Pendahuluan
1. Latar Belakang
Pada berbagai negara, karsinoma paru merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat.1 Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 2002
dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13% dari semua kanker baru yang
terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian akibat
kanker) di Inggris prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia
menduduki peringkat 4 kanker terbanyak, di RS Kanker Dharmais Jakarta tahun 1998
menduduki urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim. Angka kematian akibat
kanker paru di seluruh dunia mencapai kurang lebih satu juta penduduk tiap tahunnya. Di
Inggrsi, sekitar 35.000 kematian per tahun disebabkan oleh karsinoma paru.2
Insiden nyata karsinoma paru hanya sedikit lebih tinggi karena kanker tersebut
mempunyai prognosis yang buruk. Di negara berkembang lain dilaporkan insidennya naik
dengan cepat antara lain karena konsumsi rokok berlebihan seperti di China yang
mengkonsumsi 30% rokok dunia. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65%) life time
risk 1:13 dan pada perempuan 1:20.2 Hubungan yang nyata dengan merokok telah dibuktikan
oleh penelitian epidemiologi. Masalah yang biasa dihadapi oleh penelitian epidemiologi,
ialah perokok biasanya juga mendapatkan beberapa risiko lainnya: mereka cenderung
bertempat tinggal di kota, menghirup polutan dari mobil, api perumahan dan industri, juga
peminum alkohol, dan sebagainya. Walaupun begitu, analisis yang cermat terhadap faktor
lingkungan telah menunjukan bahwa merokok berkatian erat dengan insiden karsinoma paru.
Ditemukan adanya korelasi linier dosis - respons antara jumlah rokok yang dihisap setiap
hari dengan risiko terjadinya kanker paru. Lebih lanjut dikatakan, insiden karsinoma paru
ditemukan rendah pada kelompok orang tertentu, misalnya pada dokter pria Inggris, yang
konsumsi tembakaunya ditemukan rendah.1
2. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi kriteria penilaian di
dalam Blok 18 Sistem Respirasi 2, menambah pengetahuan mengenai kelainan yang dapat
timbul pada sistem respirasi, yang salah satunya merupakan timbulnya karsinoma paru, serta
gejala-gejala yang dapat menyertainya, faktor risiko dan cara mengatasinya. Tak terlepas dari
penambahan pengetahuan, dengan membuat makalah ini kita akan dapat belajar mengenai
banyak istilah-istilah kedokteran yang baru serta pengetahuan umum mengenai fisiologi
maupun patologi manusia.
BAB II
Pembahasan
2.1 Bronchogenic Carcinoma
Lebih dari 99% dari tumor ganas paru timbul dari epitel pernapasan dan disebut
karsinoma bronchogenic. Jenis karsinoma dapat dibagi dalam dua subkelompok utama: small
cell lung cancer (SCLC) and non-small cell lung cancer (NSCLC).
Walaupun hampir semua kejadian keganasan menurun atau tetap stabil, insiden kanker
paru meningkat. Pada wanita, hal tersebut telah melebihi kejadian terdapatnya kanker
payudara.
Selama
20-25
tahun
disebabkan
oleh
dan
perempuan.
khususnya
Kanker
paru
pada
kini
2.2 Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu upaya untuk mendukung diagnosis dengan cara
menyimpulkan riwayat kesehatan serta keluhan pasien. Pada kasus tersebut, keluhan dan
riwayat penyakit pasien adalah sebagai berikut:
-
Batuk sejak kurang lebih 1 bulan SMRS yang lama kelamaan semakin berat
Demam
Merokok
2.3 Pemeriksaan
2.3.1
Pemeriksaan Fisik
Proses diagnostik dimulai dengan dokter keluarga, yang mengambil sejarah pribadi dan
kesehatan, termasuk pekerjaan, riwayat merokok (atau terpajan asap bekas), dan setiap
riwayat keluarga kanker paru.
Pemeriksaan fisik :
-
Perkusi dilakukan dengan mengetuk daerah torax dengan jari pada bagian intercosta
dan didengar jika terdapat kelainan suara diluar suara normal torax (sonor). Kelainan
suara dapat menunjukkan terdapatnya masa padat atau kelainan lain pada daerah
tersebut.
Auskultasi. Stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara paru-paru. Suara paru
abnormal yang terdengar oleh stetoskop menandakan terdapatnya kelainan pada
pernapasan. Dokter dapat memeriksa pembengkakan kelenjar getah bening di leher dan
sepanjang tulang klavikula. Pembengkakan kelenjar getah bening sering menunjukkan
bahwa tubuh sedang melawan infeksi. Pada kasus lain, kelenjar getah bening bisa
disusupi dengan sel kanker jika penyakit ini telah menyebar (metastasis).
2.3.2
Pemeriksaan Penunjang
-
Pemeriksaan Laboratorium
Sitologi2
Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada keluhan seperti
batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif karena ia tergantung dari
(1) letak tumor terhadap bronkus, (2) jenis tumor, (3) teknik mengeluarkan sputum, (4)
jumlah sputum yang diperiksa, dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut, (5) waktu
pemeriksaan sputum (sputum harus segar).
Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat
memberikan hasil positif sampai 67-85% pada karsinoma sel skuamosa. Pemeriksaan sitologi
sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini kanker paru,
dan saat ini sedang dikembangkan diagnosis dini pemeriksaan sputum memakai immune
staining dengan Mab dengan 624H12 untuk antigen SCLC dan antibodi 703 D4 untuk antigen
NSCLC. Laporan dari National Cancer Institute USA tehnik ini memberikan hasil 91%
sensitif dan 88% spesifik.
-
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan CT
Pemeriksaan CT toraks kini menjadi metode baku untuk memperkirakan luas dan
derajat invasi intratorakal karsinoma paru. CT memiliki keunggulan dapat menemukan lesi
paru <1cm di lokasi tumpang tindih struktur anatomis yang sulit ditemukan rontgen toraks
rutin, mudah menentukan hubungan antara karsinoma paru dan organ jaringan sekitarnya,
penampilan hilus paru terutama kelenjar mediastinum juga lebih baik dari pemeriksaan sinar
X.
Pemeriksaan MRI
PET
Saat ini sedang dikembangkan teknik imaging yang lebih akurat yakni Positron
Emission Tomography (PET) yang dapat membedakan tumor jinak dan ganas berdasarkan
perbedaan biokimia dalam metabolisme zat-zat seperti glukosa, oksigen, protein, asam
nukleat. Tumor yang kurang dari 1 cm, agak sulit dideteksi karena ukuran kecil tersebut
kurang diresolusi oleh PET Scanner. Sensitivitas dan spesifitas cara PET ini dilaporkan 8393% sensitif dan 60-90% spesifik.2
Beberapa positif palsu untuk tanda malignan ditemukan juga pada lesi inflamasi dan
infeksi seperti aspergilosis dan tuberkulosis. Sungguhpun begitu dari beberapa studi diketahui
pemeriksaan PET mempunyai nilai akurasi lebih baik daripada pemeriksaan CT Scan.
Patologi Anatomi (histopatologi)2
Trans bronchial lung biopsy (TBLB) dengan tuntutan fluoroskpi atau ultrasonografi.
Ultrasound bronchoscopy, juga dikembangkan pada saat ini untuk mendeteksi tumor
perifer, tumor endobronkial, kelenjar getah bening mediastinum dan lesi daerah hilus.
hasil positif dengan bronkoskopi ini dapat mencapai: 95% untuk tumor yang letaknya
sentral dan 70 80% untuk tumor yang letaknya perifer.
2.4 Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain penyebab yang pasti daripada kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama di samping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,
genetik dan lain-lain. Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru
sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Lombard dan Doering (1982), telah
melaporkan tingginya insiden kanker paru pada perokok dibandingkan dengan yang tidak
merokok.
PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2
2.5 Epidemiologi
Usia kejadian tertinggi karsinoma paru adalah paru 45 65 tahun.
Perbandingan pria : wanita = 4:1
Peningkatan ini diyakini berkaitan dengan makin tingginya kebiasaan merokok yang
sebenarnya sebagian besar dapat dihindari.
2.6 Patofisiologi
2.6.1
small cell lung cancer (NSCLC). NSCLC meliputi sekitar 85% dari seluruh kanker paru.
NSCLC dibagi lebih lanjut menjadi adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, dan karsinoma
sel besar histologies. Semua mempunyai pendekatan dan prognosis yang sama tetapi secara
histologis dan karakteristik klinis berbeda.
Baru-baru ini, teknik advancedmolekuler telah mengidentifikasi amplifikasi onkogen
dan inaktivasi gen supresor tumor pada NSCLC. Kelainan yang paling penting yang
terdeteksi melibatkan mutasi famili ras dari onkogen. Famili ras onkogen memiliki 3
anggota:-H ras, K-ras, dan-N ras. Gen-gen tersebut menyandi protein pada permukaan dalam
dari membran sel dengan aktivitas GTPase dan mungkin terlibat dalam transduksi sinyal.
Studi dilakukan pada tikus menunjukkan keterlibatan mutasi ras dalam patogenesis
molekuler NSCLC. Studi pada manusia menunjukkan bahwa aktivasi ras memberikan
kontribusi untuk perkembangan tumor pada penderita kanker paru. Mutasi gen ras terjadi
hampir secara eksklusif pada adenokarsinoma dan ditemukan dalam 30% kasus tersebut.
Mutasi ini tidak diidentifikasi dalam adenokarsinoma yang berkembang pada orang yang
tidak merokok. Mutasi K-ras tampaknya menjadi faktor prognostik independen.
Kelainan molekul lain yang ditemukan pada NSCLC termasuk mutasi di c-raf dan cmyc di antara onkogen dan retinoblastoma (Rb) dan p53 di antara gen penekan tumor
(supressor genes).
Meskipun merokok tembakau adalah penyebab utama dari kanker paru, sekarang
dipercaya terdapat kemungkinan bahwa terdapat perbedaan dalam kerentanan terhadap efek
karsinogenik dari asap tembakau di antara pria dan wanita. Hal ini mungkin disebabkan oleh
perbedaan dalam mekanisme perbaikan DNA. Meskipun masih dianggap kontroversial,
diketahui bahwa wanita lebih mungkin untuk mengembangkan adenokarsinoma, dan tahap
demi tahap wanita hidup lebih lama dibanding pria. Selain itu, perbedaan dalam respon
terhadap terapi biologis tertentu (misalnya, faktor penghambat pertumbuhan epidermis) dan
agen anti-angiogenic telah diamati antara kedua jenis kelamin.
Sekelompok kecil dari kanker paru berkembang di orang-orang yang tidak pernah
merokok. Kanker paru tersebut secara genetik berbeda dari NSCLC yang berhubungan
dengan merokok dan mungkin memiliki implikasi terapeutik. Perbedaan genetik yang diamati
meliputi frekuensi yang lebih rendah dari K-ras dan frekuensi yang lebih tinggi mutasi pada
reseptor faktor pertumbuhan epidermal dan kemungkinan bertanggung jawab atas
kemanjuran lebih tinggi dai inhibitor reseptor faktor pertumbuhan epidermal pada populasi
pasien ini.
2.6.2
Onkogen
Amplifikasi dari keluarga onkogen myc adalah kelainan yang paling umum yang
diidentifikasi dalam baris small cell lung cancer (SCLC), xenografts pada tikus telanjang, dan
spesimen tumor segar. Namun, tidak semua tumor diidentifikasi dalam SCLC. Oleh karena
itu, ekspresi myc tidak mungkin merupakan kejadian awal dalam patogenesis SCLC. C-myc,
anggota famili myc, ditemukan lebih sering pada tumor yang kambuh dibanding tumor yang
tidak diobati, dan ekspresi dalam SCLC dapat membawa prognosis yang buruk.
Anggota lain dari keluarga onkogen myc termasuk N-myc dan L-myc, yang telah
ditemukan diperkuat dalam SCLC. Amplifikasi N-myc pada SCLC juga telah dikaitkan
dengan resistensi terhadap terapi dan prognosis yang lebih buruk. Secara keseluruhan, peran
yang tepat dari amplifikasi dari keluarga onkogen myc dari pada patogenesis kanker paruparu sel kecil tidak jelas dipahami saat ini dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Onkogen
lain yang telah ditemukandiperkuat dalam SCLC termasuk c-raf, c-erb-b1, dan c-fms, akan
tapi hubungan mereka dengan patogenesis dan prognosis bahkan kurang jelas.
Gen penekan tumor
Tumor supresor gen retinoblastoma (RB) pada kromosom 13 (13q14), dan persentase
yang tinggi dari SCLC (sebanyak 60%) tidak mengungkapkan messenger RB asam
ribonukleat (mRNA). Frekuensi tinggi inaktivasi gen penekan tumor menunjukkan bahwa hal
ini dapat menjadi langkah penting dalam patogenesis molekuler SCLC. Kelainan molekul
yang paling umum adalah penghapusan bagian dari kromosom 3 (3p14). Mutasi dari gen
PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2
supresor tumor p53 biasanya ditemukan di kedua SCLC dan NSCLC, tetapi peran mereka
dalam patogenesis tetap tidak jelas. Merokok tembakau dan paparan terhadap radon terkait
dengan mutasi gen p53.
10
karsinoma sel besar dan lebih dari 95% pasien dengan sel kanker kecil. Masalah klinis umum
meliputi metastasis otak dengan penurunan neurologis; metastasis tulang dengan nyeri dan
fraktur patologis; invasi sumsum tulang dengan sitopenia atau leukoeritroblastosis dan
anemia myelofitisik; metastasis hati dengan disfungsi biokimia, obstruksi bilier dan nyeri;
metastasis kelenjar getah bening; sindrom kompresi saraf tulang belakang dari epidural atau
metastasis tulang.
Sindrom paraneoplstic merupakan sesuatu yang umum pada pasien dengan kanker paru
dan dapat menjadi penemuan atau tanda pertama yang mengarah pada kekambuhan.
Paraneoplastic sindrom adalah kelainan langka yang dipicu oleh respon sistem imun yang
berubah terhadap neoplasma. Selain itu sindrom paraneoplastic dapat meniru penyakit
metastatik dan jika tidak terdeteksi, dapat menghasilkan terapi yang bersifat paliatif daripada
pengobatan kuratif.
Bekerja di pertambangan batu bara : hubungan terjadinya suatu penyakit dengan jenis
pekerjaan dapat memberi gambaran penyebab utamanya. Tidak ada bukti bahwa kanker
paru berkaitan dengan pneumokoniosis akibat debu batu bara. Meskipun demikian,
didapat proporsi yang signifikan dari pekerja tambang yang meniggal akibat kanker
paru.7
Riwayat TBC : beberapa kanker paru perifer (biasanya adenokarsinoma) timbul pada
daerah yang mengalami fibrosis, misalnya luka, fokus tuberkulosis atau infark. Teori
terjadinya berdasarkan adanya perubahan metaplastik dan displastik pada pneumosit di
dalam jaringan parut.
Manifestasi klinik :
Batuk : gejala paling sering karsinoma paru, umumnya batuk kering iritatif, tanpa sputum
atau sedikit sputum mukoid putih. Batuk sering kali dikarenakan tumor mengenai
berbagai percabangan bronkus.
Hemoptisis : gejala paling khas karsinoma paru, umumnya sputum berserat darah atau
bernoda darah. Hemoptisis disebabkan kanker menginvasi kapiler mukosa bronchial,
PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2
11
sering bercampur dengan sel ganas yang terlepas, angka positif pemeriksaan sitologi
sputum tinggi.
Gejala sistemik non spesifik : anoreksia, penurunan berat badan, kakeksia (kurus kering)
pasca stadium lanjut.
Tuberculosis
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.
Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2
12
yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai
sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Pada
pasien
anak
yang
tidak
PPOK8
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu penyakit paru akibat
penyumbatan menetap pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh emfisema atau
bronkitis kronis. PPOK lebih sering menyerang pria dan sering terjadi pada suatu keluarga,
sehingga diduga faktor keturunan dapat berperan menimbulkan penyakit ini.
Bekerja di lingkungan tercemar oleh asap kimia atau debu dapat meningkatkan risiko
terjadinya PPOK. Namun pengaruh kebiasaan merokok lebih besar lagi, di mana sekitar 1015% perokok menderita PPOK.
13
Gejala
Gejala awal PPOK, yang bisa muncul setelah 5-10 tahun merokok, adalah batuk yang
berlendir. Batuk biasanya ringan dan sering dianggap sebagai batuk normal seorang perokok.
Selain itu, sering terjadi nyeri kepala dan pilek. Selama pilek dahak menjadi kuning atau
hijau karena ada nanah akibat infeksi sekunder oleh bakteri. Setelah beberapa lama gejala
tersebut akan semakin sering dirasakan. Mengi-bengek pun bisa timbul sebagai salah satu
gejala PPOK.
Diagnosis
1. Anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai 3 gejala klinis (batuk, sputum putih/mukoid
dan sesak) dan faktor-faktor penyebab.
2. Pemeriksaan fisik: (1) pasien tampak kurus dan barrel-shaped chest, (2) fremitus taktil
dada berkurang atau tidak ada, (3) perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil,
batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang, (4) suara nafas berkurang dengan
ekspirasi memanjang.
3. Pemeriksaan radiologi : (1) foto torax pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular
shadow, (2) pada emfisema paru, foto torax menunjukkan adanya overinflasi dengan
gambaran diafragma yang rendah dah datar.
4. Pemeriksaan darah untuk mengetahui jika terdapat kekurangan alfa-1-antitripsin.
2.10 Penatalaksanaan
Terdapat beda fundamental perangai biologis Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)
dengan Small Cell Lung Cancer (SCLC) sehingga pengobatannya harus dibedakan:
NSCLC
Staging TNM yang didasarkan ukuran tumor (T) kelenjar getah bening yang terlibat
(N) dan ada tidaknya metastase bermanfaat sekali daam penentuan tatalaksana NSCLC ini.
Staging dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dengan perhatian khusus
kepada keadaan sistemik, kardio pulmonal, neurologi dan skeletal. Hitung jenis sel darah tepi
dan pemeriksaan kimia darah diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya metastase ke
sumsum tulang, hati dan tengkorak.
14
Pengobatan NSCLC. Terapi bedah adalah pilihan pertama pada stadium I atau II pada
pasien dengan yang adekuat sisa cadangan parenkim parunya. Reseksi paru biasanya
ditoleransi baik bila prediktif post reseksi Fevi yang didapat dari pemeriksaan spirometri
preoperatif dan kuantitatif ventilasi perfusi scanning melebihi 1000ml. Luasnya penyebaran
intra torak yang ditemui saat operasi menjadi pegangan luas prosedur operasi yang
dilaksanakan. Lobektomi atau pneumonektomi tetap sebagai standar di mana segmentektoi
dan reseksi baji bilobektori atau reseksi sleeve jadi pilihan pada situasi tertentu.
Survival pasien yang dioperasi pada stadium I mendekati 60%, pada stadium II 26-37%
dari Iia 17-36,3%. Pada stadium III A masih ada kontroversi mengenai keberhasilan operasi
bila kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding torak terdapat metastasis.
Pasien stadium IIIb dan IV tidak dioperasi Combined modality therapy yaitu gabungan
radiasi, kemoterapi dengan operasi (dua atau tiga modalitas) dilaporkan memperpanjang
survival dari studi-studi yang masih berlangsung.2
Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada terapi
kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk NSCLC (nonsmall cell
lung cancer) stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi
alternatif terapi kuratif. Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan
untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena kava superior, nyeri tulang
akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis tumor di tulang atau otak.
Penetapan kebijakan radiasi pada NSCLC (nonsmall cell lung cancer) ditentukan
beberapa factor:
1. Staging penyakit
2. Status tampilan
3. Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 6000 cGy, dengan cara pemberian
200 cGy/x, 5 hari perminggu.
Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :
1. Hb > 10 g%
PBL Blok 18 Sistem Respirasi 2
15
16
2.11Preventif
Pencegahan yang paling penting adalah tidak merokok sejak usia muda. Berhenti
merokok dapat mengurangi risiko kanker paru. Penelitian dari kelompok perokok yang
berusaha berhenti merokok, hanya 30% yang berhasil.
Akhir-akhir ini pencegahan dengan chemoprevention banyak dilakukan, yakni dengan
memakai derivat asam retinoid, carotenoid, vitamin C, selenium dan lain-lain. Jika seseorang
berisiko terkena kanker paru maka penggunaan betakaroten, retinol, isotretinoin ataupun Nacetyl-cystein dapat menigkatkan risiko kanker paru pada perokok. Untuk itu, penggunaan
kemopreventif ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut sebelum akhirnya direkomendasi
untuk digunakan. Hingga saat ini belum ada konsensus yang diterima oleh semua pihak.2
2.12 Prognosis2
Dengan adanya perubahan terapi dalam 15-20 tahun belakangan ini kemungkinan
hidup rata-rata yang tadinya < 3 bulan meningkat menjadi 1 tahun.
Pada kelompok Limited Disease kemingkinan hidup rata-rata naik menjadi 1-2
tahun, sedangkan 20% daripadanya tetap hidup dalam 2 tahun.
17
- Yang terpenting pada prognosis kanker paru ini adalah menentukan stadium dari
penyakit.
- Dibandingkan dengan jenis lain dari NSCLC, karsinoma skuamosa tidaklah seburuk
yang lainnya. Pada pasien yang dilakukan tindakan bedah, kemungkinan hidup 5
tahun setelah operasi adalah 30%.
18
BAB III
Kesimpulan
Karsinoma paru sudah menjadi salah satu penyakit yang sering ditemukan dalam dunia
medis. Berdasarkan kasus yang di dapat, serta gejala-gejala klinis yang timbul pada pasien,
dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien mengarah kepada karsinoma paru. Diagnosis kerja
karsinoma paru, dapat didukung oleh terdapatnya batuk berdarah, riwayat merokok, riwayat
kerja di pertambangan batu bara, riwayat mengidap penyakit TBC. Diagnosis tersebut belum
dapat dipastikan sampai melakukan pemeriksaan lebih lanjut, seperti pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang lainnya.
19
Daftar Pustaka
1. Underwood JC. Karsinoma paru. In: Sarjadi editor. Patologi umum dan sistematik. 2nd
ed, 1st vol. EGC Penerbit Buku Kedokteran.1999.p.276.
2. Amin Z. Kanker paru. In:Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 4th ed, 2nd vol. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK
UI;2006.p.1005-10.
3. Goldberg F. Pneumology.2007 [cited July 25th, 2010] Available from URL:
http://www.medstudents.com.br/pneumo/pneumo7/pneumo7.htm
4. Huq S. Non-small cell lung cancer. February 18th, 2010 [cited July 26th, 2010]
Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/279960-overview
5. Maghfoor I. Oat cell (small cell) lung cancer. May 22nd, 2009 [cited July 26th, 2010].
Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/280104-diagnosis
6. Minna JD. Neoplasms of the lung. In: Harrisons principles of internal medicine. 16th
ed, 1st vol. McGraw Hill Medical Publishing Division.2005.p.506-16.
7. Underwoon JC. Tumor paru. In: Sarjadi editor. Patologi umum dan sistematik. 2nd ed,
2nd vol. EGC Penerbit Buku Kedokteran.1999.p.413.
8. Junaidi I. Penyakit paru obstruktif menahun. In: Penyakit paru & saluran napas. PT
Bhuana Ilmu Populer.2010.p.83-7.
20