Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

I.1.

Latar Belakang
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari hari
pertama haid terakhir. Kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42
minggu disebut sebagai post term atau kehamilan lewat waktu. Kehamilan lewat
waktu ( post term ) dapat meningkatkan resiko kematian dan kesakitan perinatal.
Resiko kematian perinatal pada kehamilan post matur dapat menjadi 3 kali
dibandingkan kehamilan aterm. (1)
Angka kejadian kehamilan post term kira-kira adalah 10% dari seluruh
kehamilan, sebagian diantaranya mungkin ada yang tidak benar-benar post term.
Hal ini disebabkan oleh kekeliruan dalam memperkirakan usia gestasional. (2)
Misalnya para ibu lupa akan tanggal haid terakhirnya, dikarenakan sukar
menentukan secara tepat saat ovulasi. Selain itu ada faktor siklus haid dan
kesalahan perhitungan sehingga kehamilan post term tidak diketahui akibat masa
proliferasi yang pendek. Karena hal-hal di atas informasi yang tepat mengenai lama
kehamilan sangat diperlukan. (1,2)
Menurut Eden dkk (1987) dari 3475 kehamilan posterm terhadap 8.135
bayi yang aterm maka hasil kehamilannya banyak merugikan. Selain itu kehamilan
post term sering disertai letak yang defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu
dan perdarahan postpartum yang menambah jumlah komplikasi. (2)
Dengan tingginya resiko kematian dan kesakitan perinatal maka diagnosa
dini dan penanganan yang baik sangat diperlukan sehingga angka mortalitas dan
morbilitas perinatal akibat kehamilan lewat waktu dapat ditekan seminimal
mungkin.

I.2.

Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui angka kejadian persalinan post term di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto periode 1 Juli 2007 sampai dengan 31 Juni 2008.

I.3.

Batasan Variabel Penelitian


Pada penelitian ini, variabel yang diambil adalah :
1. Usia ibu
2. Paritas
3. Asal rujukan
4. Cara persalinan
5. Macam pengelolaan
6. Keadaan bayi saat lahir
7. Berat badan lahir bayi.

I.4.

Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif-retrospektif dengan
menggunakan data sekunder dari laporan partus dan Rekam Medik pasien di
bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Kehamilan lewat waktu (serotinus/post term) adalah kehamilan yang berlangsung
selama 42 minggu (294 hari) atau lebih sejak hari pertama menstruasi terakhir, dihitung
berdasarkan rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari.
Ada penulis yang menghitung waktu 42 minggu sesudah haid terakhir, ada pula yang
mengambil 43 minggu. Partusnya disebut partus postmaturus atau post matur dan bayinya
disebut postmaturitas (post matur). (1,2,3,4)
II.2. Etiologi dan Patogenesis
Tentang sebab mengapa partus tidak kunjung terjadi sampai kehamilan lewat 42
minggu belum diketahui. Satu ciri khas pada semua kehamilan lewat waktu adalah kadar
estrogen yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan normal. Estrogen dalam
jumlah yang lebih banyak diperlukan selaput ketuban sebagai bahan membuat dan
menyimpan glycerophospholipid. Pada kehamilan normal dengan bertambahnya umur
kehamilan kadar estrogen yang semakin memperkaya selaput ketuban dengan 2 macam
glycerophospholipid yaitu phosphatidylethanolamine dan phosphatidylinositolamin
keduanya mengandung asam arakidonat. Fetus berperan dalam menimbulkan partus
melalui suatu mekanisme yang belum jelas dengan cara mengkonversi kedua macam
glycerophospholipid itu dan menghasilkan asam arakhidonat. Asam arakhidonat ini
selanjutnya diubah menjadi prostaglandin E 2 dan F2 alfa. Kedua prostaglandin ini
menyebabkan timbulnya his dan terjadilah pembukaan serviks sebagai alat yang harus
ada pada persalinan.(3)
Karena hal di atas ada gangguan komunikasi antar organ fetus dengan ibunya yang
bisa mengakibatkan produksi prostaglandin dari asam arakhidonat tidak berlangsung pada
waktu yang seharusnya yaitu antara 38 dengan 42 minggu kehamilan. Oleh karena itu
kemungkinan terjadi pengulangan kehamilan lewat waktu pada seorang wanita. (3)
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kehamilan lewat waktu adalah
anensefalus, fetus dengan hipoplasia kelenjar adrena, fetal tanpa hipofisis, plasenta yang
kekurangan enzim sulfatase, dan kehamilan ektopik. (3)
Pada fetus dengan insufisiensi kelenjar adrenal atau hipofisis, produksi
dehydroisoandrosterone sulfate tidak cukup sehingga penghasilan estradiol dan estriol

(dibuat oleh plasenta) tidak mencukupi. Estriol diketahui sebagai hasil akhir metabolisme
estrogen. (3)
Menjelang partus terjadi penurunan hormon progesteron, peningkatan oksitoksin
serta peningkatan reseptor oksitosin, tetapi yang paling menentukan adalah terjadinya
produksi prostaglandin yang menyebabkan his yang kuat. Kerentanan akan stress
merupakan faktor tidak timbulnya his, selain kurangnya air ketuban dan insufisiensi
plasenta.(1)
II.3. Diagnosis
Post term ialah kondisi bayi yang lahir akibat kehamilan lewat waktu dengan
kelainan fisik akibat kekurangan makanan dan oksigen.
Diagnosis post term dapat dilihat dari :
1.

Bila tanggal hari pertama haid terakhir dicatat dan diketahui hamil. (1,2)

2.

Dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dapat diikuti tinggi dan naiknya fundus
uteri, mulainya gerakan janin, gerakan janin ditentukan secara subyektif (normal
rata-rata 7 x/20 menit) atau secara obyektif dengan tokografi (normal rata-rata 10
x/20 menit) dan besarnya janin.

3.

Pemeriksaan berat badan ibu diikuti, kapan menjadi berkurang, begitu juga lingkaran
perut dan jumlah air ketuban apakah berkurang.

4.

Pemeriksaan Roentgenologik : dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada bagian


distal femur, bagian proksimal tibia, tulang kuboid, diameter biparetal 9,8 cm atau
lebih.

5.

Ultrasonografi : ukuran diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban bila
ternyata oligohidramnion maka kemungkinan telah terjadi kehamilan post term.

6.

(1,2,3)

Pemeriksaan sitologik air ketuban : air ketuban diambil dengan amniosentesis baik
transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban akan bercampur lemak dari sel-sel
kulit yang lepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban
yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel-sel yang mengandung lemak
akan berwarna jingga bila :

7.

a.

Melebihi 10% : kehamilan di atas 36 minggu

b.

Melebihi 50% : kehamilan diatas 39 minggu. (1,2,3)

Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan, menurut warnanya karena dikeruhi


mekonium dan apabila air ketuban sedikit akan mengalami resiko 33% asfiksia. (1,2,3)

8.

Kardiotokografi : mengawasi dan menjaga denyut jantung janin, karena insufisiensi


plasenta. (3)

9.

Pemeriksaan kadar estriol dalam urin. (3)

10.

Pemeriksaan pH darah kepala janin. Bila pH 7,2 waspada gawat janin. (2,3,4)

11.

Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20 %). (2,3)

12.

Test tanpa tekanan (non stress test). Bila memperoleh hasil non reaktif maka
dilanjutkan dengan test tekanan oksitosin. Bila diperoleh hasil reaktif maka nilai
spesifitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin baik. Bila ditemukan hasil
tes tekanan yang positif, meskipun sensitifitas relatif rendah tetapi telah dibuktikan
berhubungan dengan keadaan matur. (2)

II.4.

Resiko Kehamilan Lewat Waktu


Kekhawatiran dalam menghadapi. Kehamilan lewat waktu adalah : (2)

1. Meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Resiko kematian perinatal


kehamilan lewat waktu dapat menjadi 3 kali dibandingkan kehamilan aterm.
2. Letak defleksi
3. Posisi oksiput posterior
4. Distosia bahu
5. Perdarahan post partum
Masalah Perinatal :
-

Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai
menurun terutama setelah 42 minggu, hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan
kadar esteriol dan plasenta laktogen.

Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin


dengan resiko 3 kali.

Akibat dari proses penuaan plasenta, maka pemasokan makanan dan oksigen akan
menurun disamping adanya spasme arteri spiralis.

Sirkulasi uteroplasenter akan berkurang dengan 50 % menjadi hanya

250

ml/menit. Jumlah air ketuban yang berkurang mengakibatkan perubahan abnormal


jantung janin.
-

Kematian janin akibat kehamilan lewat waktu ialah terjadi pada 30 % sebelum
persalinan, 55 % dalam persalinan, 15 % post natal.

Penyebab utama kematian perinatal ialah :

Hipoksia

Aspirasi mekonium. (2)

Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi baru lahir adalah : (3)

Suhu yang tidak stabil

Hipoglikemi

Polisitemia

Kelainan neurologik

II. 5. Efek pada janin/bayi


Janin post term dapat terus bertambah beratnya di dalam uterus, dengan demikian
menjadi bayi besar yang abnormal pada saat lahir atau bertambah berat post term serta
berukuran besar menurut usia gestasionalnya.
Kenyataan bahwa janin post term terus tumbuh merupakan indikasi tidak
terganggu fungsi plasenta dengan implikasi bahwa janin seharusnya mampu menenggang
semua beban persalinan normal tanpa masalah.
Pertumbuhan yang terus berlangsung dapat menimbulkan disproporsi fetopelvik
dengan derajat yang mengkhawatirkan sehingga mengakibatkan persalinan tidak dapat
lagi berlangsung secara normal.
Oligohidramnion sering terjadi pada kehamilan yang melampaui usia 42 minggu
dan penurunan jumlah cairan amnion ini akan disertai dengan kompresi tali pusat yang
menimbulkan gawat janin, termasuk defekasi dan aspirasi mekonium yang kental.
Lingkungan intrauteri dapat begitu bermusuhan sehingga pertumbuhan janin yang
lebih lanjut akan terhenti dan janin menjadi post term serta mengalami retardasi
pertumbuhan.
Pada saat lahir bisa terlihat bahwa janin sebenarnya sudah mengalami kehilangan
berat yang cukup banyak, khususnya akibat hilangnya lemak subkutan dan massa otot.
Pada kenyataannya, sebagian bayi yang sudah mengalami retardasi pertumbuhan dapat
menjadi post term dan proses patologis ini dapat semakin parah.
Pada kasus yang ekstrim, ekstremitas tampak panjang dan sangat kurus, terdapat
deskuamasi epidermis yang parah dan kuku jari tangan serta amnion sering diwarnai
dengan bercak mekonium.
Adapun penyebab gawat janin pada kehamilan postmatur merupakan akibat
kompresi tali pusat yang menyertai keadaan oligohidramnion. Silver dkk (1987)
melaporkan bahwa diameter tali pusat yang diukur melalui pemeriksaan USG, merupakan
petunjuk untuk meramalkan gawat janin intrapartum bila diameter tersebut berkurang. (2)

II.6. Tanda-tanda bayi postmatur (1,4)


a. Biasanya lebih berat dari bayi matur.
b. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur.
c. Rambut lanugo hilang atau sangat berkurang.
d. Verniks kaseosa di badan kurang.
e. Kuku-kuku panjang.
f.

Rambut kepala agak tebal.

g. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel.


II.7. Perubahan Fisiologi pada kehamilan postmatur
Beberapa perubahan terjadi di dalam cairan amnion, plasenta dan fetus
pada kehamilan post matur. Untuk itu dibutuhkan pemahaman mendalam tentang
hal ini untuk penatalaksanaan wanita hamil post matur.
a. Perubahan-perubahan pada cairan amnion :
Terdapat perubahan baik secara kuantitatif maupun kualitatif didalam cairan
amnion. Cairan amnion ini dapat mencapai kira-kira 1000 ml pada usia
kehamilan 40 minggu. Penurunan volume cairan ini rata-rata 480 ml, 250 ml
dan 160 ml pada usia kehamilan masing-masing 42 minggu, 43 minggu dan
44 minggu.
Berkurangnya jumlah cairan amnion pada kehamilan postmatur, maka janin
akan menghadapi risiko yang semakin meningkat. Disamping mortalitas janin,
meskipun jarang terjadi, terdapat morbiditas yang nyata pada keadaan
oligohidramnion. Sebagai contoh, insiden cairan amnion yang diwarnai oleh
mekonium dilaporkan sebesar 37 % pada keadaan dengan jumlah cairan
amnion yang adekuat, bila dibandingkan dengan angka 71 % bila terdapat
penurunan volume cairan amnion berkaitan dengan peningkatan insiden gawat
janin dan sectio caesar.
b. Perubahan pada plasenta :
Perubahan yang terjadi berupa berkurangnya diameter plasenta dan panjang
plasenta berkurang.

c. Perubahan pada janin :


Janin yang lahir dari ibu dengan kehamilan posmatur biasanya berat badannya
4000 gr, insiden kejadian ini sekitar 43%. Bertambah besarnya berat janin

dapat meningkatkan trauma kelahiran (Arias, 1993). Rata-rata 5 sampai 10%


bayi yang belum lahir setelah hari perkiraan lahirnya tiba memperlihatkan
jaringan lemak subkutannya mengalami malnutrisi, hal ini disebabkan oleh
nutrisi plasenta yang inadekuat. (1,4,5)
II.8. Penatalaksanaan Kehamilan Post matur
Yang terpenting dalam menangani kehamilan lewat waktu adalah
menentukan keadaan janin karena setiap keterlambatan akan menimbulkan resiko
kegawatan. Dengan sikap konservatif resiko kematian perinatal berkisar dari 0 22
%.(2)
Dewasa ini pengawasan janin cenderung dilakukan lebih awal yaitu segera
setelah melewati 40 minggu atau lebih dini jika ada komplikasi ibu. Selanjutnya
terminasi kehamilan lebih dini yaitu pada akhir minggu ke 41 kehamilan. Tandatanda gawat janin antara lain ialah gerakan janin oligohidramnion yang dideteksi
dengan USG.
Bila sudah dipastikan usia kehamilan 41 minggu. Pengelolaan tergantung
dari derajat kematangan servic. Bila servik telah matang yaitu Bishop skore > 5
maka dilakukan induksi persalinan asal janin tidak besar, jika janin > 4000 gr
dilakukan seksio sesaria. Juga dilakukan pemantauan intra partum dengan
menggunakan kardiotokografi dan kehadiran dokter spesialis anak apalagi bila
ditemukan mekoniom. Bila servic belum matang kita perlu menilai keadaan janin
lebih lanjut bila kehamilan tidak diakhiri. Pada tes non stress dan penilaian volume
kantung amnion bila keduanya normal, kehamilan dibiarkan berlanjut dan penilaian
janin dilanjutkan seminggu dua kali. Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada
kantung yang vertikal atau indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi
variabel pada tes non stress maka dilakukan induksi persalinan.
Bila volume cairan normal dan tes non stress tidak reaktif maka harus
dilakukan tes dengan kontraksi, bila hasilnya positif janin segera dilahirkan dan
bila hasilnya negatif kehamilan diberikan berlangsung dan penilain dilakukan 3
hari lagi. Keadaan servik ini harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien dan
kehamilan harus diakhiri bila servik matang. (6)

Penanganan intra partum


Persalinan merupakan masa yang mengandung resiko pada kehamilan
lewat waktu atau tersangka mulai lewat waktu baik bagi ibu dan terlebih lagi bagi
janin. Oleh sebab itu persalinan pada keadaan demikian harus diawasi dengan ketat

di Rumah sakit dengan alat pengawasan janin. Jika his sudah mulai spontan
persalinan dapat dibiarkan berlangsung terus selama tidak timbul tanda-tanda
gawat janin dan tidak ada disproporsi fetopelvik. Jika dalam persalinan timbul
tanda-tanda gawat janin maka persalinan segera diakhiri dengan seksio sesaria.
Demikian juga bila ada disproporsi, anak besar (makrosomia yaitu berat badan
diperkirakan 4000 gram ataun lebih), induksi gagal, persalinan lama, keadaan
servik belum matang, pada primigravida tua, preeklamsi berat, hipertensi menahun,
anak berharga (infertilitas), dan kesalahan letak janin. (1,2,3,6)
Pada kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan untuk diakhiri. Pasien
dengan his yang belum ada dapat dimulai dengan induksi persalinan, bila tidak ada
kontra indikasi medik dan obstetri. Induksi partus dapat dilakukan 2 kali dengan
interval waktu 2 hari. Jika masih gagal langsung diselesaikan dengan bedah sesar.
Demikian juga bila ada tanda fetal distress atau tanda-tanda seperti diatas.
Pada kehamilan yang disangka telah mulai lewat waktu pengawasan
kesejahteraan janin sebaiknya dua kali dalam seminggu untuk mencegah kematian
janin yang tidak terduga. Jika pada monitoring ditemukan tanda-tanda gawat janin
seperti gerakan janin yang kurang atau telah ada oligohidramnion segera dilakukan
induksi persalinan.
Amniotomi atau pemecahan ketuban pada persalinan lewat waktu ada
keuntungan dan kerugiannya. Kerugiannya ialah pengurangan cairan ketuban
akibat amniotomi terlebih bila telah ada oligohidramnion membuka kesempatan
lebih besar terjadi penekanan terhadap tali pusat sehingga kegawatan janin bisa
terjadi atau bertambah. Keuntungannya ialah dengan amniotomi dapat dipastikan
apakah cairan ketuban telah bercampur mekonium atau belum. Bila telah ada
mekonium dalam air ketuban pertanda telah terjadi hipoksia janin dan pada kadar
mekonium yang pekat telah ada asidosis. Adanya mekonium dalam cairan ketuban
akan diaspirasi janin sehingga setelah lahir menderita kesukaran pernafasan yang
sebanding dengan banyaknya mekonium yang diaspirasi. Keuntungan lain
amniotomi, dapat dikerjakan pemasangan elektroda pada kulit kepala janin dan
dipasang kateter intra uteri sehingga pengawasan janin secara internal.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Angka kejadian kehamilan post matur di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto adalah 180 kasus dari 1852 kehamilan pada periode 1 Juli 2007 sampai 31
Juni 2008. Penelitian dilaksanakan dengan metode deskriptif retrospektif dengan
menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien di bagian obstetri dan ginekologi.
Kejadian kehamilan post matur dihubungkan dengan usia ibu, paritas, asal rujukan, cara
persalinan, macam pengelolaan dan keadaan bayinya saat lahir dan berat badan lahir.
A. HASIL
Tabel 1.Distribusi kehamilan post matur menurut usia ibu pada bulan 1 Juli 2007
31 Juni 2008
Usia Ibu
< 21 tahun
21 25
26 30
31 35
36 40
> 40
Total

Jumlah kasus
15
61
42
46
12
4
180

%
8,3
33,9
23,3
25,6
6,7
2,2
100

Dari 180 kasus kehamilan post matur di atas didapatkan bahwa kejadian
pada ibu yang berumur antara 21 25 tahun dan 31 35 tahun paling tinggi yaitu 61
kasus (33,9 %) dan 46 kasus (25,6 %) sedangkan pada ibu yang berumur 26 30
tahun adalah 42 kasus (23,3 %). Usia ibu <21 tahun sebanyak 15 kasus (8,3%), usia
ibu 36 40 tahun sebanyak 12 kasus (6,7 %) dan usia lebih dari 40 tahun hanya 4
kasus (2,2 %). Hal ini disebabkan karena usia 21 35 tahun merupakan masa
reproduksi dimana usia ini adalah usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan.

10

Tabel 2. Distribusi kehamilan post matur menurut paritas ibu pada bulan 1 Juli 2007
31 Juni 2008
Paritas Ibu
Primigravida
Multigravida
Total

Jumlah kasus
88
92
180

%
48,9
51,1
100

Dari 10 kasus kehamilan post matur di atas didapatkan bahwa kejadian pada
ibu dengan primigravida sebanyak 88 kasus (48,9 %) sedangkan pada ibu dengan
multigravida sebanyak 92 kasus (51,1 %), hal ini disebabkan karena pada
primigravida dimana si ibu baru pertama kali mengalami kehamilan dan ibu belum
mempunyai pengalaman dalam kehamilan atau ibu lupa akan hari pertama haid
terakhirnya, dengan demikian janin bisa saja belum postmatur sebagaimana yang
diperkirakan.
Tabel 4. Distribusi kehamilan post matur menurut asal rujukan pada bulan 1 Juli
2007 31 Juni 2008
Asal Rujukan
Puskesmas
Rumah Sakit
Dokter umum
Dokter Spesialis
Paramedis (Bidan)
Dukun
Sendiri
Poliklinik
Total

Jumlah kasus
21
12
1
5
52
0
10
79
180

%
11,7
6,7
0,6
2,8
28,9
0
5,6
43,9
100

Dari data diatas jumlah rujukan yang terbanyak yaitu rujukan dari poliklinik
sebanyak 79 kasus (43,9 %), paramedis (bidan) sebanyak 52 kasus (28,9 %) ,
puskesmas sebanyak 21 kasus (11,7 %) , Rumah Sakit sebanyak 12 kasus (6,7 %),
datang sendiri sebanyak 10 kasus (5.6 %) dan dokter umum sebanyak 1 kasus (0,6
%), sedangkan dari dukun tidak ada. Hal ini menggambarkan bahwa jumlah yang
terbanyak adalah dari rujukan paramedis (bidan ) karena sebagian besar dari mereka
memeriksakan kehamilannya pada bidan atau merupakan layanan terdekat di
daerahnya. Mereka segera merujuk ke RSMS untuk mendapatkan tindakan lebih
lanjut dan fasilitas yang lebih memadai.
Tabel 5.

Distribusi kehamilan post matur menurut cara persalinan pada bulan 1


Juli 2007 31 Juni 2008

11

Cara persalinan
Spontan
Seksio sesarea
Vakum Ekstraksi
Forcep
Embriotomi
Total

Jumlah
110
57
13
0
0
180

%
61,1
31,7
7,2
0
0
100

Dari tabel di atas didapatkan bahwa pengelolaan pada kehamilan post matur
terbanyak adalah persalinan spontan yaitu sebanyak 109 kasus (61,1%), sedangkan
persalinan dengan seksio sesaria sebanyak 57 kasus (31,7%), persalinan dengan
vakum ekstraksi sebanyak 13 kasus (7,2%), tidak didapatkan persalinan dengan
forcep dan embriotomi.
Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian kasus dapat diselesaikan dengan
persalinan spontan, ada yang di bantu dengan piton drip dan juga ada yang tidak,
Pada kasus yang diselesaikan dengan piton drip dikarenakan pada pasien ini tidak
mempunyai his yang adekuat sehingga perlu distimulasi, sedangkan yang tanpa di
drip datang dengan keadaan yang sudah inpartu.
Pada kasus dengan tindakan seksio sesaria, indikasi terbanyak adalah karena
dikarenakan keadaan janin yang sudah fetal distress akibat keterlambatan merujuk,
selain itu ada indikasi lain yaitu karena panggul sempit, CPD, eklamsia, plasenta
previa, primitua, gagal induksi dan riwayat obstetri yang jelek.
Pada kasus dengan pengelolaan Vakum Ekstraksi dan Forcep bisa karena
fetal distress juga dan ibu dengan preeklamsi sehingga harus diakhiri dan syaratsyarat untuk dilakukan vakum dan forcep terpenuhi. Pada kasus yang ii lakukan
embriotomi karena janin telah meninggal.

Tabel 6. Distribusi kehamilan post matur menurut macam-macam pengelolaan


dilahirkan pada bulan 1 Juli 2007 31 Juni 2008
Pengelolaan

Jumlah Kasus

Induksi

108

60

Tidak induksi

72

40

Total

180

100

12

Dari data diatas didapatkan pengelolaan dengan induksi sebanyak 108 kasus (60 %)
dan tidak diinduksi sebanyak 72 kasus (40 %). Pengelolaan dengan induksi
terbanyak dikarenakan tidak adanya his yang adekuat atau pada ibu tidak ada his
sama sekali, hal ini karena kurangnya atau terganggunya produksi prostaglandin
yang seharusnya ada pada minggu ke-38 sampai 42 kehamilan.
Tabel 7. Distribusi kehamilan post matur menurut APGAR skor bayi yang
dilahirkan pada bulan 1 Juli 2007 31 Juni 2008
Keadaan Bayinya

Jumlah Kasus

168

93,3

Asfiksia (4-5-6)

3,9

Meninggal

2,8

180

100

Sehat (7-8-9)

Total

Dari data di atas didapatkan bahwa keadaan bayi yang dilahirkan yang
terbanyak adalah sehat yaitu 168 kasus (93,3 %), sedangkan yang asfiksia sebanyak
7 kasus (3,9 %), dan yang meninggal adalah sebanyak 5 kasus (2,8 %). Hal ini
dinilai dari apgar skor yang kami dapatkan dari data rekam medik pasien.
Data tersebut menunjukkan bahwa penanganan yang diberikan sudah tepat
dan cepat baik dalam rujukan maupun tindakan. Pada kasus yang meninggal
disebabkan karena keterlambatan dalam merujuk dan kurangnya pengetahuan si ibu,
hal ini dilihat dari kehamilan yang sangat lewat waktu.

Tabel 8. Distribusi kehamilan Post matur menurut berat badan lahir bayi pada
periode 1 Juli 2007 31 Juni 2008
Berat Badan Lahir
BBLR (< 2500)
BBLC (2500-4000)
BBLL (>4000)
Jumlah

Jumlah
5
170
5
180

%
2,8
94,4
2,8
100

13

Dari data diatas diketahui bahwa berat badan lahir yang terbanyak adalah
berat badan lahir cukup sebanyak 170 kasus (94,04%), sedangkan yang berat badan
lahir rendah sebanyak 5 kasus (2,8%) dan yang berat badan lahir lebih sebanyak 5
kasus (2,8%).
Dari data tersebut diatas didapatkan yang terbanyak adalah berat badan lahir
yang cukup karena pada kehamilan lebih bulan biasanya bayi besar. Bayi yang besar
karena nutrisi yang diterima janin lebih lama. Pada bayi yang yang berat badan
rendah karena adanya penuaan plasenta maka pemasokan makanan dan oksigen
akan menurun sehingga janin kekurangan makanan.

14

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
-

Kehamilan lewat waktu (serotinus/post term) adalah kehamilan yang berlangsung


selama 42 minggu (294 hari) atau lebih sejak hari pertama menstruasi terakhir,
dihitung berdasarkan rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari.

Partusnya disebut partus post maturus atau post matur dan bayinya disebut
postmaturitas (post matur).

Yang terpenting dalam kehamilan lebih dari 42 minggu adalah menentukan


keadaan janin dan segera mengakhiri persalinan (terminasi).

Angka Kejadian kehamilan Post matur di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto periode 1 Juli 2007- 31 Juni 2008 sebanyak 180 kasus dari 1852
kehamilan. Angka kejadian ini sekitar 10 % dari seluruh kehamilan pada periode
ini. Hal sesuai dengan angka kejadian yang sebenarnya.

Distribusi kehamilan post matur menurut usia ibunya didapatkan paling banyak
adalah ibu dengan usia reproduksi (21 35 tahun) yaitu sebanyak 107 kasus
(59,5 %).

Distribusi kehamilan postmatur menurut paritas ibunya yang terbanyak adalah


multigravida sebanyak 92 kasus (51,5 %).

Distribusi kehamilan post matur menurut asal rujukan adalah yang terbanyak dari
poliklinik sekitar 79 kasus (43,9 %).

Distribusi kehamilan post matur menurut cara persalinan yang terbanyak adalah
secara spontan yaitu sebanyak 110 kasus (61,1 %).

Distribusi kehamilan post matur menurut cara pengelolaan adalah lebih banyak
yang diinduksi yaitu sebanyak 108 kasus (60 %).

Distribusi kehamilan post matur menurut keadaan bayi yang dilahirkan


berdasarkan APGAR skor yang terbanyak adalah 7-8-9 (sehat) sebanyak 168
kasus (93,3 %).

Distribusi kehamilan post matur menurut berat badan lahir bayi adalah rata-rata
cukup (2500-4000 gram) sebanyak 170 kasus (94,4 %)

15

B. Saran
-

Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan untuk mendiagnosis post term dapat
dilakukan seawal dan seteliti mungkin, sehingga penanganannya dapat direncanakan
secara tepat dan benar, sehingga secara tidak langsung dapat menurunkan angka
kematian maternal dan perinatal.

Dikarenakan bahaya dari kehamilan post term ini cukup tinggi maka hal yang utama
adalah pencegahan dengan cara konseling antenatal yang baik dan teratur, disamping
dapat mengevaluasi kehamilan lebih teliti juga apabila ada tanda berat badan tidak
naik, oligohidramnion, gerakan menurun dapat cepat ditangani. Selain itu sekarang
sudah ada pelayanan USG sehingga kehamilan dapat ditentukan dengan tepat.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono Prawirohardjo, Ilmu Bedah Kebidanan, Edisi I, Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002, hal 317-20.
2. Cunningham & MacDonald, Obstetri Williams, Edisi XVIII, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 1995, hal 903-10.
3. Rustam, Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
1998, hal 246-50.
4. SMF Obstetri dan Ginekologi Kehamilan Lewat Waktu. Standar Pelayanan Medis,
RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, hal 147-9
5. Harry Oxorn, Patologi & Fisiologi Persalinan, Penerbit Yayasan Essentia Medica,
1990, hal 575-79.
6. Abdul Bari Saifudin, Kehamilan Lewat Waktu, dalam Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta, 2001, hal 305-10.

17

Anda mungkin juga menyukai