Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

KEJANG DEMAM

Disusun Oleh:
Fadhillah Syafitri Suhatril

1102011091

Pembimbing:
Dr. Isyanto, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD ARJAWINANGUN
2016BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang 1,2,3


Kasus kejang merupakan 1 % dari kasus kegawatdaruratan. Kejang terjadi
bila fungsi otak tidak normal, mengakibatkan perubahan dalam gerakan, perilaku
atau kesadaran. Berbagai jenis kejang dapat terjadi di berbagai belahan otak dan
dapat lokal (hanya mempengaruhi bagian tubuh) atau umum (mempengaruhi
seluruh tubuh). Kejang dapat terjadi karena berbagai alasan, terutama pada anakanak. Kejang pada bayi baru lahir bisa sangat berbeda dibandingkan dengan
kejang pada anak-anak, anak-anak sekolah dan remaja. Kejang, terutama pada
anak yang belum pernah mengalami kejang sebelumnya , bisa menakutkan orang
tua atau penyedia layanan.
Kejang-kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada
kelompok umur pediatri dan terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak.
Kejang ini merupakan penyebab yang paling lazim untuk rujukan pada praktek
neurologi anak. Adanya gangguan kejang tidak merupakan diagnosis tetapi gejala
suatu gangguan sistem saraf sentral(SSS) yang mendasari dan memerlukan
pengamatan menyeluruh dan rencana manajemen.
Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan
kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya
cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Sekitar 3% dari

anak yang pernah mengalami kejang ketika berusia

kurang dari 15 tahun, setengahnya merupakan kejang demam (kejang akibat


demam). Satu dari setiap 100 anak yang pernah mengalami kejang akan
mengalami epilepsi-berulang. Kejang demam adalah jenis yang paling umum dari
kejang yang terjadi pada anak-anak. Dua sampai lima persen anak-anak
mengalami kejang demam pada beberapa waktu selama masa kecil mereka.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Kejang1,4


Kejang didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak tanpa sengaja
paroksismal

yang

dapat

nampak

sebagai

gangguan

atau

kehilangan

kesadaran,aktifitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris,atau


disfungsi autonom.
Atau Kejang adalah suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan
relaksasi secara cepat dan berulang, oleh karena abnormalitas sementara dari
aktivitas elektrik di otak, dapat karena kelainan intrakranial, ekstrakranial, atau
metabolik.
II.2 Etiologi 4,5

1
2

Cedera kepala
Merupakan penyebab tersering kejang didapat.
Fase akut atau sekuele dari susunan saraf pusat (infeksi intrakranial) yang
disebabkan oleh bakteri, virus, parasit.
Kejang biasanya merupakan gejala klinis pertama pada abses
serebrum. Infeksi yang terjadi di intrakranial dapat disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme. Jika mengenai selaput otak disebut
meningitis, tetapi jika mengenai jaringan otak disebut encefalitis.
Dapat juga mengenai keduanya yang disebut meningoencephalitis.

Gejala dari infeksi intrakranial ini adalah Hiperpirreksia, kesadaran


menurun, dan kejang. Kejang biasanya bersifat umum, fokal atau
twitching. Kejang dapat berlangsung sampai berjam-jam. Penanganan
kejang yang disebabkan oleh infeksi intrakranial ini sama dengan
penanganan kejang pada umumnya ditambah dengan penanganan dari
infeksi tersebut. Kelainan metabolik, sebagai kelainan yang mendasari
kejang, mencakup hiponatremia, hipernatremia, hipoglikemia, keadaan
hiperosmolar, hipokalsemia, hipomagnesemia, hipoksia, dan uremia.
3

Tumor otak
Tumor otak adalah kausa lain penyebab kejang didapat, terutama pada
pasien berusia antara 35 sampai 55 tahun. Kejang dapat merupakan gejala
pada tumor otak tertentu, khususnya meningioma, glioblastoma, dan
astrositoma. Tumor yang terletak supratentorium dan mengenai korteks
kemungkinan besar menyebabkan kejang. Insidensi tertinggi terjadi pada
tumor yang terletak di sepanjang sulkus sentralis disertai keterlibatan
daerah motorik. Semakin jauh tumor dari bagian ini, semakin kecil

kemungkianannya menyebabkan kejang.


Insufisiensi serebrovaskular arteriosklerotik dan infark serebrum
Merupakan kausa utama kejang pada pasien dengan penyakit vaskular, dan
hal ini tampaknya meningkat seiring dengan meningkatkanya jumlah
populasi orangberusia lanjut. Infark besar dan infark dalam yan meluas ke
struktur-struktur subkorteks lebih besar kemungkinannya menimbulkan

kejang berulang.
Berbagai bahan toksik dan obat
Pada beberapa obat, kejang merupakan manifestasi efek toksik. Obat yang
berpotensi menimbulkan kejang adalah aminofilin, obat antidiabetes,
lidokain, fenotiazin, fisotigmin, dan trisiklik. Penyalahgunaan zat seperti
alkohol dan kokain juga dapat menyebabkan kejang.

II.3 Patofisiologi 5
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung kepada lokasi lepas
muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebri

kemungkinan besar bersifat epileptogenik sedangkan lesi di serebelum dan batang


otak umumnya tidak memicu kejang.
Ditingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut :

Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami

pengaktifan.
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan

menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.


Kelainan polarisasi (polarisasi berlebih, hipopolarisasi, atau selang waktu
dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau

defisiensi GABA.
Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi
kelainan

pada

depolarisasi

neuron.

Gangguan

keseimbangan

ini

menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmiter eksitatorik atau


deplesi neurotransmiter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah
kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis
meningkat; lepas muatan lisrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 perdetik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirsi dan glokilisis
jaringan. Asetilkolin muncul di cairan cerebrospinal (CSS) selama dan setelah
kejang. Asam glutamat mungkn mengalami deplesi selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan
fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai diantara kejang. Fokus
kejang tampaknya sangat peka terhadap asetilkolin, suatu neurotransmiter
fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
II.4 Jenis kejang5
Kejang diklasifiaksikan sebagai parsial atau generalisata berdasarkan
apakah kesadaran utuh atau lenyap. Kejang dengan kesadaran utuh disebut
sebagai kejang parsial. Kejang parsial dibagi lagi menjadi parsial sederhana
(kesadaran utuh) dan parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak hilang).
5

1. Kejang parsial
Kejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks
serebrum. Gejala kejang ini bergatung pada lokasi fokus di otak. Sebagai
contoh, apabila fokus terletak di korteks motorik, maka gejala utama mungkin
adalah kedutan otot; sementara, apabila fokus terletak di korteks sensorik,
maka pasien mengalami gejala gejala sensorik termasuk baal, sensasi
seperti ada yang merayap, atau seperti tertusuk-tusuk. Kejang sensorik
biasanya disertai beberapa gerakan klonik, karena di korteks sensorik terdapat
beberapa reprsentasi motorik. Gejala autonom adalah kepucatan, kemerahan,
berkeringat, dan muntah. Gangguan daya ingat, disfagia, dan deJa vu adalah
contoh gejala psikis pada kejang parsial. Sebagian pasien mungkin
mengalami perluasan ke hemisfer kontralateral disertai hilangnya kesadaran.
Lepas muatan kejang pada kejang parsial kompleks ( dahulu dikenal
sebagai kejang psikomotot atau lobus temporalis ) sering berasal dari lobus
temporalis medial atau frontalis inferior dan melibatkan gangguan pada
fungsi serebrum yang lebih tinggi serta proses-proses pikiran, serta perilaku
motorik yang kompleks. Kejang ini dapat dipicu oleh musik, cahaya
berkedip-kedip, atau rangsangan lain dan sering disertai oleh aktivitas
motorik repetitif involunta yang terkoordinasi yang dikenal sebagai perilaku
otomatis (automatic behavior). Contoh dari perilaku ini adalah menarik-narik
baju, meraba-raba benda, bertepuk tangan, mengecap-ngecap bibir, atau
mengunyah berulang-ulang. Pasien mungkin mengalami perasaan khayali
berkabut seperti mimpi. Pasien tetap sadar selama serangan tetapi umumnya
tidak dapat mengingat apa yang terjadi. kejang parsial kompleks dapat meluas
dan menjadi kejang generalisata.
2. Kejang Generalisata
Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan
diensefalon serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan
simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang
berawal sebagai kejang fokal. Pasien tidak sadar dan tidak mengetahui
keadaan sekeliling saat mengalami kejang. Kejang ini i muncul tanpa aura
atau peringatan terlebih dahulu. Terdapat beberapa tipe kejang generalisata

antara lain kejang absence, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang


atonik, kejang tonik dan kejang klonik.
a. Kejang absence (petit mal)
Ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang
berlangsung lebih dari beberapa detik. Sebagai contoh, mungkin
pasien tiba-tiba menghentikan pembicaraan, menatap kosong, atau
berkedip-kedip dengan cepat. Pasien mungkin mengalami satu atau
dua kali kejang sebulan atau beberapa kali sehari. Kejang absence
hampir selalu terjadi pada anak; awitan jarang dijumpai setelah
usia 20 tahun. Serangan-serangan ini mungkin menghilang setelah
pubertas atau diganti oleh kejang tipe lain, terutama kejang tonikklonik.
b. Kejang tonik-klonik (grand mal)
Kejang tonik-klonik adalah kejang epilepsi yang klasik.
Kejang tonik-klonik diawali oleh hilangnya kesadaran dengan
cepat. Pasien mungkin bersuara menangis, akibat ekspirasi paksa
yang disebabkan oleh spasme toraks atau abdomen. Pasien
kehilangan posisi berdirinya, mengalami gerakan tonik kemudian
klonik, dan inkontenesia urin, disertai disfungsi autonom. Pada
fase tonik, otot-otot berkontraksi dan posisi tubuh mungkin
berubah. Fase ini berlangsung beberapa detik. Fase klonik
memperlihatkan

kelompok-kelompok

otot

yang

berlawanan

bergantian berkontraksi dan melemas sehingga terjadi gerakangerakan menyentak. Jumlah kontraksi secara bertahap berkurang
tetapi kekuatannya tidak berubah. Lidah mungkin tergigit; hal ini
terjadi pada sekitar separuh pasien ( spasme rahang da lidah ).
Keseluruhan kejang berlangsung 3 sampai 5 menit dan diikuti oleh
periode tidak sadar yang mungkin berlangsung beberapa menit
sampai selama 30 menit. Setelah sadar pasien mungkin tampak
kebingungan, agak stupor, atau bengong. Tahap ini disebut sebagai
periode pascaiktus. Umumnya pasien tidak dapat mengingat
kejadian kejangnya. Kejang tonik-klonik demam, yang sering
disebut sebagai kejang demam, paling sering terjadi pada anak
berusia kurang dari 5 tahun. Teori menyarankan bahwa kejang ini
7

disebabkan oleh hipernatremia yang muncul secara cepat yang


berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Kejang ini umumnya
berlangsung singkat, dan mungkin terdapat predisposisi familial.
Pada beberapa kasus, kejang dapat berlanjut melewati masa anak
dan anak mungkin mengalami kejang non demam pada kehidupan
selanjutnya.
c. Kejang mioklonik
Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas dibeberapa
otot atau tungkai, cenderung singkat.
d. Kejang atonik
Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya
postur tubuh.
e. Kejang klonik
Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tungal atau
multipel di lengan, tungkai, atau torso.
f. Kejang tonik
Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontaksi)
wajah dan tubuh bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai,
mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan
henti nafas.
Tabel 1. Efek fisiologis kejang menurut lama terjadinya kejang
Awal (< 15 menit)
Lanjut (15-30 menit) Berkepanjangan (>1jam)
Meningkatnya kecepatan Menurunnya tekanan Hipotensi disertai berkurangnya
denyut jantung
Meningkatnya

darah
tekanan Menurunnya

darah
Meningkatnya

darah
kadar Disritmia

aliran darah serebrum sehingga


gula terjadi hipotensi serebrum
Gangguan sawar darah otak

glukosa
Meningkatnya suhu pusat Edema

yang

menyebabkan

edema

paru serebrum

tubuh
nonjantung
Meningkatnya sel darah
putih
Tabel 2. Perbedaan Kejang dan Menyerupai Kejang
Keadaan

Kejang

Menyerupai kejang

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Onset
Lama serangan
Kesadaran
Sianosis
Gerakan ekstremitas
Stereotipik serangan
Lidah tergigit atau luka lain
Gerakan abnormal bola mata
Fleksi pasif ekstremitas
Dapat diprovokasi
Tahanan terhadap gerakan pasif
Bingung pasca serangan
Iktal EEG abnormal

Detik/menit

Mungkin gradual

Sering terganggu

Beberapa menit

Sering

Jarang terganggu

Sinkron

Jarang

Selalu

Asinkron

Sering

Jarang

Selalu

Sangat jarang

Gerakan tetap ada

Jarang

Jarang

Gerakan hilang

Jarang

Hampir selalu

Hampir selalu

Selalu

Selalu

Tidak pernah

Selalu

Hampir tidak pernah


jarang

II.5

Klasifikasi Kejang Pada Anak4

Gambar 1. Klasifikasi kejang pada anak


A. Kejang Dengan Demam

1. Kejang demam
a. Definisi 6
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal>38oC),tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan
elektrolit atau metabolit. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1
bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
b. Insiden 2,3
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 5 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada
laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. Berdasarkan
laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr.
Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam.
Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak
didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang
demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas
menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%. Jumlah
penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk di
AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya
lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam
kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin
penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.
c. Etiologi 2,3
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui,
akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi
terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang
mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam
pasa masa kecilnya.

10

Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang


menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas
terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang tidak
segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan
menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi
saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga
dapat menyebabkan kejang demam.
d. Patofisiologi 3
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat
sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida.
Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular


Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau

aliran listrik
dari sekitarnya
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 derajat celcius akan mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat


20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam

11

waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan
bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung
lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi
artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme
otak meningkat.
e. Klasifikasi kejang demam :5,6
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua:
a. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)

Berlangsung singkat
Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit
Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal
Tidak berulang dalam waktu 24 jam

b. Kejang demam komplek s (hanya dengan salah satu kriteria berikut)

Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit


Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan

kejang parsial
Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di
antara bangkitan kejang.

Menurut Livingstone, membagi kejang demam menjadi dua :5


1. Kejang demam sederhana
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit
Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 th tidak > 4
kali
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal

tidak
menunjukkan kelainan

12

2. Epilepsi yang diprovokasi demam

Kejang lama dan bersifat lokal


Umur lebih dari 6 tahun
Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun
EEG setelah tidak demam abnormal

Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam,
yaitu :
1. Kejang demam kompleks
Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
Kejang berlangsung lebih dari 15 menit
Kejang bersifat fokal/multipel
Didapatkan kelainan neurologis
EEG abnormal
Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun
Temperatur kurang dari 39
2. kejang demam sederhana
Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun
Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat
Kejang bersifat umum (tonik/klonik)
Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang
Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun
Temperatur lebih dari 39
3. Kejang demam berulang
Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam
berulang antara lain:

Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama


Riwayat kejang demam dalam keluarga
Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu

sudah relatif normal


Riwayat demam yang sering
Kejang pertama adalah kejang demam kompleks

f. Pemeriksaan Dan Diagnosis 6,9

13

Anamnesis
Adanya Kejang,jenis kejang,kesadaran, lama kejang
Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam,interval, keadaan anak
pasca kejang,penyebab demam diluar infeksi susunan saraf pusat (gejala
infeksi saluran napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK,otitis media
akut/OMA,dll)
Riwayat perkembangan,riwayat kejang demam dan epilepsi dalam
keluarga
Singkirkan

penyebab

mengakibatkan

kejang

gangguan

lainya

(misal

elektrolit,sesak

diare/muntah
yang

yang

mengakibatkan

hipoksemia,asupan kurang yang menyebabkan hipoglikemia

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : apaka terdapat penurunan kesadaran,suhu tubuh : apakah
terdapat demam
Tanda rangsang menigeal : kaku kuduk, bruzinki I dan II,kernigue,laseque
Pemeriksaan nervus kranial
Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun-ubun besar (UUB
membenjol, papil edema
Tanda infeksi diluar SSP : ISPA,OMA,ISK,dll
Pemeriksaan neurologis : tonus,motorik,reflex fisiologis,reflex patologis
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab
demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi dara perifer lengkap,gula
darah,elektrolit,urinalisis dan biakan darah,urin atau feses.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit
meneggakkan atau menyingkirkan diagnosa meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal. Pungsi lumbal dianjurkan pada :
o Bayi usia kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan
o Bayi usia 12-18 bulan : dianjurkan
o Bayi > 18 bulan tidak dianjurkan

14

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan. EEG


masih dapat dilakukan pada kejan demam yang tidak khas, misalnya :
kejang demam kompleks pada anak berusia lebih dari 6 tahun atau kejan
demam fokal.
Pencitraan (CT Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika ada
indikasi,misalnya :
o Kelainan neurologis fokal yang menetap (hemiparesis) atau
kemungkinan adanya lesi struktual diotak.
o Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran
menurun,muntah berulang,UUB membenjol,paresis nervus VI,
edema papil)
g. Diagnosa Banding 3,6
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang,
harus dipertimbangkan apakah penyebabnya dari luar atau dari dalam
susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi,
seperti: Meningitis, Encephalitis, atau Abses otak. Sesudahnya baru
difikirkan kemungkinan KDS atau Epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
h. Tatalaksana dan Pengobatan Kejang3,7,9
Dalam Penanggulangan Kejang demam

ada 4 faktor yang perlu

dikerjakan yaitu :
1. Memberantas kejang secepat mungkin
2. Pengobatan penunjang
3. Memberikan pengobatan rumatan
4. Mencari dan mengobati penyebab
1. Memberantas kejang secepat mungkin3,6,9
Tatalaksana Penghentian kejang akut dilaksanakan sebagai berikut :
Dirumah/prehospital
Penanganan kejang dirumah dapat dilakukan oleh orangtua dengan
pemberian diazepam per rektal dengan dosis 0,3-0,5mg/kgBB atau
secara sederhana bila berat badan < 10kg : 5mg sedangkan berat
badan >10kg : 10 mg. Pemberian dirumah maksimum 2kali dengan

15

interval 5 menit. Bila kejang masih berlanjut bawalah pasien ke


klinik/rumah sakit terdekat.
Dirumah sakit
Saat tiba diklinik/rumah sakit,bila belum terpasang cairan
intravena,dapat diberikan diazepam per rektal ulangan 1 kali
sebelum mencari akses vena. Sebelum dipasang cairan intravena
sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah tepi,elektrolit dan gula
darah sesuai indikasi. Bila terpasang cairan intravena, berikasn
fenitoin IV dengan dosis 20mg/kgBB dilarutkan dalam NaCl 0,9%
diperikan

perlahan-lahan

dengan

kecepatan

pemberian

50mg/menit. Bila kejang belum teratasi,dapat diberikan tambahan


fenitoin IV 10mg/kg. Bila kejang teratasi,lanjutkan pemberian
fenitoin IV setelah 12 jam kemudian dengan rumatan 57mg/kg/hari

dibagi

dalam

dosis.

Bila

kejang

belum

teratasi,berikan fenobarbital IV dengan dosis maksimum 1520mg/kg dengan kecepatan pemberian 100mg/menit. Awasi dan
atasi kelainan metabolik yang ada. Jika kejang berhenti,lanjutkan
dengan pemberian fenobarbital IV rumatan 4-5 mg/kg/hari dalam 2
dosis 12 jam kemudian.
Perawatan intensif-rumah sakit
Bila kejang belum berhenti,dilakukan intubasi dan perawatan
diruang intensif. Dapat diberikan salah satu dibawah ini :
o Midazolam 0,2mg/kg diberikan perlahan-lahan,diikuti infus
midazolam 0,001-0,002 mg/kg/menit selama 12-24 jam
o Propofol 1mg/kg selama 5 menit,dilanjutkan dengan 15mg/kg/jam diturunkan setelah 12-24 jam
o Pentobarbital 5-15mg/kg dalam 1 jam, dilanjutkan dengan
0,5-5mg/kg/jam

16

ALGORITME PENANGANAN KEJANG AKUT & STATUS


KEJANG
prehospital

Diazepam 5-10mg/rektal

0-10 mnt

Maks 2x jarak 5 menit

Hospital

Airway,
Breathing,
O2
circulation

Diazepam0,25-0,5mg/kg/iv/io
(Kecepatan 2mg/menit),max dosis
20mg

monitor

atau
Note: jika DIAZ recktal
1x Prehospital boleh
atau
rektal 1x

Kejang (-) 5-7


mg/kg/hari 12 jam
kemudian

Note : aditional
5-10mg/kg/iv

Kejang (-) 4-5


mg/kg/hari 12
jam kemudian

IC
U

10-20
menit

Midazolam o,2mg/kg/iv bolus

Lorazepam 0,05-0,1
mgkkg/iv(rate<2mg/menit)

Fenitoin 20mg/kg/iv
(20menit/50ml NS),maks
1000mg

Tanda vital,
EKG,gula
darah,elektrolit
serum
(Na,K,Ca,Mg,cl),

20-30menit

Phenobarbitone 20mg/kg/iv
(rate >5-10min; max 1g)

30-60 menit

refrakter

17

Midazolam 0,2mg/kg/iv
bolus dilanjut infus 0,020,4mg/kg/jam

Pentotal-tiopental
5-8 mg/kg/iv

Propofol 15mg/kg/infusion

Cara Pemberian obat antikonvulsan pada tatalaksana kejang


Diazepam
Dosis maksimum pemberian diazepam rektal 10 mg,dapat
diberikan 2 kali dengan interval 5-10 menit.
Sediaan IV tidak perlu diencerkan,maksimum sekali pemberian 10
mg dengan kecepatan makasimum 2mg/menit,dapat diberikan 2-3
kali dengan interval 5 menit.
Fenitoin

Dosis inisial maksimum adalah 1000mg (30mg/kgbb)


Sediaan IV diencerkan dengan NaCl 0,9% 10mg/1cc NaCl 0,9%
Kecepatan pemberian IV : 1 mg/kg/menit, maksimum 50mg/menit
Jangan encerkan dengan cairan yang mengandung dextrose,karena

akan menggumpal
Sebagian besar kejang berhenti dalam waktu 15-20 menit setelah
pemberian
Dosis rumatan : 12-24 jam setelah dosis inisial
Efek samping : aritmia, hipotensi, kolaps kardiovaskular pada
pemberian IV yang terlalu cepat.
Fenobarbital

Sudah ada sediaan IV,sediaan IM tidak boleh diberikan IV


Dosis inisial maksimum 600mg (20mg/kgbb)
Kecepatan pemberian 1mg/kg/menit,maksimum 100mg/menit
Dosis rumat : 12-24 jam setelah dosis inisial
Efek samping : hipotensi dan depresi napas, terutama jika
diberikan setelah obat golongan benzodiazepin

2. Pengobatan Penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan
nafas, pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai.

18

Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk


mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas
yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau
trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan
ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan
dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi
jantung diawasi secara ketat.
Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi,
manakala pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi.
Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah
perifer

bisa

mengalami

vasokontriksi

yang

berlebihan

sehingga

menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih


terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa
menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang
waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh
menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut
penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres
air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan
menurun perlahan-lahan.
Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah
diazepam yang diberikan secara per rektal, disamping cara pemberian
yang mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya. Hal
ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui
dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari
10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata
pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg
dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat
diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.
Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid
yaitu dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan

19

glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam


sampai keadaan membaik.

3. Pengobatan Rumatan
Pengobatan rumatan diberikan jika kejang demam menunjukan ciri
sebagai berikut (salah satu) :
Kejang lama > 15 menit
Kelainan neurologis yang nyata sebelum/sesudah kejang :
hemiparesis, peresis Todd,palsi serebral, retradasi
mental,hidrosefalus.
Kejang fokal
Atau pengobatan rumatan dipertimbangkan jika :
Kejang berulang 2kali/lebih dalam 24 jam
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
Kejang demam >/= 4 kali per tahun.
Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita
kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika
yang harus diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik
yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10- 15mg/kg/kali
diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4
kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk
mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan
secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg
dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis
0,3 mg/kg setiap 8 jam. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan
sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana
sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital,
karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam.

20

Profilaksis jangka panjang


Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis
teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah
terulangnya kejang di kemudian hari. Obat yang dipakai untuk profilaksis
jangka panjang ialah:
1). Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital
jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan
siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
2). Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini
harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala
toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.
3). Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat
berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau
kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka
panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati
epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahanlahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
Obat rumatan yang diberikan selama perawatan adalah fenitoin dan
fenobarbital. Jika pada tatalaksana kejang,kejang berhenti dengan
fenitoin,lanjutkan rumatan dengan dosis 5-7mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis. Jika pada tatalaksana kejang, kejang berhenti dengan feobarbital,
lanjutkan rumatan dengan dosis 4-5mg/kgBB/hari dalam 2 dosis
Jika

pada

tatalaksana

kejang,kejang

berhenti

dengan

diazepam,tergantung dengan etiologi yang dapat dikoreksi secara cepat


(hipoglikemia, kelainan elektrolit, hipoksia) mungkin tidak memerlukan
terapi rumatan.

21

Jika penyebab infeksi SSP (ensefalitis dan meningitis), perdarahan


intrakranial,mungkin diperlukan terapi rumat selama perawatan. Dapat
diberikan fenobarbital dengan dosis awal 8-10mg/kgbb/hari dibagi dalam
2 dosis selama 2 hari, dilanjutkan dengan dosis 4-5mg/kgBB/hari sampai
resiko berulangnya kejang tidak ada. Jika etiologinya epilepsi, lanjutkan
obat antiepilepsi dengan menaikan dosis. Lanjutan pengobatan ini
tergantung daripada kondisi pasien.
4. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks
biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut.
Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi
tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang
untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal
ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya
meningitis. Apabila

menghadapi

penderita

dengan

kejang

lama,

pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi


lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium,
natrium, nitrogen, dan faal hati.
i. Prognosis 3,9
1.Kematian
Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa
biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan
angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %.
2. Terulangnya Kejang
Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 %
pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.
3. Epilepsi
Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari
kejang demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi
oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :

22

a. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga


b. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita
kejang demam sederhana
c. kejang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka
kemungkinan mengalamiserangan kejang tanpa demam adalah 13 %,
dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas.
4. Hemiparesis
Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama
(berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum
maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan
kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu
timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami
hemiparese sesudah kejang lama.
5. Retardasi Mental
Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami
kelainan IQ, sedangkejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami
gangguan perkembangan ataukelainan neurologik ditemukan IQ yang
lebih rendah. Apabila kejang demam diikutidengan terulangnya kejang
tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mentaladalah 5x lebih
besar.
B.Kejang Tanpa Demam
1. Epilepsi 7
a.Definisi
Adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai macam
etiologi yang dirincikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang
berkala,akibat lepasnya muatan listrik neuron-neuron serebral secara
eksesif yang menimbulkan kejang.

23

b. Klasifikasi 6
Menurut etiologi
1. Epilepsi Idiopatik
2. Epilepsi Simtomatik/ sekunder : cedera kepala, gangguan metabolik dan
gizi,faktor toksik,ensefalitis, hipoksia,gangguan sirkulasi,gangguan
keseimbangan elektrolit (terutama hiponatremia dan hipokalsemia).
c. Faktor Pencetus
Faktor-faktor pencetusnya dapat berupa :

Kurang tidur
Stress emosional
Infeksi
Obat-obat tertentu
Alkohol
Perubahan hormonal
Terlalu lelah
Fotosensitif

d. Diagnosis3
Untuk menentukan apakah seorang menderita bangkitan kejang
atau epilepsi biasanya tidak sukar, asal kita dapat menyasikkan sendiri
serangan tersebut atau dapat memperoleh anamnesis yang dapat dipercaya.
Anamnesis
Mengenai bangkitan kejang yang timbul perlu diketahui mengenai
pola serangan,keadaan sebelum ,selama dan sesudah serangan,lamanya
serangan,frekuensi serangan, waktu serangan terjadi dan faktor-faktor atau
keadaan yang dapat memprovokasi serangan(misal melihat TV, bernafas
dalam,

lapar,letih,menstruasi,obat-obat

tertentu

dan

sebagainya).

Ditanyakan apakah ada gejala prodomal,aura,keadaan selama serangan


(dimana atau bagaimana kejang dimulai,bagaimana penjalarannya) dan
keadaan sesudah kejang.

24

Riwayat keluarga (anggota keluarga yang pernah menderita


kejang,penyakit saraf,dll),riwayat masa lalu (penyakit yang diderita ibu
selama masa kehamilan,obat-obatan yang dikonsumsi dan riwayat
kelahiran), riwayat trauma kepala dan penyakit lainnya yang pernah
diderita(misalnya kejang demam).
Pemeriksaan Fisik
Dilakukkan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan secara
pediatris dan neurologis. Pemeriksaan fisik yang lengkap (mulai dari
keadaan umum,tanda vital ,dsb). Pemriksaan neurologis diperhatikan
kkesadaran,kecakapan,motorik dan mental, tingkahlaku,berbagai gejala
proses intrakranium, fundus okuli, penglihatan, pendengaran, saraf otak
lain, sistem motorik, sistem sensorik, reflek fisiologis dan patologis.
Pemeriksaan laboraturium
Pemeriksaan darah sesuai indikasi (darah tepi, glukosa, elektrolit
,dll). Pemeriksaan cairan serebrospinal untuk dapat mengungkapkan ada
tidaknya radang pada otak atau selaputnya.
Pemeriksaan EEG
Pemeriksaan EEG sangat berguna membantu kita menegakkan
diagnosis epilepsi. Kelainan EEG yang sering dijumpai pada penderita
epilepsi disebut epileptiform discharge atau epileptiiform ectivity (sidell
dan Daly),1936), misalnya spike, sharp wave, dan paroxsmal slow
activity. Kadang-kadang rekaman EEG dapat menentukan fokus serta jenis
epilepsi, apakah fokal,multifokal,kortikal, subkortikal, misalnya petit mal
mempunyai gambaran 3 cps spike and wave dan spasme infantil
mempunyai gambaran hipsaritmia. Pemeriksaan EEG harus dilakukan
berkal. Perlu diingat bahwa kira-kira 8-12% dari penderita epilepsi
mempunyai rekaman EEG yang normal.

25

Pemeriksaan psikologis dan psikiatris


Tidak jarang anak yang menderita epilepsi mempunyai tingkat
kecerdasan yang rendah (retradasi mental),gangguan tingkah laku,
gangguan emosi, hiperaktif. Bila perlu dapat diminta bantuan dari psikolog
atau psikiater.
Pemeriksaan Radiologis

Foto polos tengkorak


Pneumonsefalografi dan ventrikulografi dilakukan atas indikasi tertentu,
yaitu

untuk

melihat

gambaran

sistem

ventrikel,sisterna,

rongga

subarachnoid serta gambaran otak.


Arteriografi yaitu untuk melihat keadaan pembuluh darah di otak

e. Pengobatan 8
Pengobatan kausal
Pada tiap penderita epilepsi harus diselidiki apakah ia menderita
penyakit yang masih aktif,misal tumor serebi,hematome subdural kronik.
Bila demikian kelainan tersebut harus diobati. Pada sebagian epilepsi kita
tidak menemukan adanya lesi, dalam hal ini kita mengobati terhadap
gejala epilepsinya.
Pengobatan rumatan3
Penderita epilepsi umumnya cenderung untuk mengalami serangan
kejang secara spontan,tanpa faktor provokasi yang kuat atau nyata. Tidak
dapat diramalkan pula kapan bangkitan kejang akan timbul. Timbulnya
serangan kejang ini harus dicegah,karena hal itu dapat menimbulkan
cidera atau kecelakaan, disamping itu kejang itu sendiri dapat
mengakibatkan keusakan otak. Untuk maksud ini pada penderita epilepsi
diberi obat antikonvulsi secara rumat.

Tabel 3. Obat obat anti epilepsi7


26

Obat

Bentuk Kejang

Fenobarbital
Dilantin

Semua bentuk kejang


Semua bentuk kejang

Dosis (mg/kgbb/hari)
3-8
5-10

kecuali petit
Mysoline

mal,mioklonik,akinetik
Semua bentuk kejang

12-25

(pirimidone)
Zarontin

kecuali petit mal


Petit mal

20-60

(etosuksimid)
Diazepam
Diamox

Semua bentuk kejang


Semua bentuk kejang

0,2-0,5
10-90

(asetasolamid)
Prednison
Dexametason
Adrenokortik

Spasme infantil
Spasme infantil
Spasme infantil

2-3
0,2-0,3
2-4

otropin
Pengobatan masa akut3
Status konvulsi atau status epeleptikus ialah keadaan dengan
serangan kejang yang berlangsung secara berurut-turut,serangan berikut
sudah mulai sebelum pasien sadar dari serangan sebelumnya. Status
konvulsi merupakan suatu kegawatdaruratan sehingga dapat menyebabkan
kematian atau cacat diotak. Tatalaksana status konvulsi sama dengan
tatalaksana kejang.
Prognosis7
Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas dari serangan
paling sedikit 2 tahun dan bisa lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir
obat dihentikan,pasien tidak mengalami kejang lagi,dikatakan telah
mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak mengalami remisi
meskipun minum obat dengan teratur. Sesudah remisi, kemungkinan
munculnya serangan ulang paling sering didapat pada epilepsi tonik klonik
dan parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih sering mengalami
relaps sesudah remisi.

27

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
III.1 Kesimpulan

28

Kejang

kematian
Kejang pada anak dapat terjadi dengan berbagai macam etiologi yaitu

infeksi atau noninfeksi.


Kejang yang sering terjadi pada masa anak-anak adalah Kejang Demam

dan Epilepsi
Sekitar 3% dari

merupakan suatu kegawatdaruratan yang dapat menyebabkan

anak yang pernah mengalami kejang ketika berusia

kurang dari 15 tahun, setengahnya merupakan kejang demam (kejang

akibat demam).
Satu dari setiap 100 anak yang pernah mengalami kejang akan mengalami

epilepsi-berulang
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal>38oC),tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat,

gangguan elektrolit atau metabolit.


Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai macam
etiologi yang dirincikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang
berkala,akibat lepasnya muatan listrik neuron-neuron serebral secara

eksesif yang menimbulkan kejang.


Tatalaksana kejang yaitu memberantas kejang secepat mungkin,
pengobatan penunjang,memberikan pengobatan rumatan,dan mencari dan

mengobati penyebab
Prognosis kejang dapat menyebabkan kematian, berulangnya kejang,
epilepsi(pada kejang demam),hemiparesis dan retradasi mental.

III.2

Saran

Edukasi orang tua tentang penanganan kejang dirumah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Farmakologi dan Terapi ed. 5. Departemen Farmakologi dan Terapetik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : Gaya Baru, 2007.
2. Lumbantobing S M. Kejang Demam (Febrile Convulsions). Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, 2004.

29

3. Nelson, Behrman, Kliegman, et al. Kejang-Kejang pada Masa Anak dalam


Nelson Ilmu Kesehatan Anak,Volume 3,edisi 15 ,Jakarta:EGC,2000.Hal
2059-2063.
4. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Untuk
Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta. 2002
5. Pusponegoro, Hardiono D.,dkk.Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Jakarta:Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia,2006.
6. Rahajoe Nastiti N, Supriyatno Bambang, Setyanto Darmawan Budi. Buku
Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
2008.
7. Soedarmo Sumarmo S. Poorwo, dkk. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2008
8. Soetomenggolo ,Buku Ajar Neurologi Anak.Jakarta:EGC.1999. Hal 245251
9. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Kejang Demam. Dalam Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:FKUI,2002. Hal :847-855.

30

Anda mungkin juga menyukai