Anda di halaman 1dari 39

5 Tips Mengusir Serangan Kutu Beras

Sudah menjadi kebiasaan orang Indonesia untuk menyimpan beras sebagai bahan
makanan pokok sehari-hari. Biasanya untuk persedian beberapa minggu, kita
menyimpan beras dalam jumlah agak banyak di dalam wadah kaleng atau rice
box. Namun, bencana berupa serangan kutu beras pun seringkali membuat kita
geram. Kualitas beras pun jadi menurun. Duh!
Tenang, Ladies, Anda bisa mengatasinya. Berikut tips dari Vemale yang bisa
Anda coba untuk mengusir serangan kutu beras dari kotak penyimpanan beras
Anda:
1. Masukkan 2-3 lembar daun asam Jawa yang telah dibersihkan dan
dikeringkan ke dalam tempat penyimpanan beras. Sesekali bukalah tempat
penyimpanan beras agar udara tidak terperangkan dan beras tidak berbau
apek.
2. Setiap 10 kg beras, campurkan dengan 50 gr daun jeruk purut yang sudah
ditumbuk. Dengan ini beras Anda akan bebas dari bau apek.
3. Simpan beras dengan 2-3 lembar daun belimbing wuluh yang sudah
dibersihkan dan dikeringkan. Daun belimbing wuluh terbukti efektif
menangkal kutu beras.
4. Cabai kering juga bisa Anda gunakan, lho. Masukkan 1-3 cabai kering ke
dalam tempat penyimpanan beras. Bau menyengat dari cabai akan
mengusir kutu. Jangan lupa untuk menutup kotak penyimpanan dengan
rapat dan simpan di tempat kering dan sejuk ya.
5. Anda juga bisa gunakan daun lada kering yang dimasukkan ke dalam
kotak penyimpanan beras. Dijamin kutu beras akan pergi jauh-jauh.

Dodik Kurniawan
Blog mahasiswa Universitas Brawijaya
Search
Primary menu
Skip to primary content
Skip to secondary content
Home
About
Tugas ANLAN ( Analisis Landskap Terpadu )
Tugas SISDAL (Sistem Informasi Sumber Daya Lahan)
Post navigation
Previous Next
PREFERENSI Sitophilus oryzae
TERHADAP BEBERAPA JENIS
BERAS SERTA EVALUASI
KESEHATAN BENIH JAGUNG DAN
KEDELAI TERHADAP PATOGEN
BENIH
Posted on February 18, 2013 by Dodik Kurniawan 1 Comment

PREFERENSI Sitophilus oryzae TERHADAP BEBERAPA JENIS BERAS
SERTA EVALUASI KESEHATAN BENIH JAGUNG DAN KEDELAI
TERHADAP PATOGEN BENIH

Disusun oleh:
DODIK KURNIAWAN
105040200111183
KELAS C
ASISTEN MBAK EVANA
SENIN, 11.00 DI LAB. VIROLOGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MALANG
2012
Daftar Isi
Cover
.1
Daftar
Isi
.2
Daftar
Gambar
..4
Daftar
Tabel
.5
Kata
Pengantar
..6
1. I. Pendahuluan
..7
1.1. Latar
Belakang
..7
1.2.
Tujuan
.8
1.3.
Manfaat
..9
1. II. Tinjauan
Pustaka..10
2.1. Hama(Serangga) Pasca
Panen
..10
2.1.1.Sejarah Infestasi Serangga Pasca
Panen.10
2.1.2.Klasifikasi Sitophillus
oryzae
..12
2.1.3. Morfologi Sitophillus
oryzae
12
2.1.4.Biologi Sitophillus
oryzae
14
2.1.5.Penjelasan Mengenai Beberapa Jenis Beras Yang
Digunakan.14
2.1.6.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Preferensi Serangga Terhadap
Inang..15
2.1.7.Metode Penyimpanan Yang Tepat Saat Pasca
Panen16
2.2. Patogen
Benih
..18
2.2.1. Sumber Infestasi Patogen
Benih..
18
2.2.2.Tujuan dan Manfaat Evaluasi Kesehatan
Benih18
2.2.3.Metode Evaluasi Kesehatan
Benih..19
2.2.4.Benih Jagung (Klasifikasi, Fisiologi, dan Morfologi)
.21
2.2.5.Benih Kedelai (Klasifikasi, Fisiologi, dan Morfologi)
23
2.2.6.Patogen Penting Pada Benih
Jagung.24
2.2.7.Patogen Penting Pada Benih
Kedelai26
1. III. Metodologi
Pelaksanaan29
3.1. Tempat dan
waktu
29
3.2. Alat, Bahan dan
Fungsi
.29
3.3. Cara
Kerja
.30
1. IV. Hasil dan
Pembahasan32
4.1. Hama (Serangga) Pasca
Panen
.32
4.2. Patogen
Benih
..35
1. V.
Penutup
37
5.1.
Kesimpulan
37
5.2. Saran Praktikum

..37
5.3. Kesan Praktikum Atau
Asisten
37
Daftar
Pustaka
.38
Lampiran
39



Daftar Gambar

Gambar 1. Morfologi Sitophilus
oryzae
13
Gambar 2. Aedeagus pada Sitophilus oryzae (A), dan Sitophilus zeamays (B)
..13
Gambar 3. Fusarium moniliforme.

.26
Gambar 4. Phytophthora forms: A: Sporangia. B: Zoospore. C: Chlamydospore.
D: Oospore..27


Daftar Tabel
Data Kerusakan
Beras
32
Tabel Pengamatan (Intensitas Kerusakan Beras) Dalam Satuan
Gram.32
Jumlah Individu Sitophilus
oryzae
..33





Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr. Wb.
Puja dan Puji Syukur saya Panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun Laporan
Praktikum Teknologi Produksi Benih Aspek HPT yang berjudul PREFERENSI
Sitophilus oryzae TERHADAP BEBERAPA JENIS BERAS SERTA
EVALUASI KESEHATAN BENIH JAGUNG DAN KEDELAI TERHADAP
PATOGEN BENIH ini tepat pada waktunya.
Penulisan laporan ini disusun untuk memenuhi tugas akhir praktikum mata kuliah
Teknologi Produksi Benih Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya. Untuk membahas hasil dari praktikum yang saya lakukan
selama ini dan laporan ini merupakan bentuk pertanggung jawaban atas praktikum
yang telah dilaksanakan. Dalam Penulisan Laporan Praktikum Teknologi
Produksi Benih Aspek HPT ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang dimiliki
penulis sangatlah terbatas.
Oleh karena itu Penulis senantiasa menyadari bahwa penulisan laporan ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan ini. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat dalam pengembangan wawasan mengenai Preferensi Sitophilus
oryzae Terhadap Beberapa Jenis Beras Serta Evaluasi Kesehatan Benih Jagung
Dan Kedelai Terhadap Patogen Benih.
Malang, 1 JUNI 2012




Penulis




I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang
Hama adalah hewan atau organisme yang aktivitasnya dapat menurunkan dan
merusak kualitas juga kuantitas produk pertanian. Hama berdasarkan tempat
penyerangannya dibagi menjadi 2 jenis yaitu hama lapang dan hama gudang/hama
pasca panen. Hama lapang adalah hama yang menyerang produk pertanian pada
saat masih di lapang. Hama gudang adalah hama yang merusak produk pertanian
saat berada di gudang atau pada masa penyimpanan. Menurut (Kertasapoetra,
1991), hama pasca panen merupakan salah satu faktor yang memegang peranan
penting dalam peningkatan produksi. Hasil panen yang disimpan khususnya biji-
bijian setiap saat dapat diserang oleh berbagai hama gudang yang dapat
merugikan.
Dalam tiap fase produksi pertanian baik praproduksi maupun pasca-produksi,
terjadi gangguan serangga hama yang mengakibatkan penyusutan hasil pertanian.
Khusus pada masa pasca produksi atau pasca panen penyusutan hasil pertanian,
berdasarkan hasil penelitian BULOG, mencapai 15% (Kartasapoerta, 1989).
Sitophilus oryzae bersifat polifag dapat menyerang berbagai jenis biji-bijian
seperti beras, jagung dan kacang tanah. Selama ini Sitophilus oryzae secara umum
masih dianggap sebagai hama terbatas pada produk pertanian tertentu(beras).
Dengan demikian kehadirannya pada produk lain terkadang masih diabaikan.
Secara pasti preferensi Sitophilus oryzae pada beberapa jenis biji-bijian belum
diketahui.
Sedangkan Serangan hama, terutama yang tergolong ordo Coleoptera dan
Lepidoptera merupakan salah satu penyebab kerusakan biji-bijian atau bahan
pangan yang disimpan dalam gudang. Sitophilus oryzae merupakan hama pasca
panen utama yang menyerang biji-bijian dalam penyimpanan. Hama ini bersifat
kosmopolit dan mempunyai daerah penyebarab yang luas terutama di daerah
tropis dan subtropis.
Tindakan penanganan ini digunakan untuk mengurangi kerugian-kerugian yang
diakibatkan merajalelanya ham terhadap produk dalam simpanan. Tindakan-
tindakan tersebut adalah tinadakan preventif dan kuratif. Tindakan preventif
merupakan tinadakan pencegahan, yang biasanya dilakukan sebelum produk
tanaman itu dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan (gudang), dalam hal ini
biasanya meliputi: Tindakan karantina, Usaha penyempurnaan pengepakan, Usaha
sanitasi, Usaha perbaikan fisis dan Usaha secara kimia.
Sedangkan tindakan kuratif biasanya merupakan usaha untuk mengatasi dan
memberantas hama yang telah mengganas melakukan pengrusakan terhadap
produk tanaman yang tersimpan pada tempat pentimpanan atau gudang, biasanya
tindakan ini merupakan tindakan langsung terhadap hama-hamanya, sehingga
benar-benar dapat dilumpuhkan atau dibinasakan. Tindakan kuratif meliputi
beberapa cara, yaitu: Cara fisis, Cara penggunaan sarana perangkap, Cara
mekanis, Cara kimiawi dan Cara biologis.

Perbedaan biji-bijian mungkin menyebabkan perbedaan mutu gizi, dan akan
memberi pengaruh yang berlainan pada pertumbuhan dan perkembangan populasi
serangga. Menurut Suyono dan Sukarno (1985), indikator terhadap preferensi
serangga pada biji-bijian ditentukan oleh jumlah telur yang diletakkan oleh induk
betina, jumlah telur yang menetas menjadi imago, dan lama daur hidup. Makin
besar jumlah telur yang diletakkan dan makin banyak imago yang terbentuk serta
semakin pendek daur hidupnya menunjukkan preferensi serangga pada biji makin
besar. Pada biji-bijan yang lebih disukai olah Sitophilus oryzae, tingkat kerusakan
yang ditimbulkan menunjukkan hubungan yang linier.
Benih memegang peranan penting dalam budidaya tanaman. Kualitas benih yang
baik merupakan syarat penting untuk mendapatkan produksi yang tinggi dan
menguntungkan. Salah satu karakter mutu adalah tidak terdapatnya patogen
terbawa benih, yang salah satunya adalah virus dan cendawan.
Masalah penyakit yang disebabkan oleh virus menjadi aspek yang penting karena
beberapa hal, yaitu: (1) benih dari beberapa komoditas dilaporkan mengandung
virus sehingga benih dapat menjadi sumber infeksi (2) di alam penyakit yang
disebabkan oleh virus ditularkan oleh serangga (vektor) yang banyak terdapat
pada tanaman yang dibudidayakan, serta (3) varietas tanaman budidaya yang
memiliki ketahanan tinggi terhadap virus masih sangat jarang. Kerugian secara
ekonomis akibat serangan virus sering tidak dapat diketahui secara pasti, karena
pada kondisi lapang infeksi virus atau pathogen lainnya sering terjadi secara
simultan. Berdasarkan hasil penelitian secara umum dapat dikatakan bahwa
kerugian karena serangan virus dapat berkisar dari 10 sampai dengan 90%,
tergantung dari berbagai aspek yang terkait dengan bagaimana pola budidaya
yang dilakukan (Balitsa, 2006). Selain itu, adanya kebocoran atap lantai gudang
yang lembab, akan merusak bahan-bahan yang disimpan, yang akan menurunkan
mutu dan dapat mengakibatkan adanya cendawan. Cendawan ini dapat menyerang
bahan yang disimpan seperti biji-bijian, umbi-umbian dan sayuran. Dan kerugian
akibat adanya cendawan, bukan saja dapat menurunkan mutu tetapi juga bahan-
bahan yang disimpan dapat mengandung zat beracun.
1.2. Tujuan
Praktikum Teknologi Produksi Benih Aspek Hama Penyakit Tanaman (HPT)
bertujuan untuk memahami dan menganalisis preferensi Sitophilus oryzae
terhadap beberapa jenis beras serta evaluasi kesehatan benih jagung dan kedelai
terhadap patogen benih.


1.3. Manfaat
Dari praktikum ini diharapkan dapat memberi masukan dalam upaya pengendalian
dan antisipasi serangan hama Sitophilus oryzae terhadap beberapa jenis beras serta
mampu melakukan evaluasi pada kesehatan benih jagung dan kedelai terhadap
patogen benih.


1. II. Tinjauan Pustaka

2.1. Hama (Serangga) Pasca Panen
2.1.1. Sejarah Infestasi Serangga Pasca Panen
Dahulu pada saat petani bercocok tanam dengan cara nomaden hama pasca panen
sangat sedikit sekali ditemui mereka bertahan hidup dengan tumbuh pada biji-
bjian, seresah, kayu bekas pohon, kotoran binatang, tanah dan terbawa oleh
binatang lain seperti burung dan tikus. Pada saat itu nenek moyang kita bertani
hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, jadi hasil panen mereka tidak
memerlukan perlakuan khusus dalam system penyimpanannya. Namun seiring
dengan berkembangnya jaman yang menyebabkan hasil pertanian tidak hanya
untuk kebutuhan sehari-hari melainkan juga karena desakan ekonomi yang
didukung melimpahnya pakan, terjadinya kelangkaan air dan berkembangnya
perlakuan dalam system penyimpanan, para petani mulai menyimpan hasil panen
mereka pada tempat penyimpanan yang biasa kita sebut gudang.
Pengertian gudang dapat dikemukakan bahwa gudang tidak hanya terbatas pada
wujud suatu bangunan yang dapat dipergunakan untuk menyimpan produk
pertanian yang biasanya tertutup rapat, melainkan pula meliputi setiap tempat
penyimpanan, tempat apapun tanpa memperdulikan bentuk, ukuran serta letaknya
yang ada kaitannya dengan hama gudang dapat dianggap sebagai gudang. Gudang
pada umumnya terbagi atas gudang terbuka dan gudang tertutup. Pada gudang
terbuka biasanya ditempatkan bahan-bahan yang baru diambil, guna
melindunginya sebelum dilakukan proses pemilihan atau sebelum dilemparkan
pada pedagang dan konsumen, nilai dari bahan-bahan di sini dapat dianggap
masih dalam transisi untuk dipersiapkan agar dapat dimasukkan gudang tertutup.
Gudang tertutup adalah suatu tempat tertutup yang keadaan di dalamnya lebih
terpelihara, bahan-bahan yang disimpan ditempat ini biasanya yang telah disortir
dan memperoleh pengolahan-pengolahan, seperti pengeringan, pembersihan dari
berbagai kotoran dan biasanya ditempatkan lagi dalam tempat-tempat yang khusus
(bakul, peti, karung, belek dan lain sebagainya). Jadi hama gudang akan tetap ada
walaupun bahan disimpan dalam gudang tertutup dan telah mengalami beberapa
pengolahan sebelumnya.
Masa perkembangan, ketahanan hidup dan produksi telur serangga hama
pascapanen tergantung pada kesesuaian lingkungan dan makanan. Laju populasi
serangga dapat meningkat sebagai hasil dari masa perkembangan yang singkat,
ketahanan hidup yang meningkat atau produksi telur yang lebih banyak. Dalam
kondisi normal, gudang adalah sumber makanan sehingga permasalahan utama
bagi serangga adalah suhu dan kadar air/kelembaban. Walaupun demikian,
sebagian besar serangga hama pascapanen dapat hidup pada berbagai bahan
simpan dan terdapat variasi kelimpahan serangga pada tiap-tiap bahan simpan
Berbagai hama dalam gudang dapat diklasifikasikan menurut beberapa sifat dan
morfologi dari hama tersebut.Yang dimaksud dengan klasifikasi atau
penggolongan ialah pengaturan individu dalam kelompok, penyusunan kelompok,
penyusunan kelompok dalam suatu sistem, data individu dan kelompok
menentukan hama itu dalam sistem tersebut. Letak hama itu dalam sistem sudah
memperlihatkan sifatnya.
Berdasarkan hasil penggolongan para taksom, hama gudang yang penting terbatas
pada serangga, burung dan mamalia. Yang terbatas pada serangga tergolong
dalam 2 ordo yaitu Coleoptera dan Lepidoptera. Hama gudang yang tergolong
dalam ordo luar kedua ordo tersebut merupakan hama gudang yang kurang
penting, artinya sifat kerusakannya merupakan pengotoran pada bahan simpanan,
seperti: Mites (kelas Arachnoidea, ordo Acarina), Kecoak (ordo Orthoptera),
Renget/gegat (ordo Thysanura), Collembola (ordo Collembola), Semut (ordo
Hymenoptera) dan lain-lain, akan tetapi walaupun hama yang kurang penting daya
perusakannya dan hanya bersifat pengotorannya saja, kalau terlalu banyak
populasinya tentunya pengotoran yang dilakukannya akan menimbulkan kerugian
yang cukup besar.
Hama pasca panen dapat dikelompokkan menjadi delapan, yaitu:
1. Spesies yang menginvestasi biji-bijian, yaitu spesies dari family Gelechiidae
,Bruchidae dan Curculionidae.
2. Spesies pemakan jamur, yaitu ordo Lepidoptera dan Coleoptera.
3. Spesies pemakan tanaman mati, yaitu larva ngengat yang termaduk dalam
family Phytidae.
4. Spesies pemakan binatang mati yaitu kumbang dari family Dermestidae dan
beberapa jenis ngengat dari family Tineidae.
5. Cucujidae dan Tenebrionidae (Tribolium spp., Cryptoleste sp., Tenebroides
mauritanicus, Palorus sp., Gnatocerus sp. Dan Latheticus sp.)
6. Penggerek binatang dan pemakan kayu, yaitu beberapa spesies serangga dalam
famili Anobiidae yaitu Lasoderma serricorne dan Stegobium panecium dan famili
Bostrichidae yaitu Rhyzopertha dominica.
7. Scavenger pada sarang serangga lain, contohnya sarang tawon, dalam famili
Galleriidae, Phycitidae, Ptinidae dan Dermesitidae.
8. Predator dan Parasitoid, dalam ordo Hemiptera (kepik), Diptera dan
Hymenoptera (tawon).
(Kartasapoetra, 1991)

2.1.2. Klasifikasi Sitophilus oryzae
Kumbang Sitophilus oryzae merupakan anggota dari klas insecta. Dalam
klasifikasinya, kedudukan Sitophilus oryzae adalah:
Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Ordo: Coleoptera
Sub ordo: Polyphage
Family: Curculionidae
Sub Family: Rhyncoporinae
Genus: Sitophilus
Spesies : Sitophilus oryzae L. (Borror, 1992)
2.1.3. Morfologi Sitophilus oryzae
Famili Curculionidae mudah dikenal dengan adanya moncong atau rostum pada
bagian mulut. Pada Sitophilus oryzae betina disamping untuk menggerek biji pada
waktu makan, rostum uga berfungsi untuk membuat lubang tempat meletakkan
telur (Imms, 1960). Seperti halnya anggota Curculionidae lainnya, Sitophilus
oryzae mempunyai lapisan kitin yang cukup keras. Sifat khas pada Sitophilus
oryzae yaitu bila mendapat gangguan, kumbang ini akan pura-pura mati dengan
melipatkan atau menarik tungkainya dan tidak bergerak (Kalshoven, 1981).
Daerah penyebaran Sitophilus oryzae meliputi hampit di berbagai daerah. Variasi
yang ada dari famili Curculionidae terlihar pada ukuran tubuh, bentuk serta
ukuran rostum. Anggota sub. Famili Rhyncoporinae merupakan kelompok
kumbang moncong yang menyerang butian, atau dikenal dengan istilah Billbug.
Sitophilus oryzae sebagai salah satu anggota kumbang ini merupakan hama
potensial pada produk pertanian (Borror, 1992).
Sitophilus oryzae sewaktu masih muda berwarna merah kecoklatan, sedangkan
pada umur yang paling tua berwarna coklat hitam. Pada bagian elitra terdapat
empat bintik hitam. Ukuran tubuh 2-3,5 mm (Mangudiharjoo, 1978 dan
Kalshoven 1981). Bagian mulut yang memanjang atau rostrum digunakan untuk
merusak biji-bijian yang mempunyai kulit cukup keras (Rismunandar, 1985).
Antena atau sungut berbentuk menyiku dan terdiri dari delapan ruas (Bejo, 1992).

Gambar1. Morfologi Sitophilus oryzae
hd. Kepala, th. Thorak, ab, abdomen, 1. Rostrum, 2. Antena, 3. Elitra
4. Bintik hitam pada elitra, 5. Sayap belakang (Borror, 1992)
Sitophilus oryzae mempunyai kemiripan dengan kerabatnya, yaitu Sitophilus
zeamays. Beberapa peneliti mengatakan bahwa kedua bentuk Sitophilus tersebut
merupakan dua spesies yang berbeda, tapi peneliti lainnya menyatakan hanya
merupakan variasi dari spesies yang sama. Pendapat terakhir menyatakan bahwa
kedua spesies dapat dibedakan berdasarkan morfologi eksternal. Sitophilus oryzae
mempunyai ukuran yang relatif kecil dibanding dengan ukuran Sitophilus
zeamays (Syarif dan Halid, 1992). Disamping itu, Sitophilus zeamays lebih aktif
terbang dibanding Sitophilus oryzae. Cara yang paling tepat untuk
membedakannya ialah dengan melalui pemeriksaan alat kelamin yang aedeagus
pada serangga jantan. Permukaan genetalia jantan pada Sitophilus oryzae rata dan
licin, sedangkan pada Sitophilus zeamays agak bergelombang (Syarif dan Halid,
1992).

Gambar 2. Aedeagus pada Sitophilus oryzae (A), dan Sitophilus zeamays (B)
(Halstead, 1963)
Imago jantan dan betina Sitophilus oryzae dapat dibedakan dari bentuk
moncongnya. Imago jantan mempunyai moncong yang lebih pendek, lebar, kasar
dan mempunyai banyak bintik-bintik. Imago betina mempunyai moncong yang
lebih panjang, ramping, melengkung, mengkilat, dan halus dengan bintik- bintik
yang lebih sedikit. Ukuran tubuh yang jantan relatif lebih kecil (Willam, 1980)
2.1.4. Biologi Sitophilus oryzae
Masa hidup Sitophilus oryzae relatif cukup lama. Pada kumbang betina mampu
bertahan selama 36 hari tanpa makanan, sedangkan bila makanan terpenuhi
mencapai tiga atau lima bulan (Kalshoven, 1981). Daur hidup Sitophilus oryzae
berkisar antara 28-30 hari atau rata-rata 4,5 minggu. Perkembangbiakan diawali
dengan peristiwa kopulasi antara serangga jantan dan betina. Aktivitas kopulasi
relatif lebih lama dibanding serangga pasca panen lainnya. Aktivitas ini biasanya
terjadi pada malam hari. Sitophilus oryzae mengalami metamorfosis sempurna
(holometabola), yaitu perkembangannya melalui bentuk telur, larva, pupa, dan
imago (Mangudiharjo, 1978). Tiap stadium berlangsung pada biji.
Stadium telur. Telur mempunyai bentuk lonjong. Dengan satu kutub yang lebih
kecil dan mempunyai penutup telur. Tiap biji biasanya untuk meletakkan satu
telur, tapi pada biji yang besar dapat mencapai dua atau lebih. Produksi telur dapat
mencapai maksimum 575 butir selama tiga sampai lima bulan (Kalshoven,1981).
Stadium telur berlangsung tiga sampai tujuh hari (Bejo, 1962).
Stadium larva. Larva tidak berkaki (apodus) berwarna putih kekuningan, bentuk
bulay serta aktif bergerak. Stadium larva berlangsung 18 hari dan mengalami tiga
kali instar. Tiap instar diikuti dengan eksdisis (Mangudiharjo, 1978).
Stadium pupa. Larva yang akan berubah menjadi pupa membuat rongga dalam
biji. Pupa berwarna kecoklatan, bentuk seperti keadaan dewasa yang tidak aktif.
Bagian kaki dan moncong masih menyatu. Stadium ini berlangsung 5-7 hari
(Mangudiharjo, 1978 dan Bejo, 1962). Stadium pupa merupakan stadium yang
tidak aktif menggerek biji.
Imago. Perkembangan pupa berlanjut menjadi kumbang dewasa atau imago.
Imago yang baru terbentuk akan tetap berada didalam biji untuk beberapa waktu.
Menurut Sutyoso 1964, Kartasapoerta, 1967) imago yang baru akan berada dalam
biji kira-kira lima hari. Masa imago keluar sampai bertelur disebut masa pre-
oviposisi. Pada masa ini imago mengalami pemantangan seksual dan melakukan
perkawinan. Masa pre-oviposisi ini dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan media
(Kartasapoerta, 1967).

2.1.5. Penjelasan Mengenai Beberapa Jenis Beras Yang Digunakan
1. Beras IR 64
Beras IR 64 adalah hasil dari budidaya tanaman padi varietas IR 64. Padi IR 64
merupakan varietas yang dilepas pada tahun 1986 yang diintroduksi dari IRRI.
Padi IR 64 ini merupakan golongan cere dengan umur tanaman sekitar 110-120
hari dan dianjurkan ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai
sedang. (Anonymous
a
, 2012)
1. Beras Raskin
Program raskin ini merupakan (i) program perlindungan sosial untuk Rumah
Tangga Miskin dalam bentuk targeted food subsidy, (ii) dapat membuka akses
ekonomi (harga jual yang terjangkau) & akses fisik (beras tersedia di titik
distribusi dekat RTS) terhadap pangan, dan (iii) Melindungi rumah tangga rawan
pangan dari ancaman malnutrition, terutama energi dan protein.
(Anonymous
b
, 2012)
1. Beras Pandan Wangi
Pandan Wangi merupakan satu-satunya beras wangi beraroma pandan yaitu beras
yang merupakan satu-satunya beras terbaik yang tidak ditemukan di daerah lain
dan menjadi khas Cianjur. Rasanya enak (pulen) dan harganya pun relatif lebih
tinggi dari beras biasa. Di Cianjur sendiri, pesawahan yang menghasilkan beras
asli Cianjur ini hanya di sekitar Kecamatan Warungkondang, Cugenang dan
sebagian Kecamatan Cianjur. Luasnya sekitar 10,392 Ha atau 10,30% dari luas
lahan persawahan di Kabupaten Cianjur. Produksi rata-rata per hektar 6,3 ton dan
produksi per-tahun 65,089 ton.
(Anonymous
c
, 2012)

2.1.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Preferensi Serangga Terhadap
Inang
1. Pada coleoptera, kadar air lebih dominan pengaruhnya dibanding suhu dan
makanan, demikian pula pada lepidoptera. Lepidoptera pascapanen
menghabiskan sebagian besar masa perkembangannya sebagai larva. Stadium
larva lepidoptera pascapanen lebih lama daripada larva coleoptera karena
nutrisinya digunakan untuk produksi telur. Imago lepidoptera sendiri berumur
pendek dan tidak makan. Coleoptera berumur panjang (Cryptolestes,
Oryzaephilus, Sitophilus, Tribolium, Rhyzopertha) makan selama periode imago,
karena itu dapat memproduksi telur selama hidupnya. Seperti lepidoptera,
stadium larva coleoptera berumur pendek (Callosobruchus, Lasioderma,
Stegobium) cenderung lebih lama (walaupun tidak selama lepidoptera),
akibatnya produksi telurnya pun tidak sebanyak lepidoptera.
2. Kenaikan suhu lingkungan meningkatkan aktivitas makan. Hal ini menjelaskan
sebagian pengaruh suhu terhadap pemendekan masa perkembangan serangga
pascapanen. Fluktuasi suhu harian juga berpengaruh. Serangga yang hidup pada
suhu konstan tinggi masa perkembangannya lebih singkat daripada suhu
fluktuatif (walaupun dengan rata-rata suhu yang sama tinggi). Sementara itu
pada suhu konstan rendah, masa perkembangannya lebih lama dibandingkan
suhu fuktuatif dengan rata-rata sama rendah.
3. Kadar air bahan simpan/kelembaban udara mempengaruhi lama stadium larva.
Kadar air bahan simpan yang rendah memperlama stadium larva, tetapi stadium
telur dan pupa tidak terpengaruh sehingga hal ini mengubah keseimbangan
struktur umur dalam populasi yang sudah stabil. Suhu lingkungan dan
kelembaban di penyimpanan bisa saja sebagai sebab atau akibat dari
keberadaan hama. Serangga membutuhkan kisaran suhu dan kelembaban
optimum untuk perkembangannya. Sementara itu metabolisme serangga juga
menghasilkan kalor dan uap air ke lingkungannya. Terakhir, misalnya pada
Sitophilus dan Tribolium terdapat variasi masa perkembangan antarindividu
yang cukup besar. Keragaman intrinsik seperti ini biasanya menguntungkan
secara ekologis. Serangga biasanya memiliki kisaran suhu optimum. Sedikit saja
di luar kisaran suhu tersebut, terjadi penurunan populasi yang sangat besar
Contohnya pada Tribolium, suhu optimum pertumbuhan adalah 25-37.5C.
Ketahanan hidup akan turun drastis di luar kisaran tersebut.
(Kartasapoetra, 1991)

2.1.7. Metode Penyimpanan Yang Tepat Saat Pasca Panen
Cara penyimpanan gabah/beras dapat dilakukan dengan :
1. Sistem curah, yaitu gabah yang sudah kering dicurahkan pada suatu tempat
yang dianggap aman dari gangguan hama maupun cuaca. Penyimpanan gabah
dengan sistem curah dapat dilakukan dengan menggunakan silo. Silo merupakan
tempat menyimpan gabah/beras dengan kapasitas yang sangat besar. Bentuk
dan bagian komponen silo adalah sebagai berikut :
2. Silo biasanya berbentuk silinder atau kotak segi-empat yang terbuat dari plat
lembaran atau papan.
3. Silo dilengkapi dengan sistem aerasi, pengering dan elevator.
4. Sistem aerasi terdiri dari kipas-kipas angin aksial dengan lubang saluran
pemasukan dan pengeluaran pada dinding silo.
5. Pengering terdiri sumber pemanas/kompor dan kipas penghembus.
6. Elevator biasanya berbentuk mangkuk yang berjalan terbuat dari sabuk karet
atau kulit serta plat lembaran.
1. Penyimpanan Gabah dengan Kemasan/Wadah. Penyimpanan gabah
dengan kemasan dapat dilakukan dengan menggunakan karung.
Beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan
gabah dengan karung adalah :
1. Karung harus dapat melindungi produk dari kerusakan dalam
pengangkutan dan atau penyimpanan.
2. Karung tidak boleh mengakibatkan kerusakan atau pencemaran
oleh bahan kemasan dan tidak membawa OPT.
3. Karung harus kuat, dapat menahan beban tumpukan dan
melindungi fisik dan tahan terhadap goncangan serta dapat
mempertahankan keseragaman. Karung harus diberi label
berupa tulisan yang dapat menjelaskan tentang produk yang
dikemas.
(Anonymous
d
, 2012)
1. Mengatur kondisi atmosfer (C.A. storage)
2. Perlakuan kimia (chemical treatment)
3. Perlakuan penyinaran (irradiation)
4. Penyimpanan dingin (refrigeration)
Penyimpanan dingin merupakan cara penyimpanan yang murah (terjangkau),
efektif (bisa digunakan untuk semua komoditas) dan efisien (dapat
dikombinasikan dengan cara-cara penyimpanan yang lain), namun untuk kondisi
daerah tropis yang mempunyai temperatur udara rata-rata cukup tinggi,
penyimpanan hasil pertanian dalam temperatur rendah perlu memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
1. Sifat hasil tanaman. Tanaman yang berasal dari daerah tropis umumnya tidak
tahan temperatur rendah, temperatur penyimpanan dingin umumnya tidak
berada di bawah 12C. Ketahanan terhadap temperatur rendah dari berbagai
bagian tanaman juga berbeda.
2. Hindari chilling injury. (Kerusakan hasil tanaman karena temperature rendah).
Penyebab chilling injury bisa karena kepekaan komoditas terhadap temperatur
rendah, kondisi tempat penyimpanan, cara penyimpanan dan lama
penyimpanan.
3. Dont break the cold-chains Penyimpanan dingin dari suatu hasil tanaman
harus berkelanjutan (dalam tataniaga) sampai di tangan konsumen.
(Mutiarawati, 1990)




2.2. Patogen Benih
2.2.1. Sumber Infestasi Patogen Benih
Inokulum yang lewat biji (Seedborne inokulum) akan mempunyai arti yang
penting, jika inokulum tersebut dapat menyebabkan penyakit pada benih atau
kecambahnya atau tanaman lain. Dari satu inokulum dapat mempunyai lebih dari
satu penularan sebagai contoh adalah:
1. Patogen berada didalam embryo dan kemudian menginfeksi tanaman
berikutnya secara sistematik.
2. Patogen berada pada permukaan biji sebagai kontaminan dan selanjutnya dapat
mengadakan infeksi sistemik.
3. Patogen berada pada permukaan biji sebagai kontaminan dan selanjutnya dapat
hidup sebagai saprofitis di luar tanaman inang dan kemudian dapat
mengakibatkan infeksi sistemik.
Selain itu, sumber infestasi patogen benih juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan antara lain adalah tanah, pemupukan, cuaca pada saat tanaman masih
dilapang, dan keadaan penyimpanan benih.
(Rasminah, 1990)

2.2.2. Tujuan & Manfaat Evaluasi Kesehatan Benih
1. Tujuan dari uji kesehatan benih antara lain :
1. Untuk mengetahui apakah dalam benih terdapat mikroorganisme yang
bersifat patogen.
2. Untuk mengetahui apakah pada benih terdapat nematoda.
3. Untuk mengetahui kesehatan benih secara fisiologis.
4. Untuk membandingkan antar seed lot.
5. Untuk menentukan jenis inokulum yang menginfeksi benih.
6. Untuk mengevaluasi kesehatan benih sebelum disebarkan ke berbagai
tempat untuk usaha tani.
7. Untuk mengevaluasi efek dari festisida yang dipakai untuk perawatan
benih
8. Untuk mengevaluasi usaha pemberantasan penyakit yang disebabkan
oleh benih di lapangan.
9. Untuk survei penyakit benih tingkat regional atau nasional guna
mendeteksi penyebaranya.
10. Untuk tujuan karantina dalam rangka mencegah masuknya penyakit
benih dan sekaligus mencegah terjadinya penyebaran penyakit benih
tersebut. (Rasminah, 1990)
11. Manfaat dari uji kesehatan benih antara lain:
1. Mampu mengetahui mikroorganisme yang bersifat patogen
dalam benih.
2. Mampu mengetahui ada/ tidaknya nematoda pada benih.
3. Mampu mengetahui kesehatan benih secara fisiologis.
4. Mampu membandingkan antar seed lot.
5. Mampu menentukan jenis inokulum yang menginfeksi benih
6. Mampu mengevaluasi kesehatan benih sebelum disebarkan ke
berbagai tempat untuk usaha tani.
7. Mampu mengevaluasi efek dari festisida yang dipakai untuk
perawatan benih
8. Mampu mengevaluasi usaha pemberantasan penyakit yang
disebabkan oleh benih di lapangan.
9. Mampu mendeteksi penyebaranya penyakit benih tingkat
regional atau nasional
10. Mampu menghindari masuknya penyakit benih dan sekaligus
mencegah terjadinya penyebaran penyakit benih tersebut.
(Rasminah,
1990)

2.2.3. Metode Evaluasi Kesehatan Benih
1. Pengujian Cendawan
2. Teknik Inkubasi Cendawan dengan Metode Blotter Test (Metode Kertas Saring)
Benih disterilkan dengan natrium hipoklorit 1% selama 1 menit kemudian dibilas
dengan aquadest steril sebanyak 3 kali dan dikeringkan dengan tissue steril.
Kemudian benih disusun pada petridish yang telah dilapisi kertas saring steril.
Petridish diletakkan di ruang inkubasi dibawah lampu NUV (Near Ultra Violet)
dengan 12 jam gelap dan 12 jam terang selama 7 hari. Setelah 7 hari pertumbuhan
cendawan diamati dengan menggunakan compound mikroskop.
1. Teknik Inkubasi Cendawan dengan Metode Agar Test
Benih disterilkan dengan natrium hipoklorit 1% selama 1 menit kemudian dibilas
dengan aquadest steril sebanyak 3 kali dan dikeringkan dengan tissue steril. Untuk
benih besar, benih dipotong terlebih dahulu sedangkan untuk benih kecil
langsung ditanam pada media agar (PDA) yang telah disiapkan di petridish.
Petridish diletakkan di ruang inkubasi dibawah lampu NUV (Near Ultra Violet)
dengan 12 jam gelap dan 12 jam terang selama 7 hari. Setelah 7 hari pertumbuhan
cendawan diamati dengan menggunakan compound mikroskop.
1. Pengujian Bakteri
Langkah-langkah pelaksanaan pengujian kesehatan benih untuk bakteri terbawa
benih meliputi:
1. Persiapan Media Agar (NA, YDC, MS dan KingB)
Persiapan Media Agar dalam cawan Petri (untuk pengamatan isolat)
Persiapan Media Agar dalam Tabung Reaksi (untuk koleksi bakteri)
1. Sterilisasi alat dan bahan
Sterilisasi panas basah
Sterilisasi basah digunakan untuk mensterilkan bahan atau peralatan yang dapat
ditembus uap air dan tidak akan mengalami kerusakan pada suhu tersebut.
umumnya media yang digunakan untuk perbanyakan bakteri dapat disterilkan
dengan cara ini. Alat yang digunakan adalah autoklaf dengan tekanan uap jenuh
pada suhu 121C selama 15-20 menit (tekanan 1 atm).
Sterilisasi panas kering
Alat yang digunakan adalah oven. Bahan-bahan yang biasa disterilkan dengan
cara ini adalah alat yang terbuat dari bahan gelas (glass ware) seperti pipet,
tabung reaksi, cawan Petri, erlenmeyer, gelas ukur dan botol sampel. Cara tersebut
dapat juga digunakan untuk gliserin, minyak, vaselin dan bahan yang berupa
bubuk tahan panas. Bahan-bahan tersebut harus dibungkus dengan pembungkus
tahan panas agar tidak terkontaminasi pada saat dikeluarkan dari oven.
1. Ekstraksi Bakteri dari benih
Ekstraksi langsung dari benih yang terdiri dari dua macam, yaitu metode
penghancuran benih dan metode perendaman benih yang masih utuh dalam air.
Ekstraksi bakteri dengan menabur benih langsung pada media agar (Direct
planting)
1. Pengujian Karakter Fisoilogi Bakteri Terbawa Benih (Balai Besar PPMBTPH)
Reaksi Gram (Uji KOH)
Uji Katalase
Uji Oksidase Kovacs
Hidrolisis starch
Produksi senyawa Fluoresen dan Non-Fluoresen
Aktivitas arginin dihidrolase
Uji Hipersensitifitas
Uji patogenitas
Uji Virulensi
1. Pengujian Virus
Untuk mengetahui ada tidaknya gejala virus pada suatu tumbuhan dapat dilakukan
melalui beberapa pengujian antara lain:
1. Pengujian Growing on Test
Menyiapkan media tanam pasir dan kompos (1:1).
Mengambil benih secara acak dari sampel benih dan menanam benih tersebut
pada media yang telah disiapkan.
Mengamati dan mencatat gejala-gejala yang timbul pada tanaman.
1. Pengujian tanaman indikator
Menyiapkan tanaman indikator misalnya tembakau.
Menyiapkan ekstrak daun yang memiliki gejala terserang virus.
Menaburi daun tanaman indikator dengan carborundrum.
Mengolesi daun indikator tersebut dengan ekstrak daun dengan menggunakan
cotton bud.
Kemudian daun tersebut disemprot dengan aquades dan dibiarkan selama 3-4
hari atau setelah menunjukkan adanya gejala.
1. Pengujian ELLISA
Metode Ellisa disebut juga metode langsung (Direct Elisa/DAS Elisa) yang
merupakan metode pengujian untuk mengetahui suatu sampel mengandung virus
atau tidak.
(Yeti dan Ana. 2012)
2.2.4. Benih Jagung (Klasifikasi, Fisiologi & Morfologi)
1. Klasifikasi
Kingdom: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Liliopsida
Ordo: Poales
Famili: Poaceae
Genus: Zea
Spesies: Zea mays L. (Anonymous
e
.
2012)
2. Fisiologi
Ukuran benih jagung yang lebih besar setelah mengalami penderaan mempunyai
kemampuan berkecambah dan vigor yang lebih baik daripada benih yang lebih
kecil (Hussaini et. al , 1984). Laju pertumbuhan kecambah jagung meningkat
dengan semakin besarnya ukuran biji dan benih yang berbentuk bulat lebih tinggi
laju pertumbuhannya daripada yang berbentuk pipih. Biji yang berbentuk bulat
besar biasanya terdapat didalam tongkol dan bulat kecil pada ujung tongkol.
Sekitar 75% dari biji diantara kedua tipe tersebut di atas berbentuk pipih. Biji
yang berbentuk pipih ini berbeda-beda ukurannya dari kecil sampai besar (Abd-
El-Rahman dan Bordu, 1986). Menurut Beck ,2002, terdapat enam kategori
ukuran /bentuk yaitu bulat besar, pipih besar, bulat sedang, pipih sedang, bulat
kecil dan pipih kecil.
1. Morfologi
Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu dengan kulit
biji atau testa, membentuk dinding buah. Biji jagung terdiri atas tiga bagian
utama, yaitu (a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi mencegah
embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air; (b) endosperm, sebagai
cadangan makanan, mencapai 75% dari bobot biji yang mengandung 90% pati
dan 10% protein, mineral, minyak, dan lainnya; dan (c) embrio (lembaga), sebagai
miniatur tanaman yang terdiri atas plamule, akar radikal, scutelum, dan koleoptil
(Hardman and Gunsolus 1998).
1. Jagung Mutiara
Biji jagung tipe mutiara berbentuk bulat licin, mengkilap, dan keras. Bagian pati
yang keras terdapat di bagian atas biji. Pada saat masak, bagian atas biji
mengkerut bersama-sama, sehingga permukaan biji bagian atas licin dan bulat.
1. Jagung Gigi Kuda
Bagian pati yang keras pada tipe biji dent berada di bagian sisi biji, sedangkan
bagian pati yang lunak di bagian tengah sampai ujung biji. Pada waktu biji
mengering, pati lunak kehilangan air lebih cepat dan lebih mengkerut daripada
pati keras, sehingga terjadi lekukan (dent) pada bagian atas biji. Biji tipe dent ini
bentuknya besar, pipih, dan berlekuk.
1. Jagung Manis
Biji jagung manis pada saat masak keriput dan transparan. Biji yang belum masak
mengandung kadar gula (water-soluble polysccharride, WSP) lebih tinggi
daripada pati. Kandungan gula jagung manis 4-8 kali lebih tinggi dibanding
jagung normal pada umur 18-22 hari setelah penyerbukan. Sifat ini ditentukan
oleh gen sugary (su) yang resesif (Tracy 1994).
1. Jagung Pod
Jagung pod adalah jagung yang paling primitif. Jagung ini terbungkus oleh glume
atau kelobot yang berukuran kecil.
1. Jagung Berondong
Tipe jagung ini memiliki biji berukuran kecil. Endosperm biji mengandung pati
keras dengan proporsi lebih banyak dan pati lunak dalam jumlah sedikit terletak di
tengah endosperm. Apabila dipanaskan, uap akan masuk ke dalam biji yang
kemudian membesar dan pecah (pop).
1. Jagung Pulut
Jagung pulut memiliki kandungan pati hampir 100% amilopektin. Adanya gen
tunggal waxy (wx) bersifat resesif epistasis yang terletak pada kromosom
sembilan mempengaruhi komposisi kimiawi pati, sehingga akumulasi amilosa
sangat sedikit (Fergason 1994).
1. Jagung QPM
Jagung QPM memiliki kandungan protein lisin dan triptofan yang tinggi dalam
endospermnya. (Nuning,
2010)

2.2.5. Benih Kedelai (Klasifikasi, Fisiologi & Morfologi)
1. Klasifikasi
Kingdom: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Fabales
Famili: Fabaceae
Genus: Glycine
Spesies: Glycine max (L.) Merr.
(Anonymous
f
. 2012)
1. Fisiologi
Sadjad (1980) menyatakan bahwa dalam waktu 3 bulan pada suhu kamar 30C,
benih kacang-kacangan tidak dapat mempertahankan viabilitasnya pada kadar air
14%. Benih kedelai cepat mengalami kemunduran di dalam penyimpanan,
disebabkan kandungan lemak dan proteinnya relatif tinggi sehingga perlu
ditangani secara serius sebelum disimpan karena kadar air benih akan meningkat
jika suhu dan kelembaban ruang simpan cukup tinggi. Untuk mencegah
peningkatan kadar air selama penyimpanan benih, diperlukan kemasan yang
kedap udara dan uap air.
Kemunduran benih dapat ditengarai secara biokimia dan fisiologi. Indikasi
biokimia kemunduran benih dicirikan antara lain penurunan aktivitas enzim,
penurunan cadangan makanan, meningkatnya nilai konduktivitas. Indikasi
fisiologi kemunduran benih antara lain penurunan daya berkecambah dan vigor.
Kebanyakan parameter biokimia yang digunakan untuk mengetahui viabilitas dan
vigor benih kedelai adalah secara umum seperti diatas, sedangkan keberadaan
makromolekul penyusun membran antara lain membran mitokondria dan enzim
respirasi belum diteliti. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan berkaitan dengan
mutu benih kedelai selama kurun waktu penyimpanan
Masak fisiologis terjadi jika lebih dari 60% populasi tanaman telah menunjukkan
polong berwarna coklat. Pada saat masak fisiologis, benih kedelai telah lepas dari
plasenta di dalam polong. Karena sifat yang higroskopis dan kulitnya yang tipis,
benih sangat peka sekali terhadap pengaruh kelembaban lingkungan. Dengan
kondisi seperti itu, dianjurkan panen dilakukan tidak terlalu lama setelah benih
mencapai masak fisiologis. Jika masak fisiologis tepat pada saat 60% polong telah
matang (coklat) maka panen benih dilakukan pada saat polong matang mencapai
80%. Keterlambatan panen akan menurunkan mutu fisik dan fisiologis benih.
Tidak jarang benih hasil panen telihat pecah kulit jika terjadi hujan selama benih
di lapangan.
1. Morfologi
Biji kedelai pada umumnya berbentuk bulat atau bulat-pipih sampai bulat lonjong.
Warna kulit biji bervariasi antara lain, kuning, hijau, coklat atau hitam. Ukuran
biji berkisar antara 6-30 gram/100 biji. Ketahanan daya simpan biji pada kadar air
8-12 % yang disimpan pada suhu kamar berkisar antara 2-3 hari.
(Setijo Pijoto. 2000)

2.2.6. Patogen Penting Pada Benih Jagung
1. Patogen Aspergillus Spp.
Pada jagung, gejala Aspergillus spp. ditandai cendawan berwarna hitam, (spesies
A. niger) dan berwarna hijau (A. flavus). Infeksi A. flavus pada daun
menimbulkan gejala nekrotik, warna tidak normal, bercak melebar dan
memanjang, mengikuti arah tulang daun. Bila terinfeksi berat, dan berwarna
coklat kekuningan seperti terbakar. Gejala penularan pada biji dan tongkol jagung
ditandai oleh kumpulan miselia yang menyelimuti biji. Hasil penelitian Pakki dan
Muis (2006) menunjukkan adanya miselia berwarna hijau dan beberapa bagian
agak coklat kekuningan. Pada klobot tongkol jagung, warna hitam kecoklatan
umumnya menginfeksi bagian ujung klobot, perbedaan warna sangat jelas terlihat
pada klobot tongkol yang muda.
Bentuk konidia bulat sampai agak bulat umumnya menggumpal pada ujung hipa
berdiameter 3-6 m, sklerotia gelap hitam dan kemerahan, berdiameter 400-700
m. Konidia A. flavus dapat ditemukan pada lahan pertanian. Pada areal
pertanaman kapas, A. flavus ditemukan lebih dari 3.400 koloni/g tanah kering,
dan pada area lahan pertanaman jagung 1.231/g tanah kering (Shearer et al. 1992).
1. Patogen Fusarium Spp.
Gejala khas patogen ini adalah terdapat kumpulan miselia pada bagian permukaan
batang atau tongkol dan biji jagung, berwarna keputihan dan terdapat warna
merah jambu. Infeksi pada batang jagung biasanya menyebabkan pembusukan,
invasi ke dalam biji melalui rambut jagung pada ujung tongkol, selanjutnya
menginfeksi biji pada bagian dalam tongkol, bersifat symptomless atau dapat
ditemukan pada biji yang tidak bergejala, menginfeksi ke bagian internal biji
jagung, dan dapat ditularkan melalui biji (Munclovd and Biggerstaf 2000).
1. Patogen Penicillium Spp.
Patogen Penicillium spp. pada biji jagung ditemukan berupa gumpalan miselia
berwarna putih menyelimuti biji, diselingi warna kebiru-biruan. Patogen ini
adalah patogen tular benih yang mempunyai inang utama jagung. Tanaman lain
belum dilaporkan dapat menjadi inangnya, namun dapat menginfeksi tanaman
jagung pada fase prapanen dan pascapanen. Bagian tanaman yang dapat terinfeksi
adalah batang, daun, biji dan telah teridentifikasi 18 spesies (Pakki dan Talanca.
2008)
1. Seedling Blight (Fusarium moniliforme)
Penyakit ini merupakan penyakit penting di beberapa daerah penanam jagung di
dunia. Pada umumnya terdapat di daerah humid, temperate dan tropis. Penyakit
yang disebabkan Fusarium ini menyerang perkecambahan dan mengakibatkan
busuk pada batang, tetapi kadang-kadang juga menyerang biji. Patogen ini dapat
menimbulkan pre dan post emergence pada kondisi suhu sekitar 18-26 C.
Penyakit ini mengadakan infeksi lewat biji dan tanah. Didalam tanah tumbuh dan
menyebar secara saprofit pada jaringan tanaman jagung yang telah mati.
Pencegahan penyakit ini dilakukan dengan menggunakan organomerquri dan non
merquri seperti Arasan, Dithane. Spesies lain dari Fusarium adalah F. gramineum.
Spesies ini menyerang juga kecambah yang menyebabkan busuk tangkai, dan
pada cuaca basah dapat menyerang biji menjadi busuk. Patogen ini umum
terdapat di daerah suhu basah. Patogen ini merupakan patogen yang lewat biji dan
tanah. Di tanah bertahan pada sisa-sisa tanaman. Perlakuan biji dilakukan dengan
Thiram 300g/100 kg biji.

Gambar3. Fusarium moniliforme.
(Anonymous
g
, 2012)
1. Stalk Ear Rot (Diplodia maydis = Diplodia Zeae)
Patogen ini terdapat di tempat-tempat yang beriklim dingin. Patogen ini
menyebabkan seedling Blight, busuk tangkai dan busuk biji. Infeksinya melalui
biji dan tanah. Perlakuan biji adalah efektif dengan pemberian bahan kimia
organomerquri dan non merquri yaitu Arasan dan Dithane.
1. Downy Mildew (Scelospora philippenensis)
Penyakit ini merupakan penyakit penting di India dan menimbulkan kerugian
sekitar 5-50%.Tanaman yang terinfeksi menghasilkan klorosis pada daun dengan
tepung berwarna putih pada bagian bawah dan kadang-kadang juga pada bagian
atas daun. Tanaman yang terinfeksi menjadi kredil dan tidak menghasilkan
tongkol atau kalau menghasilkan dengan ukuran yang kecil. Biji-biji yang berasal
dari tanaman yang terinfeksi mengandung myselium dan menurunkan daya
tumbuh biji, jika biji-biji tersebut disimpan selama tujuh sampai sepuluh bulan.
Biji yang terinfeksi jamur tidak ditularkan oleh biji. Perlakuan kimia terhadap biji-
biji dilakukan dengan menggunakan 0,1% merqurichlorida selama sepuluh menit.
(Rasminah, 1990)
2.2.7. Patogen Penting Pada Benih Kedelai
1. Phytophthora
Penyakit akar dan busuk batang yang disebabkan marga Phytophthora pertama
kali diteliti dibagian utara India tahun 1948 dan bagian barat dan utara Ohio tahun
1951. Laporan pertama dari penyakit ini di Amerika Serikat tahun 1955. Penyakit
ini sangat merusak pada kultivar kedelai hasil lebih dari 50%. Kehilangan ini
banyak tergantung pada type tanah, curah hujan, dan macam kultivar kedelai.
Busuk Phytophthora nampak pada tanah-tanah yang renjan dan pada tanah-tanah
didataran tinggi, jika tanah tetap basah untuk beberapa hari. Busuk Phytophthora
sangat cepat berkembang pada suhu 25C. Gejala dari serangan Phytophthora Rot
terdapat pada semua tingkatan perkembangan tanaman kedelai. Tanaman muda
sangat peka dan cepat mati. Busuk biji dan menghasilkan pre-emergence damping
off. Pada tingkatan post emergence menyebabkan kerdil dan kematian pada
kecambah, dan seterusnya mengurangi jumlah tanaman. Pada tingkat pertama
batang nampak kebasah-basahan, daun menjadi kuning dan layu dan berpengaruh
pada kematian kecambah.
Inokulum berasal dari sisa-sisa tanaman dari tanah, dimana jamur bertahan untuk
beberapa lama kalau tidak ada tanaman kedelai. Usaha penanggulangan terhadap
penyakit ini dengan kultivar yang resisten, serta menanam kedelai pada daerah
panas >18 C, pada tanah yang subur dengan air irigasi yang baik.

Gambar 4. Phytophthora forms: A: Sporangia. B: Zoospore. C: Chlamydospore.
D: Oospore
1. Penyakit yang disebabkan Fusarium (Blight, Wilt, Root Rot, Pod and Collar Rot)
Blight karena Fusarium dilaporkan pertama kali di USA tahun 1971, dan sekarang
hampir dijumpai di daerah-daerah pertanaman kedelai. Penyakit ini sangat
merusak dan kerugian yang disebabkan oleh penyakit ini 50% pada biji 64% pada
tanaman. Gejala : Marga Fusarium ada 3 jenis yang menyebabkan seranggapada
tanaman kedelai, Jenis tersebut adalah:
1. a. Fusarium oxysporum. Gejala terjadi pada batang dan akar dengan warna
coklat dan hitam. Dan daun-daun jatuh dan kadang-kadang menjadi klorotis.
Ujung batang menjadi layu sedang seranganpada biji menyebabkan biji tidak
berkembang.
2. Fusarium spp. Penyakit ini menyebabkan kecambah lemah dan pendek. Infeksi
terdapat pada batang bagian bawah dan akar. Biji dapat terinfeksi sebagai akibat
penularan yang berat dari patogen tersebut. Gejaka ini pada kotiledon dari
kecambah adalah klorotis dan seterusnya nekrose.
3. Pod dan Collar Rot yang disebabkan Fusarium semitectum.
Gejala pada kotiledon dan hipokotil menunjukkan kebasah-basahan berwarna
cream. Kotiledon menjadi kuning gelap sampai hitam. Selanjutnya hipokotil
menjadi lisis dan lunak. Polong menjadi coklat gelgo atau hitam.
Polong kedelai tidak menghasilkan biji. Infeksi Fusarium ini melalui luka atau
langsung menembus epidermis sel. Pencegahan yang dilakukan dengan menanam
kultivar yang tahan dengan biji yang berkualitas tinggi pada drainase yang baik.
1. Pot and Stem Blight
Penyakit ini dilaporkan pertamakali di USA tahun 1920 selanjutnya pula dari
Brazilia, Canada, Guyana, India, Jepang, Korea, Cina, Taiwan, dan USSR. Gejala:
Infeksi terjadi pada batang, petiola, dan biji dan juga daun. Penyakit ini nampak
pertama kali pada petiola dan daun yang terbawah dan juga cabang-cabang pada
cuaca panas, dan penyerangan pada polong pada musim hujan. Infeksi berasal dari
inokulum priimer yaitu miselium. Piknidia dan Perithesia menginfeksi sisa-sisa
tanaman. Pencegahan dengan menanam tanaman dengan kualitas yang tinggi, biji
bebas patogen, sedang perlakuan dengan Potassium pada tanah dapat mengurangi
kerusakan pada biji. Begitu juga dengan rotasi tanaman, pemberian fungisida pada
pembungaan dan pemakaian kultivar yang baru.
(Rasminah, 1990)



1. III. Metode Pelaksanaan

3.1. Waktu & Tempat
1. Pengamatan hama pasca panen
2. Waktu : Senin, 30 April 2012
3. Tempat : Laboratorium Nematologi
1. Patogen benih dan pembuatan PDA
2. Waktu : Kamis, 7 Mei 2012
3. Tempat : Laboratorium Mikologi

3.2. Alat, Bahan dan Fungsi
1. Pengamatan hama pasca panen
Alat :
1. Timbangan : untuk menimbang benih.
2. Fial film : wadah beras.
3. Kain kasa : digunakan untuk menutup fial film berisi Sitophillus oryzae.
4. Label : untuk menandai fial film.
Bahan :
1. Beras : objek pengamatan kerusakan.
1) Beras Varietas IR 64.
2) Beras Raskin.
3) Beras Varietas Pandan Wangi.
1. Sitophillus jantan dan betina : sebagai hama gudang.
2. Patogen Benih
Alat :
1. LAF : untuk menanam benih dalam keadaan steril.
2. Cawan petri : wadah media agar.
3. Tisu : untuk meniriskan benih setelah direndam.
4. Wrap : untuk menutup cawan petri.
Bahan :
1. Benih jagung : bahan tanam pengamatan patogen.
2. Benih kedelai : bahan tanam pengamatan patogen.
3. Air : untuk merendam benih.
4. Media agar PDA : media tanam benih.
5. Media PDA
Alat :
1. Hiter : untuk merebus kentang.
2. Cawan petri : untuk wadah media agar.
Bahan :
1. Kentang : sebagai bahan media PDA.
2. Dextrose : sebagai bahan media PDA.
3. Agar : sebagai bahan media PDA.
4. Akuades : sebagai bahan pengencer dalam pembuatan media PDA.

3.3. Cara kerja (Diagram Alir+Penjelasan)
1. Hama (Serangga) Pasca Panen
Timbang masing-masing beras (10 gram)

Masukkan ke dalam fial film

Masukkan sithopilus oryzae jantan dan betina

Tutup dengan kasa

Amati tingkat kerusakan+imago selama 2 minggu

Catat hasilnya
Penjelasan :
Timbang masing-masing beras sebesar 10 gram. Yaitu beras IR 64 dan beras
RASKIN. Masukkan pial film. Identifikasi kutu beras antara yang jantan dan
betina. Masukkan 1 ekor kutu beras jantan 1 ekor kutu beras betina. Tutup dengan
menggunakan kasa. Amati tingkat kerusakan pada beras dan juga
perkembangbiakan kutu beras selama 2 minggu. Lakukan pengamatan 4 hari
sekali. Timbang berat beras pada setiap kali pengamatan dan dokumentasikan.


1. Patogen Benih
Rendam biji jagung & kedelai
@1 menit dengan aquades
Tiriskan di atas tissue
LAF
Tanam benih di PDA (jagung & kedelai) dalam cawan petri
Wrapping
Amati selama 2 minggu
Catat hasil pengamatan
Penjelasan :
Siapkan 5 benih jagung dan kedelai. Cuci hingga bersih. Rendam di aquades steril
selama 1 menit lalu tiriskan. Siapkan 2 media PDA (Potato Dextrose Agar).
Media telah disiapkan oleh asisten sebelumnya. Tanam benih jagung dan kedelai
pada media PDA dalam LAFC (Laminar Air Flow Cabinet). Tutup dengan
wrapping. Lakukan pengamatan selama 2 minggu setiap 4 hari sekali lakukan
pengamatan dan dokumentasikan.
3. Media PDA
Kentang
800ml air
Rebus matang
Tiriskan
Ambil airnya 150 ml
Tambahkan dextrose dan agar
Aquades sampai 1 liter
Aduk jam


1. IV. Hasil dan Pembahasan

4.1. Hama (Serangga) Pasca Panen
4.1.1. Data Kerusakan Beras
No. Waktu Pengamatan Bobot Beras Basah
Beras IR 64 Beras Raskin Beras Pandan
Wangi
1. 30 April 2012 12,9 g 12,8 g 22,6 g
2. 04 Mei 2012 12,9 g 12,8 g 22,5 g
3. 8 Mei 2012 12,7 g 12,8 g 22,3 g
4. 14 Mei 2012 12,7 g 12,8 g 18,4 g

4.1.2. Tabel Pengamatan (Intensitas Kerusakan Beras) Dalam Satuan Gram
No. Waktu Pengamatan Bobot Beras Rusak (gr)
IR 64 Raskin Pandan Wangi
1. Pengamatan ke-1 0 0 0,1
2. Pengamatan ke-2 0,2 0 0,2
3. Pengamatan ke-3 0,2 0 3,9

4.1.3. Perhitungan Presentase Tingkat Kerusakan Beras

IKB = Bobot beras rusak pengamatan awal Bobot beras rusak pengamatan akhir
x 100%
Bobot total beras mula-mula
a. Beras IR 64
Presentase Tingkat Kerusakan Benih = 12,9 12,7 x 100% = 2 %
10
b. Beras Raskin
Presentase Tingkat Kerusakan Benih = 12,8 12,8 x 100% = 0 %
10
c. Beras Pandan Wangi
Presentase Tingkat Kerusakan Benih = 22,6 18,4 x 100% = 45 %
10

4.1.4. Dokumentasi Pengamatan
1. Dokumentasi Kerusakan Beras
Dokumentasi Kerusakan IR64 Dokumentasi Kerusakan
Pandan Wangi
Dokumentasi Kerusakan
Raskin
1. Dokumentasi Sitophillus Oryzae
IR 64 Raskin Pandan Wangi

4.1.5. Jumlah Individu Sitophilus oryzae
Jenis Beras Jumlah Individu Sitophilus oryzae
IR 64 2
Raskin 2
Pandan Wangi 2






4.1.6. Pembahasan
Dari hasil praktikum yang dilakukan selama 2 minggu, dapat diperoleh data
tingkat preferensi Sitophilus oryzae terhadap tiga jenis beras yaitu IR64, Raskin,
Pandan Wangi yang memiliki perbedaan serangan yang nyata. Hal ini dapat
dilihat dari data kerusakan beras IR 64, beras Raskin dan beras pandan wangi.
Sehingga diperoleh suatu data yang berisikan intensitas kerusakan beras untuk IR
64 sebesar 2 %, untuk Raskin sebesar 0 %, untuk Pandan Wangi 45 %. Sehingga
tingkat kerusakan yang paling besar hingga yang rendah yaitu Pandan Wangi, IR
64, Raskin, sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas dari beras pandan wangi
yaitu yang terbaik dikarenakan karakteristik dari dari Sitophillus oryzae sangat
menyukai beras yang memiliki kualitas baik baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Dari data tersebut, maka dapat dihitung persentase tingkat kerusakan
beras. Menurut literatur Sitophillus oryzae akan menyukai jenis beras yang
memiliki kualitas beras yang baik (Kartasapoetra, 1991)
Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat kerusakan atau preferensi
serangga adalah mutu beras yang dijadikan bahan praktikum ini, dimana ketiga
beras memiliki mutu beras yang berbeda seperti bentuk beras, kekerasan beras,
warna dan adanya kandungan zat kimia tertentu berpengaruh pula pada preferensi
serangga. Menurut Suyono dan Sukarno (1985), Kualitas dan kuantitas makanan
berpengaruh terhadap preferensi serangga. Agar makanan tersebut memberi
pengaruh baik, maka harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan kandungan
nutrisinya sesuai dengan yang dibutuhkan. Keadaan biji seperti bentuk biji,
kekerasan kulit, warna dan adanya kandungan zat kimia tertentu berpengaruh pula
pada preferensi serangga.
Sehingga dari adanya perbedaan data kerusakan yang disebabkan Sitophillus
oryzae terhadap ketiga beras tersebut akan berdampak bertambahnya jumlah
koloni Sitophillus oryzae akantetapi selama pengamatan 3 minggu tidak terjadi
penambahan jumlah koloni Sitophillus oryzae. Hal ini dikarenakan masa hidup
Sitophilus oryzae relatif cukup lama. Pada kumbang betina mampu bertahan
selama 36 hari tanpa makanan, sedangkan bila makanan terpenuhi mencapai
tiga atau lima bulan (Kalshoven, 1981). Daur hidup Sitophilus oryzae berkisar
antara 28-30 hari atau rata-rata 4,5 minggu. Menurut Suyono dan Sukarno (1985),
indikator terhadap preferensi serangga pada biji-bijian ditentukan oleh jumlah
telur yang diletakkan oleh induk betina, jumlah telur yang menetas menjadi
imago, dan lama daur hidup. Makin besar jumlah telur yang diletakkan dan makin
banyak imago yang terbentuk serta semakin pendek daur hidupnya menunjukkan
preferensi serangga pada biji makin besar.
4.2. Patogen Benih
4.2.1. Dokumentasi makroskopis koloni patogen yang berada di cawan petri
1. Dokumentasi makroskopis koloni patogen
No Benih Koloni Patogen Kenampakan
Mikroskopis
Patogen Yang
Diduga
(Genus/Spesies)
Peran Koloni
1
Jagung
Koloni 1 ( Patogen Jagung
Berwarna Hitam)

Belum dapat
teridentifikasi

2 Koloni 2 ( Patogen Jagung
Berwarna Hijau)

Aspergilus sp Sebagai patogen
yang mampu
menurunnya
kualitas benih
jagung yaitu dapat
mengeluarkan
toksin Aflatoksin &
Fumonisin
3 Koloni 3 ( Patogen Jagung
Berwarna Putih)

Belum dapat
teridentifikasi
-
4
Kedelai
Koloni 1 ( Patogen Kedelai
Berwarna Hitam)

Belum dapat
teridentifikasi
-
5 Koloni 2 ( Patogen Kedelai
Berwarna Abu-Abu)

Fusarium sp





4.2.2. Pembahasan
Dari hasil pengamatan mengenai kesehatan benih jagung dan kedelai, di dapat
hasil yang diamati secara makroskopis pada benih jagung terdapat Aspergillus Sp
dan pada benih kedelai terdapat Fusarium sp. Setelah diamati secara mikroskopis
dengan perbesaran 400x dapat diamati bahwa patogen yang terdapat pada benih
jagung adalah Aspergillus sp akantetapi ada 2 benih yang terdapat patogen yang
masih belum terindentifikasi dengan baik dikarenakan struktur badan atau ciri-ciri
yang sulit dibedakan. Menurut Schutless (2002) melaporkan bahwa benih jagung
yang terinfeksi Aspergillus di lapangan akan menjadi sumber inokulum utama
pada gudang-gudang penyimpanan dan dapat mengurangi mutu hasil jagung.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa patogen yang menyerang benih jagung adalah
Aspergillus sp, adanya kecocokan gambar mikroskopis pada bentuk spora
Aspergillus sp dan benih jagung ini dinyatakan benih tidak sehat. Sedangkan
untuk benih kedelai diperoleh jenis patogen Fusarium sp akantetapi sama hal nya
dengan patogen yang terdapat pada jagung ada 1 jenis patogen yang masih belum
terindentifikasi dengan baik dikarenakan struktur badan atau ciri-ciri yang sulit
dibedakan.












1. V. Penutup

5.1. Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa pada ketiga beras memiliki
persentase yang berbeda, untuk beras IR 64 sebesar 2 %, untuk beras pandan
wangi sebesar 45 % dan beras raskin sebesar 0 %. Sehingga urutan beras yang
memiliki persentase tingkat kerusakan dari paling tertinggi hingga terendah adalah
besar pandan wangi, beras IR 64 dan terakhir beras raskin. Salah satu faktor yang
menyebabkan perbedaan tingkat kerusakan atau preferensi serangga adalah mutu
beras yang dijadikan bahan praktikum ini, dimana ketiga beras memiliki mutu
beras yang berbeda seperti bentuk beras, kekerasan beras, warna dan adanya
kandungan zat kimia tertentu berpengaruh pula pada preferensi serangga. Dari
adanya perbedaan ketiga beras akan menyebabkan perbedaan mutu gizi pula, dan
akan memberi pengaruh yang berlainan pada pertumbuhan dan perkembangan
populasi serangga. Akan tetapi, hasil dari pengamatan yang dilakukan tiga kali
selama dua minggu, populasi dari Sitophilus oryzae tidak bertambah. Hal ini
dikarenakan masa hidup Sitophilus oryzae relatif cukup lama. Untuk patogen yang
menyerang benih jagung adalah Aspergillus sp, adanya kecocokan gambar
mikroskopis pada bentuk spora Aspergillus sp dan benih jagung ini dinyatakan
benih tidak sehat. Sedangkan patogen yang menyerang benih kedelai yaitu
Fusarium sp.

5.2. Saran Praktikum
Saran untuk Praktikum Teknologi Produksi Benih Aspek Hama Penyakit
Tanaman adalah Tolong formatnya jangan terlalu banyak dikarenakan kita sulit
untuk mencari referensinya.

5.3. Kesan Praktikum atau Asisten
Kesan saya selama Praktikum Teknologi Produksi Benih Aspek Hama Penyakit
Tanaman, menurut saya, jujur sedikit membosankan karena materinya kurang
begitu jelas tapi untuk assiten sie seneng-seneng aja baik mbaknya. J


Daftar Pustaka

Anonymous
a
, 2012. Deksripsi Padi Varietas IR 64. @
http://lampung.litbang.deptan.go.id/ind/ images/stories/publikasi/deskripsipadi.pdf
diakses pada tanggal 31 Mei 2012.
Anonymous
b
, 2012. Beras Raskin. @
http://kampus.okezone.com/read/2012/04/28/373/620316 /rektor-ipb-beras-raskin-
tak-penuhi-standar diakses pada tanggal 31 Mei 2012.
Anonymous
c
, 2012. Beras Pandan Wangi. @
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Cianjur diakses pada tanggal 31 Mei
2012.
Anonymous
d
, 2012. Cara penyimpanan gabah/beras. @
www.penyuluhthl.wordpress.com diakses pada tanggal 31 Mei 2012.
Anonymouse. 2012. Jagung. http://plantamor.com/index.php?plant=1301 diakses
pada 31 Mei 2012
Abd El Rahman, N., dan Bourdu, R.1986. The Effect Of Grain Size Andshape
On Some Characteristics Of Early Maize Development. Agro-nomie 6(2): 181-
186.
Balitsa, 2006. Patogen Virus Terbawa Benih. @ www.deptan.go.id. diakses pada
tanggal 31 Mei 2012.
Beck, D. 2002. Maize seed size.(http://www.cimmyt.org/qpm/seed/seedk1.htm),
diakses 24 2 2003.
Bejo, A.Y. 1991. Pengaruh Kadar Air Dan Kerusakan Awal Biji Pada Jagung
Terhadao Laju Infestasi Kumbang Bubuk. Balai penelitian Tanaman Pangan,
Malang.
Borror, D. J., C. A. Triplehorn & N. F. Johnson. 1996. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Ed. 6. Penerjemah: S. Partosoedjono. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Fergason, V. 1994. High amylose and waxy corn. In: A. R. Halleuer (Ed.)
Specialty Corns. CRC Press Inc. USA.
Halstead, D.G.H., 1963. The Rice Weevils, S. oryzae L. And S. zeamays Most,
identification and synonym., Trop. Stor. Prod. Inf (5)
Hardman and Gunsolus. 1998. Corn Growth And Development. Extension
Service. University of Minesota. p.5.
Hussaini, S.H., P. Sarada, P., & B.M.Reddy 1984. Effect Of Seed Sizeon
Germination And Vigour In Maize.Seed Res. 12 (2) : 98 101
Imms, A.D., 1976. General Textbook of Entomology. Methuen And Co LTD,
London.
Kalshoven, 1981. Providing Agricultural Services in Rice Farming Areas:
Malaysian and Surinam Experiences. Agricultural University.
Kartasapoetra. 1991. Hama Hasil Tanaman Dalam Gudang. Jakarta: PT RINKA
CIPTA.
Kartasapoetra. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarta: Bina Aksara.
Kartasapoetra. 1967. Hama Hasil Tanaman Pangan Dalam Gudang. Jakarta:
Bina Aksara.
Mangudiharjo, S. 1978. Hama-Hama Pertanian Di Indonesia III (Pada Bahan
Dalam Simpanan). Yayasam Pembina Fak. Pertanian UGM. Yogyakarta.
Mutiarawati, Tino, 1990. Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian. Fakultas
Pertanian, Universitas Padjadjaran
Nuning Argo Subekti, Syafruddin, Roy Efendi, dan Sri Sunarti, 2010. Morfologi
Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia,
Maros @ http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/bpp10232.pdf diakses
pada tanggal 31 Mei 2012.
Rasminah, S. C. S., 1990. Penyakit Benih (Seed Patology). Penerbit Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Rismunandar, 1986. Hama Hasil Tanaman Pangan dan Pembasminya. Penerbit
Sinar Baru, Jakarta.
Sadjad, S. 1980. Panduan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia IPB.
Bogor. 205 p.
Schutless, F., Cardwell, K.F., and A. Gounou. 2002. The Effect Of Endopytie
Fusarium Vertcilliodies On Infestation Of Two Maize Varieties By Lepidoptera
Stemborer And Coleoptera Graind Feeders. The American Phytopathologycal
Society.
Setijo Pijoto. 2000. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta
Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit tanaman Pangan di Indonesia. Gajah
Mada University Press. 440 hal.
Suyono dan Sukarno, 1985. Preferensi Kumbang C. analis F. Pada Beberapa
Jenis Kacang-Kacangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.
Syarif, R.,dan Halid, H., 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta.
Tracy, W. F. 1994. Sweet corn. In: A. R. Halleuer (Ed.) Specialty corns. CRC
Press Inc. USA.
Yeti dan Ana. 2012. Pengujian Kesehatan Benih Perkebunan. Direktorat Jendral
Perkebunan
William. J.O.1990. Influence Of Mechanical Damage And Respected Infestation
Of Sorghum On Its Resistence To S. oryzae L., J. Stor. Prod. Res 16(2).

Anda mungkin juga menyukai