Diajukan Oleh:
Nur Anadya Berlianawati
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
REGIONAL ANESTESI DENGAN TEKNIK SPINAL PADA PASIEN
LAKI- LAKI 41 TAHUN DENGAN HEMOROID INTERNA GRADE IV
Disusun Oleh:
Nur Anadya Berlianawati
(.............................................)
Dipresentasikan dihadapan :
dr. E. Cendra, Sp. An
(.............................................)
(.............................................)
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................................1
BAB II
LAPORAN KASUS..............................................................................................3
A. IDENTITAS PASIEN.....................................................................................3
B. ANAMNESIS.................................................................................................3
C. PEMERIKSAAN FISIK................................................................................4
D. HASIL LABORATORIUM............................................................................6
E. DIAGNOSIS..................................................................................................6
F. TERAPI..........................................................................................................6
G. KESIMPULAN..............................................................................................6
H. DURANTE OPERASI...................................................................................6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................9
1. ANESTESI REGIONAL.............................................................................9
2. ANESTESI SPINAL/SUBARAKNOID.....................................................9
A. Definisi......................................................................................................9
B. Indikasi....................................................................................................10
C. Kontrainidikasi........................................................................................10
D.Anatomi..................................................................................................12
E.Persiapan anestesi spinal........................................................................13
F.Obat-obat pada anestesi spinal................................................................14
G.Teknik anestesi spinal............................................................................16
H.Faktor distribusi anestesi lokal...............................................................17
I.Komplikasi anestesi spinal......................................................................19
2. Hemoroiid.....................................................................................................22
1)Derajat hemoroid Interna..........................................................................23
2)Hemoroid Eksterna...................................................................................24
3)Pembedahan yang sering dilakukan..........................................................24
BAB IV
PEMBAHASAN.............................................................................................27
BAB V
KESIMPULAN..............................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Tugas
dokter
yang
utama
adalah
mempertahankan
hidup
dan
hidup dasar, perawatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan
nyeri menahun.1,2,3
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :3,4,5
(1) Anestesi lokal/regional, yaitu suatu tindakan menghilangkan nyeri lokal
tanpadisertai hilangnya kesadaran.
(2) Anestesi umum yaitu keadaan ketidaksadaran yang reversible yang disebabkan
oleh zat anestesi, disertai hilangnya sensasi sakit pada seluruh tubuh.
Anestesi spinal merupakan salah satu macam anestesi regional. Pungsi
lumbal pertama kali dilakukan oleh Qunke pada tahun 1891. Anestesi spinal
subarachnoid dicoba oleh Corning, dengan menganestesi bagian bawah tubuh
penderita dengan kokain secara injeksi columna spinal. 5,6
Pasien yang akan menjalani anestesia dan pembedahan baik elektif
maupun harus dipersiapkan dengan baik. Persiapan pra anestesia pada operasi I
sebaiknya dilakukan 1-2 hari sebelum operasi (pre-operative visit) dan
pada
operasi darurat persiapan pra anestesia dilakukan seoptimal mungkin dalam yang
singkat. Keberhasilan anestesia dan pembedahan sangat dipengaruhi
oleh
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. B I
Umur
: 41 tahun
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Status Perkawinan
No. RM
Tanggal Masuk RS
Tanggal Operasi
: Laki laki
: Combongan Sukoharjo
: Islam
: Belum Kawin
: 263XXX
: 27 Oktober 2016
: 31 Oktober 2016
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :
Sistem respirasi
Sistem kardiovaskuler
Sistem pencernaan
Sistem urogenital
Sistem musculoskeletal
o Sistem integumentum
(-)
: batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-)
: nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
: mual (-), muntah (-), nyeri perut (-)
: BAK dalam batas normal
: nyeri sendi dan otot (-), ROM
normal
: ikterik (-), sianosis (-), akral hangat
(+)
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum
:Baik
Kesadaran
2. Vital Sign
: Compos Mentis
Tekanan darah
:120/80mmHg
Respirasi
:16kali/menit
Nadi
:88x/menit
Suhu
3. Keadaan Umum
Kepala
Bentuk
Rambut
Mata
Mulut
: 36,60C
:
: mesosefal, simetris, deformitas (-), tanda trauma(-)
: hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut
: konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
: tidak ada gangguan dalam membuka
rahang,
tampak
palatum molle,
darah (-), susunan gigi baik
Leher
Pembesaran KGB (-)
Thorax
: tanda trauma (-)
Jantung
Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak
Palpasi
: iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, bising (-)
Pulmo
Inspeksi
: simetris, tanda trauma (-) ketinggalan gerak (-),
retriksi (-)
Palpasi
: fremitus kanan = kiri
Perkusi
: dalam batas normal
Auskultasi : vesikuler (+), suara tambahan (-)
Abdomen
: tanda trauma (-)
Inspeksi
: simetris, sejajar dengan dinding thorax, sikatrik (-)
Auskultasi
: peristaltic (+) meningkat
Palpasi
: nyeri tekan (-)
Perkusi
: timpani, pekak beralih (-)
Ekstremitas
Akral hangat
Edema (-/-), sianosis (-/-), deformitas (-/-)
D. HASIL LABORATORIUM
Pemeriksaan
Leukosit
Nilai
6,3 103/ul
Nilai Rujukan
3,8 -10,6
Eritrosit
Hemoglobin
Trombosit
Hematokrit
Glukosa
PT (Pasien)
APTT (Pasien)
Golongan Darah
HBsAg
4,4-5,9
13, 2 17,3
150-450
40-52
70-120
9,40-11,30
26,40-37,50
E. DIAGNOSIS
Hemoroid interna grade IV
F. TERAPI
Pasien ini dilakukan Hemoroidektomi dengan stapler dengan regional
anastesi
G. KESIMPULAN
Berdasarkan
status
fisik
pasien
praanastesi,
pasien
tersebut
= 440 cc
Maitenance (M)
= 2xBB/jam
= 2x55
= 110 cc/ jam
2. Kronologi jalannya operasi :
a. Pasien masuk ke ruang OK, diposisikan di atas meja operasi, di ukur
kembali tekanan darah nadi dan saturasi.
TD : 122/77 mmHg, N : 84 x/menit, Saturasi O2 : 100%
b. Persiapan obat yang digunakan :
- Bupivacaine HCl 0,5 %
- Ketorolac 30 mg
- Ondancetron 4 mg
c. Premedikasi
Pasien diberikan premedikasi berupa injeksi ondansetron 4 mg dan
ketorolac 30 mg.
d. Induksi
Pasien diminta untuk duduk dan membungkuk agar tulang belakang
lebih menonjol. Dilakukan tindakan aseptik pada daerah yang akan
diinjeksi. Dilakukan spinal anestesi menggunakan jatum spinal ukuran
25 G dalam ruang sub arachnoid di antara daerah vertebra L2-L3,
setelah cairan LCS tampak keluar melalui jarum, maka diinjeksikan
bupivacine HCl 0,5 %. Setelah jarum dicabut, bekas injeksi ditutup
dengan plester, kemudian pasien diminta untuk tidur terlentang diatas
meja operasi dengan kepala di atas bantal. Setelah pasien tidak
memberikan respon sensorik maupun motorik, maka tindakan operasi
dapat dilakukan.
e. Untuk mempertahankan oksigenasi, pasien diberikan oksigen 2L/menit.
f. Selama tindakan berlangsung, tekanan darah dan nadi diawasi setiap 5
menit. Pada pasien ini, tekanan darah berada dalam kondisi yang relatif
stabil dikisaran 100-130 mmHg, nadi berada dikisaran 60-80 kali/menit
dengan saturasi oksigen 98-100%. Selama operasi berlangsung terjadi
perdarahan yang tidak terlalu masif.
3.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. ANESTESI REGIONAL
A. Definisi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara pada impuls syaraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu
bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.1,2,3
B. Pembagian anestesi regional
Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan
kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.2,3,4
Blok perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler,
analgesia regiona intravena, dan lainnya 3,4,5
2. ANESTESI SPINAL/SUBARAKNOID
A. Definisi
Anestesi spinal atau disebut juga subarachnoid block adalah teknik
anestesi regional dengan menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam
bawah
pediatrik
biasanya
diperlukan
pemberian
antibiotic.
Perlu
dipikirkan
suntikan bisa dipilih lokasi yang lebih kranial atau lebih kaudal.
Kelainan neurologis : perlu dinilai kelainan neurologis sebelumnya
agar tidak membingungkan antara efek anestesi dan deficit neurologis
atau cairan
Nyeri punggung kronik : kemungkinan pasien akan sulit saat
diposisikan. Hal ini berakibat sulitnya proses penusukan dan apabila
dilakukan berulang-ulang, dapat membuat pasien tidak nyaman
D. Anatomi
Lidokain
Bupivakain
Golongan
Ester
Amida
Amida
Mula kerja
2 menit
5 menit
15 menit
Lama kerja
30-45 menit
45-90 menit
2-4 jam
Metabolisme
Plasma
Hepar
Hepar
Dosis
maksimal 12
(mg/kgBB)
Potensi
15
Toksisitas
10
Berat jenis
Sifat
Dosis
1.006
Isobarik
Hiperbarik
Isobarik
Hiperbarik
Lidokain
2% plain
5%
dalam 1.033
dekstrosa 7,5%
Bupivakain
0.5% dalam air
1.005
0.5%
dalam 1.027
dekstrosa 8.25%
G.
Teknik penusukan bisa dilakukan dengan dua pendekatan yaitu median dan
paramedian. Pada teknik medial, penusukan dilakukan tepat di garis tengah
dari sumbu tulang belakang. Pada tusukan paramedial, tusukan dilakukan
1,5cm lateral dari garis tengah dan dilakukan tusukan sedikit dimiringkan ke
kaudal.6,7,8
Tusukan Medial dan Paramedial
epidural
serebrospinal.
kegemukan
yang
akan
Pengalaman
berpengaruh
mengurangi
klinis
sedikit
volume
cairan
mengindikasikan
bahwa
terhadap
penyebaran
obat
bisa muncul dari hal ini adalah hipotensi, henti nafas, penurunan
kesadaran, paralisis motor, dan jika tidak diobati bisa menyebabkan henti
jantung. 2,3,5
3) Nyeri Kepala (Puncture Headache)
Nyeri kepala ini bisa terjadi selepas anestesi spinal atau tusukan
pada dural pada anestesi epidural. Insiden terjadi komplikasi ini
tergantung
beberapa
faktor
seperti
ukuran
jarum
yang
Ini terjadi akibat blokade saraf S2-4 yang menurunkan tonus otot
kandung kemih dan menghambat refleks berkemih. Pemasangan kateter
urin bermanfaat pada pembedahan yang cukup lama. Penilaian
postoperatif terhadap retensi urin sangat berguna karena bila terdapat
retensi urin yang lama merupakan tanda adanya kerusakan saraf yang
serius.3,4,9
6) Komplikasi neurologis
Insidensi defisit neurologi berat dari anestesi spinal adalah rendah.
Komplikasi neurologik yang paling benign adalah meningitis aseptik.
Sindrom ini muncul dalam waktu 24 jam setelah anestesi spinal ditandai
dengan demam, rigiditas nuchal dan fotofobia. Meningitis aseptic hanya
memerlukan pengobatan simptomatik dan biasanya akan menghilang
dalam beberapa hari. Sindrom cauda equina muncul setelah regresi dari
blok neuraxial. Sindrom ini mungkin dapat menjadi permanen atau bisa
regresi perlahan-lahan setelah beberapa minggu atau bulan. Ia ditandai
dengan defisit sensoris pada area perineal, inkontinensia urin dan fekal,
dan derajat yang bervariasi pada defisit motorik pada ekstremitas bawah.
Komplikasi neurologic yang paling serius adalah arachnoiditis adesif.
Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu atau bulan setelah anestesi
spinal dilakukan. Sindrom ini ditandai oleh defisit sensoris dan
kelemahan motorik pada tungkai yang progresif. Pada penyakit ini
terdapat reaksi proliferatif dari meninges dan vasokonstriksi dari
vasculature korda spinal. 4,7,8,9
Infeksi spinal sangat jarang kecuali dari penyebaran bakteri secara
hematogen yang berasal dari fokal infeksi di tempat lain. Jika anestesi
spinal diberikan kepada pasien yang mengalami bakteriemia, terdapat
kemungkinan terjadi penyebaran bakteri ke medulla spinalis. Maka
penggunaan anestesi spinal padapasien dengan bakteremia merupakan
kontra indikasi relatif. 1,4,6
Jika infeksi terjadi di dalam ruang subaraknoid, akan menyebabkan
araknoiditis. Tanda yang paling menonjol pada komplikasi ini adalah
nyeri punggung yang berat, nyeri lokal, demam, leukositosis, dan
2) Hemorrhoid Eksterna
Hemorrhoid eksterna terjadi apabila pleksus hemorrhoid eksterna mengalami
pembengkakan. Letaknya distal dari linea pectinea dan diliputi oleh kulit biasa
di dalam jaringan di bawah epitel anus, yang berupa benjolan karena dilatasi
vena hemorrhoidalis.10,12
Ada 3 bentuk yang sering dijumpai:
1. Bentuk hemorrhoid biasa tapi letaknya distal linea pectinea.
2. Bentuk trombosis atau benjolan hemorrhoid yang terjepit.
3. Bentuk skin tags.
Tingkat
II
Tingkat III
Tingkat IV
BAB IV
PEMBAHASAN
pada pasien ini dilakukan atas pertimbangan lama waktu operasi yang relatif lama,
yaitu sekitar 60 menit.
Pada pasien ini diberikan premedikasi berupa ondansetron 4 mg dan
ketorolac 30 mg intravena. Selanjutnya dilakukan tindakan preoksigenasi dengan
Oksigen masker 4 liter/menit. Induksi anestesia dilakukan dengan pemberian
Bupivacaine HCl 0,5 % 5-20 mg (1-4 ml) dengan mengunakan posisi duduk pada
spinal anastesi. Selama operasi berlangsung, dilakukan monitoring perioperasi
untuk membantu ahli anestesi mendapatkan informasi fungsi organ vital selama
perioperasi, supaya dapat bekerja dengan aman. Monitoring secara elektronik
membantu ahli anestesi mengadakan observasi pasien lebih efisien secara terus
menerus. Selama operasi berlangsung juga tetap diberikan cairan intravena RL.
Setelah operasi selesai, dilakukan tindakan suction dan reoksigenasi dengan
Oksigen 2-3 liter/menit.
Pasien dipindah Post operatif pasien dipindahkan ke recovery room.
Kemudian dilakukan monitoring keadaan umum pasien dengan Bromage score
yang dilakukan dengan penilaian gerakan penuh dari tungkai (0), tak mampu
ekstensi tungkai (1), tak mampu fleksi lutut (2), tak mampu fleksi pergelangan
kaki (3), jika skor <3 pasien boleh keluar dari recovery room.
BAB V
KESIMPULAN
Seorang laki-laki usia 41 tahun, dengan diagnosis hemoroid interna grade
IV. Berdasarkan status fisik pasien pra-anestesi menurut American Society of
Anesthesiologist, pasien digolongkan dalam ASA II.
Pasien diberikan premedikasi injeksi ondansetron 4 mg dan ketorolac 30
mg. Selama operasi dilakukan monitoring perioperasi untuk membantu ahli
anestesi mendapatkan informasi fungsi organ vital selama perioperasi, supaya
dapat bekerja dengan aman. Monitoring secara elektronik membantu ahli anestesi
mengadakan observasi pasien lebih efisien
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang
berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang
pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara
umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik.
Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi spinal pada operasi
hemoroidectomy pada penderita laki-laki.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.