Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

LAPORAN KASUS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

JULI 2015

FRAKTUR

OLEH

Pembimbing Residen
dr. Melky R Jonas

Dosen Pembimbing
Dr.dr. Mirna Muis, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2015

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :
Nama :
1. Fathur Rahman
(C11111898)
2. Andi Wali Syafaat
(C11111309)
3. Rahmat Wahyudi S
(C11111879)
4. Petrus Yulianus Lasan
(1008012015)
5. Maria Lelina Ngoa Redo
(1008012040)
Judul Laporan Kasus : Fraktur Kompresi
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Juli 2015
Penguji

Konsulen

DR. dr. Mirna Muis, Sp.Rad

Pembimbing

dr. Melky R Jonas

Mengetahui,
Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin

Prof.Dr.dr.Muhammad Ilyas, Sp.Rad(K)


DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3
I.
LAPORAN KASUS........................................................................... 4
II.
PENDAHULUAN............................................................................ 11
III.
TINJAUAN PUSTAKA
1. ANATOMI TULANG ................................................................ 13
2. DEFINISI FRAKTUR ................................................................ 14
3. ETIOLOGI .................................................................................. 16
4. KLASIFIKASI FRAKTUR........................................................17
5. PATOGENESIS.......................................................................... 23
6. DIAGNOSIS FRAKTUR............................................................ 23

7. PENATALAKSANAAN............................................................ 23
8. KOMPLIKASI............................................................................ 25
IV.

DISKUSI STATUS DAN KESIMPULAN....................................... 28

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
LAPORAN KASUS

I.

KASUS
Nama
Umur
No. Rekam Medik
Alamat
Ruang Perawatan
Tanggal MRS

: Ny. DS
: 62 tahun
: 713342
: BTN Antara - Makasar
: Palem Bawah
: 15Juli 2015

A. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada
tanggal 15 Juli 2015
Keluhan utama
:
Nyeri pada pangkal paha kanan
Anamnesis terpimpin
:
Pasien masuk ke RSWS dengan keluhan nyeri pada pangkal paha
kanan yang dialami sejak 2 minggu setelah jatuh di kamar mandi
dengan posisi duduk. SMRS pasien sempat berobat selama
seminggu di tukang urut. Setelah mendapatkan pengobatan
alternative, nyeri semakin bertambah sehingga dibawa ke RSUD
Soroako. Setelah di foto radiologi pasien di rujuk ke RSWS untuk

dilakukan penanganan lebih lanjut. Sejak beberapa hari terakhir


pasien hanya bisa berbaring ditempat tidur, demam (-), mengigil
(-), kejang (-), batuk (-). Mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (+).
BAB lancar, BAK lancar, riwayat tekanan darah tinggi (+), riwayat
DM (-), riwayat penyakit jantung (-), riwayat penyakit ginjal (-),
riwayat penyakit liver (-).

Riwayat penyakit sebelumnya:


- Riwayat trauma kepala tidak ada
- Riwayat Hipertensi (+)
- Riwayat Diabetes Melitus disangkal
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
Riwayat pengobatan
: (-)
B. Pemeriksaan Fisis
Sakit Sedang / Gizi cukup / Composmentis
Tanda vital :
Tekanan Darah
: - mmHg
Nadi
: -x/menit
Pernapasan
: -x/menit
Suhu
: -oC (Axilla)
Kepala
- Ekspresi
: kesakitan
- Simetris muka : simetris kiri = kanan,
- Deformitas
: (-)
- Rambut
: hitam, lurus,sukar dicabut
Mata
- Bola Mata
: Eksopthalmus/Enopthalmus (-)
- Gerakan
: normal, ke segala arah
- Kelopak Mata : edema (-)
- Konjungtiva
: pucat (+)
- Sklera
: ikterus (-)
- Kornea
: jernih
- Pupil
: bulat isokor
Telinga
- Pendengaran : kesan normal
- Tophi
: (-)
Hidung
- Perdarahan
: (-)
- Sekret
: (+)
Mulut
- Bibir
: sianosis (-), pucat (-), kering (-)
- Lidah
: kotor (-),tremor (-), hiperemis (-)

Tonsil
: T1 T1, hiperemis (-)
Faring
: hiperemis (-)
Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok
: tidak ada pembesaran
DVS
: R+2 cmH2O
Pembuluh darah
: tidak ada kelainan
Kaku kuduk
: (-)
Tumor
: (-)
Thoraks
Inspeksi :
Bentuk
: simetris kiri dan kanan (normochest)
Pembuluh darah
: tidak ada kelainan
Buah dada
: tidak ada kelainan
Sela Iga
: Normal, tidak melebar
Palpasi :
Fremitus raba
: sama pada paru kiri dan kanan
Nyeri tekan
: (-)
Massa tumor
: (-)
Perkusi :
Paru kiri
:sonor
Paru kanan
:sonor
Batas paru-hepar
: ICS VI kanan
Auskultasi
:
Bunyi pernapasan
: vesikuler
Bunyi tambahan
: Rh -/-,Wh -/Jantung
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: thrill (-), ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: pekak
Auskultasi
: bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)
Perut
Inspeksi : cembung, ikut gerak napas
Palpasi : nyeri tekan epigastric(+)
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung
Palpasi
: NT (-)
Nyeri ketok
: (-)
Auskultasi
: bunyi napas dalam batas normal
Gerakan
: tidak dapat dievaluasi

Atrofi

Ekstremitas
Edema

Bengkak genu : (-/-)


Nyeri tekan
:

: NT (+) pada daerah pangkal paha


-

C. Laboratorium (15-07-2015)
Jenis Pemeriksaan
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
Darah Rutin

Diabetes
Ginjal
Hipertensi
Asam Urat
Kimia Hati
Elektrolit

Hasil
14,4
4,09
11,4
33
81
28

NilaiRujukan
4 - 10 x 103/uL
4 - 6 x 106/uL
12 - 16 g/dL
37 - 48%
76 - 92 pl
22 - 31 pg

MCHC

35

32 - 36 g/dl

PLT
Eo
Baso
Neutr
Lymph
Mono

313
0,1
0,3
83,6
10,9
5,1

150 - 400x103/uL
1.00 - 3.00 x 103/uL
0.00 - 0.10 x 103/uL
52 75x103
20-40%
2.00 - 8.00x103

GDS

177

<200 mg/dl

Ureum

48

10-50 mg/dl

Kreatinin

1,01

L (<1,3), P (<1,1) mg/dl

Asam Urat
SGOT
SGPT
Natrium
Kalium

6,0
18
13
147
4,1

3.5-5.0 g/dL
< 38 U/L
< 41 U/L
136 - 145 mmol/L
3.5 - 5.1 mmol/L

Clorida

107

97 111 mmol/L
6

D. Pemeriksaan Radiologi

Gambar 1. Foto Pelvis/Panggul AP


Foto Pelvis/Panggul AP :
- Aligmant sendi dan tulang pembentuk pelvis berubah
- Tampak fraktur pada transcervical collum femur dextra
-

dengan displacement fragmen distal ke aral craniolateral


Mineralisasi tulang berkurang
Kedua SI dan hip joint baik
Jaringan lunak disekitar sulit di nilai

Insidental finding :

Tampak metal density berbentuk spiral dalam

rongga pelvis kesan IUD


Kesan :

Fraktur transcervical collum femur dextra dengan displacement

fragmen distal ke arah craniolateral


- Osteoporosis senile
E. Resume Klinis
- Pasien atas nama Ny. DS 62 tahun MRS dengan keluhan nyeri pada
pangkal paha kanan sejak 2 minggu lalu setelah terjatuh di kamar
mandi. Pasien kemudian dibawa ke pengobatan alternative selama 1
minggu namun kondisi pasien tak kunjung baik dan nyeri semakin
bertambah. Setelah pengobatan alternative selama seminggu pasien
kemudian dibawa ke RSUD soroako untuk dilakukan pengambilan
foto radiologi. Dari hasil foto radiologic pasien kemudian di
diagnosis fraktur pada bagian cullumna femur. Setelah dilakukan
pengambilan gambar pasien kemudian di rujuk ke RSWS untuk
diberikan perawatan lebih lanjut. Dari hasil rongent pasien ini di
dapatkan kesan Fraktur transcervical collum femur dextra dengan
displacement fragmen distal ke arah craniolateral dan osteoporosis
senile.

BAB II
PENDAHULUAN
Sistem musculoskeletal adalah suatu sistem penyokong tubuh yang terdiri
dari berbagai macam jenis tulang, sendi maupun otot yang bekerja sama dengan
struktur yang lainnya seperti ligament dan tendon. Sistem musculoskeletal
merupakan salah satu sistem organ manusia dengan sejumlah besar gangguan

yang dapat terjadi pada semua umur dan mengakibatkan

tingginya angka

kesakitan, kecacatan, dan deformitas. Sejumlah besar gangguan pada sistem


musculoskeletal diakibatkan oleh kecelakaan pada saat melakukan aktivitas fisik,
termasuk luka akibat trauma tumpul, putusnya tendon dan ligament, dan fraktur
pada tulang. 1
Banyak penyebab gangguan pada sistem musculoskeletal bersifat typical
untuk suatu lingkungan, aktivitas, atau kelompok umur tertentu, misalnya trauma
akibat kecelakaan motor merupakan penyebab kematian yang paling banyak
terjadi pada kelompok usia dewasa yang kurang dari 45 tahun. Sedangkan pada
kelompok usia di atas 65 tahun, jatuh merupakan penyebab tersering terjadinya
trauma, baik karena gangguan penglihatan dan pendengaran, kelemahan, maupun
gangguan gaya berjalan. 1
Masalah pada tulang yang paling sering mengakibatkan keparahan
disabilitas adalah fraktur. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.2 Berdasarkan
data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar delapan juta
orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda dan
penyebab yang berbeda. Dari hasil survey tim DepKes RI didapatkan 25%
penderita fraktur yang mengalami kematian, 45% mengalami cacat fisik, 15%
mengalami stress psikologis karena cemas bahkan depresi dan 10% mengalami
kesembuhan dengan baik. 3
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun
2009 didapatkan sebanyak 3.620 kosban kecelakaan dengan korban meninggal
903 orang.

Sedangkan data Rekam medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar, pada tahun 2011 tercatat kasus fraktur femur 12,67%, fraktur tibia
17,66%, fraktur radius 8%, fraktur clavicula 10,83% dan 50,84% fraktur lainnya. 5

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi
Os femur merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas
Caput Corpus dan collum dengan ujung distal dan proksimal. Tulang ini
bersendi dengan acetabulum dalam struktur persendian panggul dan bersendi
dengan tulang tibia pada sendi lutut (Syaifudin, B.AC 1995). Tulang paha atau
tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar pada tubuh yang
termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang paha terdiri dari 3
bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis distalis.

10

a. Epiphysis Proksimalis
Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris yang punya
facies articularis untuk bersendi dengan acetabulum ditengahnya terdapat
cekungan disebut fovea capitis. Caput melanjutkan diri sebagai collum
femoris yang kemudian disebelah lateral membulat disebut throcantor major
ke arah medial juga membulat kecil disebut trochantor minor. Dilihat dari
depan, kedua bulatan major dan minor ini dihubungkan oleh garis yang
disebut linea intertrochanterica (linea spiralis). Dilihat dari belakang, kedua
bulatan ini dihubungkan oleh rigi disebut crista intertrochanterica. Dilihat
dari belakang pula,

maka disebelah medial trochantor major terdapat

cekungan disebut fossa trochanterica.


b. Diaphysis
Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang melintang
merupakan segitiga dengan basis menghadap ke depan. Mempunyai dataran
yaitu facies medialis, facies lateralis, facies anterior. Batas antara facies
medialis dan lateralis nampak di bagian belakang berupa garis disebut linea
aspera, yang dimulai dari bagian proximal dengan adanya suatu tonjolan kasar
disebut tuberositas glutea. Linea ini terbagi menjadi dua bibit yaitu labium
mediale dan labium laterale, labium medial sendiri merupakan lanjutan dari
linea intertrochanrterica. Linea aspera bagian distal membentuk segitiga
disebut planum popliseum. Dari trochantor minor terdapat suatu garis disebut
linea pectinea. Pada dataran belakang terdapat foramen nutricium, labium
medial lateral disebut juga supracondylaris lateralis/medialis.

11

c. Epiphysis distalis
Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan condylus
lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi masing-masing sebuah
bulatan kecil disebut epicondylus medialis dan epicondylus lateralis.
Epicondylus ini merupakan akhir perjalanan linea aspera bagian distal dilihat
dari depan terdapat dataran sendi yang melebar disebut facies patelaris untuk
bersendi dengan os. patella. Intercondyloidea yang dibagian proximalnya
terdapat garis disebut linea intercondyloidea.

2. Definisi Fraktur
Fraktur adalah kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang disebabkan
trauma langsung maupun tidak langsung

3. Epidemiologi
Pada kelompok usia lanjut kejadian fraktur paling banyak disebabkan
oleh osteoporosis dan peristiwa terjatuh. (2)
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya
massa tulang dan adanya perubahan mikro arsitektur jaringan tulang yang
menyebabkan menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan
tulang, sehingga tulang mudah patah. (3). Menurut World heart organization
(WHO) pada tahun 2012, 200 juta penduduk di seluruh dunia berusia diatas 40
tahun menderita osteoporosis dan beresiko mengalami fraktur (4). Hasil
penelitian Puslitbang Gizi Depkes RI tahun 2005 menunjukkan angka
prevalensi osteoporosis sebesar 10,3%, yang berarti 2 dari 5 penduduk
Indonesia memiliki risiko untuk menderita osteoporosis. (5)
Fraktur panggul merupakan fraktur yang paling banyak terjadi pada
lansia dan paling sering menyebabkan kecacatan. Menurut Word Health
Organization (WHO) pada tahun 2000 proporsi fraktur panggul dari seluruh
kasus fraktur osteoporosis di dunia pada lansia diatas 50 tahun adalah 31%. (6).
Di USA dan Eropa pada tahun 2002 insidens terjadinya fraktur panggul pada
wanita adalah dua kali lebih besar daripada pria. (7). Di Indonesia, insidens
fraktur panggul termasuk dalam kategori rendah yaitu <200 per 100.000
penduduk wanita dan <100 per 100.000 penduduk pria. (8)

12

Peristiwa terjatuh dapat didefinisikan sebagai perubahan posisi tiba-tiba


dan tidak disengaja yang menyebabkan seseorang mendarat pada objek
dibawahnya, baik pada benda, pada lantai atau pada tanah. (9) Menurut World
Health Organization (WHO) pada tahun 2007, satu dari tiga lansia diatas usia
60 tahun mengalami peristiwa terjatuh setiap tahunnya yang disebabkan oleh
kondisi lingkungan. (10) Berdasarkan data WHO, insidens terjatuh pada lansia
berusia 65 tahun sebesar 28-35% setiap tahunnya dan mengalami kenaikan
menjadi 32-42% pada kelompok usia diatas 70 tahun. Fall Fatality Rate pada
lansia diatas 65 tahun di Amerika Serikat sebesar 36,8 per 100.000 penduduk,
sementara di Finlandia sebesar 49,2 per 100.000 penduduk. (11)
Di India pada tahun 2003, prevalensi wanita penderita fraktur karena
terjatuh pada lansia diatas usia 60 tahun yaitu 26,4% dan pada pria yaitu 16%.
(12) Sementara itu di Moroko insidens rate pada lansia wania diatas usia 60
tahun adalah 52 per 100.000 penduduk dan pada pria adalah 43,7 per 100.000
penduduk. (10) Di Indonesia, dari seluruh peristiwa terjatuh yang terjadi pada
tahun 2007, 1.775 orang mengalami fraktur dengan proporsi 3,8%. (1)
Penelitian Roby menyatakan di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2009
tercatat 24 kasus fraktur pada lansia berumur 49 tahun ke atas dengan proporsi
21,1%. (13) Sementara itu menurut penelitian Dian tahun 2010 di Rumah Sakit
Haji Medan tercatat 110 kasus fraktur pada lansia berumur lebih dari 55 tahun
pada tahun 2005-2009. (14)

4. Etiologi
Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma yang berat: kadangkadang trauma ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila tulangnya
sendiri terkena penyakit tertentu. Juga trauma ringan yang terus menerus
dapat menimbulkan fraktur. Berdasarkan ini, maka dikenal berbagai
jenis fraktur.
1. Fraktur disebabkan karena trauma yang berat
2. Fraktur spontan atau patologik
3. Fraktur stress/fatigue
Fraktur patologik adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang
sebelumnya telah mengalami proses patologik misalnya tumor tulang
primer atau skunder, mioloma multiple, kista tulang, osteomiolitis dsb.
Trauma ringan saja sudah bisa menyebabkan fraktur

13

Fraktur stress disebabkan karena trauma ringan tetapi terus-menerus.


Misalnya fraktur march pada metatarsal, fraktur tibia pada penari baret,
fraktur fibula pada pelari jarak jauh dsb.
Fraktur yang disebabkan oleh trauma berat berfariasi dan bergantung
pada berbagai factor misalnya :
- Besar atau kuatnya trauma
- Trauma langsung atau tidak langsung
- Umur penderita dan lokasi fraktur
Bila trauma terjadi pada atau dekat persendian mungkin terdapat fraktur
pada tulang disertai dislokasi sendi yang disebut fraktu dislokasi.
5. Klasifikasi fraktur
a.Menurut eksposur terhadap lingkungan eksternal
1. Fraktur terbuka (open / compound fracture) : ketika fragmen tulang yang
telah patah keluar atau menembus kulit1 atau terputusnya jaringan kulit
dan jaringan lunak di bawahnya yang mengakibatkan adanya eksposur
eksternal11
2. Fraktur tertutup : tidak ada eksposur dengan lingkungan eksternal.
b. Menurut bentuk garis fraktur, dibagi menjadi :
1. Complete fracture : garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
kedua korteks tulang
2. Incomplete fracture : garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang, misalnya fraktur greenstick, torus / bucking yaitu
fraktur salah satu garis korteks dengan tampilan keriput atau
melengkung.11

a. Complete frakturb. Greenstick Fracture5

14

c.Sketsa Incomplete fraktur6


Gambar 4. Gambar radiologis dan sketsa bentuk garis fraktur
c. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis fraktur :
1. Fraktur kominutif : garis fraktur lebih dari satu dan saling
berhubungan1
2. Fraktur segmental : garis fraktur lebih dari satu tetapi tidak saling
berhubungan
3. Fraktur multipel : garis fraktur lebih dari satu tetapi pada tulang yang
berlainan tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan
sebagainya

15

a. Fraktur kominutif
b. Fraktur segmental
Gambar 5. Gambaran radiologis bentuk-bentuk fraktur3

d. Berdasarkan bentuk garis fraktur :


1. Garis fraktur melintang (transversal) : bila sudut garis frakturterhadap
aksis panjang tulang tersebut kurang dari 30
2. Garis fraktur obliq atau miring : bila sudut garis frakturterhadap aksis
panjang tulang tersebut 30atau lebih
3. Garis fraktur spiral (melingkari tulang ) : garis fraktur yang melingkar
pada tulang tersebut sebagai akibat gaya memutar
4. Kompresi : sering terjadi pada korpus vertebra akibat gaya trauma
fleksi
5. Avulsi

: diakibatkan oleh kontraksi otot yang mendadaksehingga

tempat perlekatan otot tersebut tertepas dan membawa fragmen


tulangdaerah

tersebut.Fraktur

avulsi

sering

berhubungan

dengankejadian dislokasi sendi1


6. Sagital : garis fraktur melintasi tulang dengan arah longitudinal atau
sagital
a

Gambar 6. Gambaran radiologis bentuk-bentuk garis fraktur3

16

a. Fraktur transversa b. Fraktur Obliq c. Fraktur spiral


d. Fraktur avulsi e. Fraktur sagital

Gambar 7. Sketsa bentuk garis fraktur6


e. Berdasarkan posisi fragmen :
1. Undisplaced : garis fraktur komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser
2. Displaced : garis fraktur komplit dan terjadi pergeseran fragmen
fraktur, terdiri atas :
3. Angulasi :garis fraktur komplit dan terjadi pergeseran fragmen fraktur,
dengan fragmen membentuk sudut satu terhadap lainnya.
4. Rotasi : fraktur komplit dan terjadi pergeseran fragmen fraktur, dengan
perputaran fragmen distal terhadap fragmen proksimal.
a

Gambar 8. Sketsa bentuk-bentuk (a) displacement dan (b) angulasi fragmen


fraktur6

17

Gambar 9. Sketsa bentuk rotasi fragmen fraktur6

Gambar 10. Gambar radiologis bentuk-bentuk displacement fragmen fraktur3


f. Berdasarkan keterlibatan epifisis
Fraktur yang melibatkan epifisis biasanya terjadi pada anak. Ada
tidaknya fraktur yang melibatkan epifisis sangat berkaitan erat dengan
prognosis. Pada fraktur ini ada kemungkinan fusi epifisis tulang terjadi
lebih awal (premature) sehingga tulang menjadi lebih pendek. Pada lengan
hanya timbul efek kosmetik, tetapi bila terjadi pada tungkai bawah akan
mengakibatkan kepincangan.
Berikut klasifikasinya menurut Salter Harris :
-Tipe I : separasi seluruh epifisis
-Tipe II : separasi epifisis dengan fragmen metafisis
-Tipe III : separasi parsial epifisis
-Tipe IV : separasi parsial epifisis dengan fragmen metafisis
-Tipe V : kompresi pada lempeng epifisis

18

Gambar 11. Gambar Skematik klasifikasi fraktur epifisis dengan separasi menurut
Salter dan Harris7
6. Patogenesis
7. Diagnosis fraktur
Untuk menegakkan diagnosis fraktur, bisa didapatkan adanya keluhan nyeri
terutama pada lokasi fraktur, bengkak, hilangnya fungsi dari tulang,
deformitas pada daerah fraktur, dan gangguan mobilitas. Pada fraktur
tulang panjang deformitas yang terjadi dapat berupa angulasi, pemendekan
dan rotasi. 1
Pada fraktur tibia pasien biasanya mengeluhkan nyeri di daerah fraktur,
bengkak dan ketidakmampuan untuk berjalan atau bergerak, sedangkan
pada fraktur fibula pasien mengeluhkan hal yang sama kecuali pasien
terkadang masih mampu bergerak.
Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi tiga
yaitu:
1. Look atau inspeksi : memperhatikan penampakan dari cedera, apakah
ada fraktur terbuka (tulang terlihat kontak dengan lingkungan
eksterna),

apakah

terlihat

deformitas

dari

ekstremitas

tubuh,

hematoma, pembengkakan dan lain-lain.


2. Feel atau palpasi : palpasi seluruh ekstremitas dari proksimal hingga
distal termasuk sendi di proksimal maupun distal dari lokasi fraktur
untuk menilai area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi. Seringkali akan
ditemukan cedera lain yang terjadi bersamaan dengan cedera utama.
3. Move : penilaian dilakukan untuk mengetahui ROM (Range of
Motion). Seringkali pemeriksaan ROM tidak bisa dilakukan karena

19

rasa sakit yang dirasakan oleh pasien tetapi hal ini harus tetap
didokumentasikan.1
Pemeriksaan ekstremitas juga harus melingkupi vaskularisasi dari
ekstremitas termasuk warna, suhu, perfusi, denyut nadi, capillary return
(normalnya < 3 detik) dan pulse oximetry. Pemeriksaan neurologi yang
detail juga harus mendokumentasikan fungsi sensoris dan motoris untuk
mengetahui ada tidaknya penurunan fungsi dari struktur lain disekitar
tulang. Setelah pemeriksaan fisik, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan
radiologik untuk diagnosis yang pasti, terutama bentuk dan tipe fraktur.
Dalam pemeriksaaan radiologi untuk cedera dan fraktur diberlakukan rule
of two yaitu:
a.
b.
c.
d.

Dua sudut pandang : anterior posterior dan lateral


Dua Sendi : sendi di proksimal dan distal fraktur
Dua ekstremitas : elstremitas yang cedera dan yang tidak cedera
Dua waktu : sebelum dan setelah tindakan.

8. Penatalaksanaan
Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien cedera adalah
memastikan jalan napas pasien yang mengalami cedera tidak tersumbat,
mengontrol perdarahan, menutup luka dengan kain yang bersih, imobilisasi
daerah fraktur, dan resusitasi cairan bila memungkinkan.
Penanganan fraktur selanjutnya adalah mencegah sumber-sumber
yang berpotensi berkontaminasi pada luka fraktur. Adapun beberapa cara
yang dapat dilakukan adalah mengirigasi luka dengan saline dan
menyelimuti luka fraktur dengan kasa sterillembab atau juga bisa
diberikan betadine pada kasa. Berikan vaksinasi tetanus dan juga antibiotik
sebagai profilaksis infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan adalah:12,13,14)
1. Generasi pertama cephalosporin (cephalotin 1 2 g dibagi dosis 3 -4
kali sehari)dapat digunakan untuk fraktur tipe I Gustilo
2. Aminoglikosid (antibiotik untuk gram negatif) seperti gentamicin (120
mg dosis2x/hari) dapat ditambahkan untuk tipe II dan tipe III
klasifikasi Gustilo.

20

3.

Metronidazole (500 mg dosis 2x/hari) dapat ditambahkan untuk


mengatasi kumananaerob.

Pemberian antibiotik dapat dilanjutkan hingga 72 jam setelah luka ditutup.


Debridementluka di kamar operasi juga sebaiknya dilakukan sebelum 6 jam
pasca trauma untukmenghindari adanya sepsis pasca trauma12
Bila keadaan umum pasien baik, dilanjutkan dengan tiga prinsip
dasar penanganan fraktur yaitu :
a. Reduksi : bertujuan untuk mengembalikan posisi fragmen tulang
mendekati posisi normal anatomis, dilakukan dengan cara :
1. Closed manipulation : menggunakan metode penekanan manual atau
traksi. Tulang dapat direduksi dengan menggunakan teknik fiksasi
eksterna atau internal.
2. Open operation : menggunakan berbagai tipe hardware untuk
mendukung fiksasi internal pada fragmen tulang.
b. Imobilisasi : untuk mencegah perpindahan atau angulasi dari fragmen
tulang, mencegah pergerakan yang dapat mengganggu penyatuan
tulang (union), dan untuk mengurangi nyeri.
c. Reservasi dan restorasi fungsi dari bagian yang terluka, berupa latihan
untuk mengembalikan kekuatan otot dan mengurangi kekakuan sendi. 1

Open Reduction Internal Fixation

Kirschner Wire

Gambar 12. Contoh reduksi fraktur3

9. Komplikasi

21

a.Infeksi, teruma pada open fracture, dengan infeksi yang paling sering
adalah osteomyelitis, baik akut maupun kronik. Berikut gambaran
radiologisnya :
a

Gambar 15. Gambaran radiologis osteomyelitis10


a. Osteomyelitis akut : tampak proses oesteolitik yang dominan
b. Osteomyelitis kronik : tampak proses sklerosis yang dominan
b. Gangguan penyembuhan Fraktur :
1. Delayed union : kegagalan penyembuhan fraktur sesuai waktu
prediksi
2. Malunion : kesalahan dalam penyatuan sehingga tidak sempurna
( deformitas )

Gambar 16. Gambaran radiologis


malunion10

3. Nonunion : kegagalan penyembuhan tulang sebelum proses


penyembuhan berakhir.

22

Gambar 17. Gambaran radiologis


nonunion1

c.Sindrom kompartemen; akibat peningkatan tekanan pada daerah anatomis


tertentu yang mengganggu sirkulasi dan inervasi.
d. Osteonekrosis : kematian segmen tulang akibat tidak adanya suplai
darah. 1

Gambar 18. Gambar


radiologi
oesteonekrosis3

23

BAB IV
DISKUSI KASUS DAN KESIMPULAN
Wanita usia 63 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada
pangkal paha kanan akibat trauma 2 minggu lalu. Berdasarkan hasil
penelitian

yang

dillakukan

pada

oleh

Cindy

Natasha

mengenai

Karakteristik Penderita Fraktur Pada Lansia Rawat Inap di Rumah Sakit


Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2012 bahwa berdasarkan umur,
proporsi umur terbesar terjadi fraktur adalah kelompok umur 45-59 tahun
yaitu 55,1% (pria 32,7% dan wanita 22,4%), kemudian diikuti dengan usia
60-74 tahun yaitu 26,2% (pria 8,4% dan pria 17,8%). Sex ratio antara pria
dengan wanita adalah 1:1,12 artinya penderita fraktur pada lansia lebih
banyak terjadi pada jenis kelamin wanita. Berdasarkan penyebab fraktur,
proporsi terbesar penderita fraktur adalah karena kecelakaan lalu lintas
yaitu 57,9% (62 orang) diikuti dengan penyebab akibat jatuh 35,6% (38
orang). Pada pemeriksaan klinis tidak didapatkan robekan pada kulit namun
pada pemeriksaan radiologis ditemukan adanya tampak fraktur pada
transcervical collum femur dextra dengan displacement fragmen distal ke
aral craniolateral. Pasien dapat dikategorikn fraktur tertutup dikarenakan
fraktur tanpa adanya kontak dengan lingkungan luar.
Berdasarkan jenis fraktur, proporsi penderita fraktur tertutup lebih besar
yaitu 86,0% (92 orang), dibandingkan fraktur terbuka. Fraktur tertutup
banyak ditemukan pada lansia karena pada umumnya fraktur terjadi
disebabkan oleh massa tulang yang rendah sehingga tulang menjadi rapuh
dan rentan mengalami fraktur walaupun hanya mengalami trauma ringan.
Berdasarkan letak fraktur, proporsi terbesar penderita fraktur adalah pada

24

panggul yaitu 29,9% (32 orang), kemudian diikuti oleh fraktur pada
ekstremitas bawah 28,1% (30 orang), ekstremitas atas 25,2% (27 orang).

KESIMPULAN
PENUTUP
Telah dilaporkan kasus pasien Ny DH, 63 tahun dengan keluhan utama nyeri pada
pangkal paha kanan, secara klinis pasien dapat didiagnosa sebagai closed fracture
berdasarkan tidak adanya hubungan tulang dengan lingkungan luar sekitar. Pada
pemeriksaan radiologis diagnosa dari pasienini adalah closed fraktur pada
transcervical collum femur dextra dengan displacement fragmen distal ke aral
craniolateral serta osteoporosis seniles.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Porth C.M. Pathophysiology: Concepts of Altered Health States.
Lippincott Williams & Wilkins; 2004
2. De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed II. Jakarta :EGC; 2004
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Available from :
http://www.digilib.unimus.ac.id
4. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Trauma Pada Kecelakaan
Lalu Lintas. 2009. Available from : http://www.amrizal.com
5. Rekam Medik RSUP dr. Wahidin Sudiroshusodo Makassar dalam
Nurhayani, Murtiani P, Rusli M. Hubungan Komunikasi Perawat dengan
Tingkat Kecemasan Pasien Fraktur di Ruang Rawat Inap Lontara II RSUP
dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar. E-lybrari STIKES Nani Hasanuddin.
2013. Vol 1 (6) : 1-8.
6. Rasjad dalam Muttaqin, A. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC; 2008
7. World Organization of Health. 2009.
8. Bowen JE. Phalangeal Fractures. Medscape; 2014. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/98322-overview
9. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Fractures (Broken Bones).
2012. Available from : http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00139
10. Cunha JP. Broken Finger. Emedicine Health. 2014. Available from :
http://www.emedicinehealth.com/broken_finger/article_em.htm#broken_fi
nger_overview
11. Cannada LK.

Fracture

Classification.

2011.

Available

from

http://ota.org/media/29245/G06-FX-classification-JTG-rev-2-3-10.ppt

26

12. Patel M dkk. Open Tibial Fracture. Available from :


http://emedicine.medscape.com/article/1249761-overview .
13. Lee C, Porter KM. Prehospital Management of Lower Limb Fracture.
Emerg Med J 2005;22:660663
14. American College of Surgeons Comittee on Trauma. Advanced Trauma
Life Support for Doctors (ATLS) Student Course Manual. 8th ed. Chicago,
IL : American College ofSurgeons ; 2008

REFERENSI GAMBAR
1. Putsz R. Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta : Kepala, Leher, Ekstremitas
Atlas. Ed.22 (1). Jakarta : EGC; 2006
2. Medical Students on Pinterest. Radiographic Anatomy. Available on : https://smedia-cacheak0.pinimg.com/236x/85/48/1e/85481e6d74f6bb03af77cd2355784ba2.jpg
3. Lloyd-Jones G. Radiology Masterclass : Musculoskeletal X-ray.2007.
Available from : http://radiologymasterclass.co.uk

27

4. Andrew F. Kuntz MD, et all. Skeletal trauma radiology. University of Virginia


Health Science Center, Department of Radiology. Available from :
http://www.med-ed.virginia.edu/courses/rad/ext/index.html
5. Gollogly S. Smith JT. Kids Fracture: Common forearm fractures in Children.
Available from : http://www.kidsfractures.com/wpcontent/uploads/2011/07/forearm_greenstick.jpg
6. Cham M. Introduction to the Radiology of Hands and Related Injuries.
University of Rochester School of Medicine & Dentistry. 1999. Available
from :
https://www.urmc.rochester.edu/medialibraries/urmcmedia/imaging/education/
educational-resources/documents/cham.pdf
7. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Ankle fractures in Children.
Avai,lable from : http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00632
8. Port,h C.M. Pathophysiology: Concepts of Altered Health States. Lippincott
Wil,liams & Wilkins; 2004
9. Th,
10. M,e Royal Childrens Hospital Melboure. Fracture Healing. A
11. M,vailable from : http://www.rch.org.au/fractureeducation/fracture_healingM,/
12. WHO
manual
of
diagnostic

imaging

http://whqlibdoc.who.int/publications/2002/9241545550_eng.pdf

28

Anda mungkin juga menyukai