PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi saluran pernafasan menjadi penyebab tertinggi angka kematian
dan kesakitan didunia. Sekitar 80% seluruh kasus baru berhubungan dengan
infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat atau di rumah sakit.
Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut diparenkim
paru di jumpai sekitar 15-20 %. Pneumonia dalam arti umum adalah
peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme-bakteri,
virus, jamur, parasit, namun pneumonia juga dapat disebabkan oleh bahan
kimia ataupun karena paparan fisik seperti suhu dan radiasi.
Insidensi pneumonia di Indonesia WHO pada tahun 2007 adalah
65,9% (WHO, 2013). Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, pneumonia komuniti
menempati peringkat keempat dari sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat
pertahun. Angka kematina pneumonia komuniti yang dirawat inap berkisar
antara 20-35%.
Pneumonia dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan
dari infeksi saluran pernafasan lainnya. Penyebab pneumonia sulit ditemukan
dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan
pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera ditangani, maka
pada awal pengobatan pneumonia diberikan antibiotic secara empiris.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk lebih mengerti dan memahami
tentang kasus pneumonia. Tulisan ini juga untuk memenuhi persyaratan dalam
mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Kedokteran Paru
RSUD Sukoharjo
C. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapakan dapat memberikan manfaat kepada penulis
dan pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis agar dapat lebih
mengetahui dan memahami mengenai kasus pneumonia dan efusi pleura
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama Pasien
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Status Perkawinan
Agama
Suku
Tanggal Masuk RS
Tanggal Keluar
: Ny. S
: 78 tahun
: Perempuan
: Jati-Kidul 1/3 Bugel Polokarto Sukoharjo
: Swasta
: Janda
: Islam
: Jawa
: 15 Juli 2016
: 19 Juli 2016
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Batuk dan Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo dengan keluhan batuk selama 2
minggu dan disertai sesak napas selama 2 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit, sesak membaik ketika pasien duduk, memberat ketika batuk,
berbaring terlentang, batuk disertai dahak berwarna putih, tidak terdapat
nyeri dada, keringat pada saat malam hari, mudah lelah, sesak dan batuk
berdahak muncul ketika napsu makan menurun, napsu makan menurun
sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluhkan keringat
pada malam hari dan pasien merasa mudah lelah. Pasien tidak merasakan
mual dan muntah. Pasien tidak memiliki riwayat alergi sebelumnya.
: Diakui
: Diakui
: Disangkal
: Diakui
: Diakui
: Disangkal
: Diakui
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Diakui
: Diakui
: Disangkal
: Diakui
: Diakui
: Disangkal
: Diakui
: Disangkal
: Disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Vital signs
Tekanan darah
: 140/80
Nadi
: 98x/menit
Respirasi rate
: 28x/menit
Suhu
: 37,0C
2. Status Lokalis
Kepala :
- Ekspresi wajah : Nampak sakit.
- Bentuk dan ukuran : pipi cekung, ukuran normal.
- Rambut : normal.
- Udema (-)
- Nyeri tekan kepala (-).
Mata :
- Simetris.
- Exopthalmus (-/-).
- Strabismus (-/-).
- Konjungtiva: anemia (-/-), hiperemia (-/-).
- Sclera: icterus (-/-), hyperemia (-/-),
- Pupil : isokor, bulat, miosis (-/-), midriasis (-/-).
- Kornea : normal.
- Lensa : normal, katarak (-/-).
- Pergerakan bola mata ke segala arah : normal
Telinga :
- Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan.
- Lubang telinga : normal, sekret (-/-).
- Nyeri tekan (-/-).
- Peradangan pada telinga (-)
- Pendengaran : menurun.
Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-/-).
- Napas cuping hidung (+/+).
- Perdarahan (-/-), sekret (-/-).
- Penciuman normal.
Mulut :
- Simetris.
- Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-).
- Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
- Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-),
kemerahan di pinggir
(-), tremor (-), lidah kotor (-).
- Mukosa : normal.
Leher :
- Simetris (-).
- Pemb.KGB (-).
- Pembesaran otot sternocleidomastoideus (-).
- Pembesaran thyroid (-).
Thorax
Pulmo :
Inspeksi :
-
Bentuk: simetris.
Iga dan sela antar iga: sela iga melebar (-), retraksi (-), iga lebih
horizontal.
Palpasi :
-
Perkusi :
-
Redup (+/+).
Auskultasi :
-
Cor :
Inspeksi: Iktus cordis tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba ICS V linea midklavikula sinistra, thriil (-).
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi :
- Bentuk
: distensi (-),
- Permukaan Kulit : sikatrik (-), pucat (-), sianosis (-), petekie (-),
purpura (-), ekimosis (-), luka bekas operasi (-), hiperpigmentasi (-).
Auskultasi :
- Peristaltik (+) normal.
- Metallic sound (-).
- Bising aorta (-).
Palpasi :
- Turgor
: normal.
- Tonus
: normal.
Deformitas : -/-
Edema: -/-
Sianosis : -/-
Petekie: -/-
Ekstremitas bawah:
-
Deformitas : -/-
Edema: -/-
Sianosis : -/-
Ptekie: -/-
Columna Vertebra :
Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-).
Genitourinaria :
Tidak dievaluasi.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah Lengkap dengan Diff Count
Senin, 15 Juli 2016
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Nama Pemeriksaan
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Index Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW-CV
PDW
MPV
P-LCR
PCT
DIFF COUNT
NRBC
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Hasil Pemeriksaan
H 19.4x 103/ul
L 3.55 x 106/ul
L 11.2 g/dl
L 33.5 %
Nilai Normal
3.6 - 11.0
3.80 - 5.20
11.7 15.5
35 47
94.4 fL
31.5 pg
H 33.4 g/dL
H 250 x 103/ul
13.6 %
10.4 fL
10.2 fL
26.0 %
0.61 %
80 100
26 34
RNF
150 450
11.5 14.5
0.0 %
H 83.0 %
L 5.1 %
11.50 %
01
53 75
25 40
28
2.00 4.00
Basofil
IG
13
Golongan Darah
L 0.20 %
0.20 %
0.90 %
O
0-1
Hasil Pemeriksaan
H 104 mg/dL
H 60.3 mg/dL
H 0.63 mg/dL
H 16.58 U/L
H 17.0 U/L
Nilai Normal
70 120
0 31
0.50 0.90
0 35
0 30
Hasil Pemeriksaan
Reaktif
Nilai Normal
Non Reaktif
Kimia Klinik
No
1
2
3
4
5
Nama Pemeriksaan
GDS
Ureum
Kreatinin
SGOT
SGPT
Sero Imunologi
No
1
Nama Pemeriksaan
HBs Ag
inhomogen
tak
hampir
parenkim
bilateral
tegas
di
seluruh
pulmo
dengan
air
3. EKG
10
F. TERAPI
Infus RL 14 tetes/ menit
Injeksi Cefazolin 1 gram per 12 jam
Injeksi Gentamisin per 12 jam
Injeksi Dexametasone 1 ampul per 18 jam
Injeksi Ranitidine 1 ampul per 12 jam
Furosemid -0-0
ISDN 2 x
Sucralfat syrup 3 x 1
Ambroxol
GG
Cetirizine
Capsul 3x1
Codein
Metil Prednisolon
Paracetamol 3 x 1
Ventolin nebulizer per 8 jam
Cek Laboratorium : Darah lengkap dengan diff count, EKG dan foto
Thorax
G. Lapor dokter Spesialis Paru
H. FOLLOW UP
1. Sabtu, 16 Juli 2016
S:
Batuk (+) diserta dahak (+) warna
putih, pusing (+), mual (+)saat
A:
Pneumonia
Efusi Pleura
11
Furosemid
Paracetamol 3 X 1
-0-0
Ambroxol
GG
Cetirizine
Codein
Metil Prednisolon
Capsul 3 x 1
A:
Pneumonia
Efusi Pleura
Cardiomegali
P:
O2
Ringer Laktat 14 tpm
Cefazolin injeksi 1gr/12 jam
Ranitidin Injeksi 1ampul/12 jam,
Gentamisin Injeksi 8mg/12 jam
Dexametason injeksi 1 ampul / 8 jam
Nebu Ventolin
Sucralfat syrup 3 X 1
12
Antasida 3 x 200 mg
ISDN 2 x
Furosemid
Paracetamol 3 X 1
-0-0
Ambroxol
GG
Cetirizine
Codein
Metil Prednisolon
Capsul 3 x 1
A:
Pneumonia
Efusi Pleura
Cardiomegali
P:
-
O2
Ringer Laktat 14 tpm
Cefazolin injeksi 1gr/12 jam
Ranitidin Injeksi 1 ampul/12 jam,
Gentamisin Injeksi 8mg/12 jam
Dexametason injeksi 1 ampul / 8
jam
Nebu Ventolin
Sucralfat syrup 3 X 1
Antasida 3 x 200 mg
ISDN 2 x
Furosemid
Paracetamol 3 X 1
Ambroxol
-0-0
13
GG
Cetirizine
Codein
Metil Prednisolon
Capsul 3x1
A:
Pneumonia
Efusi Pleura
Cardiomegali
P:
- Cefixime 2 x 1
- Salbutamol 3 x 1
-
ISDN 2 x
Sucralfat syrup 3X c1
Spironolaktan tab 25 1-0-0
Ambroxol
GG 100mg
Cetirizine
Codein
Metil Prednisolon
Capsul 3x1
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Pneumonia
A. Definisi
Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus
respiratorius dan alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga
dapat mengganggu pertukaran oksigen dan karbondioksida di paru-paru. Pada
perkembangannya, berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk
pneumonia, yaitu pneumonia komunitas (Community-acquired pneumonia)
apabila terjadi infeksi di masyarakat, pneumonia didapat di Rumah Sakit
pneumonia nasokomial (hospital-acquired pneumonia/HAP) bila infeksinya
didapat dirumah sakit, Health Care Associated Pneumonia (HCAP), dan
akibat pemakaian ventilator (Ventilator Associated Pneumonia / VAP).
Pneumonia komunitas (community-acquired pneumonia) adalah
pneumonia yang terjadi akibat infeksi diluar rumah sakit, sedangkan
pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi >48 jam atau lebih
setelah dirawat di rumah sakit, baik di ruang rawat umum ataupun di ICU
tetapi tidak sedang menggunakan ventilator. Pneumonia berhubungan dengan
pemakian ventilator (ventilator-acquired pneumonia/VAP) adalah pneumonia
yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal. Pneumonia
yang didapat di pusat perawatan kesehatan (healthcare-associated pneumonia)
adalah pasien yang dirawat oleh perawatan akut di rumah sakit selama 2 hari
atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal dirumah perawatan
(nursing home atau long-term care facility), mendapatkan antibiotik intravena,
15
kemoterapi, atau perawatan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun
datang ke klinik rumah sakit atau klinik hemodialisa.
B.
Etiologi
1. Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu:
a. Typical organisme
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :
a. Streptococcus pneumonia: merupakan bakteri anaerob facultatif.
Bakteri patogen ini di temukan pneumonia komunitas rawat inap di
luar ICU sebanyak 20-60%, sedangkan pada pneumonia komunitas
rawat inap di ICU sebanyak 33%.
b. Staphylococcus aureus: bakteri anaerob fakultatif. Pada pasienyang
diberikan obat secara intravena (intravena drug abusers)
menyebabkan infeksi kuman ini menyebar secara hematogen dari
kontaminasi injeksi awal menuju ke paru-paru. Kuman ini
memiliki daya tahan paling kuat, apabila suatu organ telah
terinfeksi kuman ini akan timbul tanda khas, yaitu peradangan,
nekrosis dan pembentukan abses. Methicillin-resistant S.Aureus
(MRSA) memiliki dampak yang besar dalam pemilihan antibiotik
dimana kuman ini resisten terhadap beberapa antibiotik.
c. Enterococcus (E. faecalis, E faecium) : organisme streptococcus
grup D yang merupakan flora normal usus. Penyebab pneumonia
berasal dari gram negatif sering menyerang pada pasien defisiensi
imun (immunocompromised) atau pasien yang di rawat di rumah
sakit, di rawat di rumah sakit dalam waktu yang lama dan
dilakukan pemasangan endotracheal tube. Contoh akteri gram
negatif dibawah adalah:
Pseudomonas
aeruginosa
bakteri
anaerob,
bentuk
batang
16
Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak terjadinya
1. Community-Acquired Pneumonia
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius ini
sering di sebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia
(Penicillinsensitive
and
resistant
strains),
Haemophilus
influenza
17
America
Thoracic
Society
(ATS),
pneumonia
18
atau kekebalan tubuhnya menurun yang paling beresiko. Dalam keadaan sehat
tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme diparu. Apabila terjadi
ketidak seimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan,
maka mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan menimbulkan
penyakit.
Resiko terjadinya infeksi pada paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk mencapai dan merusak permukaan epitel
saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme untuk mencapai permukaan
saluran napas :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi pada permukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut yang terbanyak adalah kolonisasi. Secara
inhalasi terjadu pada infeksi virus, infeksi mikroorganisme atipikal, infeksi
mikro bacteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5-2,0 mm
melalui udara dapat mecapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya
terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi mikroorganisme pada saluran
napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran pernapsan
bagian bawah dan terjadi inokulasi, maka hal ini merupakan awal dari infeksi
dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil secret orofaring
terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan
kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi
orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi yaitu 108-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil secret (0,001-1,1 ml) daapt memberikan
titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia
biasanya mikroorganisme masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya
mikroorganisme yang terdapat di saluran napas bagian atas sama dengan di
saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak
ditemukan jenis mikroorganisme yang sama.
E.
Patologi
Basil yang masuk bersama secret bronkus ke dalam alveoli
menyebabkan reaksi radang verupa edema dari saluran alveoli disusul dengan
19
infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis dari eritrosit sehingga terjadi permulaan
fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke
permukaan alveoli dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis
sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian difagosit pada waktu
terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan terdapat 4 zona pada
daerah parasitic tersebut yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang terisis dengan kuman dan xairan edema
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari dari sel-sel PMN dan beberapa
eksudasi sel darah merah
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah dimana fagositosis yang aktif dengan
jumlah sel PMN yang banyak
4. Zona resolusi : daerah dimana terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang
mati, lekosit dan alveolar makrofag.
Daerah perifer dimana terdapat edema dan perdarahan disebut Red
hepatization sedang daerah konsolidasi yang luas disebut Gray hepatizatio.
F. Manifestasi Klinik
Gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non
produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau
bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya
adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk
karena nyeri dada.14 Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan
dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan
taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau
G.
terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.
Penatalaksanaan
1. Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif
a) Istirahat di tempat tidur
b) Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
c) Bila panas tinggi perlu di kompres atau minum obat penurun panas
d) Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
e) Pemberian antibiotic kurang dari 8 jam
2. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
Pengobatan suportif / simtomatik
a) Pemberian terapi oksigen
b) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
c) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotic kurang dari 8 jam
20
21
H.
Komplikasi
1. Pneumonia ekstra pulmoner, pneumonia pneumokokus dengan bakteriemi.
2. Pneumonia ekstra pulmoner non infeksius gagal ginjal, gagal jantung,
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
ENdokarditis
Sepsis
CHF
MOD
Mati
Gambar 1. Komplikasi pneumonia yang menyebabkan kematian
2. Efusi Pleura
A.
Definisi
22
Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang
dinegara-negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi
penyakit yang mendasarinya. Secaraumum, kejadian efusi pleura sama antara lakilaki dan perempuan. Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks.
Sekitar dua per tiga efusi pleura ganas terjadi pada perempuan. Efusi pleura ganas
berhubungan secara signifikan dengan keganasan payudara dan ginekologi. Efusi
pleura yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi
pada wanita dibanding pria.
D.
Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung dari keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini
terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstitial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura.
23
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar paru. Efusi pleura
dapat berupa transudat atau eksudat.
Proses penumpukan cairan dapat disebabkan oleh peradangan. Bila
proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus / nanah, sehingga terjadi
empiema / piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemotoraks. Efusi cairan yang berupa transudat terjadi apabila
hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi
terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi
reabsorpi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada :
1.
1.
2.
3.
jantung
kongestif,
sirosis
hati,
sindrom
nefrotik,
dialisis
peritoneum,
Klasifikasi
1. Transudat
24
F.
Eksudat
Manifestasi Klinis
Gejala:
Sesak napas
Batuk
Nyeri dada, nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit
pleura
25
Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Sesak napas
Batuk
Nyeri dada, nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit
pleura
Perlu ditanyakan faktor resiko dangan gejala dari etiologi penyakit, seperti gejalagejala pada :
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik paru, dapat didapatkan :
c. PemeriksaanPenunjang
1) Foto Thoraks (X-Ray)
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada
bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial pasti terdapat
26
udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru
sendiri. Terkadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura
dengan adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan
posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi. Cairan
dalam pleura juga dapat tidak membentuk kurva karena terperangkap atau
terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bawah paru yang
berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini dinamakan efusi
subpulmonik. Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi lobus
paru (biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan
konsolidasi parenkim lobus, dapat juga mengumpul di daerah paramediastinal
dan terlihat dalam foto sebagai fisura interlobaris, bisa juga terdapat secara
parallel dengan sisi jantung sehingga terlihat sebagai kardiomegali. Cairan seperti
empiema dapat juga terlokalisasi, gambaran seperti bayangan dengan densitas
keras di atas diafragma, keadaan ini sulit dibedakan dengan tumor paru. Hal lain
yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya
mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Disamping itu, gambaran
foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila
terdapat jantung yang membesar, adanya massa tumor, adanya densitas parenkim
yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.
2)
Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk
27
Tatalaksana
Tatalaksana pada efusi leura bertujuan untuk menghilangkan gejala nyeri dan sesak
yang dirasakan pasien, mengobati penyakit dasar, mencegah fibrosis pleura, dan
mencegah kekambuhan.
a)Aspirasi cairan pleura
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik
maupun terapeutik.Berikut ini cara melakukan torakosentesis :
Pasien dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan di atas bantal. Jika tidak mungkin duduk, aspirasi
cepat.
Komplikasi torakosintesis adalah sebagai berikut:
- Pneumotoraks (paling sering udara masuk melalui jarum).
- Hemotoraks (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
- Emboli udara (jarang terjadi)
- Laserasi pleura viseralis, tapi biasanya dapat sembuh sendiri
dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan
udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis, sehingga terjadi
28
linea medioklavikularis
Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal
pleura parietalis
Selang dan trokar dimasukkan kedalam rongga pleura dan
toraks
Setelah posisi benar, selang dijepit dengan klem dan luka kulit
pleura
Ujung selang sebaiknya diletakkan dibawah permukaan air
sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat masuk
kedalam rongga pleura
WSD perlu diawasi setiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang, maka cairan mungkin sudah habis dan jaringan paru sudah
mengembang.Untuk memastikan hal ini, dapat dilakukan pembuatan foto
29
toraks.Selang toraks dapat dicabut jika prosuksi cairan kurang dari 100 ml dan
jaringan paru telah mengembang, ditandai dengan terdengarnya kembali suara
napas dan terlihat pengembangan paru pada foto toraks. Selang dicabut pada
waktu ekspirasi maksimum.
Indikasi pemasangan WSD:
Hemotoraks, efusi pleura
Pneumotoraks > 25 %
Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
Kontraindikasi pemasangan WSD:
-
a) Pleurodesis
Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseral dengan pleura
parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke dalam rongga
pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif.Pleurodesis merupakan
penanganan terpilih pada efusi keganasan.Bahan kimia yang lazim digunakan adalah
sitostatika seperti kedtiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil, adriamisin
dan doksorubisin.Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat
sitostatika (misalnya tiotepa 45 mg) diberikan dengan selang waktu 710 hari;
pemberian obat tidak perlu disertai pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil,
akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura sehingga
mencegah penimbunan kembali cairan didalam rongga tersebut. Obat lain yang
murah dan mudah didapatkan adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini, WSD
harus dipasang dan paru sudah dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg
dilarutkan kedalam 3050 ml larutan garam faal, kemudian dimasukkan kedalam
rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan larutan garam faal, kemudian
ditambah dengan larutan garam faal 1030 ml untuk membilas selang serta 10 ml
lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan oleh obat ini. Analgesik
narkotik yang diberikan 11.5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga berguna juga
untuk mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama sekitar 6 jam dan
posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin merata diseluruh bagian
rongga pleura. Apabila dalam waktu 24-48 jam cairan tidak keluar lagi, selang toraks
dapat dicabut.
b) Pembedahan
30
Biokimia. Secara biokimia, efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat.
Transudat
Eksudat
<3
>3
<0.5
>0.5
<200
>200
<0.6
>0.6
<1.016
>1.016
Rivalta
Negatif
positif
31
mikroorganisme,
apalagi
bilacairannya
purulen
(menunjukkan
empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau
anaerob.
Biopsi pleura. Pemeriksaan histopatologi satu atau beberapa contoh
jaringan pleura dapat menunjukkan 50 75 % diagnosis kasus-kasus pleuritis
tuberkulosis dan tumor pleura. Bila ternyata hasil biopsi pertama tidak memuaskan,
dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks,
hematotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
I. Prognosis
Prognosis efusi pleura bervariasi tergantung pada penyakit yang
mendasari.Morbiditas dan mortalitas pada pasien efusi pleura berhubungan langsung
dengan etiologi, stadium penyakit, dan hasil pemeriksaan biokimia cairan
pleura.Pasien dengan efusi pleura maligna biasanya memiliki prognosis yang buruk.
32
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, Pasien Ny.S umur 78 tahun
datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 15 Juli 2016. Pasien ini memiliki
keluhan awal berupa batuk selama 2 minggu disertai demam dan sesak nafas 2
hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut teori yang termasuk gejala pneumonia
adalah demam menggigil, suhu tubuh meningkat, batuk berdahak mukoid atau
purulen, sesak nafas, kadang nyeri dada.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum lemah, compos mentis, vital sign :
Tekanan darah: 140/80, Nadi: 98x/menit, Respirasi rate: 28x/menit, Suhu: 37C.
Paru-paru : Inspeksi:Dada simetris, tidak ada benjolan, tidak ditemukan adanya
gerakan dada yang tertinggal, ditemukan adanya retraksi intercostae, Palpasi:
tidak terdapat adanya gerakan dada yang tertinggal pada kedua lapang paru,
fremitus menurun pada kedua lapang paru, Perkusi: terdengar suara pekak sampai
redup, Auskultasi: Suara dasar vesicular (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (+/+).
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat lekosit meningkat yaitu 19,4x
103/ul, Hemoglobin rendah 11.2 g/dl, pada foto thorax memberikan kesan
gambaran tracheal deviasi kearah kanan, mediastinum bergeser ke arah cranial
kanan dengan gambaran cor tambak membesar dengan kalsifikasi arcus aorta,
Pulmo:tampak perselebungan semiopaq inhomogen batas tak tegas di hamper
seluruh parenkim pulmo bilateral dengan air bronchogram (+) kesan gambaran
bronchopneumonia bilateral dengan efusi pleura sinistra.
Sesuai dengan teori, pasien Ny.S juga memiliki gejala dan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang sesuai dengan teori.Penatalaksanaan pada kasus
33
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat dilaporkan kasus Ny.S dengan
diagnosis pneumoni dan efusi pleura dengan gejala sesak nafas, batuk disertai
dahak kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik
terlihat napas cuping hidung (+) pada auskultasi thorax terdapat suara tambahan
Weezing pada kedua lapang paru, pemeriksaan laboratorium terdapat lekositosis,
neutrofil meningkat, limfosit menurun, eosinofil menurun. pada pemeriksaan
radiologi hasil foto thorax memperlihatkan jantung Tampak membesar, paru :
tampak perselebungan semiopaq inhomogen batas tak tegas di hamper seluruh
parenkim pulmo bilateral dengan air bronchogram (+) kesan gambaran
bronchopneumonia bilateral dengan efusi pleura sinistra. Penatalaksanaan pada
pasien sudah sesuai dengan teori.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu
Penyakit Paru FK Unair. Surabaya.
2. Aru W, Bambang , Idrus A, Marcellus,Sti S,ed. 2007. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
IPD RSCM
3. Antonio et all 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and
Prevention
dari :http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp
4. Corwin EJ 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
5. Departemen
Kesehatan
RI.
2007.
Pedoman
Penanggulangan
EGC.
8. Danusantoso, Halim. 2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates.
Jakarta, hal 178-179.
9. Dahlan Zul. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2000
10. Kementrian
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Pedoman
nasional
35