Anda di halaman 1dari 4

Taman Udayana Tampak Beda

Oleh. Muhamad Baiul Hak


Master Candidate on Applied Economics at The University of Adelaide, Australia.
Taman Udayana: Car Free Day
Ahad, 24 Juni 2016. Hari itu menjadi rencana untuk jogging ke Taman Udayana untuk
beraktivitas di sebuah rutinitas, yaitu Car Free Day (CFD). Agenda mingguan ini masuk
dalam daftar kegiatan setiap hari minggu jika tidak ada halangan. Namun sejak Bulan
Desember 2015 sampai Juni 2016, saya harus absen dikarenakan ada aktivitas lain di
Bandung. Jadi bisa dikatakan CFD hari itu menjadi obat akan kerinduan makanan
tradisional Lombok yang tentunya tidak bisa saya temukan di Bandung. Sebut saja
Surabi mini, Kelepon, sate ikan khas Tanjung - Lombok Utara dan beberapa makanan
lainnya yang sangat sederhana namun cukup menggoyang lidah saya.
Hari itu saya sengaja mengambil rute melewati jalan utama, Jalan Langko. Sebelum
masuk ke kawasan taman, saya dihadapkan oleh pemandangan tidak asing. Sebuah
bangunan masjid agung dengan satu kubah besar di tengah yang dikelilingi lima
menara yang tingginya melebihi menara di tengahnya. Rmpat menara berada di setiap
sudut bangunan tersebut, sementara yang lainnya ada di bagian depan seolah menjadi
pemimpin bagi empat menara yang lain. Di bagian depannya terpampang beberapa
baner yang berisi informasi bahwa NTB menjadi Tuan Rumah MTQ Nasional. Saya pun
sempat mengabadikan foto di depan bangunan yang menjadi ikon wisata religi propinsi
Nusa Tenggara Barat.
Iya, itulah Islamic Center Mataram, masjid yang dibangun sejak 2011 ini berkesempatan
untuk menjadi pusat kegiatan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Nasional yang ke
XXVI. Acara akan berlangsung 27 Juli 7 Agustus 2016 ini akan kedatangan kontingen
dari 34 propinsi. Persis di depan menara bagian depan yang berhadapan dengan Jalan
Udayana tampak ada beberapa pekerja yang sedang sibuk mempersiapkan sebuah
gerbang yang semuanya terbuat dari kayu, mungkin itu akan dijadikan pintu masuk
utama.
Aktivitas pekerja itu sempat menarik perhatian saya untuk beberapa saat sebelum
akhirnya saya melanjutkan lari pagi saya. Sekitar 5 menit berlari, saya sudah sampai di
Taman yang sejak dari tempat pekerja tadi sudah terlihat ratusan orang berkerumun.
Berbagai macam aktivitas yang ada, sudah lumrah saya lihat. Umumnya mereka
mereka yang lari atau bersepeda akan istirahat sambil menikmati berbagai variasi
makanan dan minuman. Mulai dari makanan tradisional hingga makanan restoran di
pinggir jalan. Berbagai komunitas pun lazim saya temukan. Mereka yang main
skateboard, sepatu roda, sampai komunitas pemelihara hewan. Mereka sibuk

mengabiskan waktu dan bercengkerama hanya di dalam kelompoknya seolah


melupakan keramaian sekitar.
Gerakan Membaca Gratis
Tetapi mata saya tertarik untuk mendekati salah satu pemuda yang di depannya ada
sebuah kertas putih yang bertuliskan MEMBACA GRATIS dengan hastag #Lombok
Mirah. Iya, sebuah pemandangan yang tidak biasa saya temukan di Taman Udayana.
Lapaknya sangat sederhana, buku-buku berjejeran di bawah sebuah pohon besar
tanpa alas. Di sebelahnya tampak sepeda tua yang saya mencoba menyimpulkan itu
adalah sepeda Ontel. Tampak juga seorang wanita berjilbab ungu dengan khusuknya
membaca di depan lapak. Saya berpikir bahwa cewek itu pasti salah satu orang yang
memanfaatkan fasilitas gratis itu.
Saya mencoba berkenalan dengan pemuda itu yang sejak dari tadi hanya bertemankan
seorang wanita yang mungkin mereka tidak saling mengenal. Karena terlihat pemuda
itu tidak pernah mengajak wanita itu mengobrol. Wanita itu asyik membaca, sedang pria
itu sesekali merapikan buku-buku yang ada dan melihat ke arah kerumuman orang
ramai. Iya, Namanya Fawaz, dia adalah mahasiswa Universitas Brawijaya Malang.
Mahasiswa yang mengambil Jurusan Filsafat ini sedang menghabiskan libur semester
dengan pulang ke Lombok. Begitulah yang dia katakan.
Tanggal 1 Agustus besok, saya juga harus balik responnya ketika saya menanyakan
tentang keberlanjutan aktivitas yang saya kira cukup menginspirasi.
Mungkin terkesan aktivitasnya sia-sia belaka, karena dari ratusan orang yang lalulalang, hanya beberapa orang saja yang menyempatkan diri untuk melihat dan bahkan
saya memperhatikan hanya wanita itu saja yang tenggelam dalam bacaannya di tengah
keramaian acara CFD. Entah itu dikarenakan tempatnya yang kurang menarik atau
mungkin memang masalah budaya membaca kita yang masih sangat bermasalah.
Apa makna dari hastag Lombok Mirah? Tanya saya penasaran.
Lombok itu dalam bahasa Sasak adalah Lurus, dan Mirah itu adalah Pelita. Jadi
semoga dengan kegiatan sederhana ini mampu menjadi pelita bagi masyarakat
Lombok untuk tetap bersikap lurus, bersikap positif Fawaz mencoba menjelaskan.
Fenomena minat baca yang sangat minim dari semua lapisan masyarakat inilah yang
melatarbelakangi kegiatan Fawaz. Jangankan masyarakat yang tidak berekcimpung
dengan dunia pendidikan, siswa bahkan mahasiswa pun masih sangat enggan
menyediakan waktu luang untuk membaca. Jika kita mengkaji lebih jauh, membaca
sepertinya menjadi pilihan terakhir atau bahkan tidak masuk dalam daftar aktivitas

harian. Masyarakat kita yang lebih menyukai aktifitas yang lebih ringan seperti sibuk
dalam dunia Social Media atau mencoba berbagai macam permainan game di gadget.
Berbagai macam nama dan aplikasi social media bermunculan sebagai akibat dari
tingginya rating penggunakan media ini. Berbagai inovasi terus dikembangkan oleh
provider aplikasi untuk semakin menenggelamkan masyarakat dalam dunia maya.
Tambahan fitur game misalnya, sejatinya media sosial digunakan untuk berkomunikasi
dan mempermudah urusan dalam interaksi, akhir-akhir ini lebih mengarah kepada
hiburan. Masyarakat kita semakin merasa puas dengan adanya fitur ini sehingga kita
akan senantiasa mengahbiskan waktu berjam-jam tanpa memperhatikan aktivitas yang
lain.
Munculnya salah satu permainan yang menjadi trending, yaitu Pokemon Go juga
menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat kita. Sifat game ini yang terus membuat
penasaran dan merasa tertantang membuat masyarakat kita berbondong-bondong
untuk ikut dalam nikmatnya permainan.
Barangkali inilah yang menjadi penyebab akan Gerakan Bapak Menteri Pendidikan kita
Bapak Annies Baswedan untuk menerapkan membaca 15 menit sebelum jam pelajaran
dimulai. Kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan minat baca siswa sehingga
kelak mereka menjadi generasi yang berbudaya membaca. Karena ketika kita sudah
terbiasa meluangkan waktu untuk membaca, apakah itu membaca buku atau membaca
berita/informasi melalui internet, maka diharapkan tujuan mulia bangsa ini yang
tercantum dalam Undang-Undang dasar 1945 akan terwujud.
mencerdaskan kehidupan bangsa, begitulah penggalan bunyi pembukaan UUD 1945.
Mimpi ini sengaja diletakkan pada dasar Negara oleh para pendiri bangsa ini dengan
misi sebagai pengingat generasi muda kita. Menjadikan bangsa ini besar, maka
generasinya harus memiliki kompetensi yang mumpuni. Hal ini mampu kita wujudkan
melalui pembiasaan membaca sejak dini. Jangankan ada waktu luang, tidak adapun,
kita harus meluangkan waktu untuk membaca.

IDENTITAS PENULIS

Nama
: Muhamad Baiul Hak, SE
Tempat/Tgl Lahir
: Kelolos, 31 Desember 1992
Alamat
: Desa Santong, Kec. Terara, Kab. Lombok Timur, NTB
Pekerjaan
: Mahasiswa
No. Hp
: 087863332633
Email
: baiulhak.muhamad@gmail.com
Hobi
: Membaca, Diskusi, Menulis
No. Rekening : BRI 0052-0107-4891-505 a.n Muhamad Baiul Hak

Anda mungkin juga menyukai