DAERAH KOTA
SAMARINDA
TENTANG
WALIKOTA SAMARINDA,
Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dan
kemandirian daerah dalam menunjang
kelancaran penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan dan pembinaan
kemasyarakatan secara berdayaguna dan
berhasilguna, perlu adanya kontribusi dan
partisipasi masyarakat melalui pembayaran
retribusi daerah;
2
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kota Samarinda.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undanng Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah.
5
BAB II
JENIS RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
Pasal 2
Jenis Retribusi daerah yang digolongkan Retribusi Perizinan
Tertentu dalam Peraturan Daerah ini adalah:
a. Retribusi IMB;
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman
Beralkohol;
c. Retribusi Izin Gangguan;
d. Retribusi Izin Trayek; dan
e. Retribusi Izin Usaha Perikanan.
Bagian Kesatu
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Paragraf 1
Nama, Objek dan Subjek Retribusi
Pasal 3
Pasal 4
(1) Subjek Retribusi IMB adalah orang pribadi atau
Badan yang memperoleh izin untuk mendirikan
bangunan dari Pemerintah Daerah.
(2) Wajib Retribusi IMB adalah orang pribadi atau
Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan
pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau
pemotong Retribusi IMB.
14
Paragraf 2
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 5
(1) Perhitungan besarnya retribusi mengikuti rumus
sebagai berikut:
R = Pr x L x H
Keterangan :
R = Retribusi IMB
14. Bangunan
Perniagaan/Perdagangan/Pertokoan/
1. Pusat
1,25
3. Transisi 0,75
1. Bangunan Permanen
1,00
TABEL 1
No Prosentas Fungsi Jalan Arteri Utama Kolektor Lokal Gang Desa Setapa
e k
Bangunan
5. 1.50 Olah Raga 1.88 1.73 1.50 1.13 0.90 0.75 0.60
9. 1.50 Kantor Pos 1.88 1.73 1.50 1.13 0.90 0.75 0.60
12 2.50 Khusus
.
TABEL2
21
3. Transisi 0,75
TABEL 3
Paragraf 3
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 6
23
Paragraf 4
Wilayah Pemungutan
Pasal 7
Retribusi yang terutang dipungut di Wilayah Daerah tempat
pelayanan IMB.
Bagian Kedua
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
Paragraf 1
Nama, Objek dan Subjek Retribusi
Pasal 8
(1) Dengan nama Retribusi Izin Tempat
Penjualan Minuman Beralkohol dipungut retribusi atas
kegiatan Pemerintah Daerah dalam pemberian Izin
Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.
24
Pasal 9
(1) Subjek Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman
Beralkohol adalah orang pribadi atau Badan yang
25
Paragraf 2
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 10
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis tempat
penjualan dan golongan minuman beralkohol
Paragraf 3
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 11
Struktur dan Besarnya tarif Retribusi Izin Tempat Penjualan
Minuman Beralkohol ditetapkan sebagai berikut :
26
Paragraf 4
Wilayah Pemungutan
Pasal 12
Retribusi yang terutang dipungut di Wilayah Daerah tempat
pelayanan Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.
Bagian Ketiga
Retribusi Izin Gangguan
Paragraf 1
Nama, Objek dan Subjek Retribusi
Pasal 13
(1) Dengan nama Retribusi Izin Gangguan dipungut
retribusi atas kegiatan Pemerintah Daerah dalam
pemberian Izin Gangguan.
27
Pasal 14
(1) Subjek Retribusi Izin
Gangguan adalah orang pribadi atau Badan yang
memperoleh Izin Gangguan dari Pemerintah Daerah.
(2) Wajib Retribusi Izin
Gangguan adalah orang pribadi atau Badan yang
menurut peraturan perundang-undangan retribusi
diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi,
termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Izin
Gangguan.
Paragraf 2
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 15
28
Paragraf 3
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 16
(1) Struktur dan besarnya tarif digolongkan berdasarkan
luas tempat usaha/ kegiatan.
(2) Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut :
29
b Lua 36 50 = Rp 8.500,00 / M2
. s s/d M2 .
a Retr.Izin Tarif
. Gangguan
a Retr.Izin Tarif
. Gangguan
Paragraf 4
Wilayah Pemungutan
Pasal 17
Bagian Keempat
38
Pasal 19
(1) Subjek Retribusi Izin Trayek adalah orang pribadi atau
Badan yang memperoleh izin dari Pemerintah Daerah
untuk kegiatan angkutan penumpang umum pada suatu
atau beberapa trayek tertentu.
(2) Wajib Retribusi Izin Trayek adalah orang pribadi atau
Badan yang menurut peraturan perundang-undangan
retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi
Izin Trayek.
(3) Pemberian izin dimaksud proses pemberian ijin trayek
meliputi kegiatan penilaian Status badan usaha
[SBU]selaku penyedia jasa angkutan umum sesuai
ketentuan perundang undangan pada sektor
perhubungan, Penilaian status prasarana jasa angkutan
39
Paragraf 2
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 20
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jumlah izin
yang diberikan oleh Pemerintah Daerah sesuai jenis
angkutan umum penumpang dan kapasitas tempat duduk.
Paragraf 3
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 21
(1) Tarif retribusi ijin trayek digolongkan berdasarkan
jenis klasifikasi ijin trayek dimohon, status badan usaha,
status sarana angkutan, status prasarana, frekwensi
waktu pelayanan, cakupan /area pelayanan yang akan
dilayani oleh subyek retribusi.
40
Paragraf 4
Wilayah Pemungutan
Pasal 22
Retribusi yang terutang dipungut di Wilayah Daerah tempat
pelayanan pemberian izin trayek.
Bagian Kelima
Retribusi Izin Usaha Perikanan
Paragraf 1
Nama, Objek dan Subjek Retribusi
41
Pasal 23
(1) Dengan nama Retribusi Izin Usaha Perikanan
dipungut retribusi atas kegiatan Pemerintah Daerah
dalam pemberian Izin Usaha Perikanan.
(2) Objek Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah
pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan untuk
melakukan kegiatan usaha penangkapan dan
pembudidayaan ikan.
Pasal 24
(1) Subjek Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah orang
pribadi atau Badan yang memperoleh Izin Usaha
Perikanan dari Pemerintah Daerah.
(2) Wajib Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah orang
pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-
undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan
pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau
pemotong Retribusi Izin Usaha Perikanan.
Paragraf 2
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 25
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis usaha,
luas lahan, dan Gross tonnage kapal perikanan.
42
Paragraf 3
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 26
(1) Struktur dan besarnya tarif digolongkan berdasarkan
jenis usaha perikanan.
(2) Struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
a. penerbitan SIUP ditetapkan sebagai berikut :
1. untuk budidaya :
a) tambak (air payau) per ha Rp.
50.000,00/selama yang bersangkutan
melakukan usaha.
b) untuk budidaya di air tawar per ha Rp.
1.000,00/ selama yang bersangkutan
melakukan usaha.
c) untuk pembenihan (HETCHERY) :
1 udang Rp. 5.000.000,00 per selama yang
. bersangkutan melakukan usaha.
2 ikan Rp. 3.500.000,00 per selama yang
. bersangkutan melakukan usaha.
Paragraf 4
Wilayah Pemungutan
Pasal 27
Retribusi yang terutang dipungut di Wilayah Daerah tempat
pelayanan izin usaha perikanan.
BAB III
KETENTUAN PERIZINAN
Pasal 28
(1) Setiap orang pribadi atau badan yang akan
melaksanakan kegiatan usaha yang berhubungan
dengan perizinan tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1), wajib memiliki izin tertulis dari
Walikota.
(2) Ketentuan teknis dan tata cara perizinan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Walikota.
BAB IV
PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI
44
Pasal 29
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi
Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk
menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan
pemberian izin yang bersangkutan.
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen
izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum,
penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari
pemberian izin tersebut.
Pasal 30
(1) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 10 ayat (1), Pasal 14 ayat
(2), Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 22 ayat (2) ditinjau
kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks
harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
BAB V
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 31
(1) Masa retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 1
(satu) bulan terhitung sejak ditetapkan SKRD atau
45
BAB VI
PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemungutan
Pasal 32
(1) Retribusi dipungut dengan
menggunakan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
(2) Dokumen lain yang dipersamakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
karcis, kupon, dan kartu langganan.
(3) Tata cara pelaksanaan pemungutan
retribusi ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
Bagian Kedua
Tata Cara Pembayaran
Pasal 33
(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dibayar
sekaligus.
46
Bagian Ketiga
Sanksi Adminstratif
Pasal 34
Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat
pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi
administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap
bulan dari jumlah retribusi yang terutang yang tidak atau
kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
Bagian Keempat
Tata Cara Penagihan
Pasal 35
(1) Penagihan Retribusi terutang didahului dengan Surat
Teguran/Peringatan/Surat lain yang sejenis.
47
Bagian Kelima
Keberatan
Pasal 36
(1) Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan
hanya kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk atas
SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling
lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen
lain yang dipersamakan diterbitkan, kecuali jika Wajib
Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaannya.
48
Pasal 37
(1) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam)
bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus
memberi keputusan atas keberatan yang diajukan
dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib
Retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi
keputusan oleh Walikota.
(3) Keputusan Walikota atas keberatan dapat berupa
menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau
menambah besarnya Retribusi yang terutang.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) telah lewat dan Walikota tidak memberi suatu
keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap
dikabulkan.
Pasal 38
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau
seluruhnya, kelebihan pembayaran Retribusi
49
Bagian Keenam
Pemanfaatan
Pasal 39
Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis Retribusi
sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 diutamakan untuk
mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan
penyelenggaraan pelayanan.
BAB VII
TATA CARA PEMBERIAN
KERINGANAN, PENGURANGAN, DAN PEMBEBASAN
RETRIBUSI SERTA SANKSI
Pasal 40
(1) Walikota dapat memberikan keringanan,
pengurangan, dan pembebasan retribusi.
(2) Keringanan, pengurangan dan pembebasan retribusi
serta sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat diberikan bilamana subyek retribusi mengalami :
a. bencana alam; atau
b. pailit berdasarkan putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap.
50
BAB VIII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 41
(1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi
dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada
Walikota.
(2) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam)
bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) telah dilampaui dan Walikota tidak memberikan
suatu keputusan, permohonan pengembalian
pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB
harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi
lainnya, kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk
melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut.
51
BAB IX
KEDALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 42
(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi
kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun
terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika
Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang
Retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika:
a. diterbitkan Surat Teguran; atau
b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi,
baik langsung maupun tidak langsung.
52
Pasal 43
(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi
karena hak untuk melakukan penagihan sudah
kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Walikota menetapkan Keputusan Penghapusan
Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa
diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB X
53
PEMERIKSAAN
Pasal 44
(1) Walikota berwenang melakukan pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi
dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-
undangan Retribusi daerah.
(2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib:
a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau
catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan
dokumen lain yang berhubungan dengan objek
Retribusi yang terutang;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat
atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan
bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
c. memberikan keterangan yang diperlukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan
retribusi diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB XI
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 45
54
BAB XII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 46
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai
Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang retribusi daerah agar keterangan
55
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
(1) Setiap orang atau Badan yang melanggar ketentuan
dalam Pasal 28, diancam pidana kurungan paling lama
6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak sebesar
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat juga dikenakan sanksi administrasi dan sanksi
pidana lain yang berhubungan dengan perizinan
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya
sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda
paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang
yang tidak atau kurang dibayar.
57
Pasal 48
(1) Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1)
merupakan penerimaan daerah.
(2) Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3),
merupakan penerimaan negara.
Pasal 49
(1) Dalam hal pemegang izin melakukan pelanggaran dan
atau melakukan tindakan yang bertentangan dengan
Peraturan Daerah ini dan peraturan perundang
undangan lain yang lebih tinggi, maka Walikota dapat
memberikan sanksi berupa :
a. peringatan tertulis;
b. pencabutan sementara izin dan/atau,
c. pencabutan izin.
(2) Tata cara penerapan sanksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan
Walikota.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 50
58
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku :
1. Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor
15 Tahun 2006 tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan (Lembaran Daerah Kota Samarinda Tahun
2006 Nomor 15 Seri C Nomor 03).
2. Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2006
tentang Retribusi Izin Gangguan (Lembaran Daerah Kota
Samarinda Tahun 2006 Nomor 16 Seri C Nomor 04);
3. Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor
19 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Penjualan Minuman
Beralkohol dalam Wilayah Kodya Dati II Samarinda
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah
Nomor Nomor 31 Tahun 2003 tentang Perubahan
Pertama Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 19
Tahun 1998 tentang Izin Tempat Penjualan Minuman
Beralkohol (Lembaran Daerah Kota Samarinda Tahun
2003 Nomor 31 Seri B Nomor 21)beserta perubahannya;
59
Pasal 52
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini
sepanjang mengenai tehnis pelaksanaannya diatur lebih
lanjut oleh Peraturan Walikota yang berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 53
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pegundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Kota Samarinda.
Ditetapkan di Samarinda
60
Diundangkan di Samarinda
pada tanggal 28 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAH KOTA SAMARINDA,
H. ZULFAKAR
LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011
NOMOR 15.
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA
61
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
64
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Mengingat tingkat penggunaan jasa
pelayanan yang bersifat pengawasan dan
pengendalian sulit ditentukan, tarif
retribusi dapat ditetapkan berdasarkan
persentase tertentu dari nilai investasi
usaha di luar tanah dan bangunan, atau
penjualan kotor, atau biaya operasional,
yang nilainya dikaitkan dengan frekuensi
pengawasan dan pengendalian
usaha/kegiatan tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 14
65
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
66
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam hal besarnya tarif retribusi yang
telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah
perlu disesuaikan karena biaya
penyediaan layanan cukup besar
dan/atau besarnya tarif tidak efektif lagi
untuk mengendalikan permintaan
layanan tersebut, dapat menyesuaikan
tarif retribusi.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
67
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan instansi yang
melaksanakan pemungutan adalah
dinas/badan/lembaga yang tugas pokok
dan fungsinya melaksanakan
pemungutan Retribusi.
Yang dimaksud dengan instansi terkait
lainnya adalah dinas/
badan/lembaga/bagian yang tugas pokok
dan fungsinya melaksanakan pembinaan
dan pengawasan serta menunjang
kelancaran pelaksanaan maupun evaluasi
terhadap Peraturan Daerah tentang
Retribusi Daerah.
Ayat (2)
Pemberian besarnya insentif dilakukan
melalui pembahasan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dengan alat
kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang membidangi masalah
keuangan pada saat pembahasan
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
Ayat (3)
68
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.