AGUNG MAHENDRA
10213349 (2EA32)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya-lah
kami dapat menyelesaikan makalah tentang Pendidikan Kewarganegaraan yang berjudul
Demokrasi sesuai waktu yang telah diberikan. Tulisan ini disusun sebagai salah satu tugas
berupa makalah individu pada mata kuliah Soft Skill Pendidikan Kewarganegaraan
Universitas Gunadarma.
Dalam menyusun tugas makalah ini, saya banyak menerima bantuan baik dari
beberapa narasumber dan petunjuk dari berbagai pihak maupun literatur baik dari internet
maupun yang tertuang dalam buku. Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan banyak
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang sudah
banyak membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Saya mengucapkan terima kasih atas dukungannya dan menyadari masih banyak
kekurangan dari apa yang saya kerjakan dalam makalah ini, untuk itu kami mengharapkan
kritikan dan saran yang bersifat membangun agar pada penulisan makalah selanjutnya dapat
menjadi lebih baik dan sempurna.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara
dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan
warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan,
pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan
budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
Kata ini berasal dari bahasa Yunani (dmokrata) "kekuasaan rakyat",yang
terbentuk dari (dmos) "rakyat" dan (kratos) "kekuatan" atau "kekuasaan" pada
abad ke-5 SM untuk menyebut sistem politik negara-kota Yunani, salah satunya Athena; kata
ini merupakan antonim dari (aristocratie) "kekuasaan elit". Secara teoretis,
kedua definisi tersebut saling bertentangan, namun kenyataannya sudah tidak jelas lagi.
Sistem politik Athena Klasik, misalnya, memberikan kewarganegaraan demokratis kepada
pria elit yang bebas dan tidak menyertakan budak dan wanita dalam partisipasi politik. Di
semua pemerintahan demokrasi sepanjang sejarah kuno dan modern, kewarganegaraan
demokratis tetap ditempati kaum elit sampai semua penduduk dewasa di sebagian besar
negara demokrasi modern benar-benar bebas setelah perjuangan gerakan hak suara pada abad
ke-19 dan 20. Kata demokrasi (democracy) sendiri sudah ada sejak abad ke-16 dan berasal
dari bahasa Perancis Pertengahan dan Latin Pertengahan lama.
Suatu pemerintahan demokratis berbeda dengan bentuk pemerintahan yang kekuasaannya
dipegang satu orang, seperti monarki, atau sekelompok kecil, seperti oligarki. Apapun itu,
perbedaan-perbedaan yang berasal dari filosofi Yunani ini sekarang tampak ambigu karena
beberapa pemerintahan kontemporer mencampur aduk elemen-elemen demokrasi, oligarki,
dan monarki. Karl Popper mendefinisikan demokrasi sebagai sesuatu yang berbeda dengan
kediktatoran atau tirani, sehingga berfokus pada kesempatan bagi rakyat untuk
mengendalikan para pemimpinnya dan menggulingkan mereka tanpa perlu melakukan
revolusi. Ada beberapa jenis demokrasi, tetapi hanya ada dua bentuk dasar. Keduanya
menjelaskan cara seluruh rakyat menjalankan keinginannya. Bentuk demokrasi yang pertama
adalah demokrasi langsung, yaitu semua warga negara berpartisipasi langsung dan aktif
dalam pengambilan keputusan pemerintahan. Di kebanyakan negara demokrasi modern,
seluruh rakyat masih merupakan satu kekuasaan berdaulat namun kekuasaan politiknya
dijalankan secara tidak langsung melalui perwakilan; ini disebut demokrasi perwakilan.
Konsep demokrasi perwakilan muncul dari ide-ide dan institusi yang berkembang pada Abad
Pertengahan Eropa, Era Pencerahan, dan Revolusi Amerika Serikat dan Perancis.
2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan dari makalah ini adalah untuk menambah wawasan terhadap
demokrasi yang ada di Indonesia. Serta dapat dijadikan inspirasi bagi pembaca untuk
memajukan dan mengembangkan demokrasi di Indonesia. Disamping itu tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas berupa tulisan mata kuliah softskill
Pendidikan kewarganegaraan.
BAB II PEMBAHASAN
1. Bentuk-bentuk demokrasi
Secara umum terdapat dua bentuk demokrasi yaitu demokrasi langsung dan demokrasi
perwakilan.
a. Demokrasi langsung
Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap rakyat memberikan
suara atau pendapat dalam menentukan suatu keputusan. Dalam sistem ini, setiap rakyat
mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan sehingga mereka memiliki pengaruh
langsung terhadap keadaan politik yang terjadi. Sistem demokrasi langsung digunakan pada
masa awal terbentuknya demokrasi di Athena dimana ketika terdapat suatu permasalahan
yang harus diselesaikan, seluruh rakyat berkumpul untuk membahasnya. Di era modern
sistem ini menjadi tidak praktis karena umumnya populasi suatu negara cukup besar dan
mengumpulkan seluruh rakyat dalam satu forum merupakan hal yang sulit. Selain itu, sistem
ini menuntut partisipasi yang tinggi dari rakyat sedangkan rakyat modern cenderung tidak
memiliki waktu untuk mempelajari semua permasalahan politik negara.
b. Demokrasi perwakilan
Dalam demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan melalui pemilihan umum
untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi mereka.
2. Asas pokok demokrasi
Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat
manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungan
sosial.Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat dua asas pokok demokrasi, yaitu:
Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik
langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat
(warga negara).
Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat
penegakan hokum.
Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol
2
3. Demokrasi di Indonesia
Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar 1945 memberikan
penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam mekanisme
kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah
sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah
pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu.
Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama
kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno
menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Setelah mengalami
masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan
kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998
ketika pemerintahan junta militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi
Indonesia terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan Partai Demokrasi IndonesiaPerjuangan sebagai pemenang Pemilu.
Diskursus demokrasi di Indonesia tak dapat dipungkiri, telah melewati perjalanan
sejarah yang demikian panjangnya. Berbagai ide dan cara telah coba dilontarkan dan
dilakukan guna memenuhi tuntutan demokratisasi di negara kepulauan ini. Usaha untuk
memenuhi tuntutan mewujudkan pemerintahan yang demokratis tersebut misalnya dapat
dilihat dari hadirnya rumusan model demokrasi Indonesia di dua zaman pemerintahan
Indonesia, yakni Orde Lama dan Orde Baru. Di zaman pemerintahan Soekarno dikenal yang
dinamakan model Demokrasi Terpimpin, lalu berikutnya di zaman pemerintahan Soeharto
model demokrasi yang dijalankan adalah model Demokrasi Pancasila. Namun, alih-alih
mempunyai suatu pemerintahan yang demokratis, model demokrasi yang ditawarkan di dua
rezim awal pemerintahan Indonesia tersebut malah memunculkan pemerintahan yang
otoritarian, yang membelenggu kebebasan politik warganya.
Dipasungnya demokrasi di dua zaman pemerintahan tersebut akhirnya membuat
rakyat Indonesia berusaha melakukan reformasi sistem politik di Indonesia pada tahun 1997.
Reformasi yang diperjuangkan oleh berbagai pihak di Indonesia akhirnya berhasil
menumbangkan rezim Orde Baru yang otoriter di tahun 1998. Pasca kejadian tersebut,
perubahan mendasar di berbagai bidang berhasil dilakukan sebagai dasar untuk membangun
pemerintahan yang solid dan demokratis. Namun, hingga hampir sepuluh tahun perubahan
politik pasca reformasi 1997-1998 di Indonesia, transisi menuju pemerintahan yang
demokratis masih belum dapat menghasilkan sebuah pemerintahan yang profesional, efektif,
efisien, dan kredibel. Demokrasi yang terbentuk sejauh ini, meminjam istilah Olle Tornquist
hanya menghasilkan Demokrasi Kaum Penjahat, yang lebih menonjolkan kepentingan pribadi
dan golongan ketimbang kepentingan rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Tulisan ini berusaha
menguraikan lebih lanjut bagaimana proses transisi menuju konsolidasi demokrasi di
Indonesia belum menuju kepada proses yang baik, karena masih mencerminkan suatu
pragmatisme politik. Selain itu di akhir, penulis akan berupaya menjawab pilihan demokrasi
yang bagaimana yang cocok untuk diterapkan di Indonesia.
Munculnya Kekuatan Politik Baru yang Pragmatis Pasca jatuhnya Soeharto pada 1998
lewat perjuangan yang panjang oleh mahasiswa, rakyat dan politisi, kondisi politik yang
dihasilkan tidak mengarah ke perbaikan yang signifikan. Memang secara nyata kita bisa
melihat perubahan yang sangat besar, dari rezim yang otoriter menjadi era penuh
keterbukaan. Amandemen UUD 1945 yang banyak merubah sistem politik saat ini,
penghapusan dwi fungsi ABRI, demokratisasi hampir di segala bidang, dan banyak hasil
positif lain. Namun begitu, perubahan-perubahan itu tidak banyak membawa perbaikan
kondisi ekonomi dan sosial di tingkat masyarakat.
Perbaikan kondisi ekonomi dan sosial di masyarakat tidak kunjung berubah
dikarenakan adanya kalangan oposisi elit yang menguasai berbagai sektor negara. Mereka
beradaptasi dengan sistem yang korup dan kemudian larut di dalamnya. Sementara itu,
hampir tidak ada satu pun elit lama berhaluan reformis yang berhasil memegang posisi-posisi
kunci untuk mengambil inisiatif. Perubahan politik di Indonesia, hanya menghasilkan
kembalinya kekuatan Orde Baru yang berhasil berkonsolidasi dalam waktu singkat, dan
munculnya kekuatan politik baru yang pragmatis. Infiltrasi sikap yang terjadi pada kekuatan
baru adalah karena mereka terpengaruh sistem yang memang diciptakan untuk dapat
terjadinya korupsi dengan mudah.
Selain hal tersebut, kurang memadainya pendidikan politik yang diberikan kepada
masyarakat, menyebabkan belum munculnya artikulator-artikulator politik baru yang dapat
mempengaruhi sirkulasi elit politik Indonesia. Gerakan mahasiswa, kalangan organisasi nonpemerintah, dan kelas menengah politik yang mengambang lainnya terfragmentasi. Mereka
gagal membangun aliansi yang efektif dengan sektor-sektor lain di kelas menengah. Kelas
menengah itu sebagian besar masih merupakan lapisan sosial yang berwatak anti-politik
produk Orde Baru. Dengan demikian, perlawanan para reformis akhirnya sama sekali tidak
berfungsi di tengah-tengah situasi ketika hampir seluruh elit politik merampas demokrasi.
Lebih lanjut, gerakan mahasiswa yang pada awal reformasi 1997-1998 sangatlah kuat, kini
sepertinya sudah kehilangan roh perjuangan melawan pemerintahan. Hal ini bukan hanya
disebabkan oleh berbedanya situasi politik, tetapi juga tingkat apatisme yang tinggi yang
disebabkan oleh depolitisasi lewat berbagai kebijakan di bidang pendidikan. Mulai dari
mahalnya uang kuliah yang menyebabkan mahasiswa dituntut untuk segera lulus. Hingga
saringan masuk yang menyebabkan hanya orang kaya yang tidak peduli dengan politik.
Akibat dari hal tersebut, representasi keberagaman kesadaran politik masyarakat ke
dunia publik pun menjadi minim. Demokrasi yang terjadi di Indonesia kini, akhirnya hanya
bisa dilihat sebagai demokrasi elitis, dimana kekuasaan terletak pada sirkulasi para elit.
Rakyat hanya sebagai pendukung, untuk memilih siapa dari kelompok elit yang sebaiknya
memerintah masyarakat.
Sejak merdeka, Indonesia telah mempraktekkan beberapa sistem politik pemerintahan
atas nama demokrasi, dari, oleh dan untuk rakyat.
Kedaulatan rakyat;
Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
Kekuasaan mayoritas;
Hak-hak minoritas;
Jaminan hak asasi manusia;
Pemilihan yang bebas, adil dan jujur;
Persamaan di depan hukum;
Proses hukum yang wajar;
Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;
Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
2. Saran
Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang sangat baik dan cocok sekali untuk di
Negara kepulauan seperti di Indonesia tetapi demokrasi di Indonesia hanya bisa dinikmati
kelompok kelompok tertentu dan sering disalahgunakan. Demokrasi di Indonesia saling
tumpang tindih satu sama lain dan tidak punya keadilan serta sering kali keblablasan. Di
Indonesia diperlukan pendidikan demokrasi dan politik sampai ke daerah daerah supaya
rakyat tidak masyarakat kelas menengah kebawah tidak gampang terprovokasi dan dapat
mendukung pemerintahan.
Didalam tulisan ini tentunya banyak sekali kekurangan dan bahkan kesalahan, saya
berharap pembaca dapat mengoreksi serta memberi kritik dan saran yang membangun
untuk perbaikan dimasa yang akan datang, terima kasih.
Budiardjo, Miriam, 1991, dasar dasar ilmu politik, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi.
https://sakauhendro.wordpress.com/demokrasi-dan-politik/pengertian-demokrasi/