FAKULTAS KEDOKTERAN
LAPORAN KASUS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
JULI 2015
FRAKTUR
OLEH
Pembimbing Residen
dr. Melky R Jonas
Dosen Pembimbing
Dr.dr. Mirna Muis, Sp.Rad
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :
Nama :
1. Fathur Rahman
(C11111898)
2. Andi Wali Syafaat
(C11111309)
3. Rahmat Wahyudi S
(C11111879)
4. Petrus Yulianus Lasan
(1008012015)
5. Maria Lelina Ngoa Redo
(1008012040)
Judul Laporan Kasus : Fraktur Kompresi
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Juli 2015
Penguji
Konsulen
Pembimbing
Mengetahui,
Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
7. PENATALAKSANAAN............................................................ 23
8. KOMPLIKASI............................................................................ 25
IV.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
LAPORAN KASUS
I.
KASUS
Nama
Umur
No. Rekam Medik
Alamat
Ruang Perawatan
Tanggal MRS
: Ny. DS
: 62 tahun
: 713342
: BTN Antara - Makasar
: Palem Bawah
: 15Juli 2015
A. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada
tanggal 15 Juli 2015
Keluhan utama
:
Nyeri pada pangkal paha kanan
Anamnesis terpimpin
:
Pasien masuk ke RSWS dengan keluhan nyeri pada pangkal paha
kanan yang dialami sejak 2 minggu setelah jatuh di kamar mandi
dengan posisi duduk. SMRS pasien sempat berobat selama
seminggu di tukang urut. Setelah mendapatkan pengobatan
alternative, nyeri semakin bertambah sehingga dibawa ke RSUD
Soroako. Setelah di foto radiologi pasien di rujuk ke RSWS untuk
Tonsil
: T1 T1, hiperemis (-)
Faring
: hiperemis (-)
Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok
: tidak ada pembesaran
DVS
: R+2 cmH2O
Pembuluh darah
: tidak ada kelainan
Kaku kuduk
: (-)
Tumor
: (-)
Thoraks
Inspeksi :
Bentuk
: simetris kiri dan kanan (normochest)
Pembuluh darah
: tidak ada kelainan
Buah dada
: tidak ada kelainan
Sela Iga
: Normal, tidak melebar
Palpasi :
Fremitus raba
: sama pada paru kiri dan kanan
Nyeri tekan
: (-)
Massa tumor
: (-)
Perkusi :
Paru kiri
:sonor
Paru kanan
:sonor
Batas paru-hepar
: ICS VI kanan
Auskultasi
:
Bunyi pernapasan
: vesikuler
Bunyi tambahan
: Rh -/-,Wh -/Jantung
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: thrill (-), ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: pekak
Auskultasi
: bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)
Perut
Inspeksi : cembung, ikut gerak napas
Palpasi : nyeri tekan epigastric(+)
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung
Palpasi
: NT (-)
Nyeri ketok
: (-)
Auskultasi
: bunyi napas dalam batas normal
Gerakan
: tidak dapat dievaluasi
Atrofi
Ekstremitas
Edema
C. Laboratorium (15-07-2015)
Jenis Pemeriksaan
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
Darah Rutin
Diabetes
Ginjal
Hipertensi
Asam Urat
Kimia Hati
Elektrolit
Hasil
14,4
4,09
11,4
33
81
28
NilaiRujukan
4 - 10 x 103/uL
4 - 6 x 106/uL
12 - 16 g/dL
37 - 48%
76 - 92 pl
22 - 31 pg
MCHC
35
32 - 36 g/dl
PLT
Eo
Baso
Neutr
Lymph
Mono
313
0,1
0,3
83,6
10,9
5,1
150 - 400x103/uL
1.00 - 3.00 x 103/uL
0.00 - 0.10 x 103/uL
52 75x103
20-40%
2.00 - 8.00x103
GDS
177
<200 mg/dl
Ureum
48
10-50 mg/dl
Kreatinin
1,01
Asam Urat
SGOT
SGPT
Natrium
Kalium
6,0
18
13
147
4,1
3.5-5.0 g/dL
< 38 U/L
< 41 U/L
136 - 145 mmol/L
3.5 - 5.1 mmol/L
Clorida
107
97 111 mmol/L
6
D. Pemeriksaan Radiologi
Insidental finding :
BAB II
PENDAHULUAN
Sistem musculoskeletal adalah suatu sistem penyokong tubuh yang terdiri
dari berbagai macam jenis tulang, sendi maupun otot yang bekerja sama dengan
struktur yang lainnya seperti ligament dan tendon. Sistem musculoskeletal
merupakan salah satu sistem organ manusia dengan sejumlah besar gangguan
tingginya angka
Makassar, pada tahun 2011 tercatat kasus fraktur femur 12,67%, fraktur tibia
17,66%, fraktur radius 8%, fraktur clavicula 10,83% dan 50,84% fraktur lainnya. 5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi
Os femur merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas
Caput Corpus dan collum dengan ujung distal dan proksimal. Tulang ini
bersendi dengan acetabulum dalam struktur persendian panggul dan bersendi
dengan tulang tibia pada sendi lutut (Syaifudin, B.AC 1995). Tulang paha atau
tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar pada tubuh yang
termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang paha terdiri dari 3
bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis distalis.
10
a. Epiphysis Proksimalis
Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris yang punya
facies articularis untuk bersendi dengan acetabulum ditengahnya terdapat
cekungan disebut fovea capitis. Caput melanjutkan diri sebagai collum
femoris yang kemudian disebelah lateral membulat disebut throcantor major
ke arah medial juga membulat kecil disebut trochantor minor. Dilihat dari
depan, kedua bulatan major dan minor ini dihubungkan oleh garis yang
disebut linea intertrochanterica (linea spiralis). Dilihat dari belakang, kedua
bulatan ini dihubungkan oleh rigi disebut crista intertrochanterica. Dilihat
dari belakang pula,
11
c. Epiphysis distalis
Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan condylus
lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi masing-masing sebuah
bulatan kecil disebut epicondylus medialis dan epicondylus lateralis.
Epicondylus ini merupakan akhir perjalanan linea aspera bagian distal dilihat
dari depan terdapat dataran sendi yang melebar disebut facies patelaris untuk
bersendi dengan os. patella. Intercondyloidea yang dibagian proximalnya
terdapat garis disebut linea intercondyloidea.
2. Definisi Fraktur
Fraktur adalah kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang disebabkan
trauma langsung maupun tidak langsung
3. Epidemiologi
Pada kelompok usia lanjut kejadian fraktur paling banyak disebabkan
oleh osteoporosis dan peristiwa terjatuh. (2)
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya
massa tulang dan adanya perubahan mikro arsitektur jaringan tulang yang
menyebabkan menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan
tulang, sehingga tulang mudah patah. (3). Menurut World heart organization
(WHO) pada tahun 2012, 200 juta penduduk di seluruh dunia berusia diatas 40
tahun menderita osteoporosis dan beresiko mengalami fraktur (4). Hasil
penelitian Puslitbang Gizi Depkes RI tahun 2005 menunjukkan angka
prevalensi osteoporosis sebesar 10,3%, yang berarti 2 dari 5 penduduk
Indonesia memiliki risiko untuk menderita osteoporosis. (5)
Fraktur panggul merupakan fraktur yang paling banyak terjadi pada
lansia dan paling sering menyebabkan kecacatan. Menurut Word Health
Organization (WHO) pada tahun 2000 proporsi fraktur panggul dari seluruh
kasus fraktur osteoporosis di dunia pada lansia diatas 50 tahun adalah 31%. (6).
Di USA dan Eropa pada tahun 2002 insidens terjadinya fraktur panggul pada
wanita adalah dua kali lebih besar daripada pria. (7). Di Indonesia, insidens
fraktur panggul termasuk dalam kategori rendah yaitu <200 per 100.000
penduduk wanita dan <100 per 100.000 penduduk pria. (8)
12
4. Etiologi
Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma yang berat: kadangkadang trauma ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila tulangnya
sendiri terkena penyakit tertentu. Juga trauma ringan yang terus menerus
dapat menimbulkan fraktur. Berdasarkan ini, maka dikenal berbagai
jenis fraktur.
1. Fraktur disebabkan karena trauma yang berat
2. Fraktur spontan atau patologik
3. Fraktur stress/fatigue
Fraktur patologik adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang
sebelumnya telah mengalami proses patologik misalnya tumor tulang
primer atau skunder, mioloma multiple, kista tulang, osteomiolitis dsb.
Trauma ringan saja sudah bisa menyebabkan fraktur
13
14
15
a. Fraktur kominutif
b. Fraktur segmental
Gambar 5. Gambaran radiologis bentuk-bentuk fraktur3
tersebut.Fraktur
avulsi
sering
berhubungan
16
17
18
Gambar 11. Gambar Skematik klasifikasi fraktur epifisis dengan separasi menurut
Salter dan Harris7
6. Patogenesis
7. Diagnosis fraktur
Untuk menegakkan diagnosis fraktur, bisa didapatkan adanya keluhan nyeri
terutama pada lokasi fraktur, bengkak, hilangnya fungsi dari tulang,
deformitas pada daerah fraktur, dan gangguan mobilitas. Pada fraktur
tulang panjang deformitas yang terjadi dapat berupa angulasi, pemendekan
dan rotasi. 1
Pada fraktur tibia pasien biasanya mengeluhkan nyeri di daerah fraktur,
bengkak dan ketidakmampuan untuk berjalan atau bergerak, sedangkan
pada fraktur fibula pasien mengeluhkan hal yang sama kecuali pasien
terkadang masih mampu bergerak.
Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi tiga
yaitu:
1. Look atau inspeksi : memperhatikan penampakan dari cedera, apakah
ada fraktur terbuka (tulang terlihat kontak dengan lingkungan
eksterna),
apakah
terlihat
deformitas
dari
ekstremitas
tubuh,
19
rasa sakit yang dirasakan oleh pasien tetapi hal ini harus tetap
didokumentasikan.1
Pemeriksaan ekstremitas juga harus melingkupi vaskularisasi dari
ekstremitas termasuk warna, suhu, perfusi, denyut nadi, capillary return
(normalnya < 3 detik) dan pulse oximetry. Pemeriksaan neurologi yang
detail juga harus mendokumentasikan fungsi sensoris dan motoris untuk
mengetahui ada tidaknya penurunan fungsi dari struktur lain disekitar
tulang. Setelah pemeriksaan fisik, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan
radiologik untuk diagnosis yang pasti, terutama bentuk dan tipe fraktur.
Dalam pemeriksaaan radiologi untuk cedera dan fraktur diberlakukan rule
of two yaitu:
a.
b.
c.
d.
8. Penatalaksanaan
Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien cedera adalah
memastikan jalan napas pasien yang mengalami cedera tidak tersumbat,
mengontrol perdarahan, menutup luka dengan kain yang bersih, imobilisasi
daerah fraktur, dan resusitasi cairan bila memungkinkan.
Penanganan fraktur selanjutnya adalah mencegah sumber-sumber
yang berpotensi berkontaminasi pada luka fraktur. Adapun beberapa cara
yang dapat dilakukan adalah mengirigasi luka dengan saline dan
menyelimuti luka fraktur dengan kasa sterillembab atau juga bisa
diberikan betadine pada kasa. Berikan vaksinasi tetanus dan juga antibiotik
sebagai profilaksis infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan adalah:12,13,14)
1. Generasi pertama cephalosporin (cephalotin 1 2 g dibagi dosis 3 -4
kali sehari)dapat digunakan untuk fraktur tipe I Gustilo
2. Aminoglikosid (antibiotik untuk gram negatif) seperti gentamicin (120
mg dosis2x/hari) dapat ditambahkan untuk tipe II dan tipe III
klasifikasi Gustilo.
20
3.
Kirschner Wire
9. Komplikasi
21
a.Infeksi, teruma pada open fracture, dengan infeksi yang paling sering
adalah osteomyelitis, baik akut maupun kronik. Berikut gambaran
radiologisnya :
a
22
23
BAB IV
DISKUSI KASUS DAN KESIMPULAN
Wanita usia 63 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada
pangkal paha kanan akibat trauma 2 minggu lalu. Berdasarkan hasil
penelitian
yang
dillakukan
pada
oleh
Cindy
Natasha
mengenai
24
panggul yaitu 29,9% (32 orang), kemudian diikuti oleh fraktur pada
ekstremitas bawah 28,1% (30 orang), ekstremitas atas 25,2% (27 orang).
KESIMPULAN
PENUTUP
Telah dilaporkan kasus pasien Ny DH, 63 tahun dengan keluhan utama nyeri pada
pangkal paha kanan, secara klinis pasien dapat didiagnosa sebagai closed fracture
berdasarkan tidak adanya hubungan tulang dengan lingkungan luar sekitar. Pada
pemeriksaan radiologis diagnosa dari pasienini adalah closed fraktur pada
transcervical collum femur dextra dengan displacement fragmen distal ke aral
craniolateral serta osteoporosis seniles.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Porth C.M. Pathophysiology: Concepts of Altered Health States.
Lippincott Williams & Wilkins; 2004
2. De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed II. Jakarta :EGC; 2004
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Available from :
http://www.digilib.unimus.ac.id
4. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Trauma Pada Kecelakaan
Lalu Lintas. 2009. Available from : http://www.amrizal.com
5. Rekam Medik RSUP dr. Wahidin Sudiroshusodo Makassar dalam
Nurhayani, Murtiani P, Rusli M. Hubungan Komunikasi Perawat dengan
Tingkat Kecemasan Pasien Fraktur di Ruang Rawat Inap Lontara II RSUP
dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar. E-lybrari STIKES Nani Hasanuddin.
2013. Vol 1 (6) : 1-8.
6. Rasjad dalam Muttaqin, A. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC; 2008
7. World Organization of Health. 2009.
8. Bowen JE. Phalangeal Fractures. Medscape; 2014. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/98322-overview
9. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Fractures (Broken Bones).
2012. Available from : http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00139
10. Cunha JP. Broken Finger. Emedicine Health. 2014. Available from :
http://www.emedicinehealth.com/broken_finger/article_em.htm#broken_fi
nger_overview
11. Cannada LK.
Fracture
Classification.
2011.
Available
from
http://ota.org/media/29245/G06-FX-classification-JTG-rev-2-3-10.ppt
26
REFERENSI GAMBAR
1. Putsz R. Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta : Kepala, Leher, Ekstremitas
Atlas. Ed.22 (1). Jakarta : EGC; 2006
2. Medical Students on Pinterest. Radiographic Anatomy. Available on : https://smedia-cacheak0.pinimg.com/236x/85/48/1e/85481e6d74f6bb03af77cd2355784ba2.jpg
3. Lloyd-Jones G. Radiology Masterclass : Musculoskeletal X-ray.2007.
Available from : http://radiologymasterclass.co.uk
27
imaging
http://whqlibdoc.who.int/publications/2002/9241545550_eng.pdf
28