Impuls Saraf
Sel-sel di dalam tubuh dapat memiliki potensial membran akibat adanya distribusi tidak
merata dan perbedaan permeabilitas dari Na+, K+, dan anion besar intrasel. Potensial istirahat
merupakan potensial membran konstan ketika sel yang dapat tereksitasi tidak
memperlihatkan perubahan potensial cepat. Sel saraf dan otot merupakan jaringan yang dapat
tereksitasi karena dapat mengubah permeabilitas membran sehingga mengalami perubahan
potensial membran sementara jika tereksitasi. Ada dua macam perubahan potensial membran:
1.
Potensial berjenjang yakni sinyal jarak dekat yang cepat menghilang. Potensial
berjenjang bersifat lokal yang terjadi dalam berbagai derajat. Potensial ini dipengaruhi
oleh semakin kuatnya kejadian pencetus dan semakin besarnya potensial berjenjang yang
terjadi. Kejadian pencetus dapat berupa:
a.
b.
c.
Stimulus
Interaksi ligan-reseptor permukaan sel saraf dan otot
Perubahan potensial yang spontan (akibat ketidakseimbangan siklus
pengeluaran pemasukan/ kebocoran-pemompaan)
Apabila potensial berjenjang secara lokal terjadi pada membran sel saraf atau otot,
terdapat potensial berbeda di daerah tersebut. Arus (secara pasif )mengalir antara
daerah yang terlibat dan daerah di sekitarnya (di dalam maupun di luar membran).
Potensial berjenjang dapat menimbulkan potensial aksi jika potensial di
daerah trigger zone di atas ambang. Sedangkan jika potensial di bawah ambang
tidak akan memicu potensial aksi.
Daerah-daerah di jaringan tempat terjadinya potensial berjenjang tidak mempunyai
bahan insulator sehingga terjadi kebocoran arus dari daerah aktif membran ke cairan
ekstrasel (CES) sehingga potensial semakin jauh semakin berkurang. Contoh
potensial berjenjang:
a.
b.
c.
d.
Saat potensial aksi mencapai membran prasinaps motor endplate, kanal voltage-gated Ca2+ terbuka dan Ca2+ masuk ke dalam akson. Hal ini
menstimulasi penggabungan vesikel sinaptik dengan membran prasinaps dan
menyebabkan pelepasan asetilkolin ke celah sinaps. Kemudian asetilkolin
menyebar
dan
mencapaireseptor Ach
tipe
nikotinik di membran
pascasinaps junctional fold. Setelah pintu kanal terbuka, membran pascasinaps
lebih permeabel terhadap Na+ yang mengalir ke dalam sel-sel otot dan terjadi
potensial lokal (end-plate potential). Pintu kanal ACh permeabel terhadap
K+ yang keluar dari sel namun dalam jumlah yang lebih kecil. Jika end-plate
potential cukup besar, kanal voltage-gated untuk Na+ terbuka dan
timbul potensial aksi yang menyebar sepanjang permukaan sarkolema.
Gelombang depolarisasi diteruskan ke serabut otot oleh sistem tubulus T
(tranversus) menuju miofibril yang kontraktil. Hal ini menyebabkan pelepasan
Ca2+ dari retikulum sarkoplasma yang akan menimbulkan kontraksi otot.
Power stroke
: Cross Bridge melipat, menarik myofilament ke arah dalam,
akibatnya terjadi pemendekan zona I dan H dan sarkomer.
Sarkomer
Relaksasi otot:
Relaksasi otot terjadi ketika troponin (salah satu protein penyusun thin filaments)
tidak terikat dengan ion Ca2+ . Protein ini menstabilkan tropomyosin pada posisi
memblok binding site pada aktin. Dengan begitu, terbentuklah kompleks
troponin-tropomyosin yang menutupi binding site pada aktin. Karena binding site
aktin tertutup, maka miosin dan aktin tidak dapat melakukan cross-bridge
binding dan serat otot mengalami relaksasi.
Kontraksi otot:
Kontraksi otot terjadi ketika ion Ca2+ berikatan dengan troponin. Susunan protein
menjadi berubah ,di mana tropomiosin bergerak dari posisi blockingnya.
Akibatnya, aktin dan miosin dapat berinteraksi pada Cross Bridge, menghasilkan
kontraksi otot.
Ketika terjadi kontak antara aktin dan miosin pada cross bridge, maka jembatan
tersebut berubah bentuk, yaitu melipat kira-kira 45 derajat ke arah tengah
sarkomer. Akibat lipatan ini, terjadi Power Stroke yang menarik thin filament.
Siklus ini terjadi berkali-kali untuk menyelesaikan proses pemendekan.
Pada akhir 1 siklus cross-bridge, sambungan aktin dan miosin terpecah, lalu
kembali ke bentuk sebelumnya dan mengikat molekul aktin berikutnya .
Peran ATP
ATP berperan dalam siklus Cross-Bridge,yaitu dalam pembentukan
energi untuk terjadinya pembengkokan Cross-Bridge. Pada Miosin,terdapat 2
situs pengikat, yaitu pengikat aktin dan yang kedua adalah ATPase. Pada ATPase
inilah terjadi pengikatan ATP yang kemudian akan dipecah menjadi ADP+P yang
menghasilkan energi.
Pertama-tama, terjadi pemisahan ATP sebelum Miosin berikatan dengan
Aktin. ADP+P terikat pada miosin, dan energi disimpan dalam crossbridge. Crossbridge dianalogikan sebagai pistol yang dikokang, siap ditembak ketika picunya
ditarik.
Kemudian, ketika troponin-tropomiosin berikatan dengan Ca2+ ,miosin
berikatan dengan Aktin. Kontak ini menarik picu ,menyebabkan cross bridge
membengkok membentuk POWER STROKE. Ketika Ca2+ tidak berikatan dengan
troponin, maka tidak terjadi power stroke.
Setelah terjadi power stroke, ADP+P dari miosin dilepas dari situs ATPase
untuk menerima molekul ATP yang baru. Pengikatan ATP ini menyebabkan
pelepasan cross bridge dan pengembalian bentuk crossbridge, sehingga siap untuk
melakukan siklus berikutnya. Kemudian, ATP yang baru dipecah lagi oleh miosin
ATPase, lalu mengulangi siklus kembali.
2.
Glikolisis
Pembentukan energi siap pakai akan melalui beberapa tahap reaksi dalam
sistem respirasi sel pada mitokondria. Menurut Campbell, et al, (2006: 93) reaksireaksi tersebut, yaitu:
asam
asam
Walaupun empat molekul ATP dibentuk pada tahap glikolisis, namun hasil
reaksi keseluruhan adalah dua molekul ATP. Ada dua molekul ATP yang harus
diberikan pada fase awal glikolisis. Tahap glikolisis tidak memerlukan oksigen.
3.
Fosforilasi oksidatif
Sebenarnya fosforilasi oksidatif ini merupukan kelanjutan dari glikolisis. Bila
tersedia oksigen, maka poroses respirasi seluler dpat dilanjutkan ke
dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs, dan berakhir pada fosforilasi oksidtif
(kemiosmosis)
Dekarboksilasi Oksidatif
Setiap asam piruvat yang dihasilkan kemudian akan diubah
menjadi Asetil-KoA (koenzim-A). Asam piruvat ini akan mengalami
dekarboksilasi sehingga gugus karboksil akan hilang sebagai CO2 dan akan
berdifusi keluar sel. Dua gugus karbon yang tersisa kemudian akan mengalami
oksidasi sehingga gugus hidrogen dikeluarkan dan ditangkap oleh akseptor
elektron NAD+. Perhatikan Gambar 2.
Gambar
3. Dekarboksilasi
oksidatif
asam
piruvat menghasilkan CO2, 2 asetil- KoA, dan 2 molekul
NADH.
1. Enzim dehidrogenase mengambil hidrogen dari zat yang akan diubah oleh
enzim (substrat). Hidrogen mengalami ionisasi sebagai berikut : 2H 2H+ +
2e (Elektron).
2. NADH dioksidasi menjadi NAD+ dengan memindahkan ion
hidrogen kepada flavoprotein (FP), flavin mononukleotida (FMN), atau FAD
yang bertindak sebagai pembawa ion hidrogen. Dari flavoprotein atau
FAD, setiap proton atau hidrogen dikeluarkan ke matriks sitoplasma
untuk membentuk molekul H2O.
3. Elektron akan berpindah dari ubiquinon ke protein yang mengandung besi
dan sulfur (FeSa dan FeSb) sitokrom b koenzim quinon sitokrom b2
sitokrom o sitokrom c sitokrom a sitokrom a3, dan terakhir diterima
oleh molekul oksigen sehingga terbentuk H2O perhatikan Gambar 5.
Walaupun ATP total yang tertera pada Tabel 1 adalah 38 ATP, jumlah total yang
dihasilkan pada proses respirasi adalah 36 ATP. Hal tersebut disebabkan 2 ATP
digunakan oleh elektron untuk masuk ke mitokondria.
HISTOLOGI SARAF
Jaringan saraf yang merupakan jenis ke-4 dari jaringan dasar terdapat
hampir di seluruh jaringan tubuh sebagai jaringan komunikasi. Dalam
melaksanakan fungsinya, jaringan saraf mampu menerima rangsang dari
lingkungannya, mengubah rangsang tersebut menjadi impuls, meneruskan impuls
tersebut menuju pusat dan akhirnya pusat akan memberikan jawaban atas
rangsang tersebut. Rangkaian kegiatan tersebut dapat terselenggara oleh karena
bentuk sel saraf yang khas yaitu mempunyai tonjolan yang panjang dan
bercabang-cabang.
Selain berkemampuan utama dalam merambatkan impuls, sejenis sel saraf
berkemampuan bersekresi seperti halnya sel kelenjar endokrin. Sel saraf demikian
dimasukkan dalam kategori neroen-dokrin yang sekaligus menjadi penghubung
antara sistem saraf dan sistem endokrin.
Jaringan saraf sebagai suatu sistem komunikasi biasanya dibagi menjadi :
Systema nervorum centrale dan Systema nervorum periferum.
STRUKTUR HISTOLOGIS
Komponen jaringan saraf terdiri atas :
1. Sel saraf,
2. serabut saraf dan
3. jaringan pengisi
Pada dasarnya jaringan saraf berasal dari jaringan ektoderm.
SEL SARAF
Sel saraf yang dinamakan pula sel neron berbeda dengan sel-sel dari
jaringan dasar lainnya karena adanya tonjolan-tonjolan yang panjang dari badan
selnya.
Oleh karena itu sel saraf dibedakan menjadi:
1. badan sel,
2. dendrit dan
3. neurit.
BADAN SEL
yaitu bagian sel saraf yang mengandung inti, maka kadang-kadang bagian
ini disebut pula sebagai perikaryon. Bentuk dan ukuran dapat beraneka ragam,
tergantung fungsi dan letaknya.
Inti sel biasanya terletak sentral, walaupun kadang-kadang dapat
eksentrik. Biasanya berbentuk bulat; dan berukuran besar. Di dalamnya terdapat
butir-butir khromatin halus yang tersebar. Nukleolus biasanya besar sehingga
kadang-kadang dapat disangka sebagai intinya sendiri. Penampilan inti yang
demikian merupakan ciri khas dari sel saraf, oleh karena berkaitan erat sekali
dengan kegiatan sel saraf. Dalam nukleolus banyak mengandung molekul RNA
yang penting untuk kegiatan sel terutama dalam sintesis protein, sehingga
mengikat warna basofil.
Sitoplasma sel saraf mengandung berbagai macam organela seperti halnya
jenis sel lain. Ciri khas dari sitoplasma sel neron yaitu adanya bangunan basofil
yang berbentuk sebagai bercak-bercak yang dinamakan: Substansi Nissl yang
tidak lain adalah granular endoplasmic reticulum yang banyak mengandung butirbutir ribosom sebesar 100300. Kehadiran bangunan tersebut mendukung
adanya kegiatan sintesis protein. Bentuk dan susunan substansi Nissl sangat
tergantung dari jenis sel saraf nya.
Mitokhondria yang dikenal sebagai sumber energi bagi sebuah sel juga
terdapat dalam sitoplasma sel saraf bahkan meluas ke dalam tonjolantonjolannya. Energi yang dibutuhkan oleh jaringan saraf jelas apabila diukur
konsumsi oksigen dan kandungan glukosa dalam sel saraf.
Kompleks Golgi merupakan organela yang untuk pertama kalinya
diketemukan dalam sel saraf oleh Camillo Golgi dalam tahun 1898, yang di
kemudian hari juga diketemukan dalam sel-sel bukan saraf. Kedudukan kompleks
Golgi tergantung jenis sel sarafnya.
Organela lain dalam sel saraf yang meluas sampai tonjolan-tonjolannya
yaitu yang dinamakan nerofibril. Dengan berbagai teknik histologi dapat
ditunjukkan adanya serabut-serabut halus khususnya dalam axon. Apa yang
dilihat sebagai nerofibril dengan mikroskop cahaya, ternyata dengan M.E. terdiri
atas berbagai bentuk misalnya sebagai mikrotubuli, nerofilamen dan aktin.
Fungsinya selain bertindak sebagai kerangka sel juga diduga sangat berguna
dalam pengangkutan bahan-bahan dalam tonjolan sel.
Di samping organela, di dalam sel saraf diketemukan pigmen yang
fungsinya kurang jelas. Ada dua jenis pigmen dalam sel saraf, yaitu: pigmen
lipokhrom yang berwarna kuning dan pigmen melanin yang berwarna coklat
atau hitam.
DENDRIT
Merupakan tonjolan-tonjolan dari badan sel saraf yang bercabang-cabang
sebagai pohon sehingga memperluas permukaan sel saraf. Pada pangkalnya di
badan sel terdapat perluasan substansi Nissl dan mitokhondria, namun nerofibril
dan mikrotubuli meluas sampai ujung dendritnya.
Dengan pewarnaan khusus menggunakan inpregnasi perak dapat terlihat
adanya tonjolan-tonjolan pada permukaan percabangan dendrit yang disebut
gemula dan spina. Bangunan tersebut digunakan untuk tempat kontak dengan sel
saraf lainnya melalui sinapsis.
Bentuk percabangan dendrit tergantung dari jenis sel sarafnya. Fungsinya
merambatkan impuls ke arah badan sel.
AXON
Berbeda dengan tonjolan yang dinamakan dendrit, maka axon merupakan
tonjolan yang hanya terdapat sebuah dan berfungsi merambatkan impuls yang
meninggalkan badan sel. Bahkan salah satu jenis sel saraf dalam retina yang
disebut sel amakrin tidak memiliki axon sama sekali. Axon berpangkal pada
badan sel sebagai suatu bukit kecil yang dinamakan oxon hillock. Di dalam
daerah ini tidak terdapat substansi Nissl, karena di daerah ini banyak nerofibril
yang akan meninggalkan badan sel.
Panjang axon dari beberapa cm sampai beberapa puluh cm demikian pula
diameternya juga berbeda-beda. Makin besar diameternya makin cepat
perambatan impulsnya.
sel ependim,
astrosit,
oligodendroglia dan
mikroglia.
Dengan pewarnaan H.E. sel glia hanya dapat dipastikan dari bentuk dan
ukuran intinya saja oleh karena tidak dapat dilihat dengan baik tonjolantonjolannya.
Astrosit menunjukkan inti yang paling besar dan berbentuk ovoid atau
bulat dengan warna yang pucat oleh karena butir-butir khromatin yang halus dan
tersebar. Sebagian besar khromatin menempel pada selubung inti sehingga batas
inti menjadi lebih jelas. Di dalam intinya kadang-kadang dapat terlihat nukleolus.
Oligodendroglia atau oligodendrosit merupakan populasi yang paling
banyak diketemukan sebagai kumpulan inti yang berukuran lebih kecil daripada
inti astrosit. Inti yang berbentuk bulat dan ovoid ini berwarna lebih gelap karena
khromatinnya lebih padat. Kadang-kadang dalam intinya dapat diketemukan
nukleolus pula.
Mikroglia merupakan pengecualian dalam asal-usulnya oleh karena
berasal dari jaringan mesenkhim. Sel ini dapat dibedakan dengan yang lain karena
bentuk intinya yang memanjang dengan butir-butir khromatin yang tersebar rata.
Kadang-kadang masih dapat terlihat sitoplasma di sekitar intinya.
proliferatif, sebagai
penyokong karena tonjolan-tonjolannya terdapat di antara selsel saraf, dan berbentuk sebagai epitil plexus choroideus.
3.
Fungsi terakhir ini mempunyai kaitan dengan produksi cairan
serebrospinal.
Sel mirip spongioblas diketemukan di antara sel-sel neroglia yang lain
mempunyai inti yang paling kecil, berbentuk bulat dan lebih padat susunan
khromatinnya.
Untuk mempelajari percabangan tonjolan sitoplasma sel-sel neroglia
digunakan fiksasi larutan bikhromat yang kemudian dilakukan pewarnaan khusus.
Atas jasanya mendapatkan cara pewarnaan khusus ini Camillo Golgi
memperoleh Hadiah Nobel dalam tahun 1906. Dengan mempelajari tonjolantonjolan tersebut orang lebih dapat memahami fungsi menopang, karena ternyata
betapa kompleksnya tonjolan-tonjolan tersebut membentuk anyaman.
Arkus Aorta :
1. a.Brakiosefalika (a.carotis komunis kanan & a.subklavia kanan)
2. a.Carotis komunis kiri (a.carotis externa & interna)
3. a.Subklavia kiri
A.Karotis externa menyuplai darah ke kepala dan leher di luar rongga cranial.
Cabang-cabangnya :
1.
2.
3.
4.
a.tiroidea Superior,
a.faringeaasenden,
a.lingualis,
a.facialis,
5.
6.
7.
8.
a.oksipitalis,
a.auricularis,
a.temporalissuperfisialis,
a.maxilaris.
12.
13. A.facialis : keluar dari trigonum caroticus yang terletak sedikit di atas
a.lingualis. A.facialis berjalan naik pada leher,keluar dari glandula
submandibularis. menuju wajah pada tepi bawah mandibula,pada daerah ini
denyutan a.facialis dapat dengan mudah di raba.
14. A.maxilaris : cabang terminal a.carotis externa yang terbagi menjadi 3 bagian
melaluihubungannya dengan m.pterygoideus lateralis. Cabang terbesar yang
pertama adalaha.alveolaris inferior.
15. Pada region gigi premolar,a.alveolaris inferior akan berakhir sebagai rami
mentales & rami incisivus.
16. Vena yang mendrainase pipi &labium oris berdrainase baik ke v.facialis
ataupunmelalui v.profunda facialis ke plexus venosus pterygoideus.v.angularis
(bag.terminalv.facialis anterior) berhubungan dengan vena-vena orbita.
17. Palatum mole, mendapat pendarahan dari Aa.palatini minors, beberapa cabang
a.pharyngea assendens & palatine assendens,rami dorsales linguae.
18. Palatum durum di pendarahi oleh a.palatina major & a.incisiva dari a.nasalis.
Arteri-arteri ini merupakan cabang a.maxilaris.
19. Pipi, pendarahan dari a.buccalis, rami a.alveolaris superior posterior, a.facialis,
a.mentalis & a.infra orbitalis.
20. Labium oris :
1. Inferius dari a.labialis inferior
2. Superius,dari a.labialis superior
25.
26. A.Carotis Communis :
27. -Dextra : di mulai pada bifurcation truncus brachio cephalicae,di belakang
artikulatio Sternoclavicularis sebelah kanan.
28. -Sinistra : keluar dari arcus aorta dan naik menuju leher di belakang
articulationsternoclavicularis sebelah kiri.
29. *A.Carotis Externa :
30. -Cabang terminal dari a.carotis communis & di bagi 3bagian.
31. -Bagian pertama : di bawah m.digastricus pada trigonum carotis yang
mengeluarkan a.pharyngea assendens, tyroidea superior, lingualis, facialis &
a.occipitalis yang berjalan ke posterior. *A.Pharyngea ascendens :
32. -Keluar dari oem.medial (dlm) a.carotis externa.
33. -Naik pada m.constrictor pharyngis medial & superior dan masuk ke
dalamm.stylopharyngeus.
34. A.Tyroidea Superior :
35. -Berjalan ke bawah pada trigonum caroticus,terletak di dekat tepi atas
m.constrictor pharyngis inferior & di belakang cornu superior os hyoideum.
36. A.Lingualis :
37. -Keluar dari permukaan a.carotis externa pada daerah berlawanan dengan
cornu majus os.hyoideum.
38. V.Jugularis interna berjalan melintasi leher pada selubung caroticus untuk
berakhir di belakang articulation sternoclavicularis.
39.
40.Daftar Pustaka
41. 1. http://www.medicinesia.com
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC; 2001. p.78100
3. Reece, Campbell. Biologi Edisi 8 Jilid 1. Jakarta : Erlangga; 2008.
42.