Disusun oleh:
Devina Septi Hajar
Dialika
Dian Ayu Pertiwi
Dian Farikha
Dian Puspitasari
Diena Said
Dina Evyana
Pembimbing:
dr. Ali Sungkar, Sp.OG
BAB I
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Ny. RF
Usia
: 25 tahun
: Jatiwaringin, Bekasi
Agama
: Islam
Pekerjaan
Pendidikan
: SMA
: 3085742
ANAMNESIS
(Autoanamnesis pada tanggal 5 September 2007 di IRNA A lantai 2)
Keluhan Utama
Keluar air-air dari kemaluan sejak 1,5 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang
Satu setengah tahun SMRS pasien mengalami penurunan berat badan 12 kg
dalam 6 bulan. Pasien juga mengeluh menjadi sering buang air kecil (BAK), 5 hingga
6 kali saat malam hari, BAK lancar, sering minum, sering makan dan bila terdapat
luka lama sembuhnya. Tidak ada bayangan kabur atau buram, tidak ada kesemutan.
Satu tahun SMRS pasien ke puskesmas, dilakukan pemeriksaan gula darah
dengan hasil 400, dikatakan sakit gula. Pasien disarankan tidak makan makananminuman yang manis dan mendapat obat glibenklamid 2x1 tablet/ hari. Pasien
mengaku rutin memeriksa gula darah tiap bulan ke puskesmas, namun gula darah
tidak terkontrol, dosis obat tidak berubah.
Hari pertama haid terkhir (HPHT) 18 November 2006. Taksiran partus 25
Agustus 2007. Pasien ke bidan dan dikatakan hamil dan mendapat obat penambah
darah serta tetap meminum glibenklamid dengan dosis yang sama.
Riwayat menikah
Riwayat KB
Kesadaran
: compos mentis
Tinggi Badan
: 141 cm
Berat Badan
: 62 kg
Tanda Vital
Tekanan darah (TD) : 110/ 70 mmHg
Nadi (FN)
Pernapasan (FP)
Suhu (S)
: 36,70 C
Status Generalis
Mata
Paru
Jantung
Abdomen
Ektremitas
Status Obstetrikus
Vaginal touch (VT): portio tebal, lunak, pembukaan 1 cm, ketuban (-), kepala H I-II
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (3 September 2007)
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Gula darah sewaktu
11,1
32
16.500
143.000
83
29
35
57
Kristal: -
Leukosit: 1-3
Bakteri: -
Eritrosit: 25-30
Glukosa: -
Protein: -
Keton: -
Keton: -
Urobilinogen: 0,2
Bilirubin: -
Nitrit: -
pH: 5,5
Esterase leukosit: -
Anjuran
Variabilitas: 5-15
Akselerasi: +
Deselerasi: Gerak janin: +
Kontraksi: FDJP: 6 tanpa SDAU
Resume
Pasien, nyonya, 25 tahun, datang dengan keluhan keluar air-air dari kemaluan
sejak 1,5 jam (SMRS). Sejak satu tahun yang lalu pasien telah didiagnosis dan
mendapat terapi glibenklamid 2x1 tablet/hari namun gula darah belum terkontrol. Saat
usia kehamilan 4 minggu terapi glibenklamid dihentikan dan diganti dengan insulin
2x6 unit yang baru mulai digunakan oleh pasien saat usia kehamilan 5 bulan,
semenjak itu gula darah pasien terkontrol. Selama kehamilan berat badan pasien naik
17 kg. Tidak terdapat adanya keluhan nyeri saat BAK ataupun anyang-anyangan.
Riwayat darah tinggi dan pandangan kabur selama kehamilan disangkal. Selama
hamil pasien tidak pernah mengalami keputihan. Sepuluh jam SMRS pasien merasa
mules-mules yang teratur setiap dua jam. Satu setengah jam SMRS ketuban pecah,
jernih, tidak berbau. Gerak janin masih dirasa aktif.
Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan hipoglikemia.
Daftar Masalah
1. G1H39mg JPKTH KP 15 jam belum inpartu, air ketuban berkurang
2. DM tipe II
Penatalaksanaan
Rencana Diagnostik:
Observasi TNP/jam, S/4 jam, his, DJJ/jam, tanda IIU/IIP dan kompresi tali pusat
CTG
Rencana Terapi:
Bed rest
Catatan Kemajuan
4 September 2007 jam 5.00
S : mules jarang, gerak janin (+)
O : TD 110/70 mmHg, FN 88x/menit, FP 20x/menit, lain-lain daam batas normal
Status obstetri:
His 1x/10/ 20 ", DJJ 142 dpm
Inspeksi (I): vagina, uretra tenang
Vaginal touch (VT): portio kenyal, belakang, tebal 2 cm, pembukaan 1 cm,
ketuban (-), kepala HI-II
A : G1H39mg KP 10 jam
Serviks belum matang (PS2) air ketuban berkurang
DM tipe II
P : induksi pematangan cervix dengan misoprostol 4x25mg II
Nilai ulang pukul 11.00
4 September 2007 jam 10.00
S : mules tambah sering, gerak janin (+) berkurang
O : FN 90x/menit, FP 20x/menit, S: afebris, lain-lain dalam batas normal
his 3x/10 @ 35 ", DJJ 80 (dalam his), 140 (luar his)
portio tipis, pembukaan 4cm, H I-II, sutura sagitalis lintang
CTG : deselerasi variable berat berulang fetal distress ec.kompresi tali pusat
A: PK I aktif, gawat janin
P: SC cito
Laboratorium
(4 September 2007) (5 September 2007)
Hemoglobin
11,1
Hematokrit
32
Leukosit
23.700
Trombosit
226.000
MCV
84
MCH
30
MCHC
35
Gula darah sewaktu (jam 01.23) 89
58
(jam 18.09)159
Laporan pembedahan (4 September 2007)
D/ pra bedah: fetal stress pada G1H39mg JPKTH KP 16 jam (ICA 5), DM II
D/ pasca bedah: P1 NCB SMK kompresi tali pusat ec. ketuban habis
Tindakan: SCTPP
Dilahirkan bayi laki-laki, BL: 2600 gram, PL: 46 cm, AS 9/10
Keadaan pasca operasi: KU baik, CM, muntah (-), reflex (+), sianosis (-), sesak (-),
TD 100/80 mmHg, FN 80x/menit, FP 20x/menit, S: 36,7C
Hasil konsul IPD (post SC)
Ditemukan riwayat DM sejak 1 th yang lalu, obat lupa, sejak hamil obat insulin 2x6
unit, kontrol ke poli endokrin (terakhir 1 bulan yang lalu), riwayat sakit jantung (-),
sakit ginjal (-), pasien sebelumnya dengan riwayat hipoglikemi
PF:
KU TSS, CM, TD 120/80 mmHg, FN 76x/menit, FP 20x/menit, S: afebris, lainlain dalam batas normal
Masalah:
DM tipe II, Under Weight (UW), GD tidak terkontrol, dengan riwayat hipoglikemi
Saran:
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 120/ 70 mmHg
Nadi
Pernapasan
Suhu
: 36,70 C
Status Generalis
Mata
Paru
Jantung
Abdomen : datar, lemas, terlihat perban bekas operasi, perut terpasang gurita
Ektremitas : clubbing finger (+/+), telapak tangan terlihat pucat, edema kaki +/+,
capillary refill < 3.
Status Obstetrikus
: tidak dilakukan
Prognosis
Ibu
Quo ad vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad functionam
: Dubia ad bonam
: bonam
Quo ad functionam
: bonam
BAB II
PEMBAHASAN UMUM
Diabetes Mellitus dan kehamilan
Diabetes mellitus (DM), merupakan sindroma klinis yang ditandai oleh adanya
defisiensi ataupun penurunan sentivitas insulin. Paparan organ terhadap hiperglikemi
kronik merupakan komplikasi medis kehamilan yang tersering.1
Terbagi atas:1
Epidemiologi
Pada tahun 1998 di Amerika terdapat 2,6% kehamilan dengan komplikasi
diabetes diantara seluruh lahir hidup. Dari seluruh angka ini, 90% merupakan
gestasional diabetes.2
Insidens gestasional diabetes bervariasi antara 1-12% tergantung ras pada
populasi tersebut. Insidens kelainan kongenital mayor pada bayi yang lahir dari ibu
yang menderita diabetes tipe 1 sekitar 6-10%, angka ini 2-3 kali lipat lebih tinggi
dibandingkan populasi umum, dan proporsinya sebesar 40% dari seluruh kematian
perinatal pada populasi yang sama.1
Patofisiologi DM tipe II
Diabetes tipe 2 dicirikan dengan resistensi insulin perifer, sekresi insulin
berkurang5,6, produksi glukosa hepatik berlebihan.6 Obesitas sering ditemui pada DM
tipe 2.5,6 Sel adiposit mensekresi beberapa produk biologi (leptin, TFN-, free fatty
acids, resistin, dan adiponectin) yang memodulasi sekresi insulin, kerja insulin dan
berat badan yang dapat menyebabkan resistensi insulin. Awal dari kelainan, toleransi
glukosa normal, walau insulin resiten, karena sel beta pankreas mengkompensasi
dengan meningkatkan output insulin. Saat resistensi insulin dan compensatory
hyperinsulinemia meningkat, pancreatic islet pada orang-orang tertentu tak mampu
menahan status hiperinsulinemik. Toleransi glukosa terganggu, ditandai dengan
peningkatan glukosa postprandial, kemudian terjadi.6
10
Riwayat keluarga
Hipertensi (>140/90 mm Hg) atau dislipidemia (HDL <40 mg/dL atau trigliserid
>150 mg/dL)
11
Nilai hemoglobin glycated prakonsepsi yang optimal diartikan dengan nilai yang
berada di dalam atau mendekati batas atas yang normal atau dalam tiga standar
deviasi dari rata-rata normal. Risiko yang paling bermakna terhadap kelainan
kongenital ialah kadar yang meningkat 10%. Folat 400 ug/hari yang diberikan
perikonsepsi dan selama awal kehamilan, menurunkan risiko defek tabung saraf
(neural tube defects).
Pencegahan hiperglikemia melalui kontrol ketat terhadap kadar gula darah merupakan
terapi utama pada wanita hamil dengan diabetes sebelum kehamilan. Hal ini dapat
dilakukan melalui konseling sebelum konsepsi dan pencapaian kadar normal
hemoglobin A1c sebelum kehamilan, pengukuran kadar glukosa (biasanya 4-5 kali
sehari), penyesuaian diet dan olahraga teratur.
Olahraga non-beban atau latihan angkat beban ringan dapat dicoba ataupun
dilanjutkan. Melalui olahraga jangka pendek pun respon pasien terhadap insulin akan
tersensitisasi selama kurang lebih 24 jam. Serat larut air dapat memberikan rasa
kenyang dan memperbaiki jumlah reseptor insulin serta sensitivitasnya. Pembatasan
karbohidrat memperbaiki kontrol glikemik dan memungkinkan pasien untuk
mencapai target glikemiknya melalui diet dan aktivitas. Jumlah kalori ditetapkan
sekitar 25-35 kcal/kg dari berat badan aktual, umumnya sekitar 1800-2400 kcal/hari.
Diet terdiri dari 40-50% karbohidrat, 30-40% lemak dan 20% protein. Wanita dengan
obesitas dapat memiliki laju metabolisme yang lebih rendah, oleh karena itu diet
dimulai dengan jumlah kalori yang rendah dan kemudian ditingkatkan bertahap sesuai
kebutuhan. Jika kadar glukosa postprandial (PP) meningkat melebihi target maka
perlu dilakukan evaluasi makanan apa saja yang baru dikonsumsi untuk kemudian
disesuaikan dengan pilihan, penyiapan dan porsi yang lebih tepat.
Pengukuran sendiri (self-monitoring) kadar glukosa darah saat puasa, 1-2 jam
postprandial, dan malam hari menggunakan alat glucose meter memberikan informasi
dengan cepat untuk mengevaluasi cara diet dan gaya hidup pasien sehingga dapat
dikoreksi lebih cepat jika terdapat kesalahan. Kadar glukosa optimal selama
kehamilan adalah 70-95 mg/dL (puasa), < 140 mg/dL (1 jam PP) atau < 120 mg/dL (2
jam PP).
Insulin merupakan pilihan terapi ketika dibutuhkan terapi farmakologik untuk
mengontrol kadar glukosa darah selama kehamilan. Akan tetapi, penelitian terbaru
menunjukkan bahwa glyburide atau metformin aman digunakan dan dapat dijadikan
alternatif terapi yang efektif.
13
Terapi insulin untuk mencapai target kadar glikemik dapat ditambahkan jika perlu.
Pompa insulin subkutaneus dapat dipikirkan sebagai salah satu pilihan terapi. Pada
wanita yang sudah menggunakan pompa insulin subkutaneus sebelum hamil maka
sebaiknya diteruskan. Pemakaian pompa subkutaneus selama kehamilan telah
dikaitkan dengan kontrol hiperglikemia yang lebih baik dan peningkatan kepuasan
pasien.
Penatalaksanaan Antepartum
Evaluasi awal terhadap pasien idealnya dilakukan sebelum konsepsi, termasuk
pengkajian terhadap kerusakan organ. Pemeriksaan mata secara menyeluruh untuk
melihat adanya retinopati sebaiknya dilakukan setiap tahun. Jika pasien sudah hamil
saat diketahui adanya retinopati, maka pengontrolan terhadap glikemik secara ketat
dan tiba-tiba justru dapat memperburuk retinopati. Untuk itu, pencapaian bertahap
nilai euglikemik paling baik dilakukan sebelum konsepsi. Terapi laser untuk retinopati
dapat dilakukan jika perlu. Fungsi ginjal dinilai berdasarkan kadar serum kreatinin
dan urin 24 jam atau rasio albumin/kreatinin urin untuk mengukur eksresi protein.
Pada pasien dengan DM tipe 1, fungsi tiroid sebaiknya dievaluasi karena adanya
peningkatan angka kejadian penyakit tiroid. Elektrokardiogram (EKG) dapat
dilakukan pada pasien berusia lebih dari 30 tahun atau mereka yang telah menderita
DM lebih dari 5 tahun. Vitamin-vitamin prenatal dapat diberikan bersamaan dengan
suplementasi folat 0,4 mg/hari.
Usia gestasi sebaiknya dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG pada trimester
pertama. Pada semua kasus diabetes pre-gestasi, pemeriksaan USG untuk menilai
anatomi janin, termasuk jantung, sebaiknya sudah selesai dilakukan pada minggu ke
18-20. Tes tambahan untuk skrining adanya anomali sebaiknya ditawarkan kepada
pasien, jika tersedia, seperti translusensi nuchal pada trimester pertama.
Wanita hamil dengan diabetes memiliki insidens asimtomatik bakteriuria tiga
kali lipat dibandingkan dengan wanita hamil tanpa diabetes. Kultur urin dilakukan
pada saat pasien pertama kali datang. Setelah pemberian terapi antibiotik selesai,
dilakukan pemeriksaan ulang kultur urin untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan
menilai kesembuhan. Timbulnya edema, termasuk sindrom tunnel karpal, juga di
monitor karena adanya peningkatan risiko preeklampsia pada pasien dengan diabetes.
Evaluasi kontrol glikemik maternal melalui pengukuran kadar glukosa sendiri
(self-monitoring)
dan
pemeriksaan
USG
untuk
menilai
pertumbuhan
dan
14
perkembangan janin penting untuk dilakukan. Pasien dengan kontrol glikemik yang
buruk, yang seringkali dicetuskan oleh kondisi janin seperti makrosomia atau
polihidroamnion, lebih berisiko untuk memiliki outcome kehamilan yang lebih buruk.
Kemampuan janin untuk tetap dalam kondisi baik (well-being) dapat dinilai sejak usia
kehamilan 32 minggu dengan melakukan tes non-stress (NST) dua kali seminggu atau
menggunakan modified biophysical profile (BPP) dua kali seminggu melalui
pengukuran denyut jantung janin dan volume cairan ketuban. Evaluasi janin pada
pasien tanpa penyakit end-organ yang membutuhkan terapi insulin seringkali dimulai
pada minggu 32-34 kehamilan. Sedangkan pasien diabetes gestasional dengan kontrol
diet biasanya dilakukan pemeriksaan pada minggu 36-40 kehamilan sampai pasien
melahirkan.
Jika hasil penilaian janin tidak meyakinkan, maka janin aterm sebaiknya segera
dilahirkan. Pada beberapa kasus yang mendekati aterm, pemeriksaan amniosentesis
untuk mengambil cairan amnion untuk menilai kematangan paru dapat membantu.
Penilaian kematangan paru pada janin dianjurkan pada persalinan elektif dengan usia
kehamilan kurang dari < 38 minggu atau ketika kontrol glikemik maternal belum
adekuat dan terdapat risiko keterlambatan pematangan paru janin.
Kelahiran prematur lebih sering dialami oleh pasien dengan diabetes. Target utama
tokolisis adalah untuk menunda persalinan sehingga terapi glukokortikoid untuk
mempercepat pematangan paru janin dapat diberikan selama 48 jam. Magnesium
sulfat banyak digunakan untuk tokolisis. Nifedipine juga merupakan pilihan alternatif
untuk tokolisis. Adrenergik mimetik seperti terbutalin sebaiknya dihindari karena
obat-obatan ini dapat menyebabkan hiperglikemia berat dan ketoasidosis (jarang).
Pemberian glukokortikoid juga dapat menyebabkan hiperglikemia, oleh karena itu
pemberian insulin melalui infus intravena seringkali dibutuhkan untuk menjaga kadar
glukosa tetap normal.
Pasien dengan diabetes pregestasional dan komplikasi vaskular seringkali
membutuhkan induksi pada saat aterm atau mendekati aterm jika mengalami
preeklampsia, gangguan pertumbuhan janin, atau adanya abnormalitas denyut jantung
janin. Pengawasan yang hati-hati terhadap kontrol glukosa sangat penting dalam tata
laksana. Oleh karena itu, banyak klinisi yang melakukan rawat inap selama awal
kehamilan guna mengontrol glukosa dan memberikan edukasi. Selain itu juga untuk
mengkaji komplikasi vaskular.
15
Kontrol glisemik biasanya diperoleh dengan injeksi multipel insulin harian dan
pengaturan asupan makanan. Obat hipoglikemik oral (OHO) tidak digunakan karena
dapat menyebabkan fetal hiperinsulinemia. Piacquadio dan rekan menemukan
peningkatan kelainan congenital pada bayi dari wanita yang mengkonsumsi OHO
selama awal kehamilan. Infus insulin subkutan dengan pompa yang dikalibrasi dapat
dilakukan selama kehamilan. Nmaun risiko hipoglikemia nokturna meningkat selama
kehamilan. Ada alat baru berupa kamera dan potensial elektrik. Komite Nutrisi
Maternal merekomendasikan asupan kalori total 30-35 kkal/ berat badan ideal. Diet
diberikan dalam 3 kali makanan utama dan 3 kali kudapan di antara waktu makan.
Dilaporkan bahwa hasil akhir jehamilan yang baik. Konsentrasi serum alfa-fetoprotein
16-20 minggu cukup tinggi. Rawat inap merupakan indikasi untuk mereka yang gula
darahnya kurang terkontrol dan mereka yang mengalami hipertensi.
Hiperglikemia berat dan Ketoasidosis
Penanganan hiperglikemia berat dan ketoasidosis selama kehamilan sama dengan
penanganan pada saat pasien tidak hamil. Terapi insulin, pengawasan ketat terhadap
kadar kalium dan cairan pengganti merupakan hal-hal yang penting dilakukan untuk
menyelamatkan ibu. Monitoring denyut jantung janin seringkali menunjukkan
deselerasi berulang, akan tetapi kondisi akan membaik seiring dengan perbaikan
ketoasidosis pada ibu.
Penatalaksanaan Intrapartum
Idealnya persalinan ibu hamil dengan diabetes harus mendekati masa matur. Ketika
kantung gestasional telah ada, tes untuk menentukan maturasi paru janin tidak
dilakukan dan persalinan direncanakan setelah usia 38 minggu. Rasio Lesitin
Sfingomielin (LSR) dihitung pada usia 38 minggu dan bila rasionya 2 atau lebih, akan
mempengaruhi persalinan. Jika hipertensi berat timbul, persalinan tetap harus
dilakukan meskipun rasionya kurang dari 2. Bila kelahiran preterm muncul, hindari
terapi tokolitik dengan -sympathomimetic.
Infus glukosa diberikan pada semua pasien selama persalinan yaitu dekstrose 5%
dalam larutan Ringer Laktat 125 mL/jam (sesuai dengan 6,25 g glukosa per jam).
Kadar glukosa darah di monitor setiap 2-4 jam pada kala I dan setiap 1-2 jam pada
kala II. Pasien yang membutuhkan insulin dapat diberikan infus regular insulin
16
dengan dosis 25 U dalam larutan NaCl 250 ml (0,1 unit/ml) sesuai dengan protokol
pemberian insulin intravena.
Pematangan serviks pada persalinan yang diinduksi, jika ada indikasi,
dilakukan sama seperti pasien-pasien non diabetes. Diabetes dalam kehamilan
membatasi kemampuan janin untuk menghadapi stres selama proses persalinan.
Abnormalitas denyut jantung janin dievaluasi dengan merangsang gerakan janin
melalui rangsang suara atau rangsang scalp atau monitoring saturasi oksigen janin.
Janin pada pasien diabetik memiliki risiko untuk distosia bahu, hal ini perlu
diantisipasi dengan pendekatan personal terhadap pasien, pemberian anestesi obstetrik
dan persiapan resusitasi neonatal saat persalinan. Jika pasien direncanakan untuk
operasi selektif maka pasien yang mendapatkan insulin dapat diberikan dosis insulin
sore hari dan tidak boleh diberikan dosis insulin pagi hari. Pada pagi hari operasi
dilakukan monitoring kadar glukosa darah dan diberikan insulin basal yang
dibutuhkan melalui infus insulin untuk menjaga kadar glukosa darah antara 70-120
mg/dL.
Penanganan Postpartum
Setelah melahirkan, pasien dikembalikan ke pengaturan menu diet menurut ADA
sesuai indikasi klinis. Dosis insulin sebaiknya dikurangi karena adanya peningkatan
sensitivitas insulin yang bermakna setelah melahirkan. Aturan umum penurunan dosis
adalah dua pertiga dari dosis pre-kehamilan atau setengah dosis selama kehamilan.
Jika pasien dioperasi, maka sliding scale dapat dilakukan sampai pasien dapat minum
obat secara oral. Kadar glukosa darah harus di jaga di bawah 140-150 mg/dL untuk
membantu pasien dalam masa penyembuhan setelah melahirkan. Pasien diberi
dukungan untuk menyusui dan diberikan makanan ringan (snack) untuk menurunkan
risiko terjadinya hipoglikemia.
Jika agen hipoglikemik dibutuhkan setelah pasien melahirkan, maka insulin
diteruskan terhadap pasien yang menyusui, di mana agen hipoglikemik oral lainnya
dapat diberikan pada pasien yang tidak menyusui. Seluruh pasien yang memiliki
riwayat diabetes melitus dengan faktor risiko sebaiknya dievaluasi ulang sebelum
terjadi kehamilan berikutnya.
Prognosis
17
Prognosis bagi wanita hamil dengan diabetes pada umumnya cukup baik, apalagi
apabila penyakitnya lekasdiketahui dan segera diobati oleh dokter ahli, serta
kehamilan dan persalinannya ditangani oleh dokter spesialis kebidanan. Kematian
sangat jarang terjadi, dan apabila penderita sampai meninggal, hal itu biasanya
dijumpai pada diabetes yang sudah lama dan berat, terutama yang disertai komplikasi
pembuluh daah dan ginjal. Sebaliknya prognosis bagi anak jauh lebih buruk dan
dipengaruhi oleh:
1. Berat dan lamanya penyakit, terutama apabila disertai asetonuria.
2. Insufisiensi plasenta.
3. Prematuritas.
4. Gawat napas (respiratory distress)
5. Cacat bawaan.
6. Komplikasi persalinan (distosia bahu)
Pada umumnya angka kematia perinatal diperkirakan 10-15 %, dengan pengertian
bahwa makin berat diabetes, makin buruk pula prognosis perinatal. Angka kematian
sangat tinggi ditemukan pada penderita diabetes kelas D, E, F dan G (Klasifikasi
White 1965) 4.
18
BAB III
PEMBAHASAN KHUSUS
Kehamilan dengan diabetes terbagi atas diabetes pregestasional dan diabetes
gestasional. Pasien ini telah didiagnosis DM sejak 1 tahun sebelum hamil, sehingga
tergolong dalam penderita diabetes pregestasional. Kehamilan
dengan
diabetes
memiliki berbagai risiko baik terhadap ibu maupun janin, oleh karena itu perlu
pemantauan khusus dan sebaiknya dilakukan konseling prakonsepsi kepada pasien
DM
yang
berencana
untuk
hamil.
Pada
konseling
sebelum
kehamilan,
direkomendasikan agar pasien melakukan monitor gula darah 4 kali dalam sehari dan
mengusahakan agar nilai HbA1c mendekati nilai normal. Evaluasi pra kehamilan
meliputi anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik untuk menentukan risiko
kehamilan dengan DM yang terdapat pada ibu. Pada anamnesis perlu dicari adanya
riwayat ketoasidosis diabetik dan hipoglikemia berat sebelumnya. Pemeriksaan yang
harus dilakukan antara lain adalah pemeriksaan tekanan darah, oftalmoskopi untuk
menilai ada tidaknya retinopati, pemeriksaan fungsi ginjal (kreatinin serum) dan
pemeriksaan urin untuk mencari adanya proteinuri (albumin), serta pemeriksaan
HbA1c. Sayangnya pada pasien ini tidak didapatkan adanya data mengenai derajat
komplikasi penyakit DM pasien. Hal ini penting mengingat beberapa komplikasi
seperti retinopati dan nefropati dapat memburuk dengan adanya kehamilan dan
memberi pengaruh buruk pada janin yang sedang dikandung. Pemantauan tekanan
darah berkala harus dilakukan karena risiko terjadinya pre-eklamsia pada ibu DM
lebih tinggi, terutama bila terdapat nefropati dan hipertensi sebelumnya.
Gula darah pasien dengan DM sebaiknya sudah terkontrol sebelum kehamilan
karena hiperglikemia memberi banyak dampak buruk pada janin. Risiko
hiperglikemia pada awal kehamilan adalah gangguan pada proses organogenesis janin
yang menyebabkan timbulnya kelainan kongenital. Kelainan tabung neural seperti
anensefali dan spina bifida adalah salah satu kelainan yang sering dijumpai pada janin
dari ibu hamil dengan gula darah tidak terkontrol. Karena itu, pada awal kehamilan
sebaiknya dilakukan pemeriksaan HbA1C untuk menilai besarnya risiko pada janin.
Pada pasien ini gula darah sebelum hamil tidak terkontrol, nilai HbA1C yang
diperiksa pada usia kehamilan 2 bulan adalah 8.2. Menurut literatur, risiko pasien
untuk melahirkan bayi dengan kelainan tabung neural antara 3.2% hingga 8.1% ,
risiko ini lebih besar bila dibandingkan dengan wanita dengan nilai HbA1C dibawah
19
7.9 yaitu 3.2%. Risiko lainnya yang dapat timbul adalah abortus spontan dan kelainan
jantung. Oleh karena itu ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang yang harus
dilakukan selama kehamilan untuk mendeteksi adanya kelainan kongenital serta
memantau pertumbuhan janin intrauterin.
Target kadar gula darah pasien dengan DM selama kehamilan adalah sama
baik pada DM gestasional maupun DM pregestasional. Kadar gula darah puasa
diharapkan kurang dari 90 mg/dL, sedangkan kadar gula posprandial kurang dari 120
mg/dL. Pencapaian target ini dapat diusahakan melalui diet dan terapi insulin. Pada
DM gestasional, diet merupakan lini pertama dalam mengontrol gula darah, namun
pada DM pregestasional, dimana pasien telah menggunakan obat hipoglikemik oral
ataupun insulin sebelum hamil, maka diet saja tidak cukup. Rata-rata kebutuhan kalori
wanita hamil sebesar 2300 kalori. Kebutuhan masing-masing trimester sebenarnya
berbeda, yaitu 100-150 kkal/hari pada trimester I, 200-300 kkal/hari trimester II, dan
trimester III 300 kkal/hari. Pada wanita yang mengalami obesitas, jumlah kalori dapat
dibatasi hingga 30-33%. Makanan sebaiknya diberikan dalam porsi yang kecil namun
sering (4-6 kali sehari, 3 kali makan utama dan sisanya adalah selingan). Proporsi zat
gizi dalam makanan adalah sebagai berikut; Karbohidrat 60-70%, protein 10-15% dan
lemak 20-25%. Pasien juga dianjurkan untuk mengkonsumsi lebih banyak karbohidrat
kompleks dibandingkan dengan karbohidrat sederhana.
Jumlah kalori dan proporsi makanan yang dikonsumsi pasien ini tidak
diketahui, namun berdasarkan peningkatan berat badan pasien selama hamil, dapat
diketahui bahwa asupan kalori pasien selama hamil sudah cukup. Berat badan pasien
selama hamil meningkat dari 45 kg menjadi 62 kg. Berdasarkan perhitungan Body
Mass Index (BMI) sebelum hamil, pasien masuk dalam kategori BMI 19.8,
sehingga peningkatan berat badan selama hamil diharapkan berkisar antara 12.5-18
kg.
Pengontrolan gula darah dengan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) tidak
dianjurkan untuk diberikan pada ibu hamil karena dapat menyebabkan efek
teratogenik dan hipoglikemia pada bayi. Sulfonilurea generasi pertama dapat
menembus sawar plasenta dan dapat menyebabkan stimulasi sekresi insulin pada janin
yang menyebabkan makrosomia dan hipoglikemia pada neonatus. Percobaan pada
hewan menunjukkan bahwa obat golongan ini memiliki efek teratogenik, namun
efeknya pada manusia belum diketahui. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
glyburide sama efektifnya dengan insulin dalam mengontrol gula darah selama
20
Induksi persalinan dengan Misoprostol 4x25 mcg dilakukan untuk mencegah risiko
kompresi tali pusat dan infeksi intrapartum. Selanjutnya, pemantauan ketat terhadap
kemajuan persalinan dilakukan setiap 4 jam dan pemantauan kondisi janin (Detak
Jantung Janin/DJJ) dilakukan setiap setengah jam. Pada follow up setelah 14 jam
induksi, hasil CTG menunjukkan adanya tanda gawat janin oleh karena itu akhirnya
diputuskan untuk melakukan seksio cesaria cito pada pasien ini.
Prognosis ad vitam pada pasien ini dubia ad bonam, karena kondisi medik
pasien tidak mengancam jiwa. Ad functionam dubia ad bonam karena dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya komplikasi diabetik dan bila pasien
dapat mengkontrol gula darahnya secara teratur maka komplikasi dari diabetes dapat
dihindari. Sedangkan prognosis ad sanactionam dubia ad bonam, karena diabetes
tidak dapat disembuhkan melainkan dapat dikontrol, bila pasien menjalankan diit,
aktivitas fisik, pengobatan yang sesuai serta mengontrol kesehatannya ke dokter maka
diabetes pasien akan terkontrol dan bila ingin merencanakan kehamilan selanjutnya,
gula darah pasien haruslah terkontrol. Prognosis ad vitam, fuctionam dan sanactionam
pada bayi bonam karena janin lahir cukup bulan, berat lahir bayi 2600 gram, dengan
Apgar Score 9/10.
22
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. DeCherney AH, Nathan L. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and
Treatment, 9th Ed. 2003. The McGraw-Hill Companies, Inc.
2. Cunningham FG, Gant NF, Kenneth J, et al.editors. Williams Obstetrics 21st
Ed. 2001. McGraw-Hill Professional
3. Janzen C, Greenspoon JS, Palmer SM. Diabetes Mellitus & Pregnancy. In: H
Alan, DeCherney, Nathan L. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment. 9th ed. USA: McGraw-Hill; 2003.p.23
4. Wiknjosastro GH, Hudono ST. Penyakit Endokrin. Dalam: Wiknjosastro H.
ditor ketua. Ilmu Kebidanan.edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 1991.hal.525.
5. Scott
Votey.
Diabetes
Mellitus
http://www.emedicine.com/emerg/topic134.htm
type
2.
Diunduh
dari
2007
6. Harrison e-book
23