Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Baja API 5L X65
Pipa baja API 5L grade X65 merupakan jenis pipa yang didesain khusus
untuk pipa bawah laut dimana pipa jenis ini dengan spesifikasi 5L adalah
menunjukkan jenis yang khusus digunakan untuk offshore pipeline. Dengan grade
X65 menunjukkan pipa bawah laut ini mempunyai tegangan minimum yang
diijinkan sebesar 65.000 psi atau 448 MPa yang banyak dipakai pada struktur
anjungan minyak bumi dan gas. Pipa baja API 5L grade X65 banyak digunakan
pada pipa penyalur gas, air dan minyak. Sebagai alat penyalur minyak yang
efisien dan ekonomis pada dunia perminyakan (Dewi, dkk, 2011).
Tabel 2.1.2 Komposisi Kimia Pipa Baja API 5L X65
No.

Nama Unsur

% Berat Logam Dasar

% Berat HAZ

1.

Alumunium (Al)

0,04237

0,02897

2.

Carbon (C)

0,07877

0,07436

3.

Chromium (Cr)

0,02233

0,03036

4.

Cuprum (Cu)

0,01409

0,04364

5.

Ferro (Fe)

97,91805

97,7194

6.

Manganese (Mn)

1,45279

1,47367

7.

Molybdenum (Mn)

0,00369

0,10297

8.

Nickel (Ni)

0,01902

0,02375

9.

Niobium (Nb)

0,04491

0,03293

10.

Phosporus (P)

0,01330

0,01583

11.

Silicon (Si)

0,31193

0,38696

12.

Sulfur (S)

0,00423

0,00507

No.

Nama Unsur

% Berat Logam Dasar

% Berat HAZ

13.

Stannum (Sn)

0,00572

0,00599

14.

Titanium (Ti)

0,01814

0,01149

15.

Vanadium (V)

0,04643

0,03682

16.

Wolfram (W)

0,00218

0,00471

17.

Zinc (Zn)

0,00393

0,00353

18.

Zirconium (Zr)

0,00061

0,00085

Sumber: Yurianto, 2008


Sehingga dari unsur-unsur komposisi baja di atas, korosi yang akan lebih dominan
menyerang pada logam Fe karena kompsisi terbesar dari komponen baja adalah Fe.
2.2 Korosi
Korosi adalah proses perubahan sifat bahan akibat pengaruh atau reaksinya
dengan lingkungan sekitarnya. Korosi dapat terjadi dimana saja dan bahan apa
saja, hampir tidak ada benda padat yang tidak dapat terkorosi atau kebal terhadap
serangan korosi (Widharto, 2001). Sedangkan penghancuran logam dengan selain
cara mekanis didefinisikan sebagai kegagalan korosif dan merupakan hasil dari
serangan yang merusak dengan reaksi kimia atau elektrokimia dengan
lingkungannya (Schweitzer.P.A, 2010). Dampak dari korosi merupakan penurunan
daya guna atau sifat kearah yang lebih rendah atau dapat dikatakan kemampuan
dari peralatan yang terbuat dari komponen logam akan berkurang. Peristiwa
korosi tidak timbul dengan sendirinya, melainkan terdapat faktor-faktor yang
menyebabakan korosi semakin mungkin terjadi.
Menurut Widharto (2001), hingga kini dikenal sebanyak 105 jenis elemen
yang 80 diantaranya berupa bahan logam. Setiap jenis logam tersebut tidak ada

yang kebal terhadap semua jenis korosi. Secara umum penyebab korosi ada dua,
yaitu korosi kimia dan korosi elektrolit. Logam mengalami korosi karena proses
kimia sederhana antara oksigen yang terdapat pada atmosfer dapat bergabung
dengan logam membentuk lapisan oksida pada permukaannya, ketika lapisan ini
terlepas akan menimbulkan korosi lanjutan sehingga logam akan mengalami
pengurangan massa akibat lapisan oksida awalnya yang telah runtuh
menghasilkan produk korosi. Proses korosi ini akan terjadi semakin cepat. Korosi
elektrolit merupakan korosi kimia yang jauh lebih kompleks. Pada saat
mencelupkan plat seng dan tembaga dalam larutan asam sulfat kemudian
mengalirkan arus listrik menyebabkan seng yang merupakan anodik akan lebih
cepat terkorosi dibandingkan bila seng dibiarkan sendiri berada dalam larutan.
Peristiwa korosi terjadi akibat adanya reaksi kimia dan elektrokimia. Namun,
untuk terjadinya peristiwa korosi terdapat beberapa elemen utama yang harus
dipenuhi agar reaksi tersebut dapat berlangsung. Elemen-elemen utama tersebut
adalah sebagai berikut (Fontana. Mars. G, 1986)

1.

Material
Dalam suatu peristiwa korosi, suatu material akan bersifat sebagai anoda.

Anoda adalah suatu bagian dari suatu reaksi yang akan mengalami oksidasi.
Akibat reaksi oksidasi, suatu logam akan kehilangan elektron, dan senyawa
logam tersebut ion berubah menjadi ion-ion bebas.
2.

Lingkungan

Dalam suatu peristiwa korosi, suatu lingkungan akan bersifat sebagai


katoda. Katoda adalah suatu bagian dari rekasi yang akan mengalami reduksi.
Akibat reaksi reduksi, lingkungan yang bersifat katoda akan membutuhkan
elekron yang akan diambil dari anoda. Beberapa lingkungan yang dapat
bersifat katoda adalah Lingkungan air, atmosfer, gas, mineral acid, tanah, dan
minyak.
3.

Reaksi antara material dan lingkungan


Adanya reaksi antara suatu material dengan lingkungannya merupakan

suatu persyaratan yang sangat penting dalam terjadinya suatu peristiwa


korosi. Reaksi korosi hanya akan terjadi jika terdapat hubungan atau kontak
langsung antara material dan lingkungan. Akibat adanya hubungan tersebut,
akan terjadi reaksi reduksi dan oksidasi yang berlangsung secara spontan.
4.

Elektrolit
Untuk mendukung suatu reaksi reduksi dan oksidasi dan melengkapi

sirkuit elektrik, antara anoda dan katoda harus dilengkapi dengan elektrolit.
Elektrolit menghantarkan listrik karena mengandung ion-ion yang mampu
menghantarkan elektroequivalen force sehingga reaksi dapat berlangsung.
Reaksi korosi logam melibatkan dua reaksi setengah sel, yaitu reaksi
oksidasi pada anoda dan reaksi reduksi pada katoda. Reaksi katoda dan anoda
yang terjadi dalam proses korosi adalah sebagai berikut (Jones. Denny A,
1992)
Anoda :

Mn+ + ne-

Katoda : a. Evolusi hidrogen (asam)

(a)
: 2H+ + 2 e-

H2

(b)

b. Reduksi air (netral/basa)

: H2O + 2e -

H2 + 2OH-

c. Reduksi oksigen (asam)

: O2 + 4H+ + 4 e-

(c)

2H2O (d)

d. Reduksi oksigen (netral/basa) : O2 + 2H2O + 4e- 4OH- (e)


: M3+ + e-

e. Reduksi ion logam

M2+

(f)

2.2.1 Faktor penyebab korosi


1.

Faktor gas terlarut


Oksigen (O2), adanya oksigen yang terlarut akan menyebabkan

korosi pada metal seperti laju korosi pada mild stell alloys akan
bertambah dengan meningkatnya kandungan oksigen, kelarutan
oksigen dalam air merupakan fungsi dari tekanan, temperatur dan
kandungan klorida. Pengaruh dari O2 pada proses korosi baja akan
berbeda pada kondisi yang berlainan. Misalnya ada baja yang
terkorosi lambat, maka dengan penambahan O2 korosi akan cepat.
Penambahan O2 ini dapat dilakukan dengan mengalirkan udara
kedalam suatu medium atau lingkungan tertentu sehingga akan
diperoleh penambahan jumlah O2 terlarut, makin besar laju alir udara
yang diberikan dalam suatu medium tertentu maka akan diperoleh
kandungan O2 terlarut yang semakin besar pula. Hal ini akan
berpengaruh pada laju korosi.
2Fe(OH)2 + O2

Fe2O3 + H2O

(15)

Karbondioksida (CO2), jika karbondioksida dilarutkan dalam air

maka akan terbentuk asam karbonat (H2CO2) yang dapat menurunkan


pH air yang akan menyebabkan air menjadi korosif.
CO2 + H2O
2.

H2CO3

(16)

Faktor temperatur
Penambahan temperatur umumnya menambah laju korosi

walaupun kenyataanya
meningkatnya

kelarutan

temperature. Apabila

oksigen

berkurang

temperatur

tidak

dengan
uniform,

maka akan besar kemungkinan terbentuk korosi.


3.

Faktor pH
Ph netral adalah 7, sedangkan pH < 7 bersifat asam dan korosif,

sedangkan untuk Ph >7 bersifat basa juga korosif. Tetapi untuk besi,
laju korosi rendah pada pH antara 7 sampai 13. Laju korosi akan
meningkat pada pH < 7 dan pH > 13.
4.

Faktor bakteri pereduksi atau sulfat reducing bacteria (SRB)


Adanya bakteri pereduksi sulfat akan mereduksi ion sulfat

menjadi H2S, yang mana jika gas tersebut kontak langsung dengan
besi akan menyebabkan terjadinya korosi pada besi.
5.

Faktor padatan terlarut


- Klorida (Cl), klorida menyerang lapisan mild stell dan lapisan
stainless stell. Padatan ini menyebabkan terjadinya pitting,
klorida biasanya ditemukan pada campuran minyak dan air
dalam konsentrasi tinggi yang akan menyebabkan proses korosi.

Proses korosi juga dapat disebabkan oleh kenaikan konduktivity


larutan

garam,

dimana

larutan

garam

yang

konduktif

menyebabkan tingginya laju korosi.


- Karbonat (CO3), kalsium karbonat sering digunakan sebagai
pengontrol korosi dimana film karbonat diendapkan sebagai
lapisan pelindung permukaan metal, tetapi dalam produksi
minyak, hal ini sering menimbulkan masalah scale.
- Sulfat (SO4), ion sulfat ini biasanya terdapat dalam minyak.
Dalam air, ion sulfat juga ditemukan dalam konsentrasi yang
cukup tinggi dan bersifat kontaminan, dan oleh bakateri SRB
sulfat diubah menjadi sulfida yang korosif (Dahliana, 2003).
2.2.2 Jenis jenis korosi
Banyak hal yang mempengaruhi dan menjadi penyebab terjadinya
korosi. Menurut (Schweitzer.P.A, 1986). Bentuk-bentuk utama dari korosi
adalah seperti korosi seragam, Intergranular, Galvanic, korosi celah, korosi
sumuran, korosi erosi, dan korosi stres.

1.

Korosi seragam
Adalah korosi yang terjadi pada permukaan logam akibat reaksi
kimia karena pH air yang rendah dan udara yang lembab, sehingga makin
lama logam makin menipis. Biasanya ini terjadi pada pelat baja atau

profil, logam homogen. Korosi jenis ini bisa dicegah dengan cara Diberi
lapis lindung yang mengandung inhibitor seperti gemuk.
a. Untuk lambung kapal diberi proteksi katodik
b. Pemeliharaan material yang tepat
c. Untuk jangka pemakain yang lebih panjang diberi logam
berpaduan tembaga 0,4% (Utomo, 2009).
2. Korosi Intergranular
Yaitu korosi yang terjadi pada batas butir yang merupakan tempat
mengumpulnya impuriti atau prespitat dan lebih tegang. Korosi ini terjadi
pada saat suhu metal dingin ditambah kelembaban udara disekitarnya,
menimbulkan kondensasi atau pengembunan serta diperparah dengan zat
pengkarat yang tinggi, kelembapan yang tinggi juga suhu yang bersifat
cyclic (naik turun secara teratur). Serangan korosi batas butir biasa terjadi
pada bagian atas cerobong asap yang terbuat dari pelat baja karbon. Di
mana suhu udara di puncak cerobong cukup rendah sehingga berada di
bawah suhu kondensasi (titik embun). Pada daerah tersebut terjadi
kondensasi dari gas bekas yang banyak mengandung uap air.
3. Korosi Galvanic
Yaitu korosi yang terjadi pada dua logam berbeda potensial dalam
satu elektrolit. Logam yang mempunyai tahanan korosi kecil (anodik)
akan terkorosi. Korosi galvanis berprinsip pada reaksi yang terjadi pada
sel galvanis. Sel galvanis adalah korosi yang terdiri dari dua jenis metal
(bimetal corrosion) di mana terdiri dari dua jenis metal yang berbeda.

Metal yang mulia akan menjadi katoda sedangkan metal yang kurang
mulia akan menjadi anoda. Anoda akan mengalami pengkaratan terlebih
dahulu karena elektron mengalir dari anoda ke katoda (metal yang lebih
mulia). Aliran tersebut menimbulkan pembentukan ion-ion positif pada
anoda yang kehilangan kandungan elektron di dalamnya. Ion positif dari
anoda akan beraksi dengan ion negatif dalam elektrolit lalu menghasilkan
garam metal, permukaan anoda akan kehilangan metal lalu muncul
sumur-sumur karat. Korosi ini dapat dicegah dengan cara :
a. Beri isolator yang cukup tebal hingga tidak ada aliran elektolit
b. Pasang proteksi katodik
c. Penambahan anti korosi inhibitor pada cairan (Utomo, 2009).
4. Korosi Celah
Yaitu korosi yang sering terjadi pada celah dan permukaan tertutup
lainnya dari suatu logam yang terletak pada corrosive media. Tipe korosi
jenis ini selalu dalam skala kecil dari larutan yang terperangkap lewat
lubang, gasket, lap joint maupun baut. Mekanisme terjadinya korosi
celah ini diawali dengan terjadi korosi merata di luar dan di dalam celah
sehingga terjadi oksidasi logam dan reduksi oksigen. Pada suatu saat
oksigen di dalam celah akan habis sedangkan oksigen di luar celah masih
banyak. Hal ini menyebabkan permukaan logam yang berhubungan
dengan bagian luar menjadi katoda dan permukaan logam di bagian
dalam celah menjadi anoda sehingga terbentuk celah yang terkorosi.

Korosi yang terjadi pada logam yang berdempetan dengan logam


lain diantaranya ada celah yang dapat menahan kotoran dan air sehingga
kosentrasi O2 pada mulut kaya disbanding pada bagian dalam, sehingga
bagian dalam lebih anodic dan bagian mulut jadi katodik. Korosi ini
dapat dicegah dengan cara :
a. Isolator
b. Dikeringkan bagian yang basah
c. Dibersihkan kotoran yang ada (Utomo, 2009).
5. Korosi Sumuran (Pitting corrosion)
Adalah korosi yang disebabkan karena komposisi logam yang tidak
homogen yang dimana pada daerah batas timbul korosi yang berbentuk
sumur. Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara :
a. Pilih bahan yang homogen
b. Diberikan inhibitor
c. Diberikan coating dari zat agresif (Utomo, 2009).
6. Korosi Erosi (Erosion Corrosion)
Korosi yang terjadi karena keausan dan menimbulkan bagian
bagian yang tajam dan kasar, bagian bagian inilah yang mudah terjadi
korosi dan juga diakibatkan karena fluida yang sangat deras dan dapat
mengkikis film pelindung pada logam. Korosi ini biasanya terjadi pada
pipa dan propeller. Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara :
a. Pilih bahan yang homogen
b. Diberi coating dari zat agresif

c. Diberikan inhibotor d. Hindari aliran fluida yang terlalu deras


(Utomo, 2009).
7. Korosi Stres
Terjadi karena butiran logam yang berubah bentuk yang
diakibatkan karena logam mengalami perlakuan khusus ( seperti
diregang, ditekuk dll.) sehingga butiran menjadi tegang dan butiran ini
sangat mudah bereaksi dengan lingkungan. Korosi jenis ini dapat dicegah
dengan cara :
a. Diberi inhibitor
b. Apabila ada logam yang mengalami streses maka logam harus
direlaksasi (Utomo, 2009).
2.3 Inhibitor
Inhibitor adalah suatu zat kimia yang apabila ditambahkan atau dimasukkan
dalam jumlah sedikit kedalam suatu zat koroden (lingkungan yang korosif) dapat
secara efektif memperlambat atau mengurangi laju pengkartan yang ada. Apabila
inhibitor ditambahkan kedalam lingkungan korosif, maka laju serangan zat agresif
akan berlangsung sampai tingkat tertentu. Ada dua jenis larutan yang dapat
mengalami perlakuan inhibisi yaitu larutan netral dengan inhibitor anoda dan
larutan asam dengan inibitor katoda. Inhibitor dapat membentuk lapisan tipis di
permukaan logam tersebut (Trethewey et al, 1991). Secara kualitatif inhibitor
terdiri dari:
2.3.1 Jenis-Jenis Inhibitor
1.

Inhibitor Anodik

Inhibitor anodik adalah inhibitor yang menurunkan laju reaksi


di anodik dengan cara meningkatkan polarisasi anoda melalui
reaksi dengan ion-ion ogam untuk menghasilkan selaput-selaput
pasif tipis yang berupa lapisan-lapisan garam yang kemudian
menyelimuti permukaan logam.
2.

Cathodic Inhibitor atau Inhibitor Katodik


Inhibitor katodik adalah inhibitor yang berpengaruh
terhadap reaksi di katoda. Pembentukan hidrogen di katoda akan
dikendalikan melalui peningkatan polarisasi sistem. Garam-garam
logam seperti arsen, bismut, dan artimon ditambahkan dalam
kebutuhan ini, untuk membetuk selaput tipis hidrogen yang
teradsorpsi pada permuakaan katoda.

3.

Inhibitor Adsorpsi
Inhibitor adsorpsi adalah molekul-molekul organik rantai
panjang dengan rantai samping teradsorpsi dan terdesorpsi dari
permukaan logam. Molekul-moekul berukuran besar ini dapat
membatasi difusi O2 ke permukaan logam atau memerangkap ionion logam di permukaan, memantapkan lapisan ganda dan
mereduksi laju pelarutan.

4.

Organic Inhibitor atau Inhibitor Organik


Senyawa organik banyak yang bersifat menghambat proses
pengkaratan yang tidak dapat digolongkan bersifat katodik atau
anodik.

Secara

umum

dapat

diaktakan

bahwa

zat

ini

mempengaruhi seluruh permukaan metal yang sedang berkarat


apabila diberikan dalam konsentrasi secukupnya. Kemungkinan
kedua daerah anodik dan katodik dihambat namun dalam tingkat
yang berbeda-beda, bergantung pada potensial metal terkait,
susunan kimiawi dari molekul zat inhibitor dan ukuran
molekulnya.

Kenaikan

tingkat

perlambatan

pada

proses

pengkaratan selaras dengan kenaikan konsentrasi zat inhibitor.


5. Inhibitor Anorganik

2.3.2 Cara pemakaian Inhibitor


1. Injeksi terus menerus
2. Pemasokan secara batch (setakar-setakar)
3. Cara pencetan (squeeze teatment)
4. Volatilisasi
5. Penerapan secara coating (pelapisan)
2.3.3 Pemasalahan yang Timbul pada Penggunaan Inhibitor
Penggunaan inhibitor disamping mencegah terjadinya pengkaratan
namun juga menimbulakn beberapa masalah berikut
1.

Pembuihan (Foaming)

2.

Terjadinya Emulsi

3.

Penyumbatan (Plugging)

4.

Terciptanya Masalah Karat Baru

5.

Masalah Heat Transfer

6.

Pengaruh Beracun

7.

Kehilangan Inhibitor

2.3.4 Maksud Penggunaan Inhibitor


Penggunaan inhibitor dimaksudkan untuk melindungi permukaan
metal dari serangan karat denga tujuan berikut:
1.

Memperpanjang usia pakai peralatan

2.

Mencegah penghentiaan pabrik (shut down)

3.

Mencegah kecelakaan karena rusaknya peralatan

(Modul Ajar Teknologi Pencegahan Korosi, 2007).


2.4 Amina
Amina adalah senyawa turunan organik dari ammoniak diman satu atau lebih
ataom hidrogen atau nitrogen telah trgantikan oleh ugus alkil atau aril. Karena itu
amina memiliki sifat yang mirip dengan ammonia seperti alkohol dan eter
terhadap air.
Seperti alkohol, amina bisa di klasifiasikan sebagai primer,skunder dan
tersier. Meski demikian dasar dari pengkategorian berbeda dari alkohol. Alkohol
di klaifikaskan dengan jumlah gugus non hidrogen yang terikat pada gugus
karbon yang mengandung hidroksil, namun amina di klarifikaskan dengan jumlah
gugus nonhidrogen yang terikat langsung pada atom nitrogen (Stoker dalam
modul ajar universitas Sumatra Utara).
Senyawa amina memiliki kegunaan yang luas dalam kehidupan yaitu dapat
berguna sebagai pencegah korosif,bakterisida,fungisida,bahan pemflotasi dan
pengemulsi (Billenstein,1984).

2.5

Kalium Kromat (K2CrO4)


Kalium kromat merupakan salah satu admixed inhibitor yang tersedia di

pasaran dan telah banyak digunakan untuk menghambat laju korosi baja tulangan
beton karena sifatnya yang sesuai dengan beton dan harganya yang relatif murah.
Oleh karena kalium kromat telah banyak digunakan sebagai inhibitor korosi pada
beton saat ini, maka sangat dibutuhkan pengetahuan mengenai pengaruh
penambahan konsentrasi dari kalium kromat serta efisiensinya untuk menghambat
laju korosi pada baja karbon.
bentuk kromat kalium pada suhu kamar, kristal kuning cerah. Jika zat
tersebut dipanaskan sampai 670 C, ternyata menjadi -bentuk dengan kristal
merah. substansi yang kuat oksidan dan dapat bereaksi dengan bahan yang mudah
terbakar. Hal

ini

larut

dalam

air

tapi

tidak

di alkohol . Hal

ini

juga beracun dan karsinogenik (wikipedia).


2.6

Air Laut
Air laut memiliki kadar garam rata-rata 3,5%. Artinya dalam 1 liter (1000

mL) air laut terdapat 35 gram garam (terutama, namun tidak seluruhnya, garam
dapur/NaCl). Laju korosi di lingkungan air laut sangat tinggi, hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor-faktor berikut, yaitu tingginya konsentrasi garam-garam
terlarut, perubahan temperatur air laut, kandungan oksigen terlarut, keasaman
(pH) air laut, dan organisme. Ada beberapa alternatif pencegahan korosi yang
penggunaannya disesuaikan dengan jenis peralatan, tempat serta jenis lingkungan
yang korosif. Alternatif tersebut seperti pelapisan dengan cat (organic coating),

pelapisan anorganik dengan Portland Cement, inhibisi (inhibition), proteksi


katodik dan pelapisan (coating) (Herbudiman dkk, 2007).
Perlindungan untuk logam yang digunakan di air laut cukup sulit, karena daya
konduksi air laut yang cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan reaksi sel lokal.
Kandungan ion sodium yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan alkalinitas
pada area katodik. Kandungan ion total yang tinggi memudahkan terbentuknya
konsentrasi ion yang dapat menyebabkan kerusakan pada lapisan film pada
coating, dan kandungan ion klorida yang tinggi merusak sistem pasifasi.
Perlindungan yang ideal adalah pelapisan yang melindungi secara permanen untuk
selamanya sehingga menghalangi kontak permukaan logam dengan lingkungan
yang korosif (Anggono, 1999).
2.6 Metode Pengukuran Weight Loss
Metode kehilangan berat adalah metode yang menunjukkan perbedaan yang
terjadi pada sampel sebelum dan sesudah pengujian korosi yang ditimbang dengan
menggunakan neraca yang presisi. Metode kehilangan berat umumnya
menggunakan spesimen yang bentuknya kupon. Laju korosi dihitung dengan
menggunakan rumus ASTM 1994 seperti dikutip oleh Suryo (2010) :
pers. 2.10

Dimana:
mpy

mil per year (pengurangan ketebalan dalam mil 1 mil = 0,001


inch per tahun) dari spesimen

534

konstanta, konversi satuan

berat yang hilang / weight loss (mg)

massa jenis sampel (g/cm3)

luas permukaan kupon (in2)

lama waktu perendaman (jam)

Pembuktian rumus memperoleh nilai konversi satuan 534 dari persamaan laju
korosi adalah sebagai berikut :
Konversi:
1g

= 1000 mg

1 mil

= 0,001 in

1 cm2

= 0,155 in2

1 hari

= 24 jam

1 tahun

= 365 hari

1 cm

= 0,3937 in

Sedangkan effisiensi inhibisi pada metode ini dapat ditentukan dengan persamaan:

.............................................................. (2.8)

Dimana: IE = Effisiensi Inhibitor (%).


R0 = Laju korosi blanko (mpy).
R = Laju korosi dengan tambahan inhibitor (mpy)
2.7

2.8

SEM (Scanning Elecron Microscope)

Anda mungkin juga menyukai