inversi).
Keduanya dapat menjadi normal setelah beberapa hari atau minggu.
o
o
o
o
o
o
o
Anterior
Ateroseptal
Anterolateral
Anterior luas
Anterolateral tinggi
Posterior
Ventrikel kanan
: V3-V4
: V1-V2
: I, aVL, V5-V6
: I, aVL, V1-V6
: I, aVL
: V1-V2
: II,III, aVF,V3R,V4R
17
erat berkaitan dengan kematian pasien dengan SKA tanpa elevasi segmen ST, dan naiknya
risiko dimulai dengan meningkatnya kadar CKMB diatas normal. Meskipun demikian nilai
normal CKMB tidak menyingkirkan adanya kerusakan ringan miokard dan adanya risiko
terjadinya perburukan penderita. Troponin khusus jantung merupakan petanda biokimia
primer untuk SKA. Sudah diketahui bahwa kadar troponin negatif saat < 6 jam harus diulang
saat 6-12 jam setelah onset nyeri dada. Pemeriksaan troponin jantung dapat dilakukan di
laboratorium kimia atau dengan peralatan sederhana / bediside. Jika dilakukan di
laboratorium, hasilnya harus dapat diketahui dalam waktu 60 menit.
III.7
PENATALAKSANAAN
Oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6jam pertama tanpa
Morfin Sulfat 1-5mg intravena, dapat diulang setiap 10-30menit, bagi pasien
yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual
BAB IV
Non-ST Elevation Acute Coronary Syndrome, NSTEACS
NSTEACS dibedakan menjadi 2 berdasarkan kenaikan penanda biokimia jantung
(Troponin I/T atau CKMB), menjadi; Non ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) dan Angina
Pectoris Tak Stabil (Unstable Angina Pectoris, UAP). Menurut pedoman American College
of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) perbedaan antara angina
pectoris tak stabil dengan infark miokard tanpa elevasi segmen ST adalah adanya penada
jantung pada pemeriksaan. Diagnosis angina pectoris tak stabil bila pasien memiliki keluhan
iskemia tanpa disertai kenaikan penanda jantung seperti troponin dan CK-MB, dengan atau
tanpa disertai perubahan EKG untuk iskemia seperti depresi segmen ST atau elevasi yang
sebentar atau adanya gelombang T negative. 1,2
IV.1
Definisi
20
Angina pektoris adalah suatu nyeri didaerah dada yang biasanya menjalar ke bahu dan lengan
kiri yang disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke jantung. Sedangkan yang termasuk
angina pectoris tak stabil antara lain:
1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina tersebut cukup
berat dan frekuensi nya cukup sering lebih dari 3 kali sehari,
2. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil lalu
serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya sedangkan faktor
presipitasinya lebih ringan.
3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.
Angina pectoris tak stabil dengan NSTEMI merupakan suatu kesinambungan dengan
kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksaan
keduanya tidak berbeda.
Penilaian Risiko
21
II.
III.
1) Seleksi ruang perawatan (CVCU, intermediate ward, atau rawat jalan) dan
2) Seleksi pengobatan yang tepat, seperti antagonis GP IIb/ IIIa dan intervensi koroner
Kriteria untuk risiko terhadap kematian atau Infark Miokard Akut (IMA )
1. Risiko tinggi
a. Riwayat: keluhan iskemia semakin berat dalam 48 jam sebelumnya, sakit dada
>20menit, dan masih dalam keadaan sakit pada saat datang, angina saat
istirahat yang tidak hilang dengan nitrat
b. Pemeriksaan fisik: edema paru akibat iskemia, regurgitasi mitral baru atau
perburukan, ronkhi basah yang banyak, bradikardi atau takikardi, umur
>75tahun.
c. EKG: Angina at rest dengan perubahan segmen ST yang bersifat sementara,
Bundle branch block/BBB yang baru atau diperkirakan baru, sustained
ventricular tachycardia (tertahan).
d. Kardio marker: peningkatan kadar Troponin, TnT atau Tn I >0.1mg/ml
2. Risiko sedang
a. Riwayat: Pernah MI, penyakit perifer atau serebrovaskuler CABG, pemakai
aspirin, rest angina >20menit tetapi saat datang, sakit dada sudah
berkurang/hilang. Rest angina <20menit dan hilang dengan nitrogliserin
sublingual. Umur >70 tahun
b. EKG: inversi gelombang T > 0.2 mV, Q patologis
c. Kardo marker: meningkat ringan
3. Risiko rendah
a. Riwayat: New onset CSS klas III atau II angina dalam waktu 2 bulan terakhir,
tidak ada rest pain yang lama, tidak termasuk kemungkinan APTS/NSTEMI
sedang atau tinggi
b. EKG: normal atau tidak berubah selama episode discomfort.
c. Kardio marker: normal
IV.3 Diagnosis9,10
IV.3.1. Anamnesis
Keluhan pasien antara lain adalah keluhan angina untuk pertama kali atau angina yang
semakin memberat dari biasa. Angina biasa dirasakan saat beraktivitas atau pada saat istirahat.
Nyeri dada ini biasanya dirasakan beserta keluhan sesak nafas, mual sampai muntah, keringat
dingin. Nyeri dadanya bersifat khas, dengan kriteria sebagai berikut:
Kualitas nyari
Rasa tertekan/tertindih1,4
Rasa tidak nyamanan/kesusahan/kegelisahan1,4
Rasa seperti kesempitan1,4
Rasa berat1,4
Lokasi
23
Nyeri angina pektoris biasanya pasien tidak mengetahui letak sumber nyeri (diffuse),
dan biasanya letak nyeri berlokasi di retrosternal, atau di perikardium kiri. Tetapi nyeri
bisa menjalar ke dada, punggung, leher, rahang bawah atau perut bagian atas. Rasa
dalam maka dianjurkan melakukan pemeriksaan angiografi koroner untuk menilai apakah
perlu dilakukan tindakan revaskularisasi koroner.
Ekokardiografi
Tes menggunakan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak
stabil hanya memberikan gambaran prognosis pada pasien angina pectoris tak stabil. Bila
tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitraldan abnormalitas
gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosinya kurang baik.
IV.4 Penatalaksanaan
Terapi umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit, sebaiknya diunit intensif koroner. Penatalaksaan
pertama adalah tirah baring (bedrest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin di
indikasikan bila pasien masih merasakan nyeri dada setelah diberikan nitrogliserin.
1) Pasang infus intravena : dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.
2) Aktivitas: istirahat di tempat tidur dengan kursi commode di samping tempat tidur dan
mobilisasi sesuai toleransi setelah 12 jam.
3) Diet: puasa sampai nyeri hilang, kemudian diet cair. Selanjutnya diet jantung (rendah
lemak tinggi serat).
4) Medikamentosa:
o Oksigen nasal 2 l/mnt; terutama pada pasien sianosis, distress pernafasan atau
risiko tinggi.
o Mengatasi rasa nyeri: nitrat sublingual atau patch. Jika angina tidak membaik
setelah pemberian nitrogliserin sublingual 3 kali berturut-turut atau setelah
terapi anti-iskemik adekuat angina berulang diberikan: nitrogliserin drip atau
morfin 2,5 mg intravena, dapat diulang tiap lima menit sampai dosis total 20
mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.
o Aspirin 80 325 mg hisap atau telan, tiklopidin 2 x 250 mg jika terdapat
hipersensitivitas atau kontraindikasi terhadap aspirin.
o Heparin intravena sesuai protokol. Target aPTT 1,5-2,5 kontrol. Biasanya
diberikan 3-5 hari tergantung respon klinis.
o Nitrat oral atau topikal kerja panjang setelah nitrogliserin sublingual
o Penghambat beta:
25
o Mengatasi rasa takut dan cemas: diazepam 3 x 2-5 mg oral atau IV.
o Obat pelunak tinja, laktulosa (laksadin) 2 x 15 ml.
o Pertimbangkan antagonis kalsium terutama deltiazem bila ditemukan:
hipertensi, iskemia refrakter, angina varian.
o Kateterisasi jantung segera dilakukan pada pasien dengan episode iskemia
berat.
dengan: edema paru akut, regurgitasi mitral baru atau perburukan, hipotensi,
perubahan ST-T baru.
Farmakoterapi
Obat Anti Iskemia
Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang dapat diberikan
terapi awal mencakup nitrat sub lingual dan dilanjutkan intravena dan pemberian beta blocker
oral. Antagonis kalsium dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat diberikan beta blocker.
1. Nitrat
Menyebabkan vasodilatasi vena dan arteriol perifer, sehingga menurunkan preload
dan
Nitrat pertama kali harus diberikan secara sublingual atau spray bukal, jika
nyeri menetap diberikan nitrat 3 kali dalam interval 5 menit. Pemberian nitrogliserin
secara intravena direkomendasikan mulai 5-10g/menit, laju infuse ditingkatkan
10g/menit tiap 3-5 menit hingga keluhan menghilang atau tekanan darah sistolik
<100 mmHg. Setelah pasien bebas nyeri dalam 12-24 jam pemberian secara IV diganti
dengan oral. Kontra indikasi jika pasien hipotensi atau penggunaan sildenafil atau
sekelasnya dalam 24 jam.
2. Beta blocker
Pemberian beta blocker menurunkan kebutuhan oksigen miokard melalui
penurunan denyut jantung dan daya kontraktilitas miokard. Semua pasien dengan
angina tak stabil diberi dengan beta blocker kecuali terdapat kontra indikasi yaitu
pasien dengan asthma dan bradiaritmia. Berbagai macam beta-blocker seperti
propanolol, metopropol, atenolol, telah diteliti pada pasien dengan angina tak stabil,
yang menunjukan efektivitas yang serupa.
Target pemberian beta blocker adalah frekuensi jantung 50-60 kali/menit. Pada
nyeri dada persisten dan rekuren dengan pemberian beta blocker dan nitrat diberikan
antagonis kalsium dan morfin dengan dosis 1-5 mg dapat diberikan tiap 5-30 menit
hingga dosis 20 mg.
3. Antagonis kalsium
Terdiri dari 2 golongan : dihidropiridin dan nondihidropiridin seperti diltiazem
dan verapamil. Kedua golongan ini memberikan efek vasodilatasi koroner dan
menurunkan tekanan darah. Pemakaian antagonis kalsium bila pasien memiliki
kontraindikasi terhadap beta blocker.
Golongan dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat dan
penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit, dan efek inotropik negatif
juga lebih kecil. Pada pasien dengan angina tak stabil yang mendapat antagonis
kalsium, menunjukan tak ada pengurangan angka kematian dan infark. Pada pasien
yang sebelumnya tidak mendapat antagonis, pemberian nifedipin menaikkan infark
dan angina yang rekuren sebesar 16%, sedangkan kombinasi nifedipin dan metoprolol
dapat mengurangi kematian dan infark sebesar 20%, tapi kedua studi itu tidak
bermakna. Kenaikan mortalitas mungkin karena pemberian nifedipin menyebabkan
takikardia dan kenaikan kebutuhan oksigen.
Verapamil dan diltiazem dapat memperbaiki survival dan mengurangi infark
pada pasien pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal.
Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan keuntungan pada
golongan nondihidropiridin. Pada pasien SKA dengan faal jantung normal.
27
28
tindakan PCI. Abciximab disetujui untuk pasien angina tak stabil dan NSTEMI yang
direncanakan dalam 12 jam.
Obat Antitrombin
1. Unfractionated heparin
Ikatan antara antitrombin III dengan heparin akan menghambat thrombin dan
faktor Xa. Heparin juga dapat berikatan dengan protein plasma lain sehingga dapat
mempengaruhi bioavailibilitasnya. Kelemahan yang lain adalah efek hambatan ini
dapat dirusak oleh platelet faktor 4. Menurut metaanalisis dari 6 penelitian
menunjukan bahwa pemberian heparin bersamaan aspirin dapat mengurangi resiko
sebesar 3% dibandingkan aspirin saja. Activated partial thromboplastin time (APTT)
harus 1.5-2.5 kali kontrol dan dilakukan pemantauan tiap 6 jam setelah pemberian.
Pemeriksaan trombosit juga perlu untuk mendeteksi adanya kemungkinan heparininduced thrombositopenia (HIT).
2. Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
Dibuar dengan melakukan depolimerisasi rantai polisakarida heparin.
Kebanyakan mengandung sakarida kurang dari 18 dan hanya bekerja pada faktor Xa,
sedangkan heparin menghambat faktor Xa dan trombin. Obat yang beredar di
Indonesia antara lain adalah dalteparin,nadroparin dan enoksaparin. Dibandingkan
dengan heparin adalah LMWH mempunyai ikatan terhadap protein plasma kurang,
sehingga bioavailibilitasnya lebih besar dan tidak mudah dinetralisir oleh faktor 4,
lebih besar pelepasan tissue factor pathway inhibitor(TFPI) dan kejadian
trombositopenia lebih sedikit. Keuntungan pemberian LMWH karena cara pemberian
mudah yaitu dapat disuntikan secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan
laboratorium.
3. Direct Trombin Inhibitor
Bekerja langsung mencegah pengaktivan thrombin (pembentukan pembekuan
darah) tanpa dihambat oleh plasma protein dan platelet faktor 4. Yang termasuk dalam
golongan ini adalah. Bivalirudin telah disetuji untuk menggantikan heparin pada
pasien angina tak stabil yang menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat
menggantikan heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat heparin (HIT).
29
BAB V
ST Elevation Acute Coronary Syndromes, STEACS (STEMI)
V.1
Diagnosis
Diagnosis STEMI ditegakkan dengan anamnesis khas IMA , gambaran EKG adanya
elevasi segmen ST lebih dari atau sama dengan 2 mm pada minimal 2sandapan prekordial
yang berdampingan, elevasi segmen ST lebih dari atau sama dengan 1 mm pada 2 sandapan
ekstrimitas dan pemeriksaan penanda jantung, troponin T yang meningkat, memperkuat
diagnosis.2,3
V.1.1. Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis dengan
cermat apakah nyeri tesebut berasal dari jantung atau bukan. Perlu dianamesis adanya riwayat
infark miokard sebelumnya serta faktor risiko lain seperti hipertensi, DN, dislipidemia,
merokok, serta stress. Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi
STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi, atau penyakit medis atau bedah. Walaupun
STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasisirkadian dilaporkan pada pagi hari
dalam beberapa jam setelah bangun tidur.
V.1.2. Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas
pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak
keringat curiga kuat adanya STEMI. Seperempat pasien infark anterior mengalami
manifestasi hiperaktivitas simpatis dan setengan pasien infark inferior menunjukkan
30
hiperaktivitas parasimpatis. Pada pasien IMA terjadi disfungsi ventrikel yaitu, S3 dan S4
gallop, penurunan intensitas S1 dan split paradoksal S2.
Dapat ditemukan ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apical sementara
karena adanya disfungsi katup mitral dan pericardial friction rub. Pada minggu pertama pasca
STEMI dapat ditemukan peningkatan suhu sampai 38 derajat.
V.1.3. Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG dilakukan segera pada pasien yang memiliki gejala khas. Jika
pemantauan EKG awal tidak ditemukan adanya elevasi ST namun pasien tetap simptomatik
maka pasien dipantau secara serial dengan interval setiap 5-10 menit atau secara kontinu.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG ang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q,
sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus
tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak
ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tak stabil
atau nonSTEMI.
V.1.4. Penanda Jantung
peningkatan nilai 2 kali nilai normal menandakan adanya infark miokard.
CKMB : meningkat setelah 3 jam, mencapai puncak dalam 10-13 jam dan kembali
Kreatin Kinase : meningkat setelah 3-8 jam, mencapai puncak dalam 10-36 jam dan
Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis polymorfonuklear yang
terjadi beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap dalam 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai
12.000-15.000/L.
V.2
Penatalaksaan
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada dan
implementasi strategi referfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi
antiplatet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA
Tata laksana awal
1. Tata laksana pra hospital
Prognosis STEMI tergantung terhadap 2 kelompok kolmplikasi yaitu komplikasi
elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Elemen utama tata
laksana pre hospital :
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
Segera memanggil tim emergensi medis dan segera melakukan resusitasi
Tranportasi pasien ke rumah sakit yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf
medis dokter dan perawat yang terlatih
Melakukan terapi reperfusi.
2. Tata laksana di ruang emergensi
Tata laksana mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat
pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien yang tepat dan
hindari pemulangan cepat pada pasien dengan STEMI.
Tata laksana Umum
1. Oksigen
Pada pasien dengan saturasi oksigen < 90% harus diberikan oksigenasi segera. Pada
semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.
2. Nitrogliserin (NTG)
NTG dapat diberikan dalam dosis 0,4mg sebanyak 3 kali dengan interval 5 menit.
Terapi NTG dihandari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau
pasien yang dicurigai infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP
meningkat, paru bersih dan hipotensi) dan pada pasien yang mengkonsumsi sedenafil
karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
32
IV.
Efek vagotonik yang dapat menyebabkan bradikari dan blok jantung derajat
tinggi terutama pasien infark posterior. Efek ini dapat diatasi dengan
pemberian atropine 0,5 mgIV.
4. Aspirin
Tatalaksana dasar pasien yang dicurigai STEMI.inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksai kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg diberikan diruang emerensi, dilanjutkan
dengan oral dosis 75-162 mg.
5. Beta blocker
Pada pemberian morfin dan nitrat yang tidak meredakan nyeri dada diberikan beta
blocker. Pemberian 5 mg metoprolol setiap 3-5 menit dalam 3 dosis, harus
diperhatikan :
Frekuensi >60 kali/menit
Tekanan sistolik >100mmHg
Interval PR <0,24 mm
Ronki tidak lebih dari 10cm dari diafragma
6. Terapi reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi ventrikel sehingga mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikuler maligna.
Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical
contat-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit
atau door-to-balloon (atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai
dalam 60 menit.
Langkah langkah penilaian dalam memilih terapi reperfusi pada pasien STEMI :
1. Nilai waktu dan risiko
a. Waktu sejak onset gejala
Prediktor penting luas infark dan outcome pasien. Efektivitas obat
fibrinolisis dalam menghancurkan trombus sangat tergantung dengan
33
waktu. Terapi fibrinolisis yang diberikan pada 2 jam pertama (terutama jam
pertama) terkadang menghentikan infark miokard dan secara dramatis
menurunkan angka kematian. Beberapa laporan menunjukan tidak ada
pengaruh keterlambatan waktu terhadap laju mortalitas jika PCI dikerjakan
setelah 2 sampai 3 jam setelah gejala.
b. Risiko STEMI
Jika estimasi mortalitas sengan fibrinolisis sangat tinggi seperti pada pasien
renjatan kardiogenik, bukti klinis menunjukan strategi PCI lebih baik.
c. Risiko fibrinolitik
Semakin tinggi resiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis, semakin kuat
keputusan untuk memilih PCI.
d. Waktu yang dibutuhkan dalam transportasi menuju laboratorium PCI yang
mampu
Adanya fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama apakah
PCI dapat dikerjakan. Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI,
penelitian menunjukkan PCI lebih superior dari reperfusi farmakologis.
Jika composite end point kematian, infark miokard rekuren nonfatal atau
stroke dianalisis, superioritas PCI terutama dalam hal penurunan laju infark
miokard nonfatal berulang.
2. Tentukan apakah terapi fibrinolisis atau terapi invasive lebih disukai. Jika
presentasi kurang dari 3 jam dan tidak ada keterlambatan untuk tindakan invasive,
maka tidak ada pilihan strategi lain.
Reperfusi farmakologis :
Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit
sejak masuk (door-to-needle-time< 30menit). Tujuan utama fibrinolisis adalah
restorasi cepat patensi arteri koroner.
Jika dinilai secara angiografi, aliran didalam arteri koroner yang terlibat (culprit)
digambarkan dengan skala kualitatif sederhana disebut thrombolysis in myocardial
infarction (TIMI) grading system:
Grade 0 : menunjukan oklusi total (complete occlusions)
Grade 1: menunjukan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik
34
aliran normal.
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, karena perfusi penuh pada arteri
koroner ysng terkena infark menunjukan hasil yang lebih baik balam membatasi
luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas
jangka pendek dan jangka panjang.
Terapi fibrinolitik
Indikasi terapi fibrinolitik
Klas I
1. Jika tidak ada kontraindikasi, dilakukan pada pasien STEMI dengan onset
gejala <12 jam dan Elevasi ST > 0,1 mV pada sekurang-kurangnya dua
sadapan prekordial atau sekurang-kurangnya dua sadapan ekstremitas.
2.
Jika tidak ada kontraindikasi , onset gejala < 12 jam, dan LBBB baru atau
diduga baru.
Klas IIa
1. Jika tidak ada kontraindikasi, onset gejala <12 jam dan EKG 12 sandapan
konsisten dengan infark miokard posterior.
2. Jika tidak ada kontraindikasi, dengan gejala mulai dari <12jam sampai 24 jam
yang mengalami gejala iskemia yang terus berlanjut dan elevasi ST 0.1 mV
pada sekurang-kurangnya 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau
skurang-kurangnya 2 sandapan ekstremitas.
minggu
Perdarahan internal dalam 24 minggu terakhir
Terapi anti koagulan oral
Kehamilan
Non compressible puncture
Ulkus peptikum aktif, Khusus untuk streptokinase / anistreplace riwayat alergi
pada zat tersebut
mencakup
memperbaiki
spesifisitas
fibrin
dan
Terapi Fibrinolisis
V.3
Komplikasi
1. Aritmia
Beberapa aritmia mungkin timbul pada IMA. Hal ini disebabkan perubahan-perubahan
listrik jantung sebagai akibat iskemia pada tempat infark atau daerah perbatasan yang
mengelilingi, kerusakan sistem konduksi, lemah jantung kongestif atau keseimbangan
elektrolit yang terganggu.
o Aritmia ventrikel: Ekstra sistol ventrikular (VES) sering terjadi pada IMA.
Takikardia ventrikel (VT) atau fibrilasi ventrikel (VF). VES dapat merupakn
pencetus timbulnya VT atau VF.
o Aritmia atrial: Atrial takikardia, Atrial fibrilasi (AF), Atrial flutter jarang
terjadi tetapi bila ada, dapat menyebabkan gangguan hemodinamik.
37
4. Emboli/Tromboemboli
Emboli paru: Adanya gagal jantung dengan kongesti vena, disertai tirah baring yang
berkepanjangan merupakan faktor predisposisi trombosis vena-vena tungkai bawah
yang mungkin lepas dan terjadi emboli paru dan mengakibatkan kemunduran
hemodinamik (DVT)
5. Ruptura
Komplikasi ruptura miokard mungkin terjadi pada IMA dan menyebabkan
kemunduran fungsi hemodinamik. Ruptura biasanya pada batas antara zona infark dan
normal. Ruptura yang komplit (pada free wall) menyebabkan perdarahn cepat ke
dalam kavum pericard sehingga terjadi tamponade jantung dengan gejala klinis yang
cepat timbulnya.
Ruptur IVS: timbul VSD akut dengan L to R shunt. Disfungsi M. Papilaris
akibat iskemia atau ruptura partial atau ruptur komplit akan menyebabkan perburukan
hemodinamik.
V.4
Prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA, antara lain:
Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana; s3 gallop,
kongesti paru, dan syok kardiogenik.
38
Kelas
Definisi
Mortalitas (%)
II
17
III
30-40
IV
60-80
Klasifikasi Forrester
berdasarkan monitoring hermodinamik indeks jantung dan pulmonary capillary
wedge presure (PWCP)
TIMI
risk
prognosis
39
BAB VI
KESIMPULAN
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi
klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA terdiri
atas angina pektoris tidak stabil, infark miokard akut (IMA) yang disertai elevasi segmen ST,
dan IMA tanpa elevasi segmen ST. Ketiga penyakit tersebut mempunyai mekanisme
patofisiologi yang sama, yaitu disebabkan oleh terlepasnya plak yang merangsang terjadinya
agregasi trombosit dan trombosis, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan stenosis berat
atau oklusi pada arteri koroner dengan atau tanpa emboli. Sedangkan letak perbedaan antara
angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan elevasi ST adalah dari jenis trombus yang
menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-elevasi ST dengan thrombus
inkomplit/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah trobus komplet/oklusif.
Diagnosis sindrom koroner akut didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
serta
pemeriksaan
penunjang
berupa
elektrokardiogram
dan
biomarker
jantung.
Penatalaksanaan pasien dengan sindrom koroner akut dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
penatalaksanaan STEMI dan NSTEACS (UAP & NSTEMI). Pada pasien STEMI, PCI primer
merupakan terapi reperfusi yang lebih dianjurkan dibanding fibrinolisis sepanjang
keterlambatan dari onset gejala 90-120 menit. Selain itu, terdapat juga terapi awal seperti
pemberian oksigen, NTG, beta blocker, morfin, dan ASA, serta terapi sekunder berupa terapi
platelet, beta blocker, terapi penurun kadar lipid, ACE inhibitor, antagonis aldosteron, dan
40
suplemen diet. Angiografi koroner direkomendasikan pada semua pasien setelah terapi
fibrinolitik dan pada pasien yang tidak mendapat terapi reperfusi. Sedangkan pada pasien
NSTEACS, terdapat empat kategori terapi, yaitu antiiskemik, antikoagulan, antiplatelet dan
revaskularisasi koroner.
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
1. J Am Coll Cardiol. ACC/AHA 2007 Guidelines for the management of patient with
unstable
angina/non-ST elevation
myocardial
infarction.
2007. Available
at
with
ST
elevation
Myocardial
Infarction.
2007.
Available
at
42