Anda di halaman 1dari 6

Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB)

Patofisiologi dan Penanganan Gastropati


Obat Antiinflamasi Nonsteroid

Fandy Gosal, Bram Paringkoan, Nelly Tendean Wenas


Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado

Abstrak
Gastropati obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) adalah lesi mukosa gaster yang berhubungan
dengan penggunaan OAINS. Gastropati OAINS dapat disebabkan oleh efek terperangkapnya
OAINS dalam sel mukosa gaster dan efek sistemik melalui penghambatan siklooksigenase (COX)
yang menyebabkan sintesis prostaglandin terhambat. Pencegahan dan penanganan gastropati
OAINS terdiri atas penghentian OAINS, pemilihan OAINS, dan penggunaan obat gastroprotektif
dengan mempertimbangkan risiko gastrointestinal dan kardiovaskuler. J Indon Med Assoc.
2012;62:444-9.
Kata kunci: gastropati, OAINS, patofisiologi, penanganan

Pathophysiology and Treatment of


Nonsteroidal Anti-inflammatory Drug Gastropathy
Fandy Gosal, Bram Paringkoan, Nelly Tendean Wenas
Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine Universitas Sam Ratulangi, Manado

Abstract
Gastropathy nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) is a gastric mucosal lesions associated with NSAID used. The mechanisms of NSAID induced gastropathy due to topical damage
caused by ion trapping of NSAID in gastric mucosa and systemic effect by inhibiting cyclooxygenase
(COX) which causes inhibition of prostaglandins synthesis. Prevention and treatment of gastropathy
NSAID consist of cessation of NSAID, selection of NSAID, and the use of gastroprotective drugs
with gastrointestinal and cardiovascular risks consideration. J Indon Med Assoc. 2012;62:4449.
Keywords: gastropathy, NSAID, pathophysiology, treatment

Korespondensi: Fandy Gosal,


Email: fay_sal2002@yahoo.com

444

J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 11, November 2012

Patofisiologi dan Penanganan Gastropati Obat Antiinflamasi Nonsteroid


Pendahuluan
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) digunakan untuk
mengobati reumatoid artritis, osteoartritis atau nyeri.1,2
Berbagai jenis OAINS dapat menghambat sintesis prostaglandin (PG) yang merupakan mediator inflamasi dan
mengakibatkan berkurangnya tanda inflamasi. Akan tetapi,
PG khususnya PGE2 sebenarnya merupakan zat yang bersifat
protektor untuk mukosa saluran cerna atas. Hambatan
sintesis PG akan mengurangi ketahanan mukosa, dengan
efek berupa lesi akut mukosa gaster bentuk ringan sampai
berat.3 Gastropati OAINS adalah lesi mukosa gaster yang
berhubungan dengan terapi OAINS.1,4
Manifestasi klinis bervariasi dari tanpa gejala, gejala
ringan dengan manifestasi tersering dispepsia, heartburn,
abdominal discomfort, dan nausea; hingga gejala berat
seperti tukak peptik, perdarahan, perforasi.1,3,5 Tidak ada
korelasi antara kerusakan mukosa dengan gejala abdominal
bagian atas pada penderita pengguna OAINS.1,6 Selain itu,
tidak ada dosis OAINS yang benar-benar aman sehingga
identifikasi faktor risiko penting pada penggunaan OAINS.1,3,5
Faktor risiko gastropati OAINS adalah usia lebih tua dari 60
tahun, beratnya kerusakan, pengobatan lebih dari satu macam
OAINS atau penggunaan bersama dengan kortikosteroid,
OAINS dosis tinggi, riwayat tukak peptik, penggunaan
bersama dengan antikoagulan, infeksi Helicobacter pylori
sebelum terapi, dan mengidap penyakit sistemik yang berat.1,35
Diagnosis gastropati OAINS ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, laboratorium, endoskopi, dan pemeriksaan histopatologi.1,7
Jika tidak tertangani dengan baik, komplikasi gastropati
OAINS dapat muncul pada penderita. Komplikasi tersebut
meliputi perdarahan gastrointestinal (hematemesis, melena),
perforasi, striktura, syok hipovolemik, dan kematian.1,2
Berdasarkan Arthritis, Rheumatism, and Aging Medical Information System diperkirakan sekitar 107 000 penderita
dirawat di rumah sakit setiap tahunnya karena komplikasi
saluran cerna akibat OAINS dan sekurang-kurangnya 16 500
di antara penderita artritis meninggal setiap tahunnya karena
komplikasi OAINS di Amerika Serikat.1,4 Oleh karena itu, artikel
ini bertujuan untuk membahas patofisiologi dan penanganan
gastropati OAINS yang tepat.
Sistem Pertahanan Mukosa
Epitel gaster terpajan dengan bahan berbahaya (faktor
agresif) secara endogen yaitu asam hidroksi klorida (HCl),
pepsin, dan garam empedu, maupun secara eksogen seperti
obat, alkohol, dan bakteri. Karena itu, terdapat sistem
pertahanan mukosa untuk mencegah kerusakan mukosa dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi. Sistem pertahanan
tersebut terdiri atas tiga lapisan yaitu preepitel, epitel dan
subepitel.3,5,7
Sistem pertahanan pertama adalah lapisan mukusbikarbonat sebagai rintangan fisikokimia terhadap molekul
seperti ion hidrogen. Mukus disekresi oleh sel epitel
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 11, November 2012

permukaan gastroduodenal, terdiri atas air (95%), lemak, dan


glikoprotein. Mukus berfungsi sebagai lubrikan yang bersifat
fleksibel seperti gel dan melekat pada mukosa untuk mencegah difusi ion dan molekul seperti pepsin.3,5 Sementara itu,
bikarbonat disekresi oleh sel epitel permukaan mukosa gastroduodenal ke lapisan mukus sehingga terbentuk perbedaan
pH sebesar 1-2 pada permukaan lumen gaster dan 6-7 pada
permukaan sel epitel.5,7 Perbedaan pH dalam lapisan mukosa
akan mempengaruhi ketahanan mukosa. Ketahanan mukosa
gaster ditunjukkan oleh kemampuan epitel gaster mempertahankan perbedaan konsentrasi ion H+ dari lumen ke mukosa
dalam kondisi fisiologis. Kondisi tersebut digambarkan
sebagai difusi rendah ion H+ dari lumen ke mukosa untuk
menjaga perbedaan potensial transmukosa lumen tetap
negatif. Prostaglandin akan meningkatkan gradien pH sesuai
dengan kemampuan proteksinya. Zona alkali pada permukaan
mu-kosa akan mencegah asam mencapai permukaan mukosa.3
Sel epitel permukaan merupakan mekanisme pertahanan
selanjutnya yang bekerja melalui pembentukan mukus,
transportasi ionik sel epitel untuk mempertahankan pH
intrasel, dan produksi bikarbonat serta ikatan antara epitel.
Jika rintangan praepitel ditembus dan terjadi kerusakan epitel,
sawar mukosa akan segera diperbaiki dalam satu jam. Sel
epitel gaster yang berbatasan dengan daerah kerusakan akan
bermigrasi untuk memulihkan daerah yang rusak (restitusi).
Pada proses tersebut dibutuhkan sirkulasi darah yang baik
dan lingkungan yang bersifat basa. Namun demikian, proses
itu bukanlah suatu proses pembelahan sel. Beberapa faktor
pertumbuhan seperti epidermal growth factor (EGF), transforming growth factor (TGF)- dan basic fibroblast growth
factor (FGF) mengatur proses restitusi.
Kerusakan yang lebih berat tidak dapat diperbaiki secara
efektif oleh restitusi sehingga membutuhkan proliferasi sel.
Regenerasi sel epitel diatur oleh PG dan growth factors seperti
EGF dan TGF-. Bersamaan dengan pembentukan sel epitel
baru, terjadi angiogenesis dalam jaringan mikrovaskular yang
rusak. Baik FGF dan vascular endothelial growth factor
(VEGF) penting dalam mengatur angiogenesis pada mukosa
gaster. Prostaglandin memegang peranan utama dalam mekanisme pertahanan epitel gaster. Mukosa gaster mengandung
PG berlimpah yang mengatur pelepasan bikarbonat mukosa
dan mukus, menghambat sekresi sel parietal, dan berperan
penting dalam mempertahankan aliran darah mukosa serta
restitusi sel epitel.3,5,7
Sistem mikrovaskular dalam lapisan submukosa merupakan komponen utama sistem pertahanan subepitelial yang
menyediakan bikarbonat (HCO3-) untuk menetralkan asam
yang dihasilkan oleh sel parietal. Sistem mikrovaskular juga
menyediakan mikronutrien, oksigen, dilusi, dan netralisasi
dari difusi kembali asam lambung, serta mengeliminasi
metabolik toksik.3,5,7 Selain itu sebagai penghasil nitrit oksida.
Nitrit oksida (NO) merupakan zat yang diproduksi oleh endotel
kapiler melalui aktivitas endothelium derived vascular relaxation factor.3 Enzim NO sintetase yang terekspresi pada
445

Patofisiologi dan Penanganan Gastropati Obat Antiinflamasi Nonsteroid


mukosa berperan sebagai sitoproteksi melalui stimulasi
mukus gaster, meningkatkan aliran darah mukosa, dan mempertahankan fungsi ketahanan sel epitelial.5
Fisiologi Sekresi Gaster
Asam hidroklorida adalah hasil utama sekresi gaster
yang dapat menyebabkan perlukaan mukosa. Sel parietal
sebagai penghasil HCl memiliki reseptor histamin (H2), gastrin (reseptor kolesistokinin/gastrin), dan asetilkolin
(muskarinik, M3). Pengikatan histamin pada reseptor H2
mengaktivasi adenilat siklase dan meningkatkan siklik AMP.
Aktivasi reseptor gastrin dan muskarinik menyebabkan
aktivasi jalur persinyalan fosfoinositida/protein kinase C.
Setiap jalur perangsangan mengatur suatu kaskade kinase
yang mengontrol sekresi pompa asam H+, K+-ATPase. Enzim
H+, K+- ATPase bertanggung jawab membentuk konsentrasi
H+ yang tinggi dengan menggunakan ATP sebagai sumber
energi untuk mentransfer ion H+ dari sitoplasma sel parietal
ke secretory canaliculi disertai pertukaran ion K+.5,7,8 Sel
parietal juga memiliki reseptor yang dapat menghambat
produksi asam, seperti PG, somatostatin, dan EGF. Somatostatin dilepaskan oleh sel D pada mukosa gaster sebagai
respon terhadap HCl. Molekul tersebut mampu menghambat
produksi asam secara langsung pada sel parietal maupun
tidak langsung dengan menurunkan pelepasan histamin dari
enterochromaffin-like (ECF) cell dan gastrin dari sel G.
Patofisiologi
Patofisiologi utama kerusakan gastroduodenal akibat
OAINS adalah disrupsi fisiokimia pertahanan mukosa gaster
dan inhibisi sistemik terhadap pelindung mukosa gaster
melalui inhibisi aktivitas COX mukosa gaster.1
Kerusakan pertahanan mukosa terjadi akibat efek
OAINS secara lokal. Beberapa OAINS bersifat asam lemah
sehingga bila berada dalam lambung yang lumennya bersifat
asam (pH kurang dari 3) akan berbentuk partikel yang tidak
terionisasi. Dalam kondisi tersebut, partikel obat akan mudah
berdifusi melalui membran lipid ke dalam sel epitel mukosa
lambung bersama dengan ion H+. Dalam epitel lambung,
suasana menjadi netral sehingga bagian obat yang berdifusi
terperangkap dalam sel epitel dan terjadi penumpukan obat
pada epitel mukosa. Akibatnya, epitel menjadi sembab,
pembentukan PG terhambat, dan terjadi proses inflamasi.2-5
Selain itu, adanya uncoupling of mitochondrial oxidative
phosphorylation yang menyebabkan penurunan produksi
adenosine triphosphate (ATP), peningkatan adenosine
monophosphate (AMP), dan peningkatan adenosine diphosphate (ADP) dapat menyebabkan kerusakan sel. Perubahan
itu diikuti oleh kerusakan mitokondria, peningkatan
pembentukan radikal oksigen, dan perubahan keseimbangan
Na+/K+ sehingga menurunkan ketahanan mukosa lambung.
Lebih lanjut lagi, kondisi itu memungkinkan penetrasi asam,
pepsin, empedu, dan enzim proteolitik dari lumen lambung

446

ke mukosa dan menyebabkan nekrosis sel.2,4,5,10


Inhibisi sistemik terhadap pelindung mukosa gaster
terjadi melalui penghambatan aktivitas COX mukosa gaster.
Prostaglandin yang berasal dari esterifikasi asam arakidonat
pada membran sel berperan penting dalam memperbaiki dan
mempertahankan integritas mukosa gastroduodenal. Enzim
utama yang mengatur pembentukan PG adalah COX yang
memiliki dua bentuk yaitu COX-1 dan COX-2. Masing-masing
enzim tersebut memiliki karakteristik berbeda berdasarkan
struktur dan distribusi jaringan. COX-1 yang berada pada
lambung, trombosit, ginjal, dan sel endotelial, memiliki peran
penting dalam mempertahankan integritas fungsi ginjal,
agregasi trombosit, dan integritas mukosa gastrointestinal.
Sementara itu, COX-2 yang diinduksi oleh rangsangan
inflamasi terekspresi pada makrofag, leukosit, fibroblas, dan
sel sinovial.5
Pada jaringan inflamasi, OAINS memiliki efek menguntungkan melalui penghambatan COX-2 dan efek toksik melalui
penghambatan COX-1 yang dapat menyebabkan ulserasi
mukosa gastrointestinal dan disfungsi ginjal. Penghambat
COX-2 selektif mempunyai efek menguntungkan dengan
menurunkan inflamasi jaringan dan mengurangi efek toksik
terhadap saluran cerna. Namun demikian, golongan tersebut
memiliki efek samping pada sistem kardiovaskular berupa
peningkatan risiko infark miokard, stroke, dan kematian
mendadak.5,11 Efek samping tersebut berkaitan dengan efek
antiplatelet yang minimal pada penghambat COX-2 karena
tidak memengaruhi tromboksan A2 (TX-A2). TX-A2 merupakan
suatu agonis platelet dan vasokonstriktor serta secara selektif
menyupresi prostasiklin endotel.6,9 Oleh karena itu, Food and
Drugs Administration (FDA) telah menarik valdekoksib dan
rofekoksib yang memiliki efek samping pada kardiovaskular
dari pasaran.5,11 Selekoksib adalah penghambat COX-2 dengan
efek kardiovaskular paling minimal dan aman digunakan
dengan dosis rendah 200 mg/hari.12
Sebagai konsekuensi penghambatan COX, sintesis
leukotrien meningkat melalui perubahan metabolisme asam
arakidonat ke jalur 5-lipoxygenase (5-LOX). Leukotrien terlibat
dalam proses kerusakan mukosa gaster karena menyebabkan
iskemik jaringan dan inflamasi.2,4,13 Peningkatkan ekspresi
molekul adhesi seperti intercellular adhesion molecule-1
oleh mediator proinflamasi menyebabkan aktivasi neutrophilendothelial. Perlekatan neutrofil ini berkaitan dengan
patogenesis kerusakan mukosa gaster melalui dua mekanisme
utama: yaitu oklusi mikrovaskular gaster oleh mikrotrombus
menyebabkan penurunan aliran darah gaster dan iskemik sel
serta peningkatan pelepasan oksigen radikal. Radikal bebas
tersebut bereaksi dengan asam lemak tak jenuh mukosa dan
menyebabkan peroksidasi lemak serta kerusakan jaringan.1,2,4
OAINS juga memiliki efek lain seperti menurunkan angiogenesis, memperlambat penyembuhan, dan meningkatkan
endostatin (faktor antiangiogenik) relatif terhadap endothelial cell growth factor (suatu faktor proangiogenik).10

J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 11, November 2012

Patofisiologi dan Penanganan Gastropati Obat Antiinflamasi Nonsteroid


Penanganan Gastropati OAINS
Penanganan perlukaan mukosa karena OAINS terdiri
dari penanganan terhadap ulkus aktif dan pencegahan primer
terhadap perlukaan di kemudian hari. Rekomendasi
penanganan dan pencegahan kerusakan mukosa untuk
gastropati OAINS dapat dilihat pada tabel 1. Idealnya, OAINS
dihentikan sebagai langkah pertama terapi ulkus. Selanjutnya,
pada penderita diberikan obat penghambat sekresi asam
(penghambat H2, PPIs). Akan tetapi, penghentian OAINS
tidak selalu memungkinkan karena beratnya penyakit yang
mendasari. Penggunaan protein pump inhibitor (PPI)
berhubungan dengan penyembuhan ulkus dan mencegah
relaps pada penderita yang menggunakan OAINS jangka
panjang.5,11
Tabel 1. Rekomendasi Penanganan Kerusakan Mukosa
karena OAINS 5
Klinis

Rekomendasi

Ulkus aktif
NSAID dihentikan Antagonis reseptor H2 , Protein pump inhibitor
NSAID dilanjutkan Protein pump inhibitor
Terapi profilaksis Misoprostol
Protein pump inhibitor
Pengambat COX-2 selektif
Infeksi H. pylori
Eradikasi jika terdapat ulkus aktif atau riwayat
ulkus peptik

Pencegahan untuk gastropati OAINS juga dapat


dilakukan dengan menggunakan OAINS yang secara teori
kurang menyebabkan kerusakan, menggunakan PAINDS
bersama dengan obat pencegah kerusakan, dan eradikasi H.
pylori.4,5 Untuk pencegahan ulkus primer dapat digunakan
misoprostol (4 kali 200 g per hari) atau PPI. Penghambat H2
dosis tinggi (famotidine 2 kali 40 mg per hari) dapat dianjurkan
sebagai pengganti PPI walaupun PPI seperti omeprazole dan
pantoprazole lebih superior.5,11,12 Penghambat COX-2 selektif,
selesoksib dan rofesoksib, nyatanya 100 kali lebih selektif
dalam menghambat COX-2 dibanding OAINS standar, tetapi
penggunaannya meningkatkan gangguan kardiovaskular.5,14-16 Castellsague et al15 menemukan risiko komplikasi
ulkus peptik pada penggunaan selesoksib dan rofesoksib
setengah kali lebih rendah dibanding OAINS tidak selektif.
Efek pencegahan komplikasi gastrointestinal oleh selesoksib
dan rofesoksib hilang ketika digunakan bersama aspirin dosis

rendah6,16,17 Oleh karena itu, terapi untuk melindungi lambung


dibutuhkan pada penderita yang menggunakan penghambat
COX-2 dan aspirin.5
Risiko gastrointestinal OAINS dibagi menjadi risiko
rendah (tidak ada faktor risiko), sedang (1 atau 2 faktor risiko
berupa usia di atas 65 tahun, OAINS dosis tinggi, riwayat
ulkus tidak terkomplikasi, penggunaan bersama aspirin,
kortikosteroid atau antikoagulan), tinggi (>2 faktor risiko atau
riwayat ulkus yang terkomplikasi).16 Petunjuk pendekatan
penggunaan OAINS dapat dilihat pada tabel 2 dan alternatif
lainnya pada tabel 3. Penderita yang tidak berisiko kardiovaskular, tidak menggunakan aspirin, dan tidak berisiko
komplikasi gastrointestinal dapat menerima OAINS nonselektif tanpa perlindungan lambung.5,12,16 Pada penderita
tanpa risiko kardiovaskular tetapi dengan risiko sedang gastrointestinal dapat digunakan penghambat COX-2 selektif,
OAINS tidak selektif dengan PPI, atau misoprostol. Penderita
dengan riwayat ulkus peptik dengan atau tanpa komplikasi
dan menggunakan aspirin, antiplatelet, kortikosteroid, atau
memiliki dua atau lebih faktor risiko dikategorikan sebagai
risiko tinggi dan diterapi dengan penghambat COX-2 selektif
disertai PPI atau misoprostol.5,6,12,16 Penderita yang baru
mengalami ulkus peptik terkomplikasi, misalnya perdarahan,
memiliki faktor risiko yang sangat tinggi dan sebaiknya tidak
menggunakan OAINS atau jika harus menggunakan dapat
dipilih penghambat COX-2 selektif disertai PPI atau misoprostol.16 Perdarahan gastrointestinal berulang tidak berbeda
pada penderita menggunakan OAINS nonselektif dengan PPI
dibanding penghambat COX-2 selektif.11,14
Pada penderita dengan faktor risiko kardiovaskular yang
membutuhkan aspirin dosis rendah dan memiliki risiko rendah
toksisitas oleh OAINS dapat dipertimbangkan penggunaan
terapi non-OAINS. Jika tidak ada pilihan, penderita dapat
diberikan pelindung lambung (PPI atau misoprostol) dengan
apapun OAINS yang diberikan. 6,12,14,17 Sebaiknya, pada
penderita dipilih OAINS yang kurang kardiotoksik seperti
naproksen. Selain naproksen, ibuprofen dosis kurang dari
1200 mg memiliki toksisitas kardiovaskular rendah. Penderita
dengan risiko kardiovaskular dan risiko tinggi gastrointestinal seharusnya tidak menggunakan OAINS atau penghambat
COX-2. 9,16
Metaanalisis memperlihatkan H. pylori dan OAINS
secara independen maupun sinergis meningkatkan risiko
tukak peptik maupun perdarahan ulkus. 4,18,19 Menurut

Tabel 2. Pendekatan Penggunaan Terapi OAINS 5

Tanpa risiko kardiovaskuler


(tanpa aspirin)
Risiko kardiovaskuler
(pertimbangkan aspirin)

Risiko OAINS gastrointestinal rendah/


tidak ada

Risiko OAINS gastropati tinggi

OAINS tradisional

Koksib atau OAINS tradisional + PPI


Pertimbangkan terapi non-OAINS
Agen gastroprotektif harus ditambahkan
jika OAINS tradisional diresepkan
Pertimbangkan terapi non-OAINS

OAINS tradisional + PPI jika risiko gastrointestinal membutuhkan gastroproteksi


Pertimbangkan terapi non-OAINS

J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 11, November 2012

447

Patofisiologi dan Penanganan Gastropati Obat Antiinflamasi Nonsteroid


Tabel 3. Rekomendasi Pencegahan Komplikasi Ulkus Akibat OAINS 16

Rendah

Risiko Gastrointestinal a
Sedang

Risiko kardiovaskuler
rendah

Hanya OAINS (OAINS ulserogenik


pada dosis efektif terendah)

Naproksen +
PPI/misoprostol

Risiko kardiovaskuler
tinggib

Naproksen + PPI/misoprostol

Naproksen +
PPI/misoprostol

Terapi alternatif jika memungkinkan atau


penghambat COX-2 + PPI/misoprostol
Hindari OAINDS atau penghambat COX-2
Gunakan terapi alternatif

Risiko gastrointestinal distratifikasikan menjadi rendah (tanpa faktor risiko), sedang (terdapat satu atau dua faktor risiko), dan tinggi
(faktor risiko multipel, atau terdapat riwayat komplikasi ulkus, atau terdapat penggunaan kortikosteroid atau antikoagulan). b Risiko
kardiovaskuler tinggi didefinisikan sebagai kebutuhan penggunaan aspirin dosis rendah sebagai pencegahan kejadian kardiovaskular.
Seluruh pasien dengan riwayat ulkus yang membutuhkan OAINS sebaiknya dilakukan tes terhadap H. pylori, jika terdapat infeksi,
terapi eradikasi harus dilakukan.

konsensus Maastricht 2-2000 disarankan menguji dan


mengobati H. pylori pada pasien yang direncanakan terapi
dengan OAINS dan memiliki risiko tukak peptik.4,19 Untuk
penggunaan OAINS jangka panjang, eradikasi H. pylori tidak
cukup untuk melindungi ulkus/perdarahan berulang sehingga
dapat dilakukan profilaksis dengan PPI atau mengganti
dengan penghambat COX-2 selektif.4,19 Skrining untuk infeksi
H. pylori sebelum terapi dengan aspirin dosis kecil hanya
dianjurkan pada mereka dengan riwayat penyakit tukak peptik.
Obat Gastroprotektif
Antagonis Reseptor H2
Dengan struktur serupa dengan histamin, antagonis
reseptor H2 tersedia dalam empat macam obat yaitu simetidin,
ranitidin, famotidin, dan nizatidin. Walaupun setiap obat
memiliki potensi berbeda, seluruh obat secara bermakna
menghambat sekresi asam secara sebanding dalam dosis
terapi. Tingkat penyembuhan ulkus sama ketika digunakan
dalam dosis yang tepat. Dua kali sehari dengan dosis standar
dapat menurunkan angka kejadian ulkus gaster.4,20 Selain itu,
antagonis reseptor H2 dapat menurunkan risiko tukak duodenum tetapi perlindungan terhadap tukak lambung rendah.19
Dosis malam yang sesuai adalah ranitidin 300 mg, famotidin
40 mg dan nizatidin 300 mg.5
Proton Pump (H+,K+-ATPase) Inhibitors
Proton pump inhibitors merupakan pilihan komedikasi
untuk mencegah gastropati OAINS.4 Obat ini efektif untuk
penyembuhan ulkus melalui mekanisme penghambatan HCl,
menghambat pengasaman fagolisosom dari aktivasi neutrofil,
dan melindungi sel epitel serta endotel dari stres oksidatif
melalui induksi haem oxygenase-1 (HO-1).10 Enzim HO-1
adalah enzim pelindung jaringan dengan fungsi vasodilatasi,
anti inflamasi, dan antioksidan.4,21 Waktu paruh PPIs adalah
18 jam dan dibutuhkan 2-5 hari untuk menormalkan kembali
sekresi asam lambung setelah pemberian obat dihentikan.
Efikasi maksimal didapatkan pada pemberian sebelum makan.5
Obat PPI menyebabkan pengurangan gejala klinis dispepsia
karena OAINS dibanding antagonis reseptor H2 maupun
miso-prostol. Lansoprazol dan misoprostol dosis penuh
448

Tinggi

secara klinis menunjukkan efek ekuivalen. Esomeprazole 20


dan 40 mg meredakan gejala gastrointestinal bagian atas
pada penderita yang tetap menggunakan OAINS.
Analog Prostaglandin
Misoprostol adalah analog prostaglandin E1 yang
digunakan secara lokal untuk mengganti PG yang dihambat
oleh OAINS.4,20 Analog PG meningkatkan sekresi mukus
bikarbonat, stimulasi aliran darah mukosa dan menurunkan
pergantian sel mukosa.5 Namun demikian, misoprostol tidak
mengurangi keluhan dispepsia.4,20 Toksisitas paling sering
adalah diare (angka kejadian 10-30%). Toksisitas lainnya
dapat berupa kontraksi dan perdarahan uterus. Dosis terapi
standar dengan misoprostol adalah 200 g empat kali sehari.5,19
Ringkasan
Gastropati OAINS adalah lesi mukosa gaster yang
berhubungan dengan penggunaan OAINS. Mekanisme
terjadinya gastropati OAINS berhubungan dengan efek lokal
yang disebabkan oleh terperangkapnya OAINS dalam sel
mukosa gaster dan efek sistemik melalui penghambatan COX
yang menyebabkan sintesis PG terhambat. Penghentian
OAINS, pemilihan OAINS, dan penggunaan obat gastroprotektif dengan mempertimbangkan risiko gastrointestinal
dan kardiovaskular merupakan tatalaksana dalam menangani
gastropati OAINS.
Daftar Pustaka
1.

2.

3.

Simadibrata MK. Diagnosis of NSAID gastropathy and its complications. In: Simadibrata MK, Abdullah M, Syam AF, editors.
Procedings of the 4th international endoscopy workshop & international symposium on digestive disease. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen IPD FK UI; 2008. p. 85-7.
Wenas NT. Pathophysiology and prevention of NSAID gastropathy. In: Simadibrata MK, Abdullah M, Syam AF, editors. The
4th international endoscopy workshop & international symposium on digestive disease. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
IPD FK UI; 2008. p. 83-4.
Manan C. Gastropati obat antiinflamasi nonsteroid. In: Rani AA,
Manan C, Djojoningrat D, Simadibrata MK, Makmun D, Abdullah
M, et al, editors. Dispepsia sains dan aplikasi klinik. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2005. p. 68-76.

J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 11, November 2012

Patofisiologi dan Penanganan Gastropati Obat Antiinflamasi Nonsteroid


4.

5.

6.
7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Becker JC, Domschke W, Pohle T. Current approaches to prevent NSAID-induced gastropathy - COX selectivity and beyond.
Br J Clin Pharmacol. 2004;58:587-600.
Valle JD. Peptic ulcer disease and related disorders. In: Kasper
DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL,
et al, editors. Harrisons principle of internal medicine. 16th Ed.
New York: McGraw-Hill; 2008. p. 1746-62.
Risser A, Donovan D, Heintzman J, Page T. NSAID prescribing
precautions. Am Fam Physician. 2009;80(12):1371-8.
Tarigan P. Tukak gaster. In: Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi
B, Setiati S, Alwi I, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th Ed.
Jakarta: Internal Publishing; 2009. p. 513-22.
Pisegna JR. Peptic ulcer disease. In: Bayless TM, Diehl AM,
editors. Advanced therapy in gastroenterology and liver disease.
5th Ed. London: B.C Decker Inc; 2005. p. 147-55.
Bertouch J, Stiel D. Non-steroidal anti-inflammatory drugs. In:
Yeomans N, editor. NSAIDs and the gastrointestinal track. 2nd
Ed. Sydney: Sydney NSW 2000; 2008. p. 6-17.
Blandizzi C, Tuccori M, Colucci R, Gori G, Fornai M, Antonioli
L, et al. Clinical efficacy of esomeprazole in the prevention and
healing of gastrointestinal toxicity associated with NSAIDs in
elderly patients. Drugs Aging. 2008;25:197-208.
Singh G, Triadafilopoulos G. Appropriate choice of proton pump
inhibitor therapy in the prevention and management of NSAIDrelated gastrointestinal damage. Int J Clin Pract. 2005;59:12107.
Scheiman JM, Cryer B. Panel discussion: treatment approaches
to control gastrointestinal risk and balance cardiovascular risks
and benefits: proposals and recommendations. Aliment Pharmacol
Ther Symp Ser. 2005;1:26-32.
Pelletier JM, Lajeunesse D, Reboul P, Pelletier JP. Therapeutic
role of dual inhibitors of 5-LOX and COX selective and nonselective non-steroidal anti-inflammatory drugs. Ann Rheum Dis.
2003;62:501-9.

J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 11, November 2012

14. Fendrick AM. COX-2 inhibitor use after vioxx: careful balance
of end of the rope? The Am J Manag Care. 2004;10:740-1.
15. Castellsague J, Holick CN, Hoffman CC, Gimeno V, Stang MR
and Gutthann SP. Risk of upper gastrointestinal complications
associated with cyclooxygenase-2 selective and nonselective
nonstreroidal anti-inflammatory drugs. Pharmacotherapy. 2009;
29(12):1397-407.
16. Lanza FL, Chan FKI, Quigley EMM. Guidelines for prevention
of NSAID-related ulcer complication. Am J Gastro. 2009;104:
728-38.
17. Elnacef N, Scheiman JM, Fendrick AM, Howden CW, Chey WD.
Changing perceptions and practices regarding aspirin, nonsteroidal anti-inflammatory drugs, and cyclooxygenase-2 selective
nonsteroidal anti-inflammatory drugs among US primary care
providers. Aliment Pharmacol Ther. 2008; 28(10):1249-58.
18. Papatheodoridis GV, Papadelli D, Cholongitas E, Vassilopoulos
D, Mentis A, Hadziyannis SJ. Effect of helicobacter pylori infection on the risk of upper gastrointestinal bleeding in users of
nonsteroid anti-inflammatory drugs. Am J Med. 2004;116:6015.
19. Sung JJY, Russel RI, Yeomans N, Chan FKL, Chen SL, Fock KM,
et al. Non-steroidal anti-inflammatory drug toxicity in the upper
gastrointestinal track. J Gastroenterol Hepatol. 2000;15:58-68.
20. Scheiman JM. Nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID)induced gastropathy. In: Kim KE, editors. Acute gastrointestinal
bleeding. New Jersey: Humana Press; 2003. p. 75-96.
21. Pohle T, Brzozowski T, Becker JC, Vort IR, Markmann A,
Konturek SJ, et al. Role of reactive oxygen metabolites in aspirin-induced gastric damage in human: gastroprotection by vitamin C. Aliment Pharmacol Ther. 2001;15:677-87.

449

Anda mungkin juga menyukai