CASE REPORT
PNEUMONIA DENGAN ASMA AKUT RINGAN PADA PASIEN BEKAS
TUBERKULOSIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum
Stase Paru Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo
Pembimbing :
dr. Ratna Lusiawati, Sp.P, M.Kes
dr. Nia Marina Premesti, Sp.P, M.Kes
Oleh :
Hardistya Rizki Novella Putri, S.Ked
Muhammad Apriyanda, S.Ked
CASE REPORT
PNEUMONIA DENGAN ASMA AKUT RINGAN PADA PASIEN BEKAS
TUBERKULOSIS
Pembimbing :
dr. Ratna Lusiawati, Sp.P., M.Kes
dr. Nia Marina Premesti, Sp.P., M.Kes
Disusun Oleh :
Hardistya Rizki Novella Putri, S.Ked
Muhammad Apriyanda, S.Ked
Disetujui
(....)
(....)
Dipresentasikan di depan
(.)
(....)
BAB 1
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang masih
menjadi menjadi perhatian dunia hingga saat ini. Diperkirakan 1/3 dari penduduk
dunia tanpa diketahui terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sekitar 95%
penderita TB paru berada di negara berkembang, dimana 75% di antaranya adalah
usia produktif, TB paru biasanya mengenai usia dewasa muda antara 15-44 tahun.
Pasien TB paru dengan Bakteri Tahan Asam (BTA) positif merupakan sumber
utama penularan (Depkes, 2011).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013
terdapat 9 juta penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB (WHO, 2014). Pada
tahun 2014 terdapat 9,6 juta penduduk dunia terinfeksi kuman TB (WHO, 2015).
Pada tahun 2014, jumlah kasus TB paru terbanyak berada pada wilayah Afrika
(37%), wilayah Asia Tenggara (28%), dan wilayah Mediterania Timur (17%)
(WHO, 2013).
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB
tertinggi di dunia.Estimasi prevalensi TB semua kasus sebesar 660,000 dan
estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun.Jumlah kematian
akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya.Meskipun memiliki beban
penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High
Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu
mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada
tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah
ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya
terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+
sebesar 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka
keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir sekitar 90% dan pada kohort
tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak
pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama (WHO, 2014).
pneumonia
dibedakan
menjadi
pneumonia
komunitas
BAB II
STATUS PASIEN
A.
B.
IDENTITAS PASIEN
1. Nama Pasien
2. Umur
3. Jenis Kelamin
4. Alamat
5. Pekerjaan
6. Agama
7. Suku
8. Tanggal Masuk RD
9. Tanggal Pemeriksaan
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Ny. S
72 tahun
Perempuan
Grogol, Sukoharjo
Islam
Jawa
17 Juli 2016
20 Juli 2016
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Batuk berdarah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo dengan batuk disertai keluarnya
darah. Batuk dirasakan sudah sejak lama tetapi hanya jarang-jarang. Namun,
batuk mulai memberat sejak Jumat 15 Juli 2016. Pada hari jumat pasien
mengatakan batuk disertai dengan keluarnya darah segar. Pada hari Jumat
darah yang dikeluarkan tidak disertai adanya sisa-sisa makanan dan volume
darah yang dikeluarkan kurang lebih 1 (satu) sendok makan. Pasien juga
mengeluhkan batuk yang terjadi sering pada waktu subuh dan terkadang
pasien merasa sesak nafas. Ny. S menyampaikan tidak mengetahui secara
spesifik apakah memiliki alergi terhadap makan atau alergen lain yang
memicu adanya batu. Akan tetapi, Ny. S menyampaikan bila cuaca dingin
batuk semakin memberat.
Pada hari Minggu tanggal 17 Juli 2016. Pasien mengeluhkan batuknya
semakin sering dan darah yang dikeluarkan lebih banyak daripada hari
sebelumnya. Pasien mengeluhkan badannya terasa lemas tetapi tidak disertai
mual dan muntah, bagian dada dan perut terasa panas.
Ny. S merasa badan terasa lebih kurus daripada sebelumnya namun,
penurunan berat badan tidak signifikan. Penurunan berat badan sekitar 1 kg
dalam 1 bulan terakhir. Pasien mengatakan mempunyai riwayat pengobatan
TB 3 tahun yang lalu dan sudah dinyatakan telah selesai dan sembuh.
3.
4.
5.
6.
: disangkal
: disangkal
: diakui
: diakui
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
C.
PEMERIKSAAN FISIK
I.
KEADAAN UMUM
1. Keadaan Umum
2. Tanda-Tanda Vital
a. Tekanan darah
b. Nadi
c. Respirasi
d. Suhu
e. Berat Badan
II.
STATUS LOKALIS
1. Kepala
a. Ekspresi Wajah
b. Bentuk dan Ukuran
c. Rambut
d. Parese Nervus Facialis
2. Mata
a. Simetris
b. Exopthalmus
: (-/-).
c. Konjungtiva
: anemia (-/-)
d. Sclera
: icterus (-/-)
e. Pupil
: isokor, bulat
f. Pergerakan bola mata ke segala arah : normal
3. Leher
a. Pembesaran kelenjar limfe regional tidak ditemukan.
b. JVP dalam batas normal.
c. Tidak terdapat deviasi trakhea
4. Thorax
a. Cor
1) Inspeksi : Ictus Cordis tampak, tidak terlihat massa dan tanda
jejas.
2) Palpasi : Ictus Cordis teraba dan kuat angkat di SIC V linea
midclavicularis sinistra
3) Perkusi:
a) Kanan Atas
: SIC II parasternalis dextra
b) Kanan Bawah
: SIC IV parasternalis dextra
c) Kiri Atas
: SIC III parasternalis sinistra
d) Kiri Bawah
: SIC VI linea midclavicularis sinistra
4) Auskultasi : Bunyi jantung I dan II dalam batas normal, reguler,
tidak terdapat bising.
b. Pulmo
1) Inspeksi
- Pengembangan dada kanan dan kiri simetris
- Ketinggalan gerak dada tidak ditemukan
- Permukaan dada : petekie (-), sikatrik (-)
2) Palpasi
a) Ketinggalan gerak (-/-)
Depan
-
Belakang
-
b) Fremitus
Depan
N
N
N
Belakang
N
N
N
N
N
N
N
N
N
3) Perkusi:
- Sonor (+/+).
- Batas paru jantung
: melebar
: melebar
4) Auskultasi
Depan
SDV dbn
SDV dbn
SDV dbn
SDV dbn
SDV dbn
SDV dbn
Belakang
SDV dbn SDV dbn
SDV dbn SDV dbn
SDV dbn SDV dbn
Suara tambahan :
Ronkhi
5. Abdomen
a. Inspeksi
b. Auskultasi
c. Palpasi
d. Perkusi
Wheezing
-
6. Extremitas
a. Clubbing finger tidak ditemukan.
b. Edema tidak ditemukan.
c. Akral hangat pada keempat anggota gerak
10
D.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Hematologi ( 17 Juli 2016)
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Indeks eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW-CV
PDW
MPV
P-LCR
PCT
Diff Count
NRBC
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eusinofil
Basofil
Ig
Golongan Darah
Ket :
H = High
L = Low
N = Normal
Hasil
11.1
3.96
10.9
33.4
Nilai Rujukan
3.6-11.0
3.80-5.20
11.7-15.5
35-47
Keterangan
H
N
L
L
84.3
27.5
32.6
185
13.2
11.8
11.0
31.2
0.20
80-100
26-34
RMF
150-450
11.5-14.5
N
N
H
N
N
0.00
84.2
10.1
4.20
1.40
0.10
0.20
A
0-1
53-75
25-40
2-8
2.00-4.00
0-1
N
H
L
N
L
N
83
21.2
0.66
21.62
10.8
Nilai Rujukan
70-120
0-31
0.50-0.90
0-35
0-35
Keterangan
N
N
N
N
N
N
11
3. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thorak : Gambaran bronkopneumonia bilateral, Cardiomegali
Gambaran
Flek TB
lama
Bronkopneu
moni
Bilateral
Cardiome
gali
4. EKG
12
5. PEMERIKSAAN BTA
Negatif
E.
DIAGNOSIS
Pneumonia dengan bekas Tuberkulosis paru
F.
TINDAKAN/PENATALAKSANAAN
- O2
- Ringer Laktat 20 tpm
- Asam traneksamat 500 mg/ 8 jam
- Omeprazole injeksi 1flash/ 24 jam
- Cefotaxim injeksi 1 gram / 12 jam
- Dexametason injeksi 1 ampul / 8 jam
- Codein 3 x 10 mg
- Antasida 3 x 200 mg
- ISDN 3 x 5 mg
13
G.
FOLLOW UP
Senin, 18 juli 2016
S:
Batuk (+) diserta darah (+) warna
merah segar, pusing (-), mual (-),
muntah (-)
O:
TD : 110/80 mmHg
HR : 78 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 36,20C
KU/KS : tampak sakit / CM
TH : wheezing -/rhonki +/+
BJ I-II reguler
A:
Bekas TB dengan hemoptisis
Pneumonia
Asma akut ringan
P:
- O2
- Ringer Laktat 20 tpm
- Asam traneksamat 500 mg/ 8 jam
- Omeprazole injeksi 1flash/ 24 jam
- Cefotaxim injeksi 1 gram / 12 jam
- Dexametason injeksi 1 ampul / 8
jam
- Codein 3 x 10 mg
- Antasida 3 x 200 mg
- ISDN 3 x 5 mg
A:
Pneumonia
Asma akut ringan
Bekas TB
P:
- O2
- Ringer Laktat 20 tpm
- Asam traneksamat 500 mg/ 8 jam
- Omeprazole injeksi 1flash/ 24 jam
- Cefotaxim injeksi 1 gram / 12 jam
- Dexametason injeksi 1 ampul / 8
jam
- Codein 3 x 10 mg
- Antasida 3 x 200 mg
- Cek sputum BTA
- ISDN 3 x 5 mg
14
A:
Pneumoni
Asma akut ringan
Bekas TB paru
P:
Cefradoxil 2 x 1
ISDN 2 x tab
Asam traneksamat 2x 1
Sukralfat syrup 2x c1
Ventolin MDI 3 x 1
Omeprazol 1 x 1
Promovit 1 x 1
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. PNEUMONIA
1. DEFINISI
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi kronik pada
parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius dan alveoli. Keadaan ini menimbulkan adanya
konsolidasi jaringan paru serta gangguan pertukaran gas. Pneumonia dapat
disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti bakteri, jamur, parasit,
dan virus tetapi tidak termasuk pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis (Permenkes, 2014)
2. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data WHO/UNICEF tahun 2006 dalam Pneumonia: The
Forgotten Killer of Children, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia
untuk kasus pneumonia pada balita dengan jumlah penderita mencapai 6
juta jiwa. Diperkirakan sekitar separuh dari total kasus kematian pada anak
yang
menderita
pneumonia
di
dunia
disebabkan
oleh
bakteri
pneumokokus.
Pneumonia merupakan salah satu penyakit yang diakibatkan oleh
bakteri pneumokokus yang menyebabkan lebih dari 2 juta anak balita
meninggal. Pneumonia menjadi penyebab 1 dari 5 kematian pada anak
balita. Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri yang sering
menyerang bayi dan anak-anak di bawah usia 2 tahun. Sejauh ini,
pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada anak usia di bawah
lima tahun (WHO, 2006).
16
3. ETIOLOGI
Pneumonia Komuniti
Streptococcus pneumoniae
Haemophillus influenza
Pseudomonas aeruginosa
Mycoplasma pneumoniae
Chlamydia pneumoniae
Klebsiella pneumonia
S. Aureus
Legionella
Enterobacteriacea
MRSA
Pneumonia Nosokomial
Staphylococcus aureus
MRSA
Pseudomonas aeruginosa
Acinobacter spp.
Bakteri anaerob
(Dahlan, 2009)
4. FAKTOR RISIKO
a. Usia > 65 tahun
b. Infeksi saluran nafas atas yang lama
c. Rokok
d. DM
e. PPOK
f. Gangguan neurologis
g. Gangguan kardiovaskuler
h. Tirah baring lama terutama di rumah sakit
i. Penggunaan steroid jangka lama
j. HIV
(Permenkes, 2014)
5. PATOGENESIS
Patogenesis pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bakteri dari
udara dan masuk ke tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran
bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Bakteri
pneumokokus secara normal berada di tenggorokan dan rongga hidung
(saluran napas bagian atas) pada anak dan dewasa sehat, sehingga infeksi
pneumokokus dapat menyerang siapa saja dan dimana saja, tanpa
memandang status sosial. Percikan ludah sewaktu bicara, bersin dan batuk
dapat memindahkan bakteri ke orang lain melalui udara. Terlebih dari
orang yang berdekatan misalnya tinggal serumah, tempat bermain, dan
sekolah. Jadi, siapa pun dapat menularkan kuman pneumokokus.
17
paru.
Cara penularan bakteri pneumonia sampai saat ini belum diketahui
pasti, namun ada beberapa hal yang memungkinkan seseorang beresiko
tinggi terserang penyakit Pneumonia antaralain :
a.
18
19
20
minggu, nyeri dada dan hemoptisis. Gejala sistemik yang dapat dialami
oleh penderita TB seperti demam, menggigil, keringat malam, kelemahan,
hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan.7 Pengobatan TB
terdiri dari dua tahap yaitu tahap awal dan lanjutan (Kemenkes, 2011).
2.
EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama
dikenal dan masih menjadi salah satu penyebab utama kematian di dunia.
Secara global tahun 2013 diperkirakan 9 juta jiwa menderita TB dan 1,5
juta jiwa meninggal dunia. Data World Health Organization (WHO)
menyatakan wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat merupakan daerah
dengan jumlah kasus TB terbesar sebesar 56% dari total keseluruhan
kasus. Indonesia termasuk dalam 5 negara dengan angka insidensi TB
terbesar dunia setelah India, Cina, Nigeria dan Pakistan.2 Pada tahun 2013
di Indonesia ditemukan 196.310 kasus baru basil tahan asam positif (BTA
positif). Angka keberhasilan pengobatan pada tahun 2013 adalah 90,5%
dan telah mencapai standar yang ditetapkan WHO sebesar 85%.3 Data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 melaporkan prevalensi TB
berdasarkan diagnosis sebesar 0,4% dari jumlah penduduk (Kemenkes,
2013).
21
3.
ETIOLOGI
Penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis,
yang berbentuk batang, bersifat aerob dan tahan asam. Di Indonesia, TB
merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dan merupakan negara
dengan penderita kelima terbanyak di dunia setelah India, Cina, Afrika
Selatan, dan Nigeria. Tuberkulosis paru menyerang 9,4 juta orang dan
telah membunuh 1,7 juta penduduk dunia setiap tahunnya (WHO, 2010).
4.
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Kasus TB diklasifikasikan berdasarkan (PDPI, 2011) :
a. Berdasarkan letak anatomi penyakit
1) TB paru
: kasus TB yang mengenai parenkim paru
2) TB ekstraparu
: kasus TB yang mengenai organ lain selain paru.
Missal pleura, abdomen, traktus genitourinarius, kulit, sendi, tulang
dan selaput otak.
b. Berdasarkan pemeriksaan dahak atau bakteriologi
a. TB paru BTA positif apabila :
2 atau lebih pemeriksaan dahak BTA positif, atau
1 hasil pemeriksaan BTA positif dan didukung hasil pemeriksaan
foto toraks sesuai dengan gambaran TB, atau
Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil kultur
Mycobacterium tuberculosis positif.
b. TB paru BTA negative
Hasil pemeriksaan dahak BTA negatif tapi hasil kultur BTA positif.
Atau
Jika hasil pemeriksaan dahak BTA dua kali negative di daerah yang
belum memiliki fasilitas kultur M. tuberculosis
Foto toraks sesuai dengan gambaran TB aktif dan disertai salah
satu dari : hasil pemeriksaan HIV positif, atau jika HIV negative
(atau tidak diketahui atu prevalensi rendah) tidak menunjukan
perbaikan setelah pemberian antibiotic spectrum luas (kecuali
antibiotic yang mempunyai efek terhadap TB)
22
c. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan BTA negatif, kultur juga negative (jika ada),
gambaran radiologi menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial (2 bulan) menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung
c. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Untuk mengetahuin resiko resistensi obat atau MDR. Perlu
dilakukan pemeriksaan kultur dan uji kepekaan OAT.
a. Pasien baru
Pasien yang belum pernah mendapat pengobatan TB sebelumnya atau
sudah mendapat OAT < 1 bulan. Pasien dengan dahak BTA positif
maupun negative dengan lokasi anatomi dimanapun.
b. Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya
PATOGENESIS
Perjalanan infeksi TB paru terjadi melalui 5 stage (Wibisono, 2010) :
a. Kuman TB masuk ke alveoli difagositosis oleh makrofag yang umumnya
dapat dihancurkan. Bila daya bunuh makrofag rendah, kuman TB akan
berproliferasi dalam sitoplasma makrofag dan menyebabkan lisis. Pada
stage ini belum ada pertumbuhan kuman.
b. Stage simbiosis, kuman tumbuh dalam non-activated macrophage yang
gagal mendestruksi kuman hingga makrofag hancur.
Kemudian
23
24
6.
25
7.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung
dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat
tergantung luas kelainan struktur paru.Pada permulaan (awal) perkembangan
penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan
paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex
dan segmen posterior, serta daerah apex lobusinferior. Pada pemeriksaan
jasmani dapat ditemukan antara lainsuara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah,tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik
tergantungdari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan
pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar
pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat
pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan
metastasis
tumor),
kadang-kadang
di
daerah
ketiak.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan
jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut
atau dengan cara:
Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Dahak Pagi ( keesokan harinya )
Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
26
9.
27
28
a.
b.
c.
d.
e.
produktivitas.
Mencegah kematian.
Mencegah kekambuhan.
Mengurangi penularan.
Mencegah terjadinya resistensi obat (PDPI, 2011)
(kasus
baru), BTA positif atau pada foto toraks terdapat lesi luas.
Paduan obat yang
dianjurkan adalah 2 RHZE/
b.
paru
RHZE/4R3H3.
Kategori II
1)
TB paru kasus kambuh.
29
sikloserin
dilanjutkan
15-18
bulan
ofloksasin,
etionamid, sikloserin).
Dalam keadaan tidak memungkinkan fase awal dapat
diberikan 2 RHZES/ 1 RHZE.
Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi.
Bila tidak terdapat hasil uji resistensi, dapat diberikan 5
RHE.
3)
TB Paru kasus putus berobat.
a) Berobat 4 bulan
BTA saat ini negatif. Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada
perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran
radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan
diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan
panyakit paru lain. Bila terbukti TB, maka pengobatan dimulai
dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama (2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3).
BTA saat ini positif.
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang
lebih lama.
b) Berobat 4 bulan
Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama (2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3).
Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif,
c.
pengobatan diteruskan.
Kategori III
1) TB paru (kasus baru), BTA negatif atau pada foto toraks terdapat lesi
minimal.
2) Paduan obat yang diberikan adalah 2RHZE / 4 R3H3.
d. Kategori IV
30
TB paru kasus kronik. Paduan obat yang dianjurkan bila belum ada
hasil uji resistensi, berikan RHZES.Bila telah ada hasil uji resistensi,
berikan sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif ditambah
e.
C. ASMA
1. DEFINISI
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang
menyebabkan hiperesponsif jalan nafas dan dapat menimbulkan gejala
berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk terutama malam
dan atau dini hari (PDPI, 2006).
2. KLASIFIKASI
a. Klasifikasi Asma Menurut Derajat Serangan
31
b.
3. FAKTOR RISIKO
Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok
yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Dimana faktor genetik terdiri
dari hipereaktivitas, atopi/alergi bronkus, faktor yang memodifikasi
penyakit genetik, jenis kelamin, dan ras/etnik sedangkan faktor lingkungan
terdiri dari alergen, makanan, obat-obatan, bahan yang mengiritasi, emosi,
asap rokok dan polusi udara, aktivitas, perubahan cuaca (PDPI, 2003).
4. PATOFISIOLOGI
32
33
5. DIAGNOSIS
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini
dapat ditangani dengan baik, mengi (wheezing) berulang dan/atau batuk
kronik berulang merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis
1) Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma antara
lain: riwayat hidung ingusan atau mampat (rhinitis alergi), mata gatal,
merah, dan berair (konjungtivitis alergi), dan eksem atopi, batuk yang
sering kambuh (kronik) disertai mengi, flu berulang, sakit akibat
perubahan
musim
atau
pergantian
cuaca,
adanya
hambatan
34
3) Pemeriksaan penunjang
a. Spirometer
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan
diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek
pengobatan.
b. Peak Flow Meter/PFM
Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru
sederhana, alat tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara
yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat
normal,
dalam
menegakkan
diagnosis
asma
diperlukan
35
6. PENGOBATAN
(Permenkes, 2014)
36
1
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, Pasien Ny.S umur 78 tahun
datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 15 Juli 2016. Pasien ini memiliki
keluhan awal berupa batuk selama 2 minggu daan disertai sesak nafas sejak 2 hari
yang lalu. sebelum datang ke Rumah Sakit. Darah berwarna merah segar kurang
lebih satu sendok makan, disertai keluhan dada terasa panas serta merasa lemas.
Diagnosis masuk pasien ini adalah Hemoptoe. Setelah itu dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang
dan didapatkan diagnosis akhir adalah pneumonia dengan bekas Tuberkulosis
paru.
Menurut teori yang termasuk gejala pneumonia adalah demam menggigil,
suhu tubuh meningkat, batuk berdahak mukoid atau purulen, sesak nafas, kadang
nyeri dada. Dan pada pemeriksaan fisik didapatkan inspeksi terdapat bagian yang
sakit tertinggal, palpasi fremitus dapat mengeras, perkusi redup, dan auskultasi
suara dasar bronkovesikuler sampai bronkial, suara tambahan ronki basah halus
sampai ronki basah kasar pada stadium resolusi. Pada pemeriksaan radiologi
foto thorak terlihat gambaran infiltrat sampai gambaran konsolidasi (berawan)
dapat disertai air bronchogram. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat
peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10.000/ul. Pengobatan pneumonia terdiri
dari antibiotik dan pengobatan suportif. Sedangkan pada bekas TB yang dimaksud
adalah hasil dari pemeriksaan dahak mikroskopik negatif dan gambaran radiologik
paru menunjukkan TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial yang menetap.
Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung. Atau pada
gambaran radiologik TB inaktif yang meragukan namun setelah mendapat
pengobatan OAT selama 2 bulan tidak menunjukan perubahan gambaran
radiologik.
Sesuai dengan teori, pasien Ny.S juga memiliki gejala dan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang sesuai dengan teori. Dan pasien telah
mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan teori sehingga mendapatkan
37
indikasi pulang walaupun tidak menunggu sampai hasil pemeriksaan BTA ulang
selesai di periksa.
38
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta: Depkes.
Departemen Kesehatan RI. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB. Jakarta:
Depkes.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanggulangan
tuberkulosis. 2011. Jakarta: Direktor at Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan lingkungan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 5 tahun 2014. Tuberkulosis (TB)
Paru dalam Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 5 tahun 2014. Pneumoni dan
Bronkopneumoni dalam Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 5 tahun 2014. Asma Bronkial
dalam Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Jakarta.
National Institute of Health. 2007. Guidelines for the Diagnosis and Management
of Asthma. Virginia. USA
Pengembangan Kesehatan Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Asma, Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta
39
40