PEMBAHASAN
Pada kasus ini, seorang perempuan, 33 tahun, ibu rumah tangga datang
dengan keluhan kedua tangan dan kedua kaki terasa lemah sejak 30 jam yang lalu.
Lemahnya tungkai atas dan bawah menunjukkan bahwa gejala ini merupakan suatu
parese yaitu hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih kelompok otot yang
dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena, karena mengenai
keempat ekstremitas maka pada pasien ini dapat dikatakan suatu tetraparese. Hal ini
dapat diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada
tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer,
kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. Berdasarkan topisnya, tetraparese dibagi
menjadi dua, yaitu tetraparese spastik dimana terjadi karena kerusakan yang
mengenai upper motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus
otot atau hipertoni dan tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai
lower motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau
hipotoni. Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat
menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian dibawah
lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot ringan (parese)
dan atau mungkin kerusakan sensorik.7,9
Pada pasien ini gejala muncul dengan akut dalam 30 jam mengenai mulai dari
ekstremitas bawah ke seluruh ekstremitas, tidak ada riwayat trauma. Gejala akut dan
tidak ada riwayat trauma menyingkirkan etiologi dari kerusakan tulang belakang dan
kerusakan otak, sedangkan penyakit saraf perifer biasanya didahului oleh underlying
diseases tertentu dengan penyebab tersering yaitu infeksi atau autoimun, sedangkan
pada pasien ini tidak ada manifestasi infeksi sebelumnya yang mendukung, sementara
yang menjadi patokan penyebab dari tetraparese pasien ini adalah neuromuscular atau
penyakit otot dimana penyebabnya bisa autoimun dan ketidakseimbangan elektrolit
tubuh, pada autoimun lesi juga mengenai kelemahan pada otot yang mengatur
pergerakan mata, kelemahan otot pada lengan dan tungkai, perubahan ekspresi wajah,
24
25
disfagia, dan disartria. Pada pasien ini hanya mengenai ekstremitas, oleh karena itu
etiologi dari autoimun dapat disingkirkan dan ketidakseimbangan elektrolit menjadi
suspek kecurigaan utama penyebab tetraparese pada pasien ini. 5,6,9
Pada pasien ini, juga ditemukan adanya riwayat muntah >5 kali/hari 3 hari
yang lalu, tidak disertai demam dan nyeri kepala. Kelainan gastrointestinal seperti
muntah dapat menyebabkan menurunnya intake dan gangguan elektrolit dalam tubuh
yang dapat memprovokasi kelemahan pada tubuh melalui penurunan kemampuan
eksitasi pada otot skeletal.7
Dari hasil anamnesis, ditemukan bahwa pasien merasakan kelemahan, yang
berawal dari kaki kemudian dirasakan juga pada tangan. Kaki dan lengan atas lemah
dan tidak bisa digerakkan, tetapi lengan bawah masih bisa digerakkan dan pasien
masih bisa menggenggam barang. Pasien juga pernah mengalami keluhan yang sama
pada tahun 2015, keluhan membaik dengan pemberian kalium. Dari hasil
pemeriksaan fisik ditemukan adanya penurunan kekuatan motorik pada kaki dan
lengan atas, kekuatan motorik lengan bawah lebih baik. Ditemukan juga adanya
penurunan refleks tendon patella dan Achilles pada kedua kaki. Tidak ada penurunan
fungsi sensorik.
Karakteristik parese yang terjadi pada pasien ini sangat khas pada manifestasi
akibat kurangnya kalium dalam tubuh. Ekstremitas terkena lebih awal dan sering kali
lebih berat dari otot badan, dan otot-otot proksimal lebih rentan daripada yang
distal. Kaki lebih sering melemah sebelum tangan, tapi mungkin terjadi terbalik.Otototot yang jarang terkena adalah otot mata, wajah, lidah, faring, laring, diafragma, dan
sfingter, tetapi pada beberapa kasus mungkin terkena. Pada puncak serangan, refleks
tendon berkurang atau menghilang dan refleks kutaneus juga mungkin hilang. Sensasi
masih bertahan. Setelah serangan mereda, kekuatan otot umumnya pertama kali
kembali pada otot yang terakhir terkena.3
26
27
kerja dari organ lain, terutama sekali jantung yang banyak sekali mengandung otot
dan berpengaruh terhadap perubahan kadar kalium serum. Perubahan pada EKG
dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. 6,7,9
Paralisis cenderung terjadi setiap beberapa minggu dan cenderung berkurang
frekuensinya dengan peningkatan usia.3
Pada hipokalemia sering terjadi disaritmia merupakan gangguan frekuensi atau
irama atau keduanya karena gangguan konduksi bukan karena kelainan struktur
jantung. 1
Perubahan yang muncul ketika K+ < 2.7 mmol/l
Interval PR memanjang
ST depresi
28
29
juga disarankan pada pasien ini dengan mengkonsumsi banyak pisang dan
mengurangi nasi agar kadar kalium kembali normal.