Anda di halaman 1dari 4

Produk Hukum

Undang-Undang
UU no. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
UU no. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Peraturan Pemerintah
PP no. 90 Tahun 2013 tentang Pencabutan PP 28/2003 tentang Subsidi dan Iuran Pem
erintah dalam Penyelenggaraan Asuransi Kesehatan bagi PNS dan Penerima Pensiun
PP no. 89 Tahun 2013 tentang Pencabutan PP 69/1991 tentang Pemeliharaan Kesehata
n PNS, Penerima Pensiun, Veteran Perintis Kemerdekaan beserta Keluarganya
PP no. 88 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif bagi Anggo
ta Dewan Pengawas dan Anggota Dewan Direksi Badan Penyelengara Jaminan Sosial
PP no. 87 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan
PP no. 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif kepada Pem
beri Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, P
ekerja dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggara Jaminan Sosial
PP no. 85 Tahun 2013 tentang Hubungan antara Setiap Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial
Peraturan Presiden
Perpres no. 32 tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jami
nan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah
Daerah
Perpres no. 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Perpres no.12 Tahun 2013 tenta
ng Jaminan Kesehatan
Perpres no. 110 Tahun 2013 tentang Gaji atau Upah dan Manfaat Tambahan Lainnya s
erta Insentif bagi Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi BPJS
Perpres no. 109 Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial
Perpres no. 108 tahun 2013 tentang Bentuk dan Isi Laporan Pengelolaan Program Ja
minan Sosial
Perpres no. 107 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Tertentu Berkaitan dengan
Kegiatan Operasional Kementerian Pertahanan, TNI, dan Kepolisian NRI.
Perpres no. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
- See more at: http://www.kopertis12.or.id/2014/01/09/selamat-datang-bpjs-keseha
tan-silakan-unduh-informasi-tentang-bpjs.html#sthash.mhprG3Hl.dpuf
BPJS Kesehatan Perkokoh Komitmen Kerjasama dengan Kemenakertrans
dan BPJS Ketenagakerjaan dalam Penegakan Hukum
JAKARTA: BPJS Kesehatan kembali memperkokoh komitmen kerjasama dengan Kementeria
n Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) RI. Sebelumnya pada 27 Maret 20
14 silam, BPJS Kesehatan dan Kemenakertrans telah menjalin kerjasama untuk mengu
payakan perluasan cakupan kepesertaan program jaminan kesehatan dan menegakkan h
ukum dalam pelaksanaannya di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.
Menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, kesepakatan ini disusun agar
pelaksanaan program JKN dapat berjalan secara efektif, efisien, dan terkoordini
r. Adapun saat ini pilar kerjasama yang diperkokoh antara lain dalam aspek perlu
asan kepesertaan, peningkatan kualitas pelayanan, serta peningkatan kepatuhan da
n penegakan hukum.
Kerjasama dalam aspek kepesertaan antara lain sosialisasi kepada para pemangku k
epentingan di seluruh Indonesia, pemanfaatan sarana informasi dan pelayanan terp
adu di unit pelayanan, serta menyediakan informasi mengenai proses kepesertaan d
i setiap kantor pelayanan. Sementara kerjasama dalam aspek peningkatan kualitas
pelayanan antara lain berupa peningkatan kapasitas pegawai dalam penyelesaian ka
sus program jaminan sosial, sosialisasi/pelatihan keselamatan dan kesehatan kerj
a bagi HRD di perusahaan, peningkatan kapasitas dokter penasihat dalam pemberian

pertimbangan medis, serta penyelesaian kasus pelayanan terkait peserta jaminan


sosial.
Poin penting dalam aspek kepatuhan dan penegakan hukum di antaranya mendukung pem
eriksaan dan penyidikan tindak pidana jaminan sosial serta menyusun program kerj
a bersama petugas pemeriksa BPJS, pengawas, dan penyidik PNS ketenagakerjaan. Se
lain itu juga perlu dilakukan pengkajian petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaa
n pelayanan publik di berbagai sektor untuk mendukung kepatuhan dan penegakan hu
kum dalam penyelenggaraan jaminan sosial, kata Fachmi Idris di sela acara Penanda
tanganan Perjanjian Kerja Sama antara Kemenakertrans dengan BPJS Kesehatan dan B
PJS Ketenagakerjaan, Kamis (3/9).
Kerjasama lain yang disepakati adalah melakukan upaya penyempurnaan peraturan pe
rundang-undangan di bidang penyelenggaraan jaminan sosial, pertukaran data dan i
nformasi, monitoring dan evaluasi kerjasama, serta peningkatan koordinasi dengan
pembentukan tim kerjasama hubungan antar lembaga di tiap wilayah. Sekjen Kemena
kertrans dan Direktur Utama BPJS Kesehatan bertanggung jawab di tingkat pusat, K
epala Divisi Regional (Divre) BPJS Kesehatan dan Kepala Dinas Ketenagakerjaan Pr
ovinsi bertanggung jawab di tingkat provinsi. Sementara untuk tingkat kabupaten/
kota, diserahkan pada Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kab./Kota dan Kepala Cabang B
PJS Kesehatan.
Fachmi menegaskan, tim kerja hubungan antar lembaga akan melakukan monitoring da
n evaluasi secara berkala terkait pelaksanaan kegiatan tersebut. Hasilnya nanti d
apat digunakan sebagai bahan masukan dalam perluasan cakupan kepesertaan dan pen
egakan hukum progam jaminan kesehatan, sehingga ke depannya progam jaminan keseh
atan ini bisa berjalan secara optimal, katanya.

Sebagaimana amanat UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (
SJSN) dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
, sejumlah kementerian bertugas menyiapkan peraturan pelaksana tentang BPJS itu.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mengomandoi pelaksanaan BPJS Kesehatan, se
dangkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) untuk BPJS Ke
tenagakerjaan. Sementara Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) bertugas merumuska
n kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN.
Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi IX DPR, Sekjen Kemenkes, Ratna
Rosita, mengatakan berdasarkan UU SJSN terdapat 11 Peraturan Pemerintah (PP) ya
ng harus diterbitkan. Dua diantaranya terkait dengan kesehatan yaitu PP tentang
Penerima Bantuan Iuran (PBI) kesehatan dan PP tentang iuran bagi PBI.
Menurut Ratna kedua PP itu akan digabung menjadi PP tentang PBI. Saat ini sudah d
alam bentuk rancangan Perpres (Peraturan Presiden, red), kata Ratna kepada Komisi
IX DPR RI di Jakarta, (31/5).
Selain itu UU SJSN mengamanatkan pemerintah untuk mengeluarkan 10 Perpres, enam
diantaranya terkait dengan Jaminan Kesehatan (Jamkes). Yaitu Perpres tentang Pen
ahapan Kepesertaan; Kepesertaan Jamkes; Manfaat Jamkes dan Urun Biaya. Serta Per
pres tentang Perjanjian Kerjasama BPJS dengan Fasilitas Kesehatan dan Pengaturan
Kompensasi; Paket yang Tidak Dijamin; Pengaturan tentang Iuran.
Keenam Perpres itu menurut Ratna dijadikan satu yaitu Perpres Jamkes dan saat in
i rancangannya sudah siap. Walau rancangan PP tentang PBI dan Perpres tentang J
amkes sudah ada, Ratna menyebut masih diperlukan kajian kembali agar sesuai deng
an perkembangan terkini. Upaya itu menurut Ratna akan dilakukan bersama dengan l
embaga terkait dan ditargetan selesai dalam jangka waktu satu tahun ini.
Agar selaras dengan UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (RS), bersama lemba
ga terkait Ratna akan melakukan percepatan pengubahan status RS. Dari Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP) menjadi RS Badan Layanan Umum (BLU) dan RS BLU Daerah
(BLUD).
Kemudian, mengacu UU BPJS, Ratna menyebut pemerintah diamanatkan untuk menerbitk
an delapan PP dan tujuh Perpres serta satu Keppres tentang Jamkes. Dari delapan
PP tersebut, menurut Ratna tidak mengatur secara langsung tentang Jamkes. Namun
mengatur tentang tata cara pengenaan sanksi administratif bagi pelanggaran penda
ftaran kepesertaan program Jamkes, besaran dan tata cara pembayaran selain progr
am Jamkes.
Kedelapan PP itu juga mengatur ketentuan tentang sumber dan penggunaan aset BPJS
, dana Jaminan Sosial (Jamsos), presentase dana operasional BPJS dan tata cara h
ubungan antar lembaga BPJS. Selain itu tata cara pengenaan sanksi administratif
bagi anggota dewan pengawas dan direksi BPJS, serta pengalihan PT Asabri dan Tas
pen ke BPJS Ketenagakerjaan.
Sedangkan dari tujuh Perpres yang diamanatkan UU BPJS, 3 diantaranya menurut Rat
na terkait dengan Kemenkes. Yaitu Perpres tentang besaran dan tata cara pembayar
an iuran program Jamkes; pelayanan kesehatan tertentu bagi anggota TNI/POLRI; da
n penahapan pendaftaran kepesertaan Jamsos bagi pemberi kerja dan pekerjanya.
BPJS Ketenagakerjaan
Pada kesempatan yang sama Sekjen Kemenakertrans, Muhtar Luthfie, memaparkan posi
si Kemenakertrans dalam mempersiapkan RPP BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana amana
t UU SJSN dan BPJS. Menurut Luthfie ada tujuh PP yang harus dibuat sebagaimana a
manat UU SJSN. Pertama, tentang besaran manfaat uang tunai ahli waris kompensasi
program pelayanan medis untuk program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
Kedua, besaran iuran JKK bagi peserta penerima upah dan bagi peserta yang tidak
menerima upah. Ketiga, ketentuan mengenai pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (J
HT). Keempat, besaran iuran JHT bagi peserta penerima upah dan bagi peserta yang
tidak menerima upah. Kelima, besaran iuran manfaat pensiun untuk peserta peneri
ma upah. Keenam, besaran manfaat Jaminan Kematian (JKM) berdasarkan suatu jumlah
nominal tertentu. Ketujuh, besaran iuran JKM bagi peserta yang menerima upah da
n bagi peserta yang tidak menerima upah.
Sedangkan amanat UU BPJS, Luthfie mengatakan terdapat lima PP yang terkait BPJS
Ketenagakerjaan. Pertama, tata cara sanksi administratif bagi pemberi kerja sela
in pemerintah. Kedua, besaran dan tugas-tugas pembayaran iuran program JKK, JHT,
Jaminan Pensiun (JP) dan JKM. Ketiga, tata cara pengelolaan dan pengembangan da
na Jamsos. Keempat, tata cara hubungan antar lembaga. Kelima, tata cara transfor
masi program dari PT Taspen dan PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan.
Luthfie menambahkan, UU SJSN mengamanatkan agar dibentuk dua Perpres yaitu penah
apan pendaftaran pemberi kerja dan pekerjanya sebagai peserta BPJS. Serta formul
a manfaat JP bagi peserta yang telah mencapai usia pensiun. Namun untuk Perpres
terkait JP itu Lutfhie mengatakan tidak diterbitkan karena sudah diatur dalam PP
program Jamsos yang meliputi JKK, JHT, JP dan JKM.
Sedangkan amanat UU BPJS menurut Luthfie terdapat empat Perpres. Pertama, penaha
pan bagi pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya
sebagai peserta BPJS sesuai program Jamsos yang diikuti. Kedua, tata cara pemil
ihan dan penetapan anggota dewan pengawas dan direksi. Ketiga, tata cara pemilih
an dan penetapan calon anggota pengganti antar waktu. Keempat, laporan pengelola
an program dan keuangan tahunan BPJS.
Sementara Ketua DJSN, Ghazali Situmorang, mengatakan, dari berbagai peraturan pe
laksana yang ada hanya terdapat satu Keppres yang dibutuhkan, yaitu menyangkut P
anitia Seleksi (Pansel). Pasalnya, Pansel dibutuhkan untuk memilih Dewan Pengawa
s dan Direksi. Dari hasil Pansel nanti, Dewan Pengawas yang lolos akan berlanjut
ke DPR untuk mengikuti uji kelayakan. Sedangkan untuk Direksi akan diajukan kep
ada Presiden untuk ditetapkan.
Sebagaimana tugas dan fungsi dari DJSN, dalam rapat tersebut Ghazali menyampaika
n bahwa DJSN sudah menyiapkan 4 rancangan PP, dan 1 rancangan Perpres. Rancangan
itu menurut Ghazali juga diperuntukkan sebagai rujukan lembaga terkait. Selain
itu DJSN sudah menyelesaikan rancangan PP UU SJSN yaitu untuk program JKK, JKM,
JHT, JP dan PBI. Serta rancangan Perpres tentang manfaat JP, penahapan kepeserta
an dan Jamkes. Ini yang diamanatkan UU SJSN, kata Ghazali.

Terpisah, menanggapi pemaparan tentang persiapan regulasi pelaksana BPJS, invest


igator BPJS Watch, Andriko Otang, menyesalkan sikap Kemenkes yang masih mencantu
mkan aturan paket manfaat dalam RPP Jamkes. Menurutnya, UU SJSN dan UU BPJS tida
k mengenal istilah paket manfaat dalam program Jamkes.
Sebaliknya, Otang menilai semangat UU SJSN dan UU BPJS untuk mengoreksi penyelen
ggaraan Jamkes yang selama ini diskriminatif dan limitatif. Oleh karenanya dalam
dua UU tersebut Otang melihat penyelenggaraan Jamkes yang sifatnya universal co
verage harus diberlakukan untuk seluruh rakyat Indonesia selama seumur hidup dan
mencakup semua penyakit.
Jika pemerintah keukeuh mempertahankan klausula paket manfaat dalam RPP Jamkes m
aka akan ada perbedaan pelayanan yang diterima peserta Jamkes berdasarkan paket
manfaat yang diterimanya. Bagi Otang, pemangku kepentingan harus terus memantau
perkembangan proses tranformasi BPJS ini.
Selain itu dia kecewa atas apa yang disampaikan Sekjen Kemenakertrans, Muhtar Lu
thfie. Dari pantauannya secara langsung dalam RDPU itu Otang menilai apa yang di
paparkan Luthfie bersifat normatif, tidak menyentuh persoalan yang ada.
Untuk menyempurnakan rancangan PP dan Perpres BPJS, Otang mengatakan peran serta
masyarakat sangat penting, bukan hanya mengawal, tapi juga ikut serta membahasn
ya. Langkah itu menurutnya berpengaruh atas keberhasilan pelaksanaan BPJS. Rancan
gan PP dan Perpres itu menyentuh kebutuhan masyarakat yang sebenarnya, ujar Otang
kepada hukumonline usai memantau RDPU BPJS di DPR Jakarta, Kamis (31/5).

Anda mungkin juga menyukai