Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Vegetarian


Diet vegetarian yang terencana dapat digunakan oleh individual pada
berbagai tahap siklus kehidupan, termasuk kehamilan, laktasi, bayi, masa kanakkanak, dan dewasa muda, serta untuk atlet. Diet vegetarian didefinisikan sebagai
diet yang tidak mencakup daging (termasuk unggas) atau seafood, atau produk
yang mengandung bahan makanan ini. Diet vegan didefinisikan sebagai diet tanpa
makanan hewan atau yang berasal dari hewan. Diet vegetarian memasukkan
makanan yang berasal dari hewan: telur, madu, susu, dan produk dari susu.
(American Dietetic Association, 2009; Piccoli et al, 2015)
Vegetarian adalah orang yang tidak memakan daging (termasuk daging)
atau seafood, atau produk yang mengandung bahan makanan ini. Pola makan
lacto-ovovegetarian (LOV) berdasarkan sereal, sayur-sayuran, buah-buahan,
kacang-kacangan, biji-bijian, kacang, produk susu, dan telur. Lacto-vegetarian
mengeksklusikan telur dan juga daging, ikan, dan unggas. Vegan atau total
vegetarian, pola makanannya mengeksklusikan telur, produk susu, dan produk
hewani lain. Bahkan dengan pola seperti ini, variasi mungkin terjadi mengenai
produk hewani yang dieksklusikan. (American Dietetic Association, 2009)

2.2 Pengaruh Maternal pada Gizi Janin


Ukuran tubuh pada saat lahir mencerminkan produk proses janin yang
sudah disetel pada stadium awal perkembangannya dan juga mencerminkan
kemampuan

maternoplasental

mempertahankan

proses

dalam

tersebut.

memasok

Kegagalan

cukup

nutrien

maternoplasenta

untuk

memasok

kebutuhan nutrient janin mengakibatkan berbagai adaptasi fetal dan perubahan


perkembangan yang dapat menimbulkan perubahan permanen pada struktur serta
metabolisme tubuh sehingga terjadilah penyakit kardiovasklular serta metabolik
2

pada usia dewasa. Dalam masyarakat Barat, uji terkontrol yang dilakukan secara
acak (randomized controlled trial) terhadap suplementasi makronutrien pada ibu
hanya memberikan efek yang relatif kecil pada berat lahir. Kenyataan ini
menghasilkan pandangan bahwa mekanisme regulasi dalam sistem maternal dan
plasental yang bekerja untuk memastikan tumbuh-kembang janin manusia hanya
sedikit dipengaruhi oleh variasi normal asupan nutrien maternal dan bahwa
terdapat hubungan sederhana antara komposisi tubuh ibu dan pertumbuhan janin.
Beberapa penelitian eksperimental terakhir pada binatang dan penelitian
obsevasional pada manusia menguji konsep ini. Semua penelitian ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan janin ibu itu sendiri dan asupan pangannya
serta komposisi tubuhnya dapat menimbulkan efek yang penting terhadap
keseimbangan

antara

kebutuhan

janin

akan

nutrient

dan

kemampuan

maternoplasental dalam memenuhi kebutuhan itu. (Barker dan Godfrey, 2005)


Terlepas dari efek jangka panjang yang ditimbukan pada kesehatan dalam
usia dewasa, berbagai persoalan spesifik yang belum ditangani secara memadai
dalam penelitian gizi ibu yang sebelumnya, meliputi: (Barker dan Godfrey, 2005)

Efek yang ditimbulkan pada proses pertumbuhan janin


Efek transgenerasi
Efek pada ukuran plasenta dan kemampuan untuk mengirimkan nutrient
Efek pada proporsi janin dan jaringan tertentu
Pentingnya keseimbangan berbagai makronutrien dalam diet ibu dan komposisi
tubuhnya.
2.2.1

Proses Pertumbuhan Janin


Proses pertumbuhan yang cepat akan meningkatkan kebutuhan
nutrien janin. Keadaan ini mencerminkan efek yang ditimbulkan pada
kedua kebutuhan pemeliharaan tersebut, yaitu kebutuhan yang lebih besar
pada janin dengan ukuran tubuh lebih besar sebagai akibat dari proses
pertumbuhan yang lebih cepat, dan kebutuhan bagi pertumbuhan di
kemudian hari. Meskipun kebutuhan nutrien janin mencapai taraf yang
paling besar dalam kehamilan lanjut, namun besarnya kebutuhan ini
dianggap ditentukan terutama oleh efek genetik dan lingkungan pada

proses pertumbuhan janin yang sudah disetel pada stadium awal


perkembangannya. Beberapa penelitian eksperimental pada domba betina
yang hamil memperlihatkan bahwa sekalipun proses pertumbuhan yang
cepat umumnya berkaitan dengan besarnya ukuran janin dan bertambah
baiknya kelangsungan hidup neonatal, namun hal tersebut juga
menunjukkan bahwa janin lebih rentan terhadap keadaan berkurangnya
pasokan nutrien maternoplasental dalam kehamilan lanjut. Jadi, keadaan
gizi kurang pada ibu selama kehamilan trimester terakhir akan
memberikan pengaruh yang merugikan terhadap perkembangan janin yang
sedang tumbuh cepat dengan kebutuhan nutrien yang tinggi, sementara
terhadap janin yang pertumbuhannya lebih lambat, pengaruh tersebut
hanya sedikit. Janin yang sedang tumbuh dengan cepat ditemukan
melakukan serangakaian proses adaptasi agar dapat tetap hidup dan proses
adaptasi tersebut meliputi pelisutan tubuh janin (fetal wasting) dan
oksidasi asam amino fetal di dalam plasenta untuk mempertahankan
pengeluaran laktat pada janin. (Barker dan Godfrey, 2005)
Meskipun

identitas

gen

utama

yang

menetukan

potensi

pertumbuhan dan proses pertumbuhan janin tidak diketahui, namun


beberapa penelitian binatang menunjukkan bahwa insulin-like growth
factors (IGF) dan reseptornya mungkin memainkan peranan yang penting.
Meskipun sumbu glukosa-insulin-IGF-1 dianggap memiliki peranan
sentral dalam regulasi gizi pada pertumbuhan janin dan anabolisme,
namuun IGF-2 yang diekspresikan secara konstitusi memberikan efek
yang penting pada laju pertumbuhan janin dari saat usia kehamilan dini ke
fase selanjutnya. Berbagai eksperimen pada binatang memperlihatkan
bahwa perubahan pada pola makan/diet ibu dan kadar progesteron plasma
dapat mengubah ekspresi gen dalam embrio praimplantasi sehingga terjadi
pada perubahan pada lintasan pertumbuhan janin. Efek lingkungan telah
diperlihatkan pada laju pertumbuhan embrio, maupun alokasi sel dalam
tubuh embrio praimplantasi. Sebagai contoh, pengobatan dengan perparat

progesteron pada ibu akan menimbulkan perubahan permanen pada proses


pertmbuhan janin melalui perubahan alokasi sel di antara masa inner cells
yang berkembang menjadi janin dan outer trophectoderm yang menjadi
plasenta. Proses pertmubuhan janin dianggap dapat meningkat dengan
terjadinya perbaikan gizi di sekitar pembuahan dan berjalan lebih cepat
pada janin laki-laki. Kemungkinan yang terjadi adalah bahwa kerentanan
yang lebih besar pada janin dengan proses pertumbuhan yang cepat dapat
turut menimbulkan kenaikan insidens PJK pada pola hidup kebarat-baratan
(westernisasi) dan ikut mengakibatkan angka kematian yang lebih tinggi.
(Barker dan Godfrey, 2005)
2.2.2 Efek Transgenerasi
Beberapa penelitian eksperimental pada binatang memperlihatkan
bahwa keadaan gizi kurang yang terjadi selama banyak generasi dapat
memberikan efek kumulatif pada kinerja reproduktif selama beberapa
generasi. Jadi, pemberian makanan yang kurang mengandung protein
kepada tikus selama 10-12 generasi akan mengakibatkan retardasi
pertumbuhan yang progresif semakin berat setelah beberapa generasi.
Pemberian makanan dengan diet normal akan memerlukan tiga generasi
sebelum proses tumbuh-kembang kembali normal. (Barker dan Godfrey,
2005)
Bukti kuat adanya efek antargenerasi yang penting pada manusia
berasal dari sejumlah penelitian yang memperlihatkan bahwa berat lahir ibu
memengaruhi berat lahir anak-anaknya. Lebih lanjut, meskipun ibu-ibu
dengan BBLR cenderung memiliki bayi yang kurus dengan indeks ponderal
yang rendah, namun berat lahir ayah tidak memiliki hubungan dengan
indeks ponderal pada saat lahir Namun, panjang dari puncak kepala hingga
tumit pada saat lahir memiliki hubungan yang lebih kuat dengan berat lahir
ayah ketimbang dengan berat lahir ibu. Efek berat lahir ibu pada tubuh bayi
yang kurus saat lahir konsisten dengan hipotesis yang mengatakan bahwa

pasokan nutrien maternoplasental mungkin tidak dapat memenuhi


kebutuhan nutrien janin pada ibu-ibu BBLR. Mekanisme potensial yang
melandasi efek ini, meliputi perubahan pada sistem vaskulatur uterus atau
sistemik, perubahan yang terprogram pada status metabolik maternal dan
gangguan plesentasi. Efek kuat yang ditimbulkan oleh berat lahir pada
panjang dari puncak kepala hingga tumit dapat mencerminkan pencetakan
gen paternal yang penting bagi pertumbuhan skeletal seperti pencetakan
gen yang mengatur kadar insulin-like growth factors (IGF). (Barker dan
Godfrey, 2005)
2.2.3

Ukuran Plasenta dan Kemampuan Mengirim Nutrien


Meskipun hanya mengukur secara langsung kemampuan plasenta
untuk mengirimkan nutrien kepada janin, namun besar plasenta berkaitan
erat dengan besar janin pada saat lahir. Eksperimen pada sejumlah domba
betina memperlihatkan bahwa gizi maternal dalam kehamilan dini dapat
menimbulkan efek yang penting pada pertumbuhan plasenta sehingga dapat
mengubah perkembangan janin. Efek yang dihasilkan bergantung pada
status gizi domba betina dalam periode di sekitar saat pertumbuhan. Pada
domba betina yang asupan pakannya buruk di sekitar pembuahan akan
terdapat plasenta lebih besar jika diberikan pakan dengan jumlah asupan
nutrien yang tinggi pada awal masa hamilnya. Sebaliknya, pemberian pakan
dengan jumlah asupan nutrien yang tinggi di awal masa hamilnya kepada
domba-domba betina yang asupan pakannya baik di sekitar saat pembuahan
akan menghasilkan plasenta yang lebih kecil. Meskipun supresi ini
tampaknya saling bertentangan, namun dalam peternakan domba sudah
lazim dilakukan praktik untuk menempatkan domba-domba betina pada
kandang dengan pasokan pangan berlimpah sebelum dikawinkan dan
kemudian menempatkannya pada kandang dengan pasokan pakan yang
sangat dikurangi selama awal masa hamilnya. (Barker dan Godfrey, 2005)

Sebagai bagian dari penelitian yang dirancang untuk mengevaluasi


pertanyaan apakah variasi normal diet maternal yang ditemukan dalam
masarakat Barat dapat memengaruhi tumbuh-kembang janin ditemukan
bukti adanya efek supresif yang sama pada ukuran plasenta jika pada awal
kehamilan diterapkan diet dengan asupan nutrien yang tinggi. Jadi, di antara
538 orang ibu yang melahirkan bayi aterm, ibu-ibu yang menjalani diet
dengan asupan nutrien, khususnya karbohidrat, yang tinggi pada awal
kehamilan memiliki plasenta dengan ukuran yang lebih kecil, terutama jika
diet tersebut dikombinasikan dengan asupan protein susu yang rendah dalam
kehamilan lanjut. Efek ini tidak bergantung pada besar tubuh ibu, kelas
sosial, serta kebiasaan merokok, dan menghasilkan perubahan pada rasio
berat plasenta terhadap berat lahir (rasio plasenta). Konfirmasi bahwa diet
maternal dapat mengubah berat plasenta berasal dari hasil-hasil analisis
terhadap bencana kelaparan di Belanda, ketika kelaparan yang terjadi pada
awal kehamilan meningkatkan berat plasenta. (Barker dan Godfrey, 2005)
Hubungan berat kurva berbentuk U antara rasio plasenta dan PJK
yang terjadi di kemudian hari dan ditemukan di antara para pria yang lahir
pada awal abad ke-20 di Sheffield, Inggris (UK) menunjukkan bahwa efek
yang ditimbukan pada pertumbuhan plasenta dapat memiliki signifikansi
jangka panjang. Meski bayi-bayi dengan plasenta

yang secara

disproporsional berukuran kecil memiliki konsekuensi gangguan pasokan


nutrien plasenta, namun bayi-bayi dengan plasenta yang disproporsional
berukuran besar dapat mengalami ketabolisme dan pelisutan janin karena
harus memasok asam-asam amino bagi konsumsi plasenta. Adaptasi fetal
yang merupakan sebuah konsekuen dapat melandasi peningkatan angka
kematian dewasa karena PJK pada orang-orang dengan rasio plasenta tinggi
maupun rendah. (Barker dan Godfrey, 2005)

2.2.4

Efek pada Proporsi Janin dan Jaringan Spesifik


Beberapa penelitian eksperimental pada binatang memperlihatkan
bahwa manipulasi pakan selama awal perkembangan janin dapat
memberikan efek yang spesifik pada jaringan sehingga terjadi perubahan
pada proporsi tubuh binatang tersebut. Sebagai contoh, pada babi yang
diberikan pakan berbeda-beda dalam usia satu tahun pertama ditemukan
bahwa babi-babi yang pakannya kurang mengandung protein akan memiliki
kepala, telinga dan genitalia yang secara disproporsional berukuran lebih
besar

jika dibandingkan

dengan

babi-babi

yang

pakanya

kurang

mengandung energi. Eksperimen terakhir pada guinea-pigs (marmut)


menunjukkan bahwa keadaan gizi kurang pada marmut betina yang hamil
bukan hanya mengubah proporsi tubuh anak-anaknya pada saat lahir tetapi
juga memperlihatkan kenaikan kadar kolestrol serum ketika diberi anakanaknya itu diberi pakan yang tinggi-kolestrol dalam periode postweaning.
(Barker dan Godfrey, 2005)
Beberapa penilitian pada manusia menyelidiki kemungkinan gizi ibu
saat hamil memiliki efek yang spesifik jaringan pada janin sehingga terjadi
perubahan yang lebih besar pada proporsi neonatus dibandingkan berat lahir.
Setiap efek semacam itu mungkin penting karena PJK dan diabetes tipe-2
pada orang dewasa memiliki hubungan yang lebih erat dengan perubahan
pada proporsi neonatus ketimbang dengan berat lahir. Salah satu penelitian
menemukan bahwa ibu-ibu dengan asupan protein susu yang rendah dalam
kehamilan lanjut cenderung memiliki bayi yang tubuhnya lebih kurus pada
saat lahir. Namun, asupan protein susu maternal tidak berkaitan dengan berat
lahir. Lebih lanjut, penelitian lanjutan yang baru-baru ini dilakukan terhadap
anak-anak yang ibunya ikut serta dalam sebuah penelitian uji coba terkendali
secara acak suplementasi kalsium dalam kehamilan menemukan bahwa
sekalipun suplementasi maternal berkaitan dengan penurunan tekanan darah
anak dalam usia kanak-kanak, namun efek ini tidak berkaitan dengan
perubahan pada berat lahir. (Barker dan Godfrey, 2005)

2.2.5

Keseimbangan Diet dan Komposisi Tubuh Ibu


Indikasi bahwa keseimbangan makronutrien dalam diet ibu dapat
memberikan efek jangka pendek dan jangka panjang yang penting pada
anak, berasal dari beberapa penelitian eksperimental pada tikus-tikus yang
hamil. Penelitian ini menemukan bahwa diet maternal dengan rasio protein
terhadap karbohidrat dan lemak yang rendah akan mengubah pertumbuhan
janin serta plasenta dan mengkibatkan kenikan tekanan darah seumur hidup
pada anak-anak mereka. Penelitian lanjutan pada pria dan wanita yang lahir
sebelum dan sesudah bencana kelaparan di Belanda menemukan bahwa
sekalipun pembatasan kalori yang berat pada ibu tidak berkaitan dengan
kenaikan tekanan darah pada anak mereka, namuin terdapat bukti yang
memperlihatkan efek yang diberikan keseimbangan makronutrien, yaitu pola
makan ibu dengan densitas protein yang rendah berkaitan dengan kenaikan
tekanan darah pada anak setelah dewasa. Hasil penelitian ini melengkapi
hasil-hasil penelitian dari Aberdeen, Inggris (UK), yang mendapatkan bahwa
diet maternal dengan rasio protein hewani terhadap karbohidrat yang tinggi
atau rendah berkaitan dengan kenaikan tekanan darah pada anak selama usia
dewasa. Diet maternal dengan densitas protein yang tinggi juga berkaitan
dengan defisiensi insulin dan toleransi glukosa terganggu pada anak-anak.
(Barker dan Godfrey, 2005)
Meskipun efek diet yang tinggi protein yang merugikan itu terlihat
bertentangan dengan intuisi kita, namun efek tersebut konsisten dengan hasil
tinjauan terhadap 16 buah uji intervensi suplementasi protein yang
memperlihatkan bahwa suplemen dengan kandungan protein yang tinggi
secara konsisten berkaitan dengan berat lahir lebih rendah. Lebih lanjut,
hasil-hasil penemuan dari Aberdeen telah direplikasikan baru-baru ini dalam
sebuah penelitian lanjutan terhadap pria dan wanita di Motherwell, Inggris
(UK). Dalam penelitian tersebut ibu-ibu disarankan memakan makanan yang
rendah karbohidrat tetapi tinggi protein daging selama kehamilan mereka.
Tekanan darah yang lebih tinggi ditemukan pada anak-anak yang ibunya

10

dilaporkan memakan lebih banyak daging dan ikan dengan lebih sedikit
mengonsumsi karbohidrat dalam kehamilan lanjut, terutama jika ibu-ibu
tersebut juga kurang mengonsumsi sayuran hijau. Salah satu kemungkinan
yang terjadi adalah bahwa efek jangka panjang tersebut mungkin merupakan
konsekuensi stres metabolik yang timbul dalam tubuh ibu akibat diet tidak
seimbang yang memiliki asupan asam-asam amino esensial yang tinggi,
tetapi tidak disertai dengan makronutrien lain yang diperlukan oleh tubuh.
(Barker dan Godfrey, 2005)
Dengan memperhatikan komposisi tubuh ibu, hasil-hasil yang
mengaitkan berat ibu yang tinggi dan adipositas dengan dengan defisiensi
insulin maka penyakit diabetes tipe-2 dan PJK yang ditemukan pada anakanaknya menambah kuat korelasi antara diabetes gestasional dan outcome
jangka panjang yang merugikan. Pemeriksaan lanjutan yang dilakukan
terhadap para pria di Finlandia yang lahir di awal abad ke-20
memperlihatkan kenaikan tekanan darah yang nyata pada mereka yang
ibunya memiliki indeks massa tubuh yang tinggi selama kehamilan. Efek ini
tidak bergantung pada kurusnya tubuh bayi saat lahir dan meningkatkan
angka PJK pada saat dewasa. Penjelasan data untuk mendapatkan pola
angka kematian karena PJK yang serupa menunjukkan bahwa peningkatan
indeks massa tubuh ibu hanya memberikan sedikit efek pada angka kematian
anak-anak yang ibunya bertubuh tinggi, tetapi efek yang kuat terlihat pada
ibu yang bertumbuh pendek. (Barker dan Godfrey, 2005)
Pada sisi ekstrem lainnya dari kelebihan lemak dalam tubuh ibu
terdapat hal penting, yaitu semakin bertambahnya bukti yang secara
konsisten memperlihatkan korelasi berat badan rendah dan indeks massa
tubuh ibu dengan resistensi insulin serta dislipidemia pada anak-anak saat
dewasa. Bukti lebih lanjut yang menunjukkan korelasi antara massa tubuh
ibu yang rendah dan resistensi insulin pada anak-anakna berasal dari
sejumlah penelitian di Skonlandia dan Cina. Beberapa penelitian
pendahuluan di India menemukan bahwa berat badan ibu yang rendah pada

11

saat hamil berkaitan dengan peningkatan risiko PJK pada anak-anak saat
usia dewasa. Meskipun berat tubuh ibu dan indeks massa tubuh tidak
berhubungan dengan kenaikan tekanan darah pada anak-anak, namun
korelasi yang konsisten telah ditemukan pada ketebalan lipatan kulit ibu
yang tipis dan kenaikan berat saat hamil yang rendah. Sebagai contoh, dalam
beberapa penelitian terhadap anak-anak Jamaika ditemukan korelasi yang
kuat antara kenaikan berat saat hamil yang rendah serta ketebalan lipatan
kulit maternal di daerah triseps yang lebih tipis dalam kehamilan dini dan
kenaikan tekanan darah pada anak-anaknya tetapi korelasi yang signifikan
dengan indeks massa tubuh maternal tidak terdapat. (Barker dan Godfrey,
2005)

2.3 Aspek Gizi pada Kehamilan


Sebagian besar penambahan berat badan selama kehamilan berasal dari
uterus dan isinya, kemudian payudara, volume darah, dan cairan ekstraselular.
Diperkirakan selama kehamilan berat badan akan bertambah 12,5 kg. (Sulin,
2010)
Tabel 2.1 Rekomendasi penambahan berat badan selama kehamilan berdasarkan
indeks massa tubuh
Kategori
Rendah
Normal
Tinggi
Obesitas
Gemeli

IMT
< 19,8
19,8 26
26 29
> 29

Rekomendasi (kg)
12.5 18
11,5 16
7 11,5
7
16 20,5

Pada trimester ke-2 dan ke-3 pada perempuan dengan gizi baik dianjurkan
menambah berat badan per minggu sebesar 0,4 kg, sementara pada perempuan
dengan gizi kurang atau berlebih dianjurkan menambah berat badan per minggu
masing-masing sebesar 0,5 kg dan 0,3 kg. (Sulin, 2010)
Tabel 2.2 Penambahan berat badan selama kehamilan

12

Jaringan dan cairan


Janin
Plasenta
Cairan amnion
Uterus
Mammae
Darah
Cairan ekstraselular
Lemak
Total

10 minggu
5
20
30
140
45
100
0
310
650

20 minggu
300
170
350
320
180
600
30
2050
4000

30 minggu
1500
430
750
600
360
1300
80
3480
8500

40 minggu
3400
650
800
970
405
1450
1480
3345
12500

Peningkatan jumlah cairan selama kehamilan adalah suatu hal yang


fisiologis. Hal ini disebabkan oleh turunnya osmolaritas dari 10 mOsm/kg yang
diinduksi oleh makin rendahnya ambang rasa haus dan sekresi vasopresin.
Fenomena ini mulai terjadi pada awal kehamilan. Pada saat aterm 3,5 l cairan
berasal dari janin, plasenta, dan cairan amnion, sedangkan 3 liter lainnya berasal
dari akumulasi peningkatan volume darah ibu, uterus, dan payudara sehingga
minimal tambahan cairan selama kehamilan adalah 6,5 l. Penambahan tekanan
vena di bagian bawah uterus dan mengakibatkan oklusi parsial vena kava yang
bermanifestasi pada adanya pitting edema di kaki dan tungkai terutama pada akhir
kehamilan. Penurunan tekanan osmotik koloid di interstisial juga akan
menyebabkan edema pada akhir kehamilan. (Sulin, 2010)
Hasil konsepsi, uterus, dan darah ibu secara relatif mempunyai kadar
protein yang lebih tinggi dibanding lemak dan karbohidrat. WHO menganjurkan
asupan protein per hari pada ibu hamil 51 g.
Pada kehamilan normal akan terjadi hipoglikemia puasa yang disebabkan
oleh kenaikan kadar insulin, hiperglikemia postprandial dan hiperinsulinemia.
(Sulin, 2010)
Konsentrasi lemak, lipoprotein, dan apolipoprotein dalam plasma akan
meningkat selama kehamilan. Lemak akan disimpan sebagian besar di sentral
yang kemudian akan digunakan janin sebagai nutrisi sehingga cadangan lemak itu
akan berkurang. LDL akan mencapai puncaknya pada minggu ke-36, sementara

13

HDL akan mencapai puncaknya pada minggu ke-25 berkurang sampai minggu ke32 dan kemudian menetap. Hal ini dipengaruhi oleh kenaikan hormon progesteron
dan esterogen. (Sulin, 2010)
Menurut Proverawati (2009) kebutuhan gizi ibu hamil adalah:
2.3.1

Kebutuhan energi
Selama proses kehamilan terjadi peningkatan kebutuhan tubuh
kalori sejalan dengan adanya peningkatan laju metabolik basal dan
penambahan berat badan yang akan meningkatkan penggunaan kalori
selama aktifitas. Selain itu juga akan meningkatkan penggunaan kalori
selama aktifitas. Selain itu juga selama hamil, ibu membutuhkan tambahan
energi/kalori untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, plasenta,
jaringan payudara, dan cadangan lemak. Kebutuhan kalori kira- kira
sekitar 15% dari kalori normal. Tambahan energi yang diperlukan selama
hamil yaitu 27.000- 80.000 Kkal atau 100 Kkal/hari. Sedangkan energi
yang dibutuhkan oleh janin sendiri untuk tubuh dan berkembang adalah
50- 95 Kkal/kg/hari atau sekitar 175-350 Kkal/hari pada janin dengan BB
3,5 kg. Pada awal kehamilan trimester pertama kebutuhan energi masih
sedikit dan terjadi sedikit peningkatan pada trimester dua. Pada trimester
kedua, energi digunakan untuk penambahan darah, perkembangan uterus,
pertumbuhan mammae, dan penimbunan lemak. Pada trimester tiga energi
digunakan

untuk

pertumbuhan

janin

dan

plasenta.

Berdasarkan

rekomendasi yang dilakukan oleh NRC (National Research Council)


pemberian tambahan energi untuk 2000Kkal/hari bagi wanita berumur 2550 tahun dengan tambahan 300 kkal bagi ibu yang sedang hamil. Sumber
energi bisa didapat dengan mengkonsumsi beras, jagung, gandum,
kentang, ubi jalar, ubi kayu, dan sagu.
2.3.2

Karbohidrat
Janin memerlukan 40 gram glukosa/ hari yang akan digunakan
sebagai sumber energi. Glukosa sangat dibutuhkan karena akan membantu

14

dalam sintesis lemak, glikogen, dan pembentukan struktur polisakarida.


Glukosa sampai di fetus melalui berbagai tahapan yaitu glukosa darah
maternal meningkat yang akhirnya menyebabkan glukosa mengalir menuju
ke fetus. Sesampainya di fetus, kemudian fetus akan menstimulasi
pengeluaran insulin dan akibatnya ibu mengalami hiperglikemia dan bayi
mengalami peningkatan kadar insulin. Karbohidrat merupakan sumber
utama untuk tambahan kalori yang dibutuhkan selama kehamilan.
Pertumbuhan

dan

perkembangan

janin

selama

dalam

kandungan

membutuhkan karbohidrat kompleks seperti roti, serealia, nasi dan pasta.


Selain mengandung vitamin dan mineral, karbohidrat kompleks juga
meningkatkan asupan serat yang dianjurkan selama hamil untuk mencegah
terjadinya konstipasi atau sulit buang air besar dan wasir (haemorroid).
Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi. Menurut Glade B.
Curtis mengatakan bahwa tidak ada satu rekomendasi yang mengatur berapa
sebenarnya kebutuhan ideal karbohidrat bagi ibu hamil. Namun, beberapa
ahli gizi sepakat sekitar 60% dari seluruh kalori yang dibutuhkan tubuh
adalah karbohidrat. Jadi, ibu hamil membutuhkan karbohidrat sekitar 1.500
kalori. Bahan makanan yang merupakan sumber karbohidrat adalah serelia
(padi-padian) dan produk olahannya, juga kentang, umbi dan jagung.
Namun, karena tidak semua sumber karbohidrat baik, maka ibu hamil harus
bisa memilih yang tepat. Misalnya sumber karbohidrat yang perlu dibatasi
adalah gula dan makanan yang mengandung banyak gula, seperti cake, dan
permen. Sedangkan karbohidrat yang sebaiknya dikonsumsi adalah
karbohidrat kompleks yang terdapat pada roti gandum, kentang, serelia atau
padi-padian yang tidak digiling. Jenis ini mengandung serat dan cukup
kalori. Karbohidrat dapat melindungi protein terhadap pembakaran menjadi
energi. Mengkonsumsi cukup karbohidrat kompleks dapat mencegah
sembelit.
2.3.3

Protein dan asam amino

15

Protein digunakan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan


janin, protein memiliki peran penting, selama kehamilan terjadi
peningkatan protein yang signifikan yaitu 68%. Peran protein selama
proses kehamilan diantaranya yaitu selain untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin juga untuk pembentukan plasenta dan cairan amnion,
pertumbuhan jaringan meternal seperti pertumbuhan mammae ibu dan
jaringan uterus, dan penambahan volume darah. Kebutuhan akan protein
selama kehamilan tergantung pada usia kehamilan. Total protein fetal yang
diperlukan selama masa gestasi berkisar antara 350-450 g. Menutut WHO
tambahan protein untuk ibu hamil adalah 0,75 gram/ kg berat badan.
Secara keseluruhan jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil yaitu
kurang lebih 60-76 gram setiap hari atau sekitar 925 gram dari total
protein yang dibutuhkan selama kehamilan. Ini dapat diartikan bahwa
wanita hamil membutuhkan protein 10-15 gram lebih tinggi dari
kebutuhan wanita tidak hamil. Protein tersebut dibutuhkan untuk
pembentukan jaringan baru, maupun plasenta dan janin. Protein juga
dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dan diferensiasi sel. Sumber
protein bisa didapat melalui protein hewani dan nabati. Protein hewani
meliputi daging, ikan, unggas, telur dan kerang. Sedang bahan makanan
sumber protein nabati adalah kacang- kacangan seperti tahu, tempe,
oncom, dan selai kacang. Selain itu, karena protein yang berasal dari
ternak juga kaya dengan lemak, maka seimbangkan asupan protein hewani
dan nabati..
2.3.4

Lemak
Asam lemak Eicosapentanoic Acid (EPA) dan Docosahexanoic
Acid (DHA) memainkan peranan penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan fetus, khususnya untuk mata dan otak. Pertumbuhan dan
perkembangan janin selama dalam kandungan membutuhkan lemak
sebagai sumber kalori utama. Lemak merupakan sumber tenaga yang vital
dan untuk pertumbuhan jaringan plasenta. Pada kehamilan yang nornal

16

kadar lemak dalam aliran darah akan meningkat pada akhir trimester III.
Tubuh wanita hamil juga menyimpan lemak yang akan mendukung
persiapan untuk menyusui setalah bayi lahir.
Lemak dibutuhkan tubuh terutama untuk membentuk energi dan
serta perkembangan sistem syaraf janin. Oleh karena itu,ibu hamil tidak
boleh sampai kurang mengkonsumsi lemak tubuh. Sebaliknya, bila
asupannya berlebih dikhawatirkan berat badan ibu hamil akan meningkat
tajam. Keadaan ini akan menyulitkan ibu hamil sendiri dalam menjalani
kehamilan dan pasca persalinan. Karena itu ibu hamil dianjurkan makan
makanan yang mengandung lemak tidak lebih dari 25% dari seluruh kalori
yang dikonsumsi sehari. Bila hal ini sudah dilakukan, maka sebenarnya
sudah dapat memenuhi kebutuhan lamak tubuhnya. Pilihan jenis lemaknya
yaitu yang mengandung asam lemak esensial (ALE). Lemak ini tidak
dapat dibuat tubuh dan harus diperoleh dari makanan. Bahan maknannya
antara lain kacang- kacangan, biji- bijian dan hasil olahannya.
2.3.5

Vitamin
Vitamin yang larut dalam lemak
a. Vitamin A
Vitamin A dari ibu dibutuhkan oleh janin yaitu kurang dari 25 mg/
hari, sedangkan vitamin A yang dibutuhkan pada trimester III yaitu
berkisar 200 mg/ hari. Ibu yang sedang hamil sebaiknya jangan terlalu
sering mengkonsumsi vitamin A dalam jumlah yang besar karena akan
menjadi stimulator yang mengakibatkan teratogen. Vitamin A mengalami
peningkatan 25% dari sebelum hamil. Vitamian A berfungsi untuk
membantu proses pertumbuhan sel dan jaringan tulang, mata, rambut,
kulit, dan organ dalam dan fungsi rahim. Sumbernya adalah kuning telur,
ikan dan hati. Sumber provitamin A atau karoten adalah wortel, labu
kuning, bayam, kangkung, dan buah-buahan berwarna kemerah- merahan.
b. Vitamin D

17

Vitamin D dari janin berasal dari 25-OH vitamin D ibu yang


berada didalam otot dan hati fetus. Pada wanita hamil konsentasi plasma
meningkat dua kali lebih banyak. Peningkatan vitamin D sebanyak 100%,
peningkatan ini disertai 1,25-(OH)2 vitamin D dan akhirnya menstimulasi
absorbsi di dalam usus halus. Kebutuhan vitamin D selma kehamilan
belum diketahui secara pasti tetapi diperkirakan 10mg/ hari.
c. Vitamin E
Mulai diakumulasi oleh fetus pada akhir minggu ke 8- 10 usia
gestasi, ketika terjadi peningkatan akumulasi lemak. Untuk tetap menjaga
pertumbuhan dan perkembangan fetus yang baik diperlukan RDA
(Recommended Daily Allowance Atau Asupan Harian Yang Disarankan)
vitamin E yaitu sebayak 2 mg/ hari. Pada waktu hamil mengalami
peningkatan 25%. Untuk ibu hamil kebutuhannya sekitar 15mg (22,5 IU)
dan ibu yang menyusui sekitar 19 mg (28,5 IU).
d. Vitamin K
Fungsinya belum begitu optimal pada masa kehamilan didalam fetus.
Vitamin yang larut dalam air
a. Vitamin C
Kebutuhan vitamin C untuk bayi pada masa kehamilan dan
menjelang kelahiran yaitu berkisar antara 3-4 mg/ hari. Ibu hamil
membutuhkan vitamin C sebanyak 70 mg/hari.

Untuk mencegah

kekurangan vitamin C selama proses kehamilan diperlukan tambahan


vitamin C sebanyak 10 mg/ hari dengan peningkatan sebanyak 33%.
Dibutuhkan

untuk

memperkuat

pembuluh

darah

dan

mencegah

perdarahan, mengurangi rasa sakit sebnayak 50% saat bekerja, mengurangi


resiko infeksi setelah melahirkan dan membantu gigi dan tulang bayi.
Asupan vitamin C dapat mencegah anemia, berperan dalam
pembentukan kolagen interseluler dan proses penyembuhan luka. Selain
itu untuk membangun kekuatan plasenta, meningkatkan daya tahan tubuh

18

terhadap infeksi dan stres, serta membantu penyerapan zat bezi. Vitamin
ini dibutuhkan setiap hari dan hanya sedikit disimpan dalam tubuh.
Sumber vitamin C adalah buah dan sayuran segar antara lain jeruk, kiwi,
pepaya, bayam, kol, brokoli dan tomat.
b. Thiamin
Menggunakan status pengukuran thiamin, maternal dapat diketahui
kebutuhan thiamin selama kehamilan, yaitu dengan cara memasukkan
ekskresi thiamin urin dan aktifitas dari enzim thiamin dependent seperti
translokasi sel merah yang akhirnya dapat digunakan sebagai indikasi
adanya peningkatan thiamin selama kehamilan. Dari pengukuran tersebut
didapatkan hasil yaitu terjadi peningkatan kadar thiamin dalam tubuh
sehingga diperlukan adanya thiamin tambahan yaitu sebanyak 0,4 mg/hari.
Thiamin meningkat selama kehamilan yaitu sebanyak 25%.
c. Niasin dan riboflavin
Niasin yang diperlukan selama kehamilan yaitu 2mg/ hari dan 0,3
mg/ hari dari riboflavin. Riboflavin mengalami peningkatan sebanyak 15%
dan niasin sebanyak 30%.
d. Vitamin B6
Vitamin B6 penting untuk metabolisme asam amino. Pada masa
kehamilan diperlukan intake protein yang lebih tinggi karena adanya
proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat sehingga diperlukan
juga adanya vitamin B6 yang besar untuk melakukan metabolisme dengan
peningkatan 100%. Vitamin B6 dibutuhkan oleh tubuh untuk mengatasi
mual dan muntah.

e. Asam folat

19

Asam folat memiliki peranan penting yaitu dalam hal pencegahan


terjadinya defek tuba neural seperti spina bifida dan anensefali yang sengat
berbahaya bagi perkembangan selanjutnya. Dari hasil survey mengatakan
bahwa kebnyakan wanita mengkonsumsi folat lebih sedikit dari kebutuhan
yaitu 0,2mg/hari dengan peningkatan 33%. RDA folat untuk wanita hamil
yaitu 400mg/hari yaitu dimana terjadi peningkatan sebanyak 10% dari
sebelumnya. Makanan yang kaya akan asam folat dapat dijumpai pada
sayuran hijau, jus jeruk, brokoli dan asparagus. Asam folat merupakan
kelompok vitamin B paling utama selama kehamilan karena dapat
mencegah cacat tabung saraf (neural tube defects) seperti Spina Bifida.
Ibu hamil harus meningkatkan asupan folat hingga 0,4-0,5 mg/ hari.
Mengkonsumsi folat sebelum dan pada awal kehamillan dapat mencegah
dari 10 kasus cacat tabung syaraf. Asam folat penting untuk perkembangan
tulang, jaringan tisu dan darah karena ketiadaan amino cuka mencagah
bayi mengalami kelianan. Sumber vitamin B adalah hasil ternak dan hasil
olahannya, seperti daging, hati, telur, susu, keju, kacang- kacangan dan
sayur- sayuran.
2.3.6

Mineral
a. Kalsium
Konsentrasi kalsium serum pada janin lebih besar dari pada ibu.
Pada usia kehamilan 20 minggu laju penyaluran kalsium dari ibu ke fetus
mencapai 50 mg/ hari dan mencapai puncaknya apabila mendeteksi
kelahiran yaitu 330 mg/ hari. Kalsium pada fetus digunakan untuk
pembentukan tulang. Pada dasarnya setengah dari kalsium darah bersama
dengan albumin dan albumin konsentrasinya turun selama kehamilan.
Akibatnya total kalsium plasma meningkat 5% pada minggu ke 34 usia
gestasi. RDA untuk kalsium selama kehamilan adalah 1200/1500 mg/ hari.
Kalsium mengandung mineral yang penting untuk pertumbuhan janin dan
membentu kekuatan kaki serta punggung. Membentu efek ketenangan diri
saat bekerja. Kalsium dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan bakal
gigi janin yang dimulai sejak usia kehamilan 8 minggu. Ibu hamil

20

membutuhkan kalsium 2 kali lipat sebelum hamil yaitu sekitar 900 mg.
Sumber kalsium adalah susu dan produk susu lainnya. Seperti keju,
yoghurt, teri, udang kecil, dan kacang- kacangan.
b. Magnesium
Janin memerlukan 1 gr magnesium. Konsentrasi magnesium
meningkat selama kehamilan dengan RDA 320 mg dan 50% dari
magnesium diserap oleh ibu. Magnesium dibutuhkan untuk mendukung
pertumbuhan dari jaringan lunak.
c. Phospor
RDAnya sama dengan wanita yang tidak hamil yaitu 1250 mg/hari
untuk wanita hamil dibawah 19 tahun dan 700 mg/ hari untuk wanita yang
lebih dari 19 tahun.
d. Seng
RDA wanita hamil mencapai 15 mg/ hari ini menunjukkan terdapat
peningkatan 3 mg lebih tinggi dari wnaita yang tidak hamil. Selama
kehamilan dan menyusui, kebutuhan seng meningkat 50%. Seng juga
diperlukan untuk mengembangkan jaringan tisu, terutama otak dan jenis
kelamin
e. Sodium
Selama kehamilan naik 5000-10000 meq/ hari sehubungan dengan
peningkatan volume darah maternal.
2.3.7

Elemen sisa
Iodine pada wnaita hamil terjadi peningkatan kebutuhan sebanyak
25 mg dengan RDA sebanyak 175 mg/ hari. Suplemen 30 mg zat besi
dianjurkan untuk semua wanita selama trimester kedua dan ketiga. Zat
besi lebih baik dikonsumsi diantara waktu makan atau pada jam tidur saat
lambung kosong sehingga dapat mengabsorbsi secara maksimal. Zat besi
dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah dan sangat penting untuk

21

pertumbuhan dan metabolisme energi, disamping untuk meminimalkan


peluanh terjadinya anemia. Kebutuhan zat besi menjadi dua kali lipat
dibandingkan sebelum hamil. Kebutuhan zat besi ibu naik dari 18
miligram (mg) menjadi 30-60 mg/ hari. Zat besi penting untuk membuat
hemoglobin dan protein di dalam sel darah merah yang membawa oksigen
ke jaringan tubuh lain, membantu mencegah anemia dan perdarahan saat
melahirkan, serta mencegah cacat janin. Zat besi bagi ibu hamil penting
untuk pembentukan dan mempertahankan sel darah merah, sehingga bisa
menjamin sirkulasi oksigen dan metabolisme zatzat gizi yang sangat
dibutuhkan ibu hamil. Selain itu jika asupan zat besi sejak awal kehamilan
cukup baik maka janin akan menggunakannya untuk kebutuhan tumbuh
kembangnya.
Kekurangan zat besi sejak sebelum hamil dan tidak diatasi dapat
mengakibatkan ibu hamil menderita anemia. Untuk memenuhi kekurangan
tersebut ibu hamil harus memenuhi kebutuhan zat besinya yaitu sekitar 45-50 mg/
hari. Kebutuhan itu dapat dipenuhi dari makanan yang kaya akan zat besi seperti
daging berwarna merah, hati, ikan, kuning telur, sayuran berdaun hijau, kacangkacangan, tempe, roti,dan sereal. Besi non hemaglobin harus dikonsumsi
bersamaan buah-buahan yang mengandung vitamin C untuk meningkatkan
penyerapan. Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekati
800mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300mg diperlukan untuk janin dan
plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin
maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan diekskresikan lewat usus, urin dan
kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8-10 mg zat
besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan sekitar 2025 mg/ hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebnayak 100 mg sehingga
kebutuhan zat besi masih kurang untuk wanita hamil.

Tabel 2.3 Kebutuhan nutrisi para perempuan tidak hamil, hamil, dan menyusui

22

Perempuan tidak
Hamil (15-18 Tahun)

Nutrisi
Makronutrisi
Kalori (Kcal)
Protein (g)
Mikronutrisi
Vitamin larut dalam
lemak
A (g RE)
D (g)
E (mg TE)
K (g)
Vitamin larut dalam air
C (mg)
Folat (g)
Niasin (mg)
Riboflavin (mg)
Tiamin (mg)
Piridoksin B6 (mg)
Kobalamin (g)
Mineral
Kalsium (mg)
Fosforus (mg)
Iodin (g)
Iron (mg Fe Iron)
Magnesium (mg)
Zinc (mg)

Hamil

Menyusui

2200
55

2500
60

2600
65

800
10
8
55

800
10
10
65

1300
12
12
65

60
180
15
1,3
1,2
1,6
2,0

70
400
17
1,6
1,5
2,2
2,2

95
270
20
1,8
1,6
2,1
2,6

1200
1200
150
15
280
12

1200
1200
175
30
320
15

1200
1200
200
15
355
19

Tabel 2.4 Kebutuhan Zat Gizi Ibu pada Masa Kehamilan


Zat Gizi
Protein

Kegunaan

Sumber makann

Pertumbuhan
janin,
cairan Susu, keju, telur, daging,
amnion,
pertunbuhan
dan biji-bijian,
kacangperkembangan
plasenta, kacangan, serelia
meningkatkan air susu dan
jaringan payudara,sirkulasi Hb

23

Kalori

Kalsium

Fosfor

Zat besi

Magnesium

Yodium
Vitamin A
Vitamin D

Vitamin E

Vitamin C

Asam folat

dan protein plasma.


Meningkatkan
metabolisme
menahan
energi
(tenaga)
menghemat protein
Pembentukan rangka dan tulang
gigi janin, melindungi dari
penyakit
dan
meningkatkan
metabolisme kasium ibu
Pembentukan rangka dan tulang
gigi
janin
meningkatkan
metabolisme kalsium ibu
Kenaikan sirkulasi darah dan Hb

Karbohidrat,
lemak,
protein, ubi- ubian
Susu, keju,
sayuran hijau

biji

utuh,

Susu, daging, hati, keju

Hati, daging, telur, beras,


sayuran hijau, (bayam,
kangkung)
Metabolisme energi dan protein Kacang, tahu, kakao, hasil
aktivator enzim pertumbuhan laut, beras
jaringan metabolisme sel dan
penguat otot

Kenaikan metabolisme basal


Pertumbuhan sel dan jaringan
pertumbuhan gigi dan tulang
Penyerapan
Cl
dan
P
menetralisasi tulang dan gigi
pertumbuhan dan pembentukan
tulang bayi
Pembentukan sel darah merah
yang sehat, antioksidan dan
penguat daya tahan tubuh

Garam
Mentega, krim, sayuran,
buah-buahan
Minyak hati, ikan kuning
telur, susu

Biji-bijian (gandum), telur,


kacang- kacangan, minyak
sayur, sayuran hijau, dan
susu.
Pembentukan jaringan pengikat Sayuran, brokoli, buahdengan
pembuluh
darah, buahan
(jeruk,
tomat,
antioksidan dan penguat daya pepaya)
tahan tubuh
Perkembangan sistem saraf dan Sayuran berwarna hijau
sel darah. Kebutuhan asam folat gelap,
seperti
bayam,

24

Vitamin B6

selama hamil adalah 180 mcg/hari


terutama pada 12 minggu pertama
kehamilan. Kekurangan asam
folat
dapat
mengganggu
pembentukan otak, sampai cacat
bawaan pada susunan saraf pusat
maupun otak janin.
Memperlancar
metabolisme
protein, merangsang pertumbuhan
janin, mempercepat pembentukan
sel darah

kembang kol,dan brokoli,


pada buah- buahan , asam
folat banyak terdapat pada
jeruk, pisang, wortel, dan
tomat.

Gandum, jagung,
daging, telur, susu,
ikan, serelia dan
kedelai
yang
fortifikasi

hati,
keju,
susu
telah

Menjaga sistem saraf, otot dan


jantung agar berfungsi secara
normal

B12

Riboflavin
Niasin

Memperlancar
energi dan protein
Memperlancar
energi dan protein

metabolisme Daging, hati, beras, dan


kacnag-kacangan
metabolisme Daging, hati, beras, dan
kacang- kacangan

Selama kehamilan ibu akan menyimpan 30 g yang sebagian besar akan


digunakan untuk pertumbuhan janin. Jumlah itu diperkirakan hanya 2,5% dari
total kalsium ibu. Penggunaan suplemen kalsium untuk mencegah preeklampsia
tidak terbukti dan tidak disarankan untuk menggunakannya secara rutin selama
kehamilan. (Sulin, 2010)
Zinc (Zn) sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan janin.
Beberapa penelitian menunjukkan kekurangan zat ini dapat menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat. Selama kehamilan kadar mineral ini akan menurun
dalam plasma ibu oleh karena dilusi. Pada perempuan hamil dianjurkan asupan
mineral ini 7,3 11,3 mg/hari, tetapi hanya pada perempuan-perempuan berisiko
yang dianjurkan mendapat suplemen mineral ini. (Sulin, 2010)
Asam folat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel dalam
sintesis DNA/RNA. Defisiensi asam folat selama kehamilan akan menyebabkan

25

terjadinya anemia megaloblastik dan defisiensi pada masa prakonsepsi serta awal
kehamilan diduga akan menyebabkan neural tube defect pada janin sehingga para
perempuan ang merencanakan kehamilan dianjurkan mendapat asupan asam folat
0,4 mg/hari sampai usia kehamilan 12 minggu. Sementara itu, pada ibu-ibu yang
mempunyai riwayat anak dengan spina bifida dianjurkan mengonsumsi asam folat
sebanyak 4 mg/hari sampai usia kehamilan 12 minggu. (Sulin, 2010)

2.4 Vegetarian dan Kehamilan


Pemunculan kembali diet Mediteranian dan vegan-vegetarian telah
menarik banyak perhatian, terutama karena diet tersebut memberikan proteksi
terhadap penyakit jantung, sindrom metabolik dan kanker. American Dietetic
Association (ADA) pada tahun 2009 menyatakan bahwa diet vegetarian yang
direncanakan dengan baik, termasuk diet vegetarian total atau vegan, adalah sehat,
adekuat secara nutrisi, dan mungkin memberikan manfaat kesehatan dalam
mencegah dan mengobati penyakit tertentu. (Piccoli et al, 2015)
Kehamilan merupakan situasi unik, dimana diet mempengaruhi tidak
hanya kesehatan dari ibu tetapi juga janin, yang mana, merupakan determinan
penting dari kesehatan ketika dewasa. Kebutuhan nutrisi dan energi wanita
vegetarian hamil dan menyusui tidak berbeda dari wanita nonvegetarian dengan
pengecualian rekomendasi besi yang lebih tinggi untuk vegetarian. Diet
vegetarian dapat direncanakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu hamil dan
menyusui. Beberapa penelitian menunjukkan suplementasi diet prenatal (energi,
protein, dan mikroelemen seperti besi dan vitamin) memperbaiki hasil fetus,
terutama berat lahir. (American Dietetic Association, 2009; Piccoli et al, 2015)
Penelitian Suebe et al (2009) menemukan risiko yang lebih rendah dalam
kenaikan berat badan berlebih pada wanita yang menngikuti diet vegetarian
selama awal kehamilan. Penemuan ini konsisten dengan hasil penelitian kohort
Oxford Arm of European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition

26

pada wanita yang tidak hamil, dimana diet vegetarian berhubungan dengan IMT
lebih rendah dan penurunan kenaikan berat badan di masa depan dibandingkan
dengan diet dengan konsumsi daging. Di era obesitas epidemic sekarang,
kenaikan berat badan gestasional berlebihan, muncul sebagai prediktor penting
untuk obesitas maternal dan janin serta komplikasi obstetrik. Ibu yang mengalami
kenaikan berat badan berlebihan selama kehamilan, lebih sering melahirkan
secara seksio sesarea, gagal untuk persalinan normal setelah seksio sesarea,
mengalami preeklamsia, dan tetap mempertahankan kelebihan berat badan setelah
melahirkan, dan menjadi berat badan berlebih atau obes di kemudian hari. Bayi
yang lahir pada wanita yang mengalami peningkatan berat badan berlebih selama
kehamilan, lebih sering lahir prematur, lahir makrosomia (lebih dari 9 pon), dan
menjadi berat badan berlebih atau obes saat anak-anak, remaja, dan dewasa.
(Piccoli et al, 2015)
Walaupun berbagai penelitian menunjukkan kelebihan pada diet
vegetarian, namun pada keadaan metabolisme tinggi seperti kehamilan dan
laktasi, diet vegetarian meningkatkan risiko defisiensi nutrisi. Penelitian
menunjukkan bahwa postur vegetarian dewasa muda, baik vegan maupun lactoovo vegetarian, memiliki indeks massa tubuh yang lebih rendah (IMT)
dibandingkan dengan non-vegetarian. Maka dari itu, IMT wanita vegetarian
biasanya lebih rendah dibandingkan dengan non-vegetarian. (Fikawati et al, 2013)
Nutrien dengan intake di bawah rekomendasi diet vegetarian adalah
energi, protein, vitamin B12, Fe, Zn, dan folat. Pada negara maju, dikarenakan
tingginya intake sayur sayuran dan buah buahan, diet vegetarian cenderung
mengandung intake asam folat dan magnesium yang lebih tinggi dibandingkan
dengan non vegetarian. (Fikawati et al, 2013)
Namun, di Indonesia, Susianto menemukan bahwa asupan nutrisi
vegetarian didominasi dengan sumber makanan karbohidrat tetapi kurang
makanan yang kaya Fe dan folat. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa
konsumsi vitamin B12, Fe, Zn, dan folat pada ibu vegetarian ditemukan lebih
rendah dibanding dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Penelitian pada wanita

27

hamil di Belanda menemukan bahwa lacto-ovo vegetarian (LOV) berisiko


mengalami defisiensi vitamin B12. Penelitian menemukan 22% LOV mengalami
defesiensi vitamin B12 dibandingkan dengan 3% non-vegetarian. (Fikawati et al,
2013)
Pola konsumsi spesifik pada vegetarian meningkatkan risiko IMT pre
kehamilan rendah. Keadaan ini mengharuskan kenaikan berat badan pada
kehamilan yang lebih besar dibandingkan ibu dengan IMT pre kehamilan normal
untuk mendukung hasil kehamilan yaitu berat lahir bayi dan persediaan ibu untuk
mendukung menyusui. Saat ini, evidence-based data mengenai nutrisi ibu hamil
dan menyusui pada vegetarian di dunia dan di Indonesia masih terbatas. (Fikawati
et al, 2013)
Malnutrisi pada kehidupan awal mempengaruhi kualitas hidup selanjutnya.
Berat lahir digunakan sebagai indikator untuk memprediksi perkembangan bayi
dan kemampuan bertahan hidup serta status nutrisi dan kesehatan. Penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan berat badan lahir pada ibu
LOV dengan non-vegetarian, namun terdapat lebih banyak berat badan lahir
rendah (BBLR) pada bayi secara signifikan pada komunitas vegan. Bayi BBLR
dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas baik pada janin
maupun bayi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan kognitif, serta penyakit
kronik di masa depan. Beberapa penelitian menunjukkan BBLR berhubungan
dengan asupan protein dan energy yang rendah dan/atau asupan insufisien Fe, Zn,
dan vitamin B12. (Fikawati et al, 2013)
Di sisi lain, bayi yang lahir besar (>4000 g) telah dikaitkan dengan
peningkatan risiko kelahiran sesar, perdarahan, komplikasi, distorsi pada bahu
bayi, trauma melahirkan dan gangguan metabolisme lainnya termasuk obesitas
anak. Sabate menemukan hubungan positif kuat antara berat lahir dan frekuensi
produk susu dan konsumsi ikan di kalangan ibu vegetarian. Berat lahir bayi dari
keluarga vegetarian yang mengkonsumsi produk susu tiga kali atau lebih per
minggu adalah 350 g lebih berat dibandingkan dengan mereka yang berasal dari

28

keluarga yang mengkonsumsi susu kurang dari sekali per bulan. (Fikawati et al,
2013)
Sebuah penelitian di Amerika Serikat oleh Lagiou, Tamimi, Mucci, et al.
melaporkan bahwa asupan gizi ibu secara bermakna berhubungan dengan
penambahan berat badan dalam kehamilan yang pada gilirannya secara bermakna
berhubungan dengan berat lahir. Tapi, tidak ada hubungan langsung yang
ditemukan antara asupan gizi ibu dengan berat badan lahir. Hubungan antara
asupan gizi ibu dan berat lahir tidak jelas karena keterbatasan data yang tersedia.
Secara umum diketahui bahwa dalam masyarakat vegetarian, asupan energi dan
protein, vitamin B12, Fe dan Zn, dan folate lebih rendah daripada non-vegetarian.
(Fikawati et al, 2013)
Berat lahir sebagai hasil kehamilan dipengaruhi oleh berat badan
kehamilan dan diet ibu. Berat badan kehamilan rendah dikaitkan dengan
pertumbuhan janin yang buruk dan risiko kelahiran prematur sementara berat
badan kehamilan yang berlebihan mempengaruhi ukuran bayi, kesulitan
persalinan, dan potensi untuk retensi berat badan pasca melahirkan. Faktor yang
berhubungan dengan penambahan berat badan kehamilan termasuk IMT ibu
sebelum hamil, etnis, usia, paritas, merokok, status sosial ekonomi, dan asupan
energi. Penambahan berat badan pada kehamilan harus dinilai secara individual
karena perbedaan ukuran tubuh dan gaya hidup, misalnya, ibu hamil dengan IMT
rendah memerlukan penambahan berat badan yang berbeda dibandingkan dengan
ibu dengan kelebihan berat badan dan obesitas. (Fikawati et al, 2013)
Dibandingkan dengan non-vegetarian, IMT ibu vegetarian pre kehamilan
dalam penelitian Fikawati (2013) relatif rendah (20,2 kg/m2, sd = 3,2
kg/m 2). Sari menemukan bahwa rata-rata IMT pra-kehamilan di Jakarta Selatan
adalah 21,2 kg/m2 (sd = 2,8 kg/m 2). Kenaikan berat badan rata-rata dalam
kehamilan pada ibu vegetarian dalam penelitian Fikawati (2013) (15,5 kg, sd =
6,4 kg) cukup tinggi. Peningkatan berat badan dalam kehamilan pada penelitian
Sari di Jakarta Selatan (2011) adalah 11,6 kg (sd = 3,7 kg), Turhayati di Bogor
adalah 9,0 kg (sd = 2,5 kg), dan Achadi di Indramayu adalah 8,9 kg (sd = 4,7 kg).

29

Dalam

hal

berat

badan

lahir,

dibandingkan

dengan

kelompok

nonvegetarian, berat lahir bayi rata rata pada kelompok vegetarian (3212 g, sd =
417,7 g) juga lebih tinggi. Sari melaporkan bahwa berat badan lahir bayi rata-rata
di Jakarta Selatan itu hanya 2.971 g (sd = 337,4 g), Turhayati di Bogor
melaporkan berat badan lahir bayi rata-rata 3015 g (sd = 314,5 g), dan Achadi di
Indramayu melaporkan berat badan lahir bayi rata-rata 3111 g (sd = 458,4
g). Peningkatan berat badan kehamilan dikaitkan dengan berat badan lahir,
terutama yang berkaitan dengan peningkatan massa janin. Blair menyatakan
bahwa kenaikan berat badan kehamilan merupakan indikator pertumbuhan
janin. Kontribusi ibu untuk pertumbuhan janin meliputi aspek genetik dan transfer
nutrisi. Penelitian kohort yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
kenaikan berat badan dalam kehamilan berkorelasi dengan berat lahir dan
dipengaruhi oleh faktor genetik. King et al. menyatakan bahwa konsumsi energi
rata-rata vegetarian adalah 2.446 Cal 151 Cal dan non-vegetarian 2003 135
Cal. Vegetarian

umumnya

memiliki

asupan

karbohidrat

tinggi

serta

mengkonsumsi karbohidrat mentah dan serat.


Meskipun intake tinggi serat memiliki manfaat dalam mengurangi
sembelit yang berhubungan dengan kehamilan, intake tinggi serat dapat
mengurangi penyerapan mineral penting seperti Fe dan Zn. Jumlah konsumsi
energi adalah aspek gizi yang paling penting yang terkait dengan berat badan lahir
bayi. Selama kehamilan normal (40 minggu) total kebutuhan energi tambahan
sekitar 80.000 kal diperlukan, yang berarti energi ekstra adalah sekitar 300 kal per
hari. (Fikawati et al, 2013)
Mereferensi pada Dietary Reference Intakes (DRI), asupan protein ratarata selama kehamilan adalah sama dengan 71 g. Jumlah ini lebih tinggi dari DRI
dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Indonesia untuk kebutuhan protein selama
kehamilan yaitu 67 g. Dibandingkan dengan non-vegetarian, konsumsi protein
biasanya lebih rendah pada vegetarian tapi dianggap memadai selama kehamilan.
(Fikawati et al, 2013)

30

IOM menyatakan bahwa kebutuhan protein ibu vegetarian yang


mengkonsumsi berbagai protein nabati tidak berbeda dari non-vegetarian. LOV
dapat memenuhi kebutuhan protein mereka melalui susu. Namun, dengan
makanan yang lebih bervariasi (seperti kacang), asupan zat besi, serat dan vitamin
B juga akan meningkat. Vegan cenderung memiliki asupan protein lebih rendah
dari LOV dan perlu mengkonsumsi berbagai sumber protein untuk memenuhi
kebutuhan asam amino esensial mereka. Makan sereal (seperti roti, nasi, dan
pasta) dan kacang, kacang polong harus ditingkatkan. (Fikawati et al, 2013)
Menurut AKG kebutuhan vitamin B12 untuk ibu hamil adalah 2,6
g. Vitamin B12 sangat penting untuk produksi sel darah merah, manufaktur
bahan genetik, dan menjaga fungsi sistem saraf. Vitamin B12 ditemukan secara
alami hanya dalam makanan hewani, dan akibatnya rendahnya asupan vitamin
B12 ditemukan di kalangan vegetarian (hamil dan tidak hamil). Ibu hamil perlu
mengkonsumsi

vitamin

B12

sebagai

sumber

vitamin

B12

secara

teratur. Rendahnya kadar vitamin B12 selama kehamilan meningkatkan risiko


cacat tabung saraf dan pre-eklampsia. LOV bisa mendapatkan vitamin B12 dari
produk susu dan telur, sedangkan vegan harus mengkonsumsi vitamin B12
makanan yang diperkaya atau suplemen. Makanan seperti tumbuhan laut, tempe,
dan miso bukan merupakan sumber vitamin B12 yang cukup. (Fikawati et al,
2013)
Asupan Fe dalam penelitian Fikawati lebih rendah dibandingkan
rekomendasi asupan Fe dari DRI (27 mg) dan AKG (39 mg). IOM bahkan
menetapkan persyaratan yang lebih tinggi untuk Fe yaitu 48,6 mg (jumlah yang
sulit dicapai tanpa mengkonsumsi suplemen). Di Indonesia, semua ibu hamil
disarankan untuk menelan sebanyak 30 mg Fe per hari sejak awal kehamilan
(dalam minggu ke-12) yang berlanjut sampai 3 bulan pasca-melahirkan. Jika ibu
diprediksi akan kekurangan Fe maka suplementasi harus diberikan lebih awal
untuk

mempertahankan

periode postpartum.

status

zat

besi

ibu

selama

kehamilan

dan

31

Besi dapat diperoleh dari hewan (heme) dan tanaman (non-heme). Besi
dalam diet vegetarian adalah dalam bentuk non-heme. Besi non-heme hanya dapat
diserap sekitar 1-6%, lebih rendah dari penyerapan zat besi heme yang 722%. Penyerapan zat besi non-heme juga lebih sensitif dipengaruhi oleh faktorfaktor dalam diet. Fitat, fosfor, dan senyawa yang ditemukan dalam biji-bijian dan
kacang-kacangan (seperti kopi, kalsium, dan asam tanat dalam teh) menghambat
penyerapan zat besi non-heme. Sebaliknya, beberapa tumbuhan, vitamin C dan
asam organik lainnya meningkatkan penyerapan zat besi non-heme, sementara
beberapa akan menahan efek penghambatan fitat. (Fikawati et al, 2013)
Rata-rata asupan Zn pada penelitian Fikawati lebih rendah dari DRI (11
mg). Asupan Zn ibu vegetarian umumnya kurang dari rekomendasi. Fitat dan
serat yang dikonsumsi dalam jumlah yang relatif besar oleh ibu hamil vegetarian
mengurangi penyerapan Zn. IOM menyarankan vegetarian mengkonsumsi Zn
50% lebih tinggi dari rekomendasi yaitu sekitar 16.5mg/hari, terutama bagi ibuibu yang makan banyak fitat dan kacang-kacangan. Zinc ditemukan dalam rumput
laut, gandum, kacang-kacangan, sereal, dan biji-bijian. Juga harus dicatat bahwa
ada interaksi antara Zn dan besi dalam penyerapan nutrisi. Suplementasi besi
dengan dosis 60 mg/hari mengakibatkan rendahnya tingkat Zn plasma
ibu. Sedangkan penyediaan besi dan Zn secara bersamaan dalam suplemen
multivitamin juga mengganggu penyerapan Zn.
Asupan folat dalam penelitian di Jakarta lebih rendah dibandingkan RDA
untuk ibu hamil dari 600 g. Sebuah studi oleh Susianto di Pekanbaru
menunjukkan bahwa proporsi asupan folat rendah (<400 g) cukup tinggi
(87,5%). Tampaknya konsumsi folat pada vegetarian di Indonesia rendah. Hal ini
juga konsisten dengan gagasan bahwa vegetarian di Indonesia mengkonsumsi
lebih banyak karbohidrat dan sedikit sayuran dan buah-buahan. Temuan asupan
folat yang rendah di kalangan vegetarian Indonesia berbeda dari hasil penelitian di
negara maju yang melaporkan bahwa beberapa keuntungan untuk nutrisi
vegetarian adalah asupan folat yang tinggi. Dilaporkan bahwa konsentrasi serum

32

dan folat sel darah merah dari ibu hamil LOV di Jerman lebih tinggi daripada
wanita yang mengikuti diet Barat.
Hasil penelitian Fikawati (2013) menunjukkan hubungan positif antara
asupan gizi (energi, protein, vitamin B12, Fe, Zn dan folat) dengan berat badan
kehamilan. Ini berarti bahwa semakin banyak nutrisi yang dikonsumsi,
penambahan berat badan kehamilan vegetarian akan lebih banyak. Hubungan
positif yang signifikan untuk semua nutrisi di atas kecuali vitamin B12. Variabel
yang paling dominan terkait dengan kenaikan berat badan kehamilan adalah
Fe. Makronutrien seperti energi dan protein secara langsung berdampak berat
badan kehamilan. Kelebihan energi dan protein akan disimpan sebagai cadangan
lemak,

yang

mengakibatkan

meningkatnya

berat

badan. Olafsdottir et

al. melaporkan hubungan antara faktor makanan dan berat badan kehamilan dari
495 wanita sehat di Islandia. Persentase energi dari berbagai asupan makronutrien
merupakan prediktor penting dari kenaikan berat badan kehamilan. Dibandingkan
dengan wanita dengan berat badan kehamilan yang optimal, diet wanita obesitas
dengan berat badan kehamilan yang berlebihan disebabkan oleh asupan energi
tinggi dari lemak dan rendah karbohidrat. Mereka juga menemukan bahwa
konsumsi produk susu dan gula pada akhir kehamilan dikaitkan dengan
penambahan berat badan kehamilan yang tinggi dan berlebihan.
Selain asupan makanan umum, beberapa penelitian juga menilai konsumsi
berbagai jenis makanan, asupan makronutrien dan mikronutrien. Sebuah studi
pada remaja menunjukkan bahwa mereka yang mengkonsumsi kurang dari tiga
makanan ringan sehari mengalami penambahan berat badan lebih lambat selama
kehamilan. Penelitian Olson dan Strawderman menemukan bahwa wanita yang
makan tiga atau lebih porsi buah dan sayuran per hari memiliki berat badan
kehamilan lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang mengkonsumsi buahbuahan dan sayuran lebih sedikit selama kehamilan. (Fikawati et al, 2013)
Fe, Zn, dan folat juga positif terkait dengan kenaikan berat badan
kehamilan. IOM menyatakan

bahwa

Fe

dibutuhkan

untuk

memproduksi

hemoglobin yang berfungsi untuk memberikan oksigen dari paru-paru ke seluruh

33

tubuh. Fe juga diperlukan untuk sintesis enzim untuk menggunakan oksigen untuk
menghasilkan energi sel. Zn terlibat secara luas di metabolisme asam nukleat dan
metabolisme protein, serta dalam proses dasar diferensiasi dan replikasi sel seperti
sintesis

deoxyribonucleic

acid

(DNA),

asam

ribonukleat

(RNA),

dan

ribosom. Oleh karena itu, peran Zn adalah sangat penting dan diperlukan,
terutama pada awal kehamilan. (Fikawati et al, 2013)
Vitamin B12 adalah nutrisi penting yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
berfungsi dengan baik, termasuk pembuatan DNA selama pembelahan sel dan
pembentukan sel darah merah. Vitamin B12 dikenal sebagai "vitamin energi"
karena memberikan dorongan energi yang nyata. Vitamin ini digunakan untuk
memperbaiki

kelelahan

dan

mempercepat

metabolisme. Vitamin

B12

menyebabkan percepatan metabolisme yang pada gilirannya meningkatkan


penurunan berat badan. Penelitian Fikawati menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara vitamin B12 dan berat badan kehamilan. Hasil penelitian
diperoleh terkait dengan fungsi biokimia vitamin B12 yang lebih terkait dengan
peningkatan metabolisme dan tidak berperan dalam peningkatan berat
badan. Fungsi vitamin B12 dalam metabolisme energi dan penyimpanan energi
sebagai cadangan daripada penyimpanan lemak. (Fikawati et al, 2013)
Hasil penelitian Fikawati (2013) menunjukkan hubungan positif antara
asupan gizi (energi, protein, vitamin B12, Fe, Zn dan folat) dan berat lahir. Hal ini
berarti bahwa semakin banyak nutrisi yang dikonsumsi, semakin tinggi berat
badan lahir. Namun, hubungan yang signifikan hanya untuk vitamin B12 dan
variabel yang paling dominan berhubungan dengan berat badan lahir adalah
protein.
Vitamin

B12

sangat

penting

untuk

pertumbuhan

normal

dan

perkembangan sel-sel darah merah dan berfungsinya sel sumsum tulang, sistem
saraf dan saluran pencernaan. Bersama-sama dengan asam folat, vitamin B12
mensintesis DNA dan memfasilitasi pertumbuhan sel. Studi oleh Susianto di
Pekanbaru menunjukkan prevalensi defisiensi vitamin B12 di LOV itu cukup
tinggi yaitu pada 35,6%. Durasi diet vegetarian 4,5 sampai 9,5 tahun adalah cut

34

off point untuk kekurangan vitamin B12. Tubuh bisa menyimpan vitamin B12
dalam hati dalam jumlah yang cukup untuk memasok sekitar 5 tahun, kekurangan
vitamin B12 sangat parah jarang terjadi, kecuali asupan sangat terbatas. (Fikawati
et al, 2013)
Vitamin B12 memerlukan perhatian khusus untuk vegetarian, khususnya
vegan, karena sumber utama vitamin B12 adalah makanan hewan. Perhatian
khusus harus diberikan karena jangka panjang dan efek permanen dari kekurangan
vitamin

B12

dan

kasus

bayi

dengan

defisiensi

vitamin

B12

terus

dilaporkan. Dalam beberapa kasus, cadangan yang sangat rendah dari vitamin B12
bayi dilaporkan di kalangan wanita yang belum mengkonsumsi makanan hewani
untuk waktu yang lama dan secara eksklusif diberikan ASI. Studi menunjukkan
bahwa vitamin B12 memainkan peran yang berbeda dibandingkan dengan nutrisi
lainnya. Ini adalah satu-satunya nutrisi yang diteliti yang secara signifikan
mempengaruhi berat badan lahir bayi tapi tidak berat badan kehamilan ibu. Hal ini
menyebabkan kemungkinan penafsiran bahwa vitamin B12 selama kehamilan
dimetabolisme dengan tujuan untuk pertumbuhan janin bukan pertumbuhan
jaringan maternal. (Fikawati et al, 2013)
Namun demikian, efek diet vegetarian yang jelas pada kehamilan belum
ditemukan.

Penelitian

acak

yang

kurang

menyebabkan

sulitnya

untuk

membedakan efek diet dengan faktor pembias. Dengan keterbatasan ini, diet
vegan-vegetarian dapat dikatakan aman dalam kehamilan, apabila kebutuhan
vitamin dan mineral tetap diperhatikan. Suplementasi sebelum dan selama
kehamilan, serta penggunaan makanan yang dipersiapkan atau diperkaya dengan
vitamin atau mineral tertentu dapat diberikan untuk memenuhi angka kecukupan
gizi yang direkomendasikan.

Anda mungkin juga menyukai