peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran darah balik ke dalam venavena ini.
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi lamban dan tidak teratur,
berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra;
(2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan
peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi.
Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik
setelah makan, khususnya setelah makanan pertama masuk pada hari itu. Propulasi
feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum dan merangsang refleks
defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna
dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah kontrol
voluntar. Refleks defekasi terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan keempat dari
medula spinalis. Serabut-serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf
splangnikus panggul dan bertanggung jawab atas kontraksi rektum dan relaksasi
sfingter interna. Pada waktu rektum yang mengalami distensi berkontraksi, otot levator
ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otototot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik atas melebihi
tinggi massa feses. Defekasi dipercepat dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen yang terjadi akibat kontraksi voluntar. Otot-otot dada dengan glotis ditutup,
dan kontraksi secara terus menerus dari otot-otot abdomen (manuver atau peregangan
valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot-otot sfingter eksterna
dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap akan relaks, dan keinginan untuk
berdefekasi menghilang.
Etiologi Hemoroid
Menurut Villalba dan Abbas dalam firda (2012), etiologi hemoroid sampai saat
ini belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya
adalah:
a. Penuaan
b. Kehamilan
c. Hereditas
d. Konstipasi atau diare kronik
e. Penggunaan toilet yang berlama-lama
f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
g. Obesitas
Klasifikasi Hemoroid
Diagnosa hemorrhoid dapat ditegakkan salah satunya dengan anoskopi.
Anoskopi adalah pemeriksaan pada anus dan rektum dengan menggunakan sebuah
spekulum. Pemeriksaan ini dapat menentukan letak dari hemorrhoid tersebut. Secara
anoskopi, berdasarkan letaknya hemorrhoid terbagi atas :
a. Hemorhoid eksterna
Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemorrhoidalis inferior yang timbul
di sebelah luar musculus sphincter ani.
b. Hemorhoid interna
Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemorrhoidalis superior dan media
yang timbul di sebelah proksimal dari musculus sphincter ani. Kedua jenis hemorrhoid
ini sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk yang berusia di atas
25 tahun. Hemorrhoid eksterna diklasifikasikan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk
akut dapat berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus yang merupakan
suatu hematoma. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal, karena ujung-ujung
saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemorhoid eksterna kronis atau skin tag
biasanya merupakan sequele dari hematoma akut.
Hemorrhoid interna dikelompokkan ke dalam 4 derajat, yakni:
a. Derajat I : bila terjadi pembesaran hemorrhoid yang tidak prolaps ke luar kanalis
analis yang hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
atau dapat
Memperbaiki defekasi
Meredakan keluhan subyektif
Menghentikan perdarahan
Menekan atau mencegah timbulnya gejala
Tindakan medis minimal invasive
Skleroterapi
Bedah beku
Teknik ini menggunakan pendinginan dengan suhu yang rendah, namun dapat
menyebabkan kematian mukosa yang sukar ditentukan. Sehingga teknik ini hanya
cocok digunakan sebagai terapi paliatif karsinoma rektum.
Hemoroidektomi
Feses mengeras
konstipasi
Mengejan
Kurang sumber
informasi ttg
penyakit
Kurang
pengetahuan
Nyeri
Prolaps vena
Membesar di
luar rektum
Vena menegang
Ruptur vena
Perdarahan
Risiko infeksi