Oleh
Dr. Brury Apriadi H
Di era globalisasi ini perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran sangatlah pesat.
Peralatan penunjang pelayanan kedokteran banyak diketemukan demikian juga dengan
obat obatan baru. Keadaan tersebut berdampak terhadap pelayanan kesehatan, dimana
dimasa lalu pelayanan kesehatan sangatlah sederhana, sering kurang efektif namun lebih
aman. Pada saat ini pelayanan kesehatan sangatlah kompleks, lebih efektif namun apabila
pemberi pelayanan kurang hati-hati dapat berpotensi terjadinya kesalahan pelayanan.
Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar,
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai : The failure of a planned
action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to
achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai suatu
Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang
diharapkan atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan. Kesalahan yang
terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak
Diharapkan/KTD).
Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of
Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety)
merupakan
sebuah
prioritas
strategik.
Mereka
juga
menetapkan
capaian-capaian
peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000,
Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health
System melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar
3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini,
tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama
dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.
Di
Indonesia
sendiri
telah
dikeluarkan
pula
Permenkes
nomor
Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin Banda Aceh juga mengikuti
perkembangan ini dengan melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien. Upaya tersebut antara lain membentuk Komite Keselamatan Pasien
Rumah sakit dengan melibatkan seluruh unsur medis dan non medis di rumah sakit,
mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal tentang insiden
Keselamatan pasien di Rumah Sakit, memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit ,
tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan sasaran
Keselamatan Pasien dan yang terakhir mengembangkan standar pelayanan medis
berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar
yang baru dikembangkan.
Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat, maka
pelaksanaan program sasaran keselamatan pasien rumah sakit perlu dilakukan. Rumah
Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin Banda Aceh sudah menerapkan Sasaran
Keselamatan Pasien, Yakni Identifikasi pasien Yang Benar, Dimana RSUDZA sudah
melakukan pemasangan gelang identitas dan gelang risiko pada seluruh pasien yang
dirawat, penerapan identifikasi pasien secara verbal ketika pemberian obat, darah/produk
darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, memberikan
pengobatan atau tindakan lain serta menggunakan nama dan tanggal lahir dalam
melakukan identifikasi pasien.
Untuk Sasaran Keselamatan pasien yang kedua, dan merupakan salah satu aspek
penting dalam Patient Safety adalah Komunikasi Efektif, dimana komunikasi yang akurat,
tepat dan dimengerti ini di terapkan pada pelaporan kondisi pasien kritis, Hand Over dan
komunikasi terapetik lainya. RSUDZA juga telah menggembangkan sisitim Komunikasi
SBAR dalam sistim pelaporan pasien dan penerapan Read Back pada setiap pemberian
intruksi medis. Untuk Sasaran Keselamatan Pasien yang ke tiga yakni Pengawasan
Penggunaan Obat High Alert ( Obat Dengan Pengawasan Tinggi), RSUDZA telah
Pasien
pada
prosesnya
dan
menerapkan
Proses
Time
Out
dan
mendokumentasikannya pada Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009).
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan
pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para
profesional pelayanan kesehatan. Untuk itu RSUDZA telah
menerapka Sasaran
Keselamatan Pasien yang ke 5 yakni penerapan cuci tangan yang tepat ( Hand Hygiene )
sesuai Standart WHO pada Five Moment. Dan yang terakhir atau yang keenam ialah
Pencegahan Risiko Pasien Jatuh, Dimana RSUDZA telah mengembangkan Assesment
Risiko jatu pada pasien rawat Inap dan rawat jalan dan melakukan upaya upaya
pencegahan lainnya untuk mengurangi Insiden Pasien Jatuh.
Ini lah 6 Sasaran Keselamatan pasien yang harus dan akan terus di kembangkan
oleh RSUDZA untuk meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin keselamatan pasien di
rumah sakit.