Anda di halaman 1dari 20

BAB I

Pendahuluan

1. Latar Belakang
Pada berbagai negara, karsinoma paru merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat.1 Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 2002
dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13% dari semua kanker baru yang
terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian akibat
kanker) di Inggris prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia
menduduki peringkat 4 kanker terbanyak, di RS Kanker Dharmais Jakarta tahun 1998
menduduki urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim. Angka kematian akibat
kanker paru di seluruh dunia mencapai kurang lebih satu juta penduduk tiap tahunnya. Di
Inggrsi, sekitar 35.000 kematian per tahun disebabkan oleh karsinoma paru.2
Insiden nyata karsinoma paru hanya sedikit lebih tinggi karena kanker tersebut
mempunyai prognosis yang buruk. Di negara berkembang lain dilaporkan insidennya naik
dengan cepat antara lain karena konsumsi rokok berlebihan seperti di China yang
mengkonsumsi 30% rokok dunia. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65%) life time
risk 1:13 dan pada perempuan 1:20.2 Hubungan yang nyata dengan merokok telah dibuktikan
oleh penelitian epidemiologi. Masalah yang biasa dihadapi oleh penelitian epidemiologi,
ialah perokok biasanya juga mendapatkan beberapa risiko lainnya: mereka cenderung
bertempat tinggal di kota, menghirup polutan dari mobil, api perumahan dan industri, juga
peminum alkohol, dan sebagainya. Walaupun begitu, analisis yang cermat terhadap faktor
lingkungan telah menunjukan bahwa merokok berkatian erat dengan insiden karsinoma paru.
Ditemukan adanya korelasi linier dosis - respons antara jumlah rokok yang dihisap setiap
hari dengan risiko terjadinya kanker paru. Lebih lanjut dikatakan, insiden karsinoma paru
ditemukan rendah pada kelompok orang tertentu, misalnya pada dokter pria Inggris, yang
konsumsi tembakaunya ditemukan rendah.1

PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

2. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi kriteria penilaian di
dalam Blok 18 Sistem Respirasi 2, menambah pengetahuan mengenai kelainan yang dapat
timbul pada sistem respirasi, yang salah satunya merupakan timbulnya karsinoma paru, serta
gejala-gejala yang dapat menyertainya, faktor risiko dan cara mengatasinya. Tak terlepas dari
penambahan pengetahuan, dengan membuat makalah ini kita akan dapat belajar mengenai
banyak istilah-istilah kedokteran yang baru serta pengetahuan umum mengenai fisiologi
maupun patologi manusia.

PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

BAB II
Pembahasan
2.1 Bronchogenic Carcinoma
Lebih dari 99% dari tumor ganas paru timbul dari epitel pernapasan dan disebut
karsinoma bronchogenic. Jenis karsinoma dapat dibagi dalam dua subkelompok utama: small
cell lung cancer (SCLC) and non-small cell lung cancer (NSCLC).
Walaupun hampir semua kejadian keganasan menurun atau tetap stabil, insiden kanker
paru meningkat. Pada wanita, hal tersebut telah melebihi kejadian terdapatnya kanker
payudara.

Selama

20-25

tahun

terakhir, jumlah insiden kanker paru


pada laki-laki 5-7:1 telah jatuh ke
1.4:1 karena peningkatan kanker paru
di kalangan wanita. Perubahan pola
penyakit

disebabkan

oleh

meningkatnya tindakan merokok pasca


Perang Dunia II di kalangan populasi
umum,

dan

perempuan.

khususnya
Kanker

paru

pada
kini

merupakan penyebab kematian paling


umum baik untuk pria maupun wanita.3

Gambar 1. Kanker paru yang


disebabkan oleh tindakan

2.2 Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu upaya untuk mendukung diagnosis dengan cara
menyimpulkan riwayat kesehatan serta keluhan pasien. Pada kasus tersebut, keluhan dan
riwayat penyakit pasien adalah sebagai berikut:
-

Batuk bercampur darah segar sejak 1 jam SMRS

Batuk sejak kurang lebih 1 bulan SMRS yang lama kelamaan semakin berat

Demam

PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

Penurunan berat badan

Riwayat TBC paru 2 tahun yang lalu

10 tahun yang lalu bekerja di pertambangan batu bara

Merokok

2.3 Pemeriksaan
2.3.1

Pemeriksaan Fisik
Proses diagnostik dimulai dengan dokter keluarga, yang mengambil sejarah pribadi dan

kesehatan, termasuk pekerjaan, riwayat merokok (atau terpajan asap bekas), dan setiap
riwayat keluarga kanker paru.
Pemeriksaan fisik :
-

Perkusi dilakukan dengan mengetuk daerah torax dengan jari pada bagian intercosta
dan didengar jika terdapat kelainan suara diluar suara normal torax (sonor). Kelainan
suara dapat menunjukkan terdapatnya masa padat atau kelainan lain pada daerah

tersebut.
Auskultasi. Stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara paru-paru. Suara paru
abnormal yang terdengar oleh stetoskop menandakan terdapatnya kelainan pada
pernapasan. Dokter dapat memeriksa pembengkakan kelenjar getah bening di leher dan
sepanjang tulang klavikula. Pembengkakan kelenjar getah bening sering menunjukkan
bahwa tubuh sedang melawan infeksi. Pada kasus lain, kelenjar getah bening bisa
disusupi dengan sel kanker jika penyakit ini telah menyebar (metastasis).

2.3.2

Pemeriksaan Penunjang
-

Pemeriksaan Laboratorium

Sitologi2

Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada keluhan seperti
batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif karena ia tergantung dari
(1) letak tumor terhadap bronkus, (2) jenis tumor, (3) teknik mengeluarkan sputum, (4)

PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

jumlah sputum yang diperiksa, dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut, (5) waktu
pemeriksaan sputum (sputum harus segar).
Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat
memberikan hasil positif sampai 67-85% pada karsinoma sel skuamosa. Pemeriksaan sitologi
sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini kanker paru,
dan saat ini sedang dikembangkan diagnosis dini pemeriksaan sputum memakai immune
staining dengan Mab dengan 624H12 untuk antigen SCLC dan antibodi 703 D4 untuk antigen
NSCLC. Laporan dari National Cancer Institute USA tehnik ini memberikan hasil 91%
sensitif dan 88% spesifik.
-

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan CT

Pemeriksaan CT toraks kini menjadi metode baku untuk memperkirakan luas dan
derajat invasi intratorakal karsinoma paru. CT memiliki keunggulan dapat menemukan lesi
paru <1cm di lokasi tumpang tindih struktur anatomis yang sulit ditemukan rontgen toraks
rutin, mudah menentukan hubungan antara karsinoma paru dan organ jaringan sekitarnya,
penampilan hilus paru terutama kelenjar mediastinum juga lebih baik dari pemeriksaan sinar
X.

Pemeriksaan MRI

Pemeriksaan MRI toraks memiliki keunggulan terbesar dibanding CT adalah lebih


mudah membedakan hubungan antara tumor padat dan pembuluh darah, dan dapat
menampilkan trakeobronkus serta pembuluh darah yang tertekan, bergeser dan terobstruksi.
Tapi dalam memeriksa nodul kecil dalam paru hasilnya tidak sebaik CT.

PET

Saat ini sedang dikembangkan teknik imaging yang lebih akurat yakni Positron
Emission Tomography (PET) yang dapat membedakan tumor jinak dan ganas berdasarkan
perbedaan biokimia dalam metabolisme zat-zat seperti glukosa, oksigen, protein, asam
nukleat. Tumor yang kurang dari 1 cm, agak sulit dideteksi karena ukuran kecil tersebut
kurang diresolusi oleh PET Scanner. Sensitivitas dan spesifitas cara PET ini dilaporkan 8393% sensitif dan 60-90% spesifik.2

PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

Beberapa positif palsu untuk tanda malignan ditemukan juga pada lesi inflamasi dan
infeksi seperti aspergilosis dan tuberkulosis. Sungguhpun begitu dari beberapa studi diketahui
pemeriksaan PET mempunyai nilai akurasi lebih baik daripada pemeriksaan CT Scan.
Patologi Anatomi (histopatologi)2

Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas diagnosis kanker paru untuk


mendapatkan spesimennya dapat dengan cara biopsi melalui:
1. Bronkoskopi. Modifikasi dari bronkoskopi serat optik dapat berupa:
-

Trans bronchial lung biopsy (TBLB) dengan tuntutan fluoroskpi atau ultrasonografi.

Belakangan ini sedang dikembangkan pemeriksaan fluorescence bronchoscopy dengan


memakai fluorescence exchancing agent seperti Hp D (hemato porphyrin derivative)
memberikan konsentrat fluoresensi pada jaringan kaker. Teknik yang lebih baru lagi
adalah dengan auto fluorescence bronchoscopy. Hasil pemeriksaan ini menunjukkan
50% lebih sensitif daripada white light bronchoscopy untuk deteksi karsinoma in situ
dan displasia berat.

Ultrasound bronchoscopy, juga dikembangkan pada saat ini untuk mendeteksi tumor
perifer, tumor endobronkial, kelenjar getah bening mediastinum dan lesi daerah hilus.

hasil positif dengan bronkoskopi ini dapat mencapai: 95% untuk tumor yang letaknya
sentral dan 70 80% untuk tumor yang letaknya perifer.

Trans-bronchial Needle-Aspiration (TBNA). Dikerjakan terhadap nodul getah bening


di hilus atau mediastinum. Hasilnya akan lebih baik bila dituntun dengan CT Scan.

2.4 Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain penyebab yang pasti daripada kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama di samping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,
genetik dan lain-lain. Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru
sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Lombard dan Doering (1982), telah
melaporkan tingginya insiden kanker paru pada perokok dibandingkan dengan yang tidak
merokok.
PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

Etiologi lain dari kanker paru yang pernah dilaporkan adalah:2


1. Yang berhubungan dengan paparan zat karsinogen, seperti
-

Asbestos, sering menimbulkan mesotelioma

Radiasi ion pada pekerja tambang uranium

Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorida

2. Polusi udara. Studi menunjukkan peningkatan kejadian kanker paru di lingkungan


perkotaan dibanding pada pedesaan (1.2:2.3), tetapi peran polusi udara pada
karsinogenesis tidak pasti.
3. Genetik. Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperan dal kanker paru, yakni:
Proto oncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding enzyme. Studi telah menunjukkan
pewarisan Mendel dari gen autossomal utama yang mengatur kerentanan terhadap kanker
paru dan mungkin menjelaskan terjadinya kanker pada individu usia dini.
4. Umum - PPOK dan bronkitis kronis juga memainkan peran dalam kejadian karsinoma
paru. Peningkatan risiko juga diamati pada orang dengan diet buruk dalam -karoten dan
vitamin A (vitamin A dan turunannya memiliki efek kuat pada diferensiasi epitel
pernapasan) tetapi hubungan tersebut belum dikonfirmasi.
5. Asap rokok pasif - resiko yang tepat dari merokok pasif masih kontroversial, data saat
ini menunjukkan bahwa ada hubungan respon-dosis antara tingkat eksposur dan risiko
kanker. Sejumlah penelitian telah menunjukkan peningkatan risiko kanker paru dalam
pasangan seorang perokok.
6. Teori onkogenik. Terjadinya kanker paru didasari dari tampilnya gen supresor tumor
dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara
menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan pasangan
basanya.

2.5 Epidemiologi
Usia kejadian tertinggi karsinoma paru adalah paru 45 65 tahun.
Perbandingan pria : wanita = 4:1

PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

Peningkatan ini diyakini berkaitan dengan makin tingginya kebiasaan merokok yang
sebenarnya sebagian besar dapat dihindari.

2.6 Patofisiologi
2.6.1

Non-small Cell Lung Cancer4


Kanker paru pada umumnya dibagi menjadi small cell lung cancer (SCLC) dan non-

small cell lung cancer (NSCLC). NSCLC meliputi sekitar 85% dari seluruh kanker paru.
NSCLC dibagi lebih lanjut menjadi adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, dan karsinoma
sel besar histologies. Semua mempunyai pendekatan dan prognosis yang sama tetapi secara
histologis dan karakteristik klinis berbeda.
Baru-baru ini, teknik advancedmolekuler telah mengidentifikasi amplifikasi onkogen
dan inaktivasi gen supresor tumor pada NSCLC. Kelainan yang paling penting yang
terdeteksi melibatkan mutasi famili ras dari onkogen. Famili ras onkogen memiliki 3
anggota:-H ras, K-ras, dan-N ras. Gen-gen tersebut menyandi protein pada permukaan dalam
dari membran sel dengan aktivitas GTPase dan mungkin terlibat dalam transduksi sinyal.
Studi dilakukan pada tikus menunjukkan keterlibatan mutasi ras dalam patogenesis
molekuler NSCLC. Studi pada manusia menunjukkan bahwa aktivasi ras memberikan
kontribusi untuk perkembangan tumor pada penderita kanker paru. Mutasi gen ras terjadi
hampir secara eksklusif pada adenokarsinoma dan ditemukan dalam 30% kasus tersebut.
Mutasi ini tidak diidentifikasi dalam adenokarsinoma yang berkembang pada orang yang
tidak merokok. Mutasi K-ras tampaknya menjadi faktor prognostik independen.
Kelainan molekul lain yang ditemukan pada NSCLC termasuk mutasi di c-raf dan cmyc di antara onkogen dan retinoblastoma (Rb) dan p53 di antara gen penekan tumor
(supressor genes).
Meskipun merokok tembakau adalah penyebab utama dari kanker paru, sekarang
dipercaya terdapat kemungkinan bahwa terdapat perbedaan dalam kerentanan terhadap efek
karsinogenik dari asap tembakau di antara pria dan wanita. Hal ini mungkin disebabkan oleh
perbedaan dalam mekanisme perbaikan DNA. Meskipun masih dianggap kontroversial,
diketahui bahwa wanita lebih mungkin untuk mengembangkan adenokarsinoma, dan tahap
demi tahap wanita hidup lebih lama dibanding pria. Selain itu, perbedaan dalam respon

PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

terhadap terapi biologis tertentu (misalnya, faktor penghambat pertumbuhan epidermis) dan
agen anti-angiogenic telah diamati antara kedua jenis kelamin.
Sekelompok kecil dari kanker paru berkembang di orang-orang yang tidak pernah
merokok. Kanker paru tersebut secara genetik berbeda dari NSCLC yang berhubungan
dengan merokok dan mungkin memiliki implikasi terapeutik. Perbedaan genetik yang diamati
meliputi frekuensi yang lebih rendah dari K-ras dan frekuensi yang lebih tinggi mutasi pada
reseptor faktor pertumbuhan epidermal dan kemungkinan bertanggung jawab atas
kemanjuran lebih tinggi dai inhibitor reseptor faktor pertumbuhan epidermal pada populasi
pasien ini.
2.6.2

Small Cell Lung Cancer5

Onkogen
Amplifikasi dari keluarga onkogen myc adalah kelainan yang paling umum yang
diidentifikasi dalam baris small cell lung cancer (SCLC), xenografts pada tikus telanjang, dan
spesimen tumor segar. Namun, tidak semua tumor diidentifikasi dalam SCLC. Oleh karena
itu, ekspresi myc tidak mungkin merupakan kejadian awal dalam patogenesis SCLC. C-myc,
anggota famili myc, ditemukan lebih sering pada tumor yang kambuh dibanding tumor yang
tidak diobati, dan ekspresi dalam SCLC dapat membawa prognosis yang buruk.
Anggota lain dari keluarga onkogen myc termasuk N-myc dan L-myc, yang telah
ditemukan diperkuat dalam SCLC. Amplifikasi N-myc pada SCLC juga telah dikaitkan
dengan resistensi terhadap terapi dan prognosis yang lebih buruk. Secara keseluruhan, peran
yang tepat dari amplifikasi dari keluarga onkogen myc dari pada patogenesis kanker paruparu sel kecil tidak jelas dipahami saat ini dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Onkogen
lain yang telah ditemukandiperkuat dalam SCLC termasuk c-raf, c-erb-b1, dan c-fms, akan
tapi hubungan mereka dengan patogenesis dan prognosis bahkan kurang jelas.
Gen penekan tumor
Tumor supresor gen retinoblastoma (RB) pada kromosom 13 (13q14), dan persentase
yang tinggi dari SCLC (sebanyak 60%) tidak mengungkapkan messenger RB asam
ribonukleat (mRNA). Frekuensi tinggi inaktivasi gen penekan tumor menunjukkan bahwa hal
ini dapat menjadi langkah penting dalam patogenesis molekuler SCLC. Kelainan molekul
yang paling umum adalah penghapusan bagian dari kromosom 3 (3p14). Mutasi dari gen
PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

supresor tumor p53 biasanya ditemukan di kedua SCLC dan NSCLC, tetapi peran mereka
dalam patogenesis tetap tidak jelas. Merokok tembakau dan paparan terhadap radon terkait
dengan mutasi gen p53.

2.7 Gejala Klinis


Kanker paru menimbulkan tanda dan gejala yang disebabkan oleh pertumbuhan tumor
lokal, invasi atau obstruksi struktur sekitarnya, pertumbuhan pada kelenjar regional melalui
penyebaran limfatik, pertumbuhan di lokasi metastasis yang jauh setelah penyebaran
hematogenous, dan efek dari hasil tumor (sindrom paraneoplastic).
Walaupun 5-15% dari pasien dengan kanker paru terdeteksi saat asimtomatik, biasanya
selama melakukan radiograf dada rutin, mayoritas penderita terdeteksi dengan terdapatnya
beberapa tanda atau gejala. Pertumbuhan sentral atau endobronchial dapat menyebabkan
batuk, dyspnea, hemoptysis, stridor, wheeze dan obstruksi postpneumonitis (demam dan
batuk produktif). Pertumbuhan perifer dari tumor primer dapat menyebabkan rasa nyeri dari
keterlibatan pleura atau dinding dada, batuk, dyspnea (terbatas) dan gejala abses paru sebagai
akibat dari kavitas tumor. Obstruksi trachea, kompresi esophageal dengan disphagia,
kelumpuhan saraf laringeal berulang dan kelumpuhan saraf simpatis disertai sindroma Horner
(miosis, ptosis, enophthalmus dan kehilangan keringat ipsilateral) adalah akibat dari
penyebaran lokal tumor di torax. Pancoast Sindrom merupakan hasil dari pertumbuhan tumor
di puncak paru dengan keterlibatan saraf servikal kedelapan dan saraf torax pertama dan
kedua, disertai nyeri bahu yang terpancar di daerah ulnaris pada lengan dan sering dengan
kerusakan radiologis dari rusuk pertama dan kedua. Kelainan lain dari penyebaran regional
termasuk superior vena cava syndrome dari penyumbatan pembuluh darah; perpanjangan
pericardial dan cardiac dengan tamponade resultan, aritmia atau gagal jantung; efusi pleura
sebagai akibat dari obstruksi limfatik; penyebaran limfangitik di paru diserta hypoxemia dan
dyspnea. juga dapat terjadi. Selain itu, carcinioma bronchoalveolar dapat menyebar
transbronchially, memproduksi tumor yang tumbuh di sepanjang beberapa permukaan
alveolar dengan gangguan pertukaran gas, insufisiensi pernapasan, dyspnea, hipoksemia, dan
produksi sputum.6
Studi otopsi telah menemukan metastasis kanker paru dalam hampir setiap sistem
organ. Penyakit metastasis extrathoracic ditemukan saat otopsi pada lebih dari 50% dari
pasien dengan karsinoma epidermoid, 80% dari pasien dengan adenokarsinoma dan
PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

10

karsinoma sel besar dan lebih dari 95% pasien dengan sel kanker kecil. Masalah klinis umum
meliputi metastasis otak dengan penurunan neurologis; metastasis tulang dengan nyeri dan
fraktur patologis; invasi sumsum tulang dengan sitopenia atau leukoeritroblastosis dan
anemia myelofitisik; metastasis hati dengan disfungsi biokimia, obstruksi bilier dan nyeri;
metastasis kelenjar getah bening; sindrom kompresi saraf tulang belakang dari epidural atau
metastasis tulang.
Sindrom paraneoplstic merupakan sesuatu yang umum pada pasien dengan kanker paru
dan dapat menjadi penemuan atau tanda pertama yang mengarah pada kekambuhan.
Paraneoplastic sindrom adalah kelainan langka yang dipicu oleh respon sistem imun yang
berubah terhadap neoplasma. Selain itu sindrom paraneoplastic dapat meniru penyakit
metastatik dan jika tidak terdeteksi, dapat menghasilkan terapi yang bersifat paliatif daripada
pengobatan kuratif.

2.8 Working Diagnosis


Anamnesis:

Bekerja di pertambangan batu bara : hubungan terjadinya suatu penyakit dengan jenis
pekerjaan dapat memberi gambaran penyebab utamanya. Tidak ada bukti bahwa kanker
paru berkaitan dengan pneumokoniosis akibat debu batu bara. Meskipun demikian,
didapat proporsi yang signifikan dari pekerja tambang yang meniggal akibat kanker
paru.7

Riwayat TBC : beberapa kanker paru perifer (biasanya adenokarsinoma) timbul pada
daerah yang mengalami fibrosis, misalnya luka, fokus tuberkulosis atau infark. Teori
terjadinya berdasarkan adanya perubahan metaplastik dan displastik pada pneumosit di
dalam jaringan parut.

Manifestasi klinik :

Batuk : gejala paling sering karsinoma paru, umumnya batuk kering iritatif, tanpa sputum
atau sedikit sputum mukoid putih. Batuk sering kali dikarenakan tumor mengenai
berbagai percabangan bronkus.

Hemoptisis : gejala paling khas karsinoma paru, umumnya sputum berserat darah atau
bernoda darah. Hemoptisis disebabkan kanker menginvasi kapiler mukosa bronchial,
PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

11

sering bercampur dengan sel ganas yang terlepas, angka positif pemeriksaan sitologi
sputum tinggi.

Gejala sistemik non spesifik : anoreksia, penurunan berat badan, kakeksia (kurus kering)
pasca stadium lanjut.

2.9 Differential Diognosis


2.9.1

Tuberculosis

Penyebab Penyakit TBC


Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Gejala Penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada
kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.

Penurunan nafsu makan dan berat badan.

Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

12

yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai
sesak.

Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Pada

pasien

anak

yang

tidak

menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi


kalau diketahui adanya kontak dengan pasien
TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa
memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada
anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal
serumah dengan penderita TBC paru dewasa
dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi
berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
2.9.2

Gambar 2. Tuberculosis pada


paru.

PPOK8
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu penyakit paru akibat

penyumbatan menetap pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh emfisema atau
bronkitis kronis. PPOK lebih sering menyerang pria dan sering terjadi pada suatu keluarga,
sehingga diduga faktor keturunan dapat berperan menimbulkan penyakit ini.
Bekerja di lingkungan tercemar oleh asap kimia atau debu dapat meningkatkan risiko
terjadinya PPOK. Namun pengaruh kebiasaan merokok lebih besar lagi, di mana sekitar 1015% perokok menderita PPOK.

PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

13

Gejala
Gejala awal PPOK, yang bisa muncul setelah 5-10 tahun merokok, adalah batuk yang
berlendir. Batuk biasanya ringan dan sering dianggap sebagai batuk normal seorang perokok.
Selain itu, sering terjadi nyeri kepala dan pilek. Selama pilek dahak menjadi kuning atau
hijau karena ada nanah akibat infeksi sekunder oleh bakteri. Setelah beberapa lama gejala
tersebut akan semakin sering dirasakan. Mengi-bengek pun bisa timbul sebagai salah satu
gejala PPOK.
Diagnosis
1. Anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai 3 gejala klinis (batuk, sputum putih/mukoid
dan sesak) dan faktor-faktor penyebab.
2. Pemeriksaan fisik: (1) pasien tampak kurus dan barrel-shaped chest, (2) fremitus taktil
dada berkurang atau tidak ada, (3) perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil,
batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang, (4) suara nafas berkurang dengan
ekspirasi memanjang.
3. Pemeriksaan radiologi : (1) foto torax pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular
shadow, (2) pada emfisema paru, foto torax menunjukkan adanya overinflasi dengan
gambaran diafragma yang rendah dah datar.
4. Pemeriksaan darah untuk mengetahui jika terdapat kekurangan alfa-1-antitripsin.

2.10 Penatalaksanaan
Terdapat beda fundamental perangai biologis Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)
dengan Small Cell Lung Cancer (SCLC) sehingga pengobatannya harus dibedakan:
NSCLC
Staging TNM yang didasarkan ukuran tumor (T) kelenjar getah bening yang terlibat
(N) dan ada tidaknya metastase bermanfaat sekali daam penentuan tatalaksana NSCLC ini.
Staging dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dengan perhatian khusus
kepada keadaan sistemik, kardio pulmonal, neurologi dan skeletal. Hitung jenis sel darah tepi
dan pemeriksaan kimia darah diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya metastase ke
sumsum tulang, hati dan tengkorak.

PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

14

Pengobatan NSCLC. Terapi bedah adalah pilihan pertama pada stadium I atau II pada
pasien dengan yang adekuat sisa cadangan parenkim parunya. Reseksi paru biasanya
ditoleransi baik bila prediktif post reseksi Fevi yang didapat dari pemeriksaan spirometri
preoperatif dan kuantitatif ventilasi perfusi scanning melebihi 1000ml. Luasnya penyebaran
intra torak yang ditemui saat operasi menjadi pegangan luas prosedur operasi yang
dilaksanakan. Lobektomi atau pneumonektomi tetap sebagai standar di mana segmentektoi
dan reseksi baji bilobektori atau reseksi sleeve jadi pilihan pada situasi tertentu.
Survival pasien yang dioperasi pada stadium I mendekati 60%, pada stadium II 26-37%
dari Iia 17-36,3%. Pada stadium III A masih ada kontroversi mengenai keberhasilan operasi
bila kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding torak terdapat metastasis.
Pasien stadium IIIb dan IV tidak dioperasi Combined modality therapy yaitu gabungan
radiasi, kemoterapi dengan operasi (dua atau tiga modalitas) dilaporkan memperpanjang
survival dari studi-studi yang masih berlangsung.2
Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada terapi
kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk NSCLC (nonsmall cell
lung cancer) stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi
alternatif terapi kuratif. Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan
untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena kava superior, nyeri tulang
akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis tumor di tulang atau otak.
Penetapan kebijakan radiasi pada NSCLC (nonsmall cell lung cancer) ditentukan
beberapa factor:
1. Staging penyakit
2. Status tampilan
3. Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :

Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan

Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)

Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 6000 cGy, dengan cara pemberian
200 cGy/x, 5 hari perminggu.
Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :
1. Hb > 10 g%
PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

15

2. Trombosit > 100.000/mm3


3. Leukosit > 3000/dl
Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :
1. PS < 70.
2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.
3. Fungsi paru buruk.
Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus
ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status) harus lebih dan 60
menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan dengan
menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan
tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen kemoterapi adalah:
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. Respons obyektif satu obat antikanker s 15%
3. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
4. Harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius pada penilaian terjadi tumor
progresif.
Regimen untuk NSCLC (nonsmall cell lung cancer) adalah :
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)
3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin
4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin
5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin
Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi
o Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat diberikan obat
antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadwal tertentu.
o Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski Hb < 10 g%
tidak perlu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai dengan penyebab anemia.
o Granulosit > 1500/mm3
o Trombosit > 100.000/mm3
o Fungsi hati baik
PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

16

o Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)


Dosis obat anti-kanker dapat dihitung berdasarkan ketentuan farmakologik masing
masing. Ada yang menggunakan rumus antara lain, mg/kg BB, mg/luas permukaan tubuh
(BSA), atau obat yang menggunakan rumusan AUC (area under the curve) yang
menggunakan CCT untuk rumusnya.
Luas permukaan tubuh (BSA) diukur dengan menggunakan parameter tinggi badan dan
berat badan, lalu dihitung dengan menggunakan rumus atau alat pengukur khusus (nomogram
yang berbentuk mistar)
Untuk obat anti-kanker yang mengunakan AUC ( misal AUC 5), maka dosis dihitung
dengan menggunakan rumus atau menggunakan nomogram.

2.11Preventif
Pencegahan yang paling penting adalah tidak merokok sejak usia muda. Berhenti
merokok dapat mengurangi risiko kanker paru. Penelitian dari kelompok perokok yang
berusaha berhenti merokok, hanya 30% yang berhasil.
Akhir-akhir ini pencegahan dengan chemoprevention banyak dilakukan, yakni dengan
memakai derivat asam retinoid, carotenoid, vitamin C, selenium dan lain-lain. Jika seseorang
berisiko terkena kanker paru maka penggunaan betakaroten, retinol, isotretinoin ataupun Nacetyl-cystein dapat menigkatkan risiko kanker paru pada perokok. Untuk itu, penggunaan
kemopreventif ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut sebelum akhirnya direkomendasi
untuk digunakan. Hingga saat ini belum ada konsensus yang diterima oleh semua pihak.2

2.12 Prognosis2

Small Cell Lung Cancer (SCLC)


-

Dengan adanya perubahan terapi dalam 15-20 tahun belakangan ini kemungkinan
hidup rata-rata yang tadinya < 3 bulan meningkat menjadi 1 tahun.

Pada kelompok Limited Disease kemingkinan hidup rata-rata naik menjadi 1-2
tahun, sedangkan 20% daripadanya tetap hidup dalam 2 tahun.

30% meninggal karena komplikasi lokal dari tumor

PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

17

70% meninggal karena karsinomatosis

50% bermetastasis ke otak (autopsi)

Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)

- Yang terpenting pada prognosis kanker paru ini adalah menentukan stadium dari
penyakit.

- Dibandingkan dengan jenis lain dari NSCLC, karsinoma skuamosa tidaklah seburuk
yang lainnya. Pada pasien yang dilakukan tindakan bedah, kemungkinan hidup 5
tahun setelah operasi adalah 30%.

- Kemungkinan hidup rata-rata pasien tumor metastasis bervariasi, dari 6 bulan


sampai dengan 1 tahun, dimana hal ini sangat tergantung pada: 1. Performance
status (skala Karnofsky), 2. Luasnya penyakit, 3. Adanya penurunan berat badan 6
bulan terakhir.

PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

18

BAB III
Kesimpulan

Karsinoma paru sudah menjadi salah satu penyakit yang sering ditemukan dalam dunia
medis. Berdasarkan kasus yang di dapat, serta gejala-gejala klinis yang timbul pada pasien,
dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien mengarah kepada karsinoma paru. Diagnosis kerja
karsinoma paru, dapat didukung oleh terdapatnya batuk berdarah, riwayat merokok, riwayat
kerja di pertambangan batu bara, riwayat mengidap penyakit TBC. Diagnosis tersebut belum
dapat dipastikan sampai melakukan pemeriksaan lebih lanjut, seperti pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang lainnya.

PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

19

Daftar Pustaka
1. Underwood JC. Karsinoma paru. In: Sarjadi editor. Patologi umum dan sistematik. 2nd
ed, 1st vol. EGC Penerbit Buku Kedokteran.1999.p.276.
2. Amin Z. Kanker paru. In:Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 4th ed, 2nd vol. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK
UI;2006.p.1005-10.
3. Goldberg F. Pneumology.2007 [cited July 25th, 2010] Available from URL:
http://www.medstudents.com.br/pneumo/pneumo7/pneumo7.htm
4. Huq S. Non-small cell lung cancer. February 18th, 2010 [cited July 26th, 2010]
Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/279960-overview
5. Maghfoor I. Oat cell (small cell) lung cancer. May 22nd, 2009 [cited July 26th, 2010].
Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/280104-diagnosis
6. Minna JD. Neoplasms of the lung. In: Harrisons principles of internal medicine. 16th
ed, 1st vol. McGraw Hill Medical Publishing Division.2005.p.506-16.
7. Underwoon JC. Tumor paru. In: Sarjadi editor. Patologi umum dan sistematik. 2nd ed,
2nd vol. EGC Penerbit Buku Kedokteran.1999.p.413.
8. Junaidi I. Penyakit paru obstruktif menahun. In: Penyakit paru & saluran napas. PT
Bhuana Ilmu Populer.2010.p.83-7.

PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2

20

Anda mungkin juga menyukai